Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PENDAHULUAN HEMATEMESIS MELENA

1.1 DEFINISI MELENA


Hematemesis adalah muntah darah atau darah kehitaman (coffe grounds) menunjukkan
perdarahan proksimal dari ligament treitz, dan Melena adalah pengeluaran feses atau tinja
yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan
bagian atas. BAB darah atau biasa disebut hematochezia ditandai dengan keluarnya darah
berwarna merah terang dari anus, dapat berbentuk gumpalan atau telah bercampur dengan
tinja. Sebagian besar BAB darah berasal dari luka di usus besar, rektum, atau anus. Warna
darah pada tinja tergantung dari lokasi perdarahan. Umumnya, semakin dekat sumber
perdarahan dengan anus, semakin terang darah yang keluar. Oleh karena itu, perdarahan
di anus, rektum dan kolon sigmoid cenderung berwarna merah terangdibandingkan dengan
perdarahan di kolon transversa dan kolon kanan (lebih jauh dari anus) yang berwarna merah
gelap atau merah tua.

1.2 MANIFESTASI KLINIS


a) Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan diare.
b) Demam, berat badan turun, lekas lelah
c) Ascites, hidratonaks dan edema
d) Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
e) Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila secara klinis
didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam bukan oleh sebab-sebab lain,
ditambahkan sirosis dalam keadaan aktif.
f) Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding,koput, medusa, wasir dan
varises esofagus.

1.3 ETIOLOGI
Hematemesis Melena terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejenum dan
melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit
terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah
yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk
menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena
merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
(Sjaifoellah Noer, dkk, 1996) Etiologi dari Hematemesis melena adalah :
1. Kelainan esofagus : varise, esofagitis, keganasan.
2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-
lain.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol,
dan lain-lain.

Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan
bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan
saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang
terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50
% seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy 1971: 58 %)

1.4 PATOFISIOLOGI / PATHWAY


Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan
tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral
dalam submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan
meningkatnya teklanan dalam vena ini, maka vena tsb menjadi mengembang
dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah,
mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan
kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah
jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubu
h melakukanmekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme
ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal.
Jika volume darah tidak digantikan , penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi
seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolsime anaerob, dan terbentukasam laktat.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai
oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan.

1.5 Gejala Klinis


Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya kerusakan
yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut :
1. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan diare.
2. Demam, berat badan turun, lekas lelah.
3. Ascites, hidratonaks dan edemo.
4. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
5. Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecilkarena fibrosis. Bila secara klinis
didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam bukan oleh sebab-sebab
lain, ditambahkan sirosis dalam keadaan aktif. Hati-hati akan kemungkinan timbulnya
prekoma dan koma hepatikum.
6. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput medusa, wasir dan
varises esofagus.
7. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu:
 Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila dan pubis.
 Amenore, hiperpigmentasi areola mamae
 Spider nevi dan eritema
 Hiperpigmentasi
8. Jari tabuh

1.6 Pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium
a) Darah : Hb menurun / rendah
b) SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran dari sel yang
mengalami kerusakan.
c) Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati
yang kurang.
d) Pemeriksaan CHE (kolineterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati. Bila
terjadi kerusakan kadar CHE akan turun.
e) Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan
garam dalam diet.
f) Peninggian kadar gula darah.
g) Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti HBSAg/HBSAB, HBeAg, dll
2. Radiologi
a) USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan splenomegali, acites
b) Esofogus untuk melihat perdarahan esofogus
c) Angiografi untuk pengukuran vena portal

1.7 PENATALAKSANAAN
a) Tirah baring
b) Diit makanan lunak
c) Pemeriksaan hb, ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah
d) Pemberian transfusi darah bila terjadi perdarahan yang luas
e) Infus cairan langsung dipasang untuk mencegah terjadinya dehidrasi
f) Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu CVP
monitor
g) Pemeriksaan Hb dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan
h) Transfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan mempertahankan
kadar Hb 50-70% nilai normal
i) Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4x10 mg/hari, karbosokrom (adona
AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis berguna untuk menanggulangi
perdarahan
j) Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh
usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati
hepatik.

Anda mungkin juga menyukai