Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Tanggap Darurat Untuk Kerusuhan

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah


Teori Dasar K3
Dosen Pengampu: Yusnita Handayani, S.K.M, M.A

Disusun Oleh:

Nama NIM
Muhammad Yasyar A. 022019023

PROGRAM STUDI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


POLITEKNIK KETENAGAKERJAAN
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN
TAHUN AKADEMIK
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala dan karunia-Nya
sehingga makalah yang berjudul “Tanggap Darurat Unutk Kerusuhan” dapat saya
selesaikan dengan baik. Penyusunan makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas
dari Ibu Yusnita Handayani, S.K.M, M.A selaku dosen pengampu mata kuliah Teori
Dasar K3.

Meskipun telah disusun secara maksimal, tetapi saya sebagai penulis


menyadari akan banyaknya kekurangan dari makalah ini. Oleh sebab itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menjadikan bahan
evaluasi bagi kami.

Demikian, semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan ilmu


pengetahuan bagi pembaca.

Jakarta, 1 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................................... 3
BAB II ISI .................................................................................................................... 4
A. Persiapan Keadaan Darurat .......................................................................... 4
1. Pengertian Keadaan Darurat..................................................................... 4
2. Jenis Keadaan Darurat .............................................................................. 4
3. Penyebab Keadaan Darurat ...................................................................... 5
4. Elemen Persiapan Keadaan Darurat (Emergency Preparedness).............. 5
B. Tanggap Darurat Huru-Hara pada PT PLN (Persero) ..................................... 9
1. Tujuan ....................................................................................................... 9
2. Ruang Lingkup ........................................................................................... 9
3. Referensi ................................................................................................... 9
4. Defenisi ................................................................................................... 10
5. Tanggung Jawab ...................................................................................... 10
6. Uraian Prosedur ...................................................................................... 11
7. Lampiran ................................................................................................. 12
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 13
A. Kesimpulan .................................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam situasi keadaan darurat bencana sering terjadi kegagapan


penanganan dan kesimpangsiuran informasi dan data korban maupun
kondisi kerusakan, sehingga mempersulit dalam pengambilan kebijakan
untuk penanganan darurat bencana. Sistem koordinasi juga sering kurang
terbangun dengan baik, Penyaluran bantuan, distribusi logistik sulit
terpantau dengan baik sehingga kemajuan kegiatan penanganan tanggap
darurat kurang terukur dan terarah secara obyektif. Situasi dan kondisi di
lapangan yang seperti itu disebabkan belum terciptanya mekanisme kerja
Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana dapat dilengkapi
dengan tim lapangan untuk kesiagaan tanggap darurat bencana yang ada
di tempat kerja dengan memiliki gugus tugas yang terdiri dari unit kerja
ataupun pihak K3 sekalipun yang saling terkait dan merupakan satu
kesatuan sistem yang terpadu dalam penanganan Kedaruratan bencana.
Keselamatan dan kesehatan kerja sebagai suatu disiplin ilmu yang
luas dengan banyak spesialisasi yang diterapkan, sebagai pemeliharaan
dan peningkatan derajat fisik, mental, dan sosial pekerja pada setiap jenis
pekerjaan mencegah munculnya dampak buruk terhadap kesehatan
pekerja yang disebabkan kondisi kerja dengan pekerja ( ILO, 1996).
Dalam hal Manajemen Tanggap Darurat, Keadaan darurat bisa
diartikan dalam beberapa definisi yang berbeda-beda tergantung pada
latar belakang dan konteks kejadiannya. Akan tetapi pada dasarnya
semua mengandung pengertian yang sama, yaitu suatu kejadian yang
tidak direncanakan dan tidak diharapkan yang dapat membahayakan jiwa
dan kesehatan baik manusia maupun mahluk hidup lain, serta
menimbulkan kerusakan pada bangunan, harta benda dan lain-lain.
Seseorang yang terkena serangan jantung, stroke atau demam
yang tinggi bisa dikategorikan ke dalam keadaan darurat. Demikian juga
dengan kecelakaan kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran bahan
kimia beracun di tempat kerja.

1
Yang menjadi inti dari makalah ini, kerusuhan (huru-hara) adalah
suatu situasi /kondisi yang tidak terkendali dan tidak dinginkan, yang
menimbulkan kepanikan, kekhawatiran dan mengakibatkan aktifitas kerja
terhenti.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek
perlindungan tenaga kerja sekaligus meningkatkan produktivitas kerja. Hal
ini tercermin dalam pokok – pokok pikiran dan pertimbangan
dikeluarkannya UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yaitu
bahwa tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan
dalam melakukan pekerjaan dan setiap orang lainnya yang berada di
tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Perkantoran BAB III subbab B terdapat system tanggap darurat untuk
berbagai kondisi darurat.
Perencanaan merupakan kata kunci untuk mencapai tujuan
tersebut, sehingga perencanaan dalam hal ini mempunyai peran yang luar
biasa. Perencanaan tanggap darurat tidak berarti hanya merencanakan
tindakan yang harus dilakukan pada saat terjadinya keadaan darurat saja,
akan tetapi juga meliputi tindakan pencegahan dan persiapan-persiapan
jika terjadi keadaan darurat, latihan dan simulasi tanggap darurat,
manajemen tanggap darurat, dan sampai pada pemulihan kondisi pasca
keadaan darurat.
Yang dapat dikategorikan dalam keadaan darurat (emergency)
adalah keadaan-keadaan yang tidak dapat ditangani dengan segera oleh
petugas pada waktu terjadinya insiden, menimbulkan
ancaman/keresahan yang selanjutnya dimungkinkan dapat
mengakibatkan korban jiwa, menimbulkan kerusakan harta benda dan
melukai manusia, menimbulkan kerusakan peralatan yang
membahayakan (terjadinya ledakan, kebakaran, dsb).

2
B. Rumusan Masalah

Bagaimana tanggap darurat yang telah dibuat oleh industri tertentu


dalam menangani keadaan huru-hara di lokasi kerja industri tersebut?

C. Tujuan

Untuk mengetahui tanggap darurat yang telah disusun oleh industri


tertentu dalam menangani keadaan huru-hara di lokasi kerja industri
tersebut?

3
BAB II

ISI

A. Persiapan Keadaan Darurat

1. Pengertian Keadaan Darurat

Menurut FEMA (Federal Emergency Management Agency)


Keadaan darurat adalah kejadian yang tidak direncakan dan tidak
dinginkan yang bisa mengakibatkan kematian atau luka serius pada
pegawai, pelanggan, atau bahkan masyarakat,
mematikan/mengganggu proses pekerjaan, menyebabkan kerusakan
fisik atau lingkungan, atau mengancam kerusakan fasilitas bangunan,
atau merusak citra public.
Keadaan darurat menurut David A. Colling (David A. Colling,
Industrial Safety and Health Management [New Jersey : Prentice Hall,
1990] page 150) adalah segala situasi yang memerlukan respon
dengan segera dikarenakan bencana yang tidak dapat diduga, tidak
diharapkan dan tidak memuaskan yang dapat menyebabkan
kerusakan yang besar dan kerusakan lainnya.

2. Jenis Keadaan Darurat

Menurut NFPA (National Fire Protection Association) keadaan


darurat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
a. Keadaan darurat besar.
Apabila keadaan darurat yang terjadi dipandang dapat
mempengaruhi jalannya operasi perusahaan atau
mempengaruhi tatanan lingkungan sekitar, dan
penganggulangannya diperlukan pengerahan tenaga yang
banyak dan besar.
b. Keadaan darurat kecil.
Apabila keadaan darurat yang terjadi dapat diatasi oleh
petugas setempat dan tidak membutuhkan tenaga banyak.

4
3. Penyebab Keadaan Darurat

Pada dasarnya keadaan darurat terjadi karena bencana alam atau


bencana yang disebabkan oleh manusia. Menurut Erkins (Erkins, Jh,
Emergency Planning and Response, Majalah Hiperkes dan
Keselamatan Kerja, Volume XXXI No 3, Hal 26-31 1998) terdapat tiga
kategori kejadian yang menimbulkan keadaan darurat, yaitu:
a. Operasi dalam keadaan darurat (Operationan emergencies)
seperti kebakaran, peledakan, tumpahan bahan kimia, kebocoran
gas, release energy dan kecelakaan besar (major accident)
b. Gangguan public (Public disturbance): ancaman bom, sabotase,
jatuhnya pesawat, radiasi.
c. Bencana alam (Natural Disaster): banjir, tsunami, angin putting,
gempa bumi, tersambar petir dll.

4. Elemen Persiapan Keadaan Darurat (Emergency Preparedness)

Identifikasi dan evaluasi jenis dan skala keadaan darurat yang


mungkin timbul di perusahaan tersebut harus terlebih dahulu
dilakukan untuk menyusus persiapan keadaan darurat.
Manajemen puncak memiliki peranan yang sangat penting dalam
upaya persiapan keadaan darurat, persiapan keadaan darurat tidak
dapat berjalan dengan baik tanpa dukungan dari manajemen puncak,
dukungan yang paling utama adalah dengan mengeluarkan kebijakan
dan komitmen terhadap program persiapan keadaan darurat
tersebut. Dengan adanya dukungan dan komitmen maka dapat
dibentuk fungsi khusus dan pengorganisasian yang menangani
program persiapan keadaan darurat.
Terdapat 13 elemen yang harus diperhatikan dalam penyususan
persiapan keadaan darurat, yaitu :
a. Administrasi (Administration)
Menurut OSHA (1984) langkah pertama dalam menyusun
emergency preparedness adalah membentuk perencanaan
keadaan darurat yang diketuai oleh seorang perencanaan

5
keadaan darurat koordinator. Dalam membentuk tim
perencanaan keadaan darurat ini yang harus diperhatikan adalah:
(1) Kriteria sebagai coordinator.
(2) Tugas dan tanggung jawab coordinator perencanaan.
(3) Membentuk aggota komite yang disarankan terdiri dari
seluruh fungsi di dalam instalasi/unit operasi.
(4) Membentuk group/gugus tugas yang memiliki tanggung
jawab yang berbeda-beda.
(5) Setiap gugus yang dibentuk akan dikepalai oleh kepala gugus.
b. Analisis Respon Keadaan Darurat (Emergency Response Analysis)
Menurut ISRS (1994), rencana keadaan darurat harus sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Rencana juga harus menyangkut
penilaian terhadap risiko dan semua kemungkinan tipe keadaan
darurat yang akan terjadi. Analisis respon keadaan darurat
sebaiknya menyangkut:
(1) Kejadian bahaya yang besar dan efek terhadap kesehatan.
(2) Kerusakan bangungan yang besar termasuk kerugian biaya.
(3) Kerugian yang besar karena kejadian yang tidak diinginkan.
(4) Kebakaran, banjir, tornado, dan bahaya lainnya.
c. Rencana Keadaan Darurat.
Menurut ISRS (1994), hal-hal yang perlu diperhatika
dalam suatu rencana keadaan darurat adalah sebagai berikut:
(1) Prosedur Pelaporan.
(2) Sistem Evakuasi.
(3) Instruksi dan dokumentasi yang detail
(4) Pengendalian terhadap bahan-bahan/material berbahaya.
(5) Pemindahan atau perlindungan untuk perlengkapan atau
material yang bersifat vital/penting.
(6) Penetapan lokasi pusat pengendalian keadaan darurat.
(7) Rencana pencarian dan penyelamatan.
(8) Prosedur All Clear/pembersihan semua dan memulai kembali
bekerja.

6
(9) Prosedur untuk menginformasikan kepada seluruh pekerja
tentang keadaan darurat dan menjelaskan apa partisipasi
atau respon yang dapat mereka berikan.
(10)Pengawasan terhadap konstraktor/pengunjung.
(11)Nomor telepon keadaan darurat.
(12)Pendistribusian prosedur keadaan darurat.
(13)Latihan praktek keadaan darurat.
(14)Prosedur khusus pemadaman kebakaran.
(15)Pemberitahuan material berbahaya kepada petugas
pemadam kebakaran.
d. Persiapan Keadaan Darurat di Luar Perusahaan.
Menurut ISRS (1994), perusahaan harus memiliki rencana
pengendalian keadaan darurat di luar perusahaan yang
berdasarkan pada jenis bahaya yang paling mungkin terjadi.
Keadaan yang kemungkinan terjadi diluar persuhaan berupa
kecelakaan transportasi karyawan di jalan, tanah, laut, dan udara.
e. Pengendalian Sumber Energi
Menurut ISRS (1994) , persiapan keadaan darurat harus
mempunyai suatu system pengendalian terhadap sumber energy
yang meliputi:
(1) Program pengkodean dan pelabelan (dengan warna) terhadap
perangkat pusat pengendalian yang terdapat di suatu lokasi
kerja.
(2) Program tersebut dilengkapi dengan tujuan yang realistis dan
terjadwal.
(3) Personil yang dipilih harus sudah familier dengan lokasi dan
prosedur penghentian.
f. Sistem Perlindungan dan Penyelamatan.
Menurut ISRS (1994)m survey system perlindungan dan
penyelamatan harus termasuk audit komprehensif semua fasilitas
oleh seorang yang memnuhi syarat untuk menentukan system
penanggulanan kebakaran, system kebakaran, deteksi bahasa,
lampu keadaan darurat dan system tenaga, dan lain-lain,

7
termasuk juga perlengkapan penyelamatan yang harus ada di
tempat kerja.
g. Tim Tanggap Darurat
Menurut Syuhri Syahab (Syukri Sahab, Teknik Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja [Jakarta : PT Bina Sumber Daya
Manusia, 1997], hal 34), tim keadaan darurat yang harus dibentuk
dalam rangka penanggulangan keadaan darurat adalah:
(1) Tim penanggulangan kebakaran
(2) Tim evakuasi.
(3) Tim pencarian dan penyelamatan
(4) Tim bantuan darurat medik
(5) Tim penanggulangan kebocoran/tumpuhan bahan kimia.
(6) Tim pengendalian operasi gedung.
(7) Tim penghubung komunikasi internal dan eksternal.
(8) Tim teknis.
h. Sistem Pengkajian
Menurut ISRS (1994), pengkajian dilakukan terhadap
keseluruhan persiapan keadaan darurat dari aspek perencanaan
sampai dengan latihan keadaan yang sudah dilakukan. Hasil dari
pengkajian disampaikan kepada pihak yang terkait, yaitu:
(1) Manajemen.
(2) Karyawan
(3) Kontraktor
(4) Perusahaan sekitar.
(5) Masyarakat sekitar.
i. Pertolongan Pertama
j. Bantuan Dari Luar Yang Terorganisasi.
Menurut OSHA (1984), mitra dalam penanggulangan bencana
antara lain:
(1) Pemerintah.
(2) Pemilik (Owner).
(3) Masyarakat setempat dan kelompok peminat.
k. Rencara Pasca Kejadian

8
l. Komunikasi Keadaan Darurat.
m. Komunikasi Kepada Masyarakat
Menurut ISRS (1994), prosedur komunikasi dengan pemerintah
untuk evakuasi masyarakat harus dicantumkan termasuk di dalam
rencana keadaan darurat. Prosedur tersebut secara tuntas harus
menyangkut:
(1) Situasi dari persyaratan notifikasi dan evakuasi.
(2) Seseorang yang bertanggung jawab dari pemerintah.
(3) Nama, alamat, dan nomor telepon personil yang bertanggung
jawab harus dicantumkan.
(4) Batasan waktu harus dicantumkan.

B. Tanggap Darurat Huru-Hara pada PT PLN (Persero)

1. Tujuan

Prosedur ini dibuat sebagai panduan Penanggulangan Huru-Hara


di wilayah kerja PT PLN (Persero) Transmisi Jawa Bagian Timur dan
Bali, Distribusi Jawa Timur, Distribusi Bali, Pusat Pengatur Beban (APB
Jawa Timur dan APB Bali) dalam rangka menjaga keandalan sistem
kelistrikan di Jawa Timur dan Bali saat terjadi huru-hara.

2. Ruang Lingkup

Prosedur Penanggulangan ini meliputi aktivitas untuk


pengamanan bagi personil, peralatan, dokumen, dan property di
wilayah kerja PT PLN (Persero) Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali,
Distribusi Jawa Timur, Distribusi Bali, Pusat Pengatur Beban (APB Jawa
Timur dan APB Bali).

3. Referensi

a. Undang – Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


b. Undang – Undang No. 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

9
c. Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia,
d. Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
e. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
f. Keputusan Presiden RI Nomor : 63 Tahun 2004 tentang
Pengamanan Obyek Vital Nasional (OBVITNAS)
g. Keputusan Menteri ESDM RI Nomor : 3407.K / 07 / MEN / 2012
Tanggal : 21 Desember 2012 tentang Penetapan Obyek Vital
Nasional di Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral
h. Peraturan Kapolri Nomor : 24 Tahun 2007 tentang Sistem
Manajemen Pengamanan
i. Peraturan Kapolri Nomor : 8 Tahun 2010 tentang tata cara lintas
ganti dan cara bertindak dalam penanganan Huru Hara
j. Peraturan Direksi PT PLN (Persero) No. 0250.P/DIR/2016 tentang
Pedoman Keselamatan Kerja di Lingkungan PT PLN (Persero)
k. Peraturan Direksi PT PLN (Persero) No. 0251.P/DIR/2016 tentang
Pedoman Keselamatan Instalasi di Lingkungan PT PLN (Persero)
l. Peraturan Direksi PT PLN (Persero) No. 0252.P/DIR/2016 tentang
Pedoman Keselamatan Umum di Lingkungan PT PLN (Persero)
m. Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 134.K/DIR/2007 tentang
Kebijakan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LK3) PT
PLN (Persero)
n. OHSAS 18001:2007

4. Defenisi

Huru-hara adalah suatu peristiwa kerusuhan, keributan,


kekacauan, massa yang terjadi dan bisa menimbulkan kerugian
property serta berpengaruh terhadap kinerja / kegiatan rutin
perusahaan.

5. Tanggung Jawab

10
a. General Manager, Manajer Bidang, Manajer APP, APB, APD dan
Area bertanggung jawab atas penanganan bersama keadaan
darurat.
b. Seluruh Manajer dan Supervisor bersama staf di Transmisi JBTB,
Distribusi Jatim, Distribusi Bali, APB Jatim dan APB Bali
bertanggung jawab atas pelaksanaan bersama penanganan
darurat huru hara.

6. Uraian Prosedur

a. Segera setelah diketahui potensi adanya huru-hara, Pimpinan


manajeman atau pejabat yang berwenanang melakukan
koordinasi dengan aparat keamanan terkait, untuk
menginformasikan mengenai lokasi, jenis kerusuhan, potensi
meluasnya kerusuhan.
b. Berdasarkan informasi yang diketahui dari pimpinan manajeman
atau pejabat yang berwenanang yang ditunjuk melakukan antara
lain :
(1) Menjaga kelangsungan proses operasional penyaluran energi
listrik.
(2) Segera dilakukan pengamanan area dan meminta bantuan
pengamanan dari aparat keamanan setempat kepolisian
dengan kordinasi Koramil dan Kodim
c. Bila dianggap perlu (kondisi terisolir) pimpinan manajeman atau
pejabat yang berwenanang menyiapkan logistik (makanan,
sumber air, sumber bahan bakar, dsb) dalam jangka waktu
tertentu.
d. Pimpinan manajeman atau pejabat yang berwenang selalu
berkoordinasi dengan keamanan setempat kepolisian dengan
kordinasi Koramil dan Kodim, untuk memantau tingkat huru-hara
yang terjadi.
e. Setelah kondisi dinyatakan aman berdasarkan informasi
keamanan setempat dan sudah mendapat rekomendasi dari
aparat keamanan kepolisian dengan koordinasi Koramil dan

11
Kodim, Manajer Unit setempat akan menyatakan kondisi huru-
hara sudah dapat diatasi.
f. Apabila kondisi tidak terkendali dan dinyatakan tidak aman maka
kendali tetap berada di bawah aparat keamanan kepolisian
dengan kordinasi Koramil dan Kodim.
g. Segera dilakukan upaya pemulihan untuk normalisasi proses dan
normalisasi waktu/jam kerja karyawan.

7. Lampiran

Daftar Telepon Penting (Dinas Pemadam Kebakaran, Polsek/Polres,


Rumah Sakit, dst).

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Prosedur tanggap darurat huru-hara telah dibuat secara matang


dengan menimbangkan berbagai peraturan yang berlaku, sebagaimana
SOP yang telah diberlakukan untuk PT PLN (Persero) yang telah
direferensikan dari berbagai peraturan, yaitu:Undang – Undang No. 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
1. Undang – Undang No. 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
2. Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia,
3. Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
4. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
5. Keputusan Presiden RI Nomor : 63 Tahun 2004 tentang
Pengamanan Obyek Vital Nasional (OBVITNAS)
6. Keputusan Menteri ESDM RI Nomor : 3407.K / 07 / MEN / 2012
Tanggal : 21 Desember 2012 tentang Penetapan Obyek Vital
Nasional di Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral
7. Peraturan Kapolri Nomor : 24 Tahun 2007 tentang Sistem
Manajemen Pengamanan
8. Peraturan Kapolri Nomor : 8 Tahun 2010 tentang tata cara lintas
ganti dan cara bertindak dalam penanganan Huru Hara
9. Peraturan Direksi PT PLN (Persero) No. 0250.P/DIR/2016 tentang
Pedoman Keselamatan Kerja di Lingkungan PT PLN (Persero)
10. Peraturan Direksi PT PLN (Persero) No. 0251.P/DIR/2016 tentang
Pedoman Keselamatan Instalasi di Lingkungan PT PLN (Persero)
11. Peraturan Direksi PT PLN (Persero) No. 0252.P/DIR/2016 tentang
Pedoman Keselamatan Umum di Lingkungan PT PLN (Persero)

13
12. Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 134.K/DIR/2007 tentang
Kebijakan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LK3) PT
PLN (Persero)
13. OHSAS 18001:2007

SOP tersebut telah dibuat untuk dapat mengatasi dan menanggulangi


kondisi darurat lebih spesifiknya huru-hara dengan sebaik mungkin dan
seaman mungkin.

B. Saran

Sebagai penulis makalah ini, saya memiliki saran, jika ada keadaan
darurat yang terjadi di sekitar anda, jangan panic dan ikuti perintah dan
aturan yang ada. Walaupun anda tidak mengetahuinya, anda dapat
mengikuti perintah dari orang yang bertanggung jawab, biasanya
memakai baju bertanda.

14
DAFTAR PUSTAKA

David A. Colling, Industrial Safety and Health Management. New Jersey : Prentice
Hall, 1990.

Erkins, Jh, Emergency Planning and Response, Majalah Hiperkes dan Keselamatan
Kerja, Volume XXXI No 3, 1998.

https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-NonDegree-4667-bab1.pdf

https://docplayer.info/30137469-Procedure-penanggulangan-keadaan-
darurat.html

https://konsulhiperkes.wordpress.com/2008/12/15/manajemen-tanggap-
darurat/

http://www.kesjaor.kemkes.go.id/documents/PMK_No._48_ttg_Standar_Kesela
matan_dan_Kesehatan_Kerja_Perkantoran_.pdf

SOP Terpadu Penangan Huru Hara PT PLN IK3.TJBTB.18.08

Syukri Sahab, Teknik Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Jakarta : PT


Bina Sumber Daya Manusia, 1997

15

Anda mungkin juga menyukai