Anda di halaman 1dari 4

Hubungan antara derajat keterpaparan dengan kondisi kerentanan dalam proses terjadinya penyakit

Kondisi Keadaan kekebalan


Keterpaparan Rentan Kebal
Positif Sakit Tidak sakit
Negatif Tidak Sakit Tidak sakit

Dengan memperhatikan gambar di atas, maka jelas bagi kita bahwa, seseorang dapat menjadi sakit apabila
orang tersebut mengalami keterpaparan terhadap unsur penyebab tertentu, (primer maupun sekunder) dan di
lain pihak orang tersebut sekaligus berada pada tingkat kerentanan tertentu. Kedua faktor keterpaparan dan
kerentanan sangat dipengaruhi pula oleh berbagai unsur terutama unsur lingkungan dan unsur pejamu. Oleh
sebab itu, dalam epidemiologi terapan, keadaan ini harus betul-betul disadari, terutama tingkat kuantitas
maupun kualitas/derajat serta sifat dan bentuk dari unsur yang menimbulkan keterpaparan.

Keterpaparan

Keterpaparan adalah Suatu keadaan di mana pejamu berada pada pengaruh atau berinteraksi dengan unsur
penyebab primer maupun sekunder atau dengan unsur lingkungan yang dapat mendorong proses terjadinya
penyakit. Dengan demikian untuk menilai tingkat keterpaparan, harus selalu dihubungkan dengan sumber dan
sifat unsur penyebab, keadaan pejamu yang mengalami keterpaparan tersebut serta cara berlangsungnya
proses keterpaparan.

Adapun faktor yang berhubungan erat dengan unsur penyebab antara lain:

 lingkungan di mana unsur penyebab berada atau lingkungan di mana pejamu dan penyebab
berinteraksi;

 sifat dan jenis dari unsur penyebab tersebut; dan

 unsur pejamu sebagai sifat individu yang bervariasi dalam hubungannya dengan unsur penyebab
serta hubungannya dengan sifat maupun bentuk keterpaparan seperti sifat patologis karakteristik dari
pejamu terhadap penyebab serta sifat intimasi (erat tidaknya) kontak antara pejamu dengan
penyebab.

Adapun keterpaparan yang berhubungan erat dengan unsur pejamu antara lain sifal karakteristik pejamu
secara perorangan individu serta sifat karakteristik kelompok sosial tertentu. Sedangkan sifat kekebalan tiap
pejamu secara perorangan dalam masyarakat, akan sekaligus memenuhi kedua sifat tersebut tadi, karena
tingkat kekebalan perorangan yang membentuk suatu kelompok masyarakat tertentu akan menentukan tingkat
kekebalan masyarakat tersebut.

Faktor lainnya yang erat hubungannya dengan derajat keterpaparan antara lain:
 sifat keterpaparan, yakni apakah prosesnya hanya terjadi satu kali saja, atau beberapa kali, ataukah
proses keterpaparan tersebut berlangsung terus menerus dalam suatu jangka waktu yang cukup
panjang.

 sifat lingkungan di mana proses keterpaparan terjadi, yakni apakah keadaan lingkungan tersebut lebih
menguntungkan pejamu atau sebaliknya, dan

 tempat dan keadaan konsentrasi dari unsur penyebab yang menimbulkan keterpaparan.

Faktor tempat sangat erat hubungannya dengan lingkungan di mana unsur penyebab
berinteraksi/mempengaruhi pejamu, sedangkan konsentrasi dari unsur penyebab akan sangat mempengaruhi
derajat keterpaparan dari pejamu.

Kerentanan

Kerentanan adalah keadaan di mana pejamu mempunyai kondisi yang mudah dipengaruhi/berinteraksi dengan
unsur penyebab sehingga memungkinkan timbulnya penyakit. Pada umumnya, dalam proses kejadian
penyakit, tampak bahwa tidak satu pun penyakit yang memiliki nilai yang terbatas walau bagaimanapun
sederhananya proses kejadiannya.

Peranan kerentanan sangat berpengaruh dalam hasil akhir suatu proses kejadian penyakit, apakah proses
tersebut akan berakhir sebagai penderita, meninggal, atau tidak ada perubahan yang jelas. Dengan demikian,
peranan kerentanan individu yang berbeda dalam masyarakat dapat menimbulkan keadaan yang sering
disebut dengan “fenomena Gunung es” (iceberg phenomena). Keadaan demikian ini bukan hanya berlaku
pada penyakit menular/infeksi, tetapi dapat juga pada penyakit non-infeksi serta pada penyakit gangguan
perilaku sosial.

Pada penyakit infeksi/menular, hasil akhir dari suatu proses kejadian penyakit dapat berapa: • penderita
meninggal;

 penderita dengan gejala klinis yang jelas;

 penderita dengan gejala klinis ringan, atau gejala yang tidak jelas/tidak spesifik untuk penyakit tertentu
atau dengan gejala samar-samar sehingga sulit/tidak dapat ditentukan/didiagnosis secara klinis; dan

 terjadi proses infeksi tetapi tanpa gejala sama sekali.

Sedangkan pada penyaki non-infeksi, akan terjadi hasil akhir yang kemungkinan dalam bentuk:

 penderita meninggal;

 penderita sakit berat/sakit dengan gejala yang berat atau sampai mengalami cacat;
 penderita yang hanya dengan gejala ringan, sehingga mampu menyesuaikan diri dalam kehidupannya
sehari-hari; atau

 penderita yang tanpa gejala sama sekali dan tidak mengalami perubahan baik secara
struktural/anatomis, maupun secara faal/filosofis.

Adapun pada penyakit yang berkaitan dengan perilaku sosial, kemungkinan hasil akhir proses kejadian
penyakit akan berbentuk:

 penderita meninggal karena gangguan jiwa;

 penderita berbuat tingkah laku anti sosial atau menunjukkan gejala-gejala psikopatologi;

 penderita dengan gejala yang sangat ringan, sehingga mampu melakukan kompensasi psikologis;
atau

 penderita yang hanya mengalami penurunan hubungan/keadaan sosial yang tidak jelas (tanpa gejala)

Peranan faktor keterpaparan dan kerentanan sangat penting dalam epidemiologi karena faktor kerentanan
serta keadaan kekebalan masyarakat serta sifat penyakit dalam masyarakat selalu diperhitungkan dalam
setiap kegiatan epidemiologis. Kedua faktor tersebut sangat erat hubungannya dengan faktor "risk" yakni
tingkat/besarnya risiko untuk mengalami proses penyakit atau untuk menjadi sakit.

Dalam kegiatan pengamatan ataupun penelitian epidemiologi, peranan faktor kerentanan memegang peranan
yang cukup penting. Khusus untuk pengamatan penyakit menular/infeksi, harus selalu diperhitungkan derajat
kerentanan terhadap proses infeksi serta kemampuan individu dan masyarakat dalam menghadapi/me-lawan
proses terjadinya penyakit. Sering dijumpai adanya proses infeksi yang terjadi tetapi tidak menimbulkan
penyakit. Sedangkan pada penyakit bukan infeksi, faktor dan derajat kerentanan terhadap suatu unsur
penyebab tertentu, mungkin akan menimbulkan dampak tertentu dalam bentuk peningkatan proses penyakit,
baik dalam bentuk memperkuat pengaruh, ataupun dalam bentuk meningkatkan kekuatan unsur-unsur
penyebab tersebut.

Dalam perhitungan frekuensi penyakit, faktor kerentanan memegang peranan yang sangat penting dan
merupakan bagian dalam perhitungan rate insidensi maupun rate prevalensi. Faktor ini juga diperhitungkan
dalam menilai hasil akhir penyakit dalam masyarakat umpamanya angka kematian suatu penyakit (case fatality
rate maupun mortality rate) serta nilai-nilai rate lainnya. Begitu pula dalam penelitian epidemiologi, termasuk
penelitian eksperimental serta dalam penilaian hasil usaha pencegahan dan penanggulangan penyakit
tertentu, faktor kerentanan selalu diperhitungkan.

Dalam proses terjadinya penyakit, dikenal adanya faktor kerentanan khusus. Faktor kerentanan khusus ini ada
yang diketahui peranannya secara langsung dan jelas, tetapi adapula yang tidak jelas peranannya dalam suatu
proses kejadian penyakit tertentu. Berbagai sifat karakteristik pejamu seperti umur, jenis kelamin, ras, dan
lainnya sangat erat hubungannya dengan sifat kerentanan terhadap berbagai penyakit walaupun pada
beberapa keadaan sulit dikenal secara langsung hubungannya dengan derajat kerentanan. Pada beberapa
penyakit menular, umur sangat menentukan hasil akhir dari suatu proses penyakit. Sedangkan pada beberapa
penyakit tertentu, peranan kerentanan khusus sangat jelas, umpamanya status gizi dengan proses
terjadinya/hasil akhir penyakit tuberkulosis, serta hubungan tonsilektomi dengan kerentanan terhadap polio dan
lain sebagainya.

Adapun hubungan integrasi antara kerentanan dengan keterpaparan dapat dilihat bahwa pejamu dengan
derajat kerentanan tinggi yang disertai dengan tingkat keterpaparan tertentu akan mendorong ke arah proses
terjadinya penyakit. Namun demikian, pada berbagai penyakit tertentu, masih dibutuhkan faktor lain untuk
mendorong interaksi tersebut. Hal ini berarti bahwa integrasi kerentanan dengan keterpaparan saja pada
beberapa penyakit tertentu, belum pasti akan menimbulkan penyakit. Dengan keadaan yang sedemikian ini,
kadang-kadang kita mengalami kesulitan dalam menentukan unsur-unsur yang merupakan unsur penyebab
primer maupun sekunder. Yang jelas adalah bagi mereka yang mengalami keterpaparan dan dalam keadaan
derajat kerentanan yang tinggi, akan mempunyai risiko yang tinggi pula (high risk) untuk penderita penyakit.

Gambar Proses kejadian Penyakit

Anda mungkin juga menyukai