Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jamur adalah mikroorganisme yang masuk kedalam golongan eukariotik

yang tidak termasuk golongan tumbuhan.jamur berbentuk sel atau benang

bercabang dan mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri atas kitin

dan glukan, dan sebagian kecilnya terdiri dari selulosa atau kitosan. Gambaran

tersebut yang membedakan jamur dari sel hewan dan tumbuhan. Sel hewan

tidak mempunyai dinding sel, sedangkan tumbuhan sebagian besar adalah

selulosa (Budimulya, 2003).

Malassezia furfur adalah spesies tunggal yang menyebabkan penyakit

Pityriasis versicolor (Panu). Pityriasis versicolor merupakan infeksi jamur di

permukaan kulit. Definisi medisnya adalah infeksi jamur superfisial yang

ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus dan disertai rasa

gatal.jamur ini menyerang stratum korneum dari epidermis kulit biasanya

diderita oleh seseorang yang sudah mulai banyak beraktifitas dan

mengeluarkan keringat. Jamur Malassezia furfur sangat mudah menginfeksi

kulit orang yang selalu mengalami kontak langsung dengan air dalam waktu

yang lama dan kurangnya kesadaran akan kebersihan diri dan lingkungan

disekitar (Rakhmawati, 2010).

Malasseziafurfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare,

Pityrosporum ovale)merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di

keratin kulit dan folikelrambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa

itu. Sebagai organismeyang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak

1
(lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo. Secara in vitro, asam amino

asparaginmenstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam amino

lainnya, glisin,menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa. Pada dua riset

yang terpisah,tampak bahwa secara in vivo, kadar asam amino meningkat

pada kulit pasienyang tidak terkena panu. Jamur ini juga ditemukan di kulit

yang sehat, namun baru akan memberikan gejala bila tumbuh berlebihan.

Beberapa faktor dapatmeningkatkan angka terjadinya pitiriasis versikolor,

diantaranya adalahturunnya kekebalan tubuh, faktor temperature, kelembabab

udara, hormonaldan keringat (Rakhmawati, 2010).

Berdasarkan latar belakang maka pada praktikum kali ini praktikan

melakukan praktikum tentang pemeriksaan jamur dengan menggunakan

sampel panu metode isolasi.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yaitu bagaimana cara pemeriksaan jamur pada

panu menggunakan metode isolasi ?

1.3 Tujuan Praktikum

Adapun tujun praktikum yaitu untuk mengetahui cara pemeriksaan jamur

pada panu menggunakan metode isolasi.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat praktikum yaitu praktikan dapat mengetahui bagaimana

cara pemeriksaan jamur pada panu menggunakan metode isolasi.

2
BAB II

TINJAAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jamur

Jamur adalah organisme yang dapat bertahan hidup pada berbagai

lingkungan dengan media yang berbeda-beda, serta memperoleh makanannya

dari media tempat jamur tersebut tumbuh. Jamur juga dapat hidup pada sisa

tumbuhan atau hidup melekat pada organisme lain. Jamur memiliki

kemampuan dan fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan lingkungan yang

ditinggalinya. Salah satu media yang biasa digunakan untuk tempat

tumbuhnya adalah batang kayu. Jamur yang tumbuh pada batang kayu

memiliki kemampuan dalam menguraikan substansi kayu. Jamur kayu dibagi

ke dalam 2 kelompok sesuai dengan kemampuannya dalam mengurai

substansi kayu yaitu white rot dan brown rot. Jamur yang termasuk kedalam

kelompok white rot yaitu jamur yang mampu menguraikan lignin, selulosa

dan hemiselulosa yang terkandung di dalam kayu. Sedangkan jamur yang

termasuk ke dalam brown rot adalah jamur yang hanya mampu menguraikan

selulosa dan hemiselulosa (Valencia dan Meitiniarti, 2017).

2.2 Ciri-Ciri Jamur

Jamur (fungi) termasuk kelompok mikroorganisme yang bersifat

heterotrof dan berdasarkan ultrastrukturnya termasuk sel eukariotik. Gambar

1 memperlihatkan kedudukan fungi dalam klasifikasi 3 domain. Jamur

termasuk dalam domain Eucarya karena sel-selnya termasuk sel eukariotik.

Sel jamur mempunyai nukleus yang dilapisi membran, mempunyai organella

(mitokondria, vakuola, badan golgi, retikulum endoplasma, ribosom, dan lain-

3
lain). Karakteristik sel jamur yaitu pada komposisi dinding sel dan

terdapatnya organella-organella yang khas. Komposisi dinding sel terutama

kitin tetapi ada pula yang mengandung selulosa, glukan, maupun mannan.

Membran sel mengandung sterol. Salah satu ciri umum fungi adalah produser

spora. Spora dapat dibentuk secara seksual maupun aseksual (Rakhmawati,

2010).

Bentuk pertumbuhan jamur yang termasuk kelompok true fungi dapat

dibedakan menjadi 3 macam yaitu khamir (yeast, sel ragi, uniseluler); kapang

(mold,mould, multiseluler); dan cendawan (mushroom, berdaging,

multiseluler). Contoh species yang termasuk kelompok yeast adalah

Saccharomyces cerevisiae, Candida albicans, Yarrowia lipolytica,

Schizosaccharomyces pombe, dan lain-lain. Contoh species yang termasuk

kelompok kapang adalah Aspergillus niger, A. oryzae, Rhizopus oryzae,

Trichoderma harzianum,dan lain sebagainya. Sedangkan species yang

termasuk cendawan misalnya Volvariella volvacea, Agaricus bisporus,

Amanita muscaria, dan lain-lain. Thallus merupakan istilah untuk badan atau

struktur vegetatif fungi (Rakhmawati, 2010).

Isolasi yeast (khamir; sel ragi) dapat dilakukan dengan berbagai metode

tergantung dari lingkungan dan substrat. Yeast dapat diisolasi dari tanah,

buahbuahan, bunga, daun dan ranting tumbuhan, makanan atau minuman

fermentasi, selai buah, buah kering, madu, hewan, ragi pasar, air, dan lain-

lain. Yeast merupakan grup fungi yang heterogen. Yeast merupakan fungi

uniseluler yang bereproduksi dengan pembelahan (fission), pertunasan

(budding) atau kombinasi keduanya. Yeast sejati (true yeasts) bereproduksi

4
secara seksual membentuk askospora atau basidiospora apabila kondisinya

mendukung. Mayoritas yeast Ascomycota dan Basidiomycota diisolasi di

laboratorium dengan kondisi khusus karena mayoritas merupakan heterotalik.

Kebanyakan hanya satu tipe mating type yang berhasil diisolasi oleh karena

itu tidak ada askus ataupun basidia yang diproduksi (Rakhmawati, 2010).

Yeast-like fungi (imperfect yeasts) bereproduksi hanya secara aseksual.

Identifikasinya didasarkan pada kombinasi antara karakterstik morfologi dan

biokimia. Karakterstik morfologi dapat digunakan untuk identifikasi sampai

tigkat genus sedangkan karakteristik biokimia dapat digunakan untuk

membedakan berbagai spesies (Rakhmawati, 2010).

Fungi (Jamur) dapat dikelompokkan menjadi 3 grup berdasarkan

strukturnya yaitu:

1) Jamur lendir (slime mold )

Jamur lendir (slime mold ) yang secara evolusioner berbeda dengan

yang lain. Jamur lendir dapat tumbuh sebagai fase protoplasmik tanpa

dinding sel, sering memangsa bakteri dan partikel makanan lain dengan

fagositosis. Jamur lendir kadang dikelompokkan sebagai fungi karena

memproduksi spora, meskipun dinding selnya didominasi galaktosamin

dibandingkan kitin. Jamur lendir termasuk kelompok fungi tingkat

rendah yang mempunyai kemampuan bergerak (motil) (Rakhmawati,

2010).

2) Grup seperti fungi (fungus-like )

Grup seperti fungi (fungus-like ), yaitu Oomycota dengan dinding

sel selulosa dan banyak ciri lain seperti tumbuhan. Memperlihatkan

5
kedudukan Oomycota dalam sistem klasifikasi. Kelompok ini berkerabat

dekat dengan Diatom dan Stramenopila. Oomycota mempunyai ciri

hidup seperti fungi dan beberapa speciesnya bersifat patogen terhadap

tumbuhan 3. Fungi sebenarnya (true fungi), mempunyai dinding sel

terdiri dari kitin. Grup ini dibedakan menjadi Chytridiomycota,

Zygomycota, Ascomycota, Deuteromycota, dan Basidiomycota. Yang

termasuk true fungi adalah Chytridiomycota, Zygomycota, Ascomycota,

dan Basidiomycota (Rakhmawati, 2010).

2.3 Ciri-ciri Umum Jamur

1. mempunyai dinding sel

2. umumnya tidak bergerak

3. tidak mempunyai klorofil

4. tidak mampu melakukan proses fotosintesis atau menghasilkan bahan

organik dari karbondioksida dan air (Organisme heterotrof) (Kusnadi,

2017).

2.4 Sifat Hidup Jamur

a) Saprofit

Sebagai organisme saprofit fungi hidup dari benda-benda atau

bahan-bahan organik mati. Saprofit menghancurkan sisa-sisa bahan

tumbuhan dan hewan yang kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana.

Hasil penguraian ini kemudian dikembalikan ke tanah sehingga dapat

meningkatkan kesuburan tanah (Kusnadi, 2017).

6
b) Parasit

fungi parasit menyerap bahan organik dari organisme yang masih

hidup yang disebut inang. Fungi semacam itu dapat bersifat parasit obligat

yaitu parasit sebenarnya dan parasit fakultatif yaitu organisme yang mula-

mula bersifat parasit , kemudian membunuh inangnya, selanjutnya hidup

pada inang yang mati tersebut sebagai saprofit (Kusnadi, 2017).

c) Simbion

jamur dapat bersimbiosis dengan organisme lain. Simbiosis dengan

laga menghasilkan liken atau lumut kerak, sedangkan simbiosis dengan

akar tumbuhan konifer menghasilkan mikoriza (Kusnadi, 2017).

2.5 Definisi

Panu adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya

makula di kulit, skuama halus, disertai rasa gatal. Infeksi jamur superfisialis

yang kronis dan asimtomatis disebabkan oleh Malassezia furfur menyerang

stratum korneum dari epidermis.

Penyakit kulit panu disebabkan oleh jamur. Biasanya diderita oleh

seseorang yang sudah mulai banyak beraktifitas dan mengeluarkan keringat.

Apakah ia itu anak kecil, orang muda atau orang tua. Panu, atau biasa

disebut Pityriasis versicolor banyak disebabkan oleh jamur Pityrosporum

ovale dan merupakan penyakit kronis yang sering berulang.

2.6 Etiologi

Pityrosporum ovale (sekarang dikenal sebagai, Malassezia furfur)

merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel

rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu.

7
Alasan mengapa organisme ini menyebabkan panu, pada beberapa orang

sementara tetap sebagai flora normal pada beberapa orang lainnya, belumlah

diketahui. Beberapa faktor, seperti kebutuhan nutrisi organisme dan respon

kekebalan tubuh inang terhadap organisme sangatlah signifikan. Sebagai

organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak (lipid) untuk

pertumbuhan in vitro dan in vivo.

2.7 Patofisiologi

Human peptide cathelicidin LL-37 berperan dalam pertahanan kulit

melawan Malassezia globosa. Meskipun merupakan bagian dari flora

normal, M furfur dapat juga menjadi patogen yang oportunistik. Organisme ini

dipercaya juga berperan pada penyakit kulit lainnya, termasuk Pityrosporum

folliculitis, confluent and reticulate papillomatosis, seborrheic dermatitis, dan

beberapa bentuk dermatitis atopik. Sebagai tambahan, panu merupakan

penyakit kulit yang tidak berbahaya (benign skin disease) yang menyebabkan

papula atau makula bersisik pada kulit. Sebagaimana namanya, tinea

versikolor, (versi berarti beberapa) kondisi yang ada dapat memicu terjadinya

perubahan warna (discoloration) pada kulit, berkisar dari putih menjadi merah

menjadi coklat. Keadaan ini tidak menular karena patogen jamur kausatif

(causative fungal pathogen) merupakan penghuni normal pada kulit.

Kulit penderita panu dapat mengalami hipopigmentasi atau

hiperpigmentasi. Pada kasus hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase [hasil dari

aksi/kerja inhibitor tyrosinase dari asam dicarboxylic yang terbentuk melalui

oksidasi beberapa asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids) pada lemak

di permukaan kulit] secara kompetitif menghambat enzim yang diperlukan

8
dari pembentukan pigmen melanocyte. Pada kasus panu dengan makula

hiperpigmentasi, organisme memicu pembesaran melanosom yang dibuat oleh

melanosit di lapisan basal epidermis.

Perubahan bentuk Malassezia dari blastospora menjadi miselium

dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi. Asam dikarboksilat, yang

dibentuk oleh oksidasi Indonesia yang wilayahnya berada di daerah tropis

membuat penduduknya mudah berkeringat. Keringat yang dibiarkan

menempel pada kulit dalam waktu yang lama akan enzimatis asam lemak

pada lemak di permukaan kulit, menghambat tyrosinase pada melanosit

epidermis dan dengan demikian memicu hipomelanosis. Enzim ini terdapat

pada organisme (Malassezia). Menjadi tempat tumbuhnya panu dengan

subur.Menurut lokasi tumbuhnya, panu sangat menyukai bagian bagian tubuh

yang tertutup pakaian dan daerah yang berminyak (terkena keringat).

Meskipun demikian, panu juga tidak menolak untuk tumbuh di daerah muka

dan anggota tubuh yang terbuka. Sedangkan menurut ukurannya, panu bisa

berukuran kurang dari 1 milimeter sampai dengan lebih dari 1 sentimeter.

2.8 Manifestasi Klinis

1. Bercak-bercak berwarna putih, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas

jelas dan difus.

2. Di atas lesi terdapat sisik halus. Bentuk lesi tidak teratur, dapat berbatas

tegas atau difus

3. Rasa gatal ringan, yang merupakan alasan berobat.

4. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan

pengaruh toksik jamur terhadap pembentukan pigmen, sering di keluhkan

9
penderita. Penyakit ini sering di lihat pada remaja, walaupun anak-anak

dan orang dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961)

2.9 Komplikasi

Pitiriasis alba : ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan skuama

halus yang akan menghilang dan meninggalkan area yang depigmentasi. Lebih

sering ditemukan pada anak-anak dengan lokasi lesi 50-60% pada muka,

terutama di sekitar mulut, dagu, pipi serta dahi. Lesi umumnya menetap dan

tidak melebar, batas tidak tegas dan tidak gatal.

Morbus hansen tipe T : ditandai dengan makula hipopigmentasi yang

dibatasi oleh infiltrat yang berjumlah satu atau beberapa dengan distribusio

asimetris, permukaan kering bersisik, batas tegas dan terdapat hipoanestesi

sampai anestesi. Yang penting ditanyakan adalah adanya riwayat kontak erat

dengan penderita kusta sebelumnya.

2.10 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Histologis :

1. Tampak neutrofil di stratum corneum, ini merupakan petunjuk diagnostik

yang penting.

2. Biopsi kulit dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin pada tinea

corporis menunjukkan spongiosis, parakeratosis, dan infiltrat inflamasi

superfisial (rembesan sel radang ke permukaan).

10
2.11 Penatalaksanaan

1. Obat Topikal

Dapat dipakai misalnya suspensi selenium sulfida 2,5% dalam

bentuk losion atau bentuk sampo dipakai 2-3 kali seminggu. Obat

digosokkan pada lesi dan didiamkan 15-30 menit sebelum mandi.

Obat-obat lain ialah salisil spiritus 10%; derivat-derivat azol,

misalnya mikonazol, krotrimazol, isokonazol, dan ekonazol; sulfur

presipitatum dalam bedak kocok 4-20%; toksiklat; tolnaftat, dan

haloprogin. Larutan tiosulfas natrikus 25% dapat pula digunakan;

dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi selama 2 minggu, tetapi obat ini

berbau tidak enak.

2. Obat Sistemik

Obat ini digunakan jika lesi sulit disembuhkan atau luas.

Ketokonazol dapat dipertibangkan dengan dosis 1 kali 200 mg sehari

selama 10 hari.

11
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Mikologi yang berjudul “Pemeriksaan Jamur Pada Kulit

Secara Langsung” dilaksanakan pada hari jumat, 11 Oktober 2019 bertempat

di Laboatrium Mikrobologi STIKES Bina Mandiri Gorontalo.

3.2 Tujuan

Adapun tujuan dari dilakukan pemeriksaan ini yaitu untuk melihat bentuk

jamur yang menyerang pada kulit dengan metode pemeriksaan secara

langsung.

3.3 Pra Analitik

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu

sampel pasien yang dicurigai menderita penyakit yang disebabkan atau

berhubungan dengan infeksi jamur (Panu), larutan KOH 20%, larutan eosin,

tabung reaksi, rak tabung, pipet tetes, kaca objek, cover glass, mikroskop,

cawan petri.

3.4 Analitik

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada pemeriksaan jamur secara

langsung yaitu siapkan alat yang akan digunakan. Kulit dibersihkan yang

akan dikerok dengan kapas alkohol 70%, Sampel diletakan secukupnya pada

kaca objek, kemudian tambahkan larutan KOH 20%. Aduk menggunakan

lidi, kemudian diamkan selama 30 menit didalam cawan petri yang telah

berisi tisu yang dibasahi dengan air. Setelah sampel larut, tambahkan eosin

12
sebanyak 1 tetes. Tutup menggunakan deck glass, dan lakukan pembacaan

pada mikroskop dengan 100X perbesaran dan 400X perbesaran.

3.5 Pasca Analitik

Adapun interpretasi hasil dari pemeriksaan jamur pada kulit yaitu:

Tabel 3.1 Interpretasi hasil pemeriksaan jamur pada ketombe


Sampel Identifikasi jamur Spesies

Tekstur halus mengkilat serta

akan menjadi berkerut dan

kusam seiring dengan waktu.

Warna yang khas pada koloni

krem kekuningan dan akan


Kulit Malassezia furfur
menjadi kuning kemudian
(Panu)
menjadi kecoklatan seiring

dengan waktu. Elevasi koloni

cembung dan tepian

bergelombang.

Sumber: (Tussaadah, 2016).

13
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan praktikum pemeriksaan jamur pada kulit metode isolasi yang

telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar hasil isolasi jamur pada kulit


No Keterangan
(panu)

Berdasarkan hasil isolasi


jamur pada kulit (panu)
dengan lama inkkubasi 7
hari di media PDA
1
didapatkan yaitu warna
yang khas pada koloni krem
kekuningan hingga
kecoklatan

Tabel 4.1 Hasil koloni jamur pada media PDA


Sumber : (Data Primer, 2019)

14
Gambar Hasil jamur pada kulit Gambar Pembanding
No Keterangan
(panu) jamur pada kulit (panu)

Hasil yang di
dapatkan hifa
tidak bersepta
dan spora bulat
sedangkan
1 pembanding
dengan bentuk
bersepta yang
pendek serta
memiliki ujung
yang bulat.

a. hifa b. spora
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Jamur Pada Kulit Secara Mikroskopik
(Sumber : Data Primer, 2019)
4.2 Pembahasan

Panu adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya

makula di kulit, skuama halus, disertai rasa gatal. Infeksi jamur superfisialis

yang kronis dan asimtomatis disebabkan oleh Malassezia furfur menyerang

stratum korneum dari epidermis. Penyakit kulit panu disebabkan oleh jamur.

Biasanya diderita oleh seseorang yang sudah mulai banyak beraktifitas dan

mengeluarkan keringat. Apakah ia itu anak kecil, orang muda atau orang tua.

Panu, atau biasa disebut Pityriasis versicolor banyak disebabkan oleh

jamur Pityrosporum ovale dan merupakan penyakit kronis yang sering

berulang (Djuanda dan Adhi, 2007).

Alasan mengapa organisme ini menyebabkan panu, pada beberapa orang

sementara tetap sebagai flora normal pada beberapa orang lainnya, belumlah

diketahui. Beberapa faktor, seperti kebutuhan nutrisi organisme dan respon

kekebalan tubuh inang terhadap organisme sangatlah signifikan. Sebagai

15
organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak (lipid) untuk

pertumbuhan in vitro dan in vivo (Partogi, 2008).

Tinea versikolor timbul ketika fungi Malassezia furfur yang secara normal

mengkoloni kulit berubah dari bentuk yeast menjadi bentuk miselia yang

patologik, kemudian menginvasi stratum korneum kulit. Beberapa kondisi

dan faktor yang berperan pada patogenesis pitiriaris versikolor (tinea

versikolor) antara lain lingkungan dengan suhu dan kelembaban tinggi,

produksi kelenjar keringat yang berlebih. Jamur yang ditemukan sebenarnya

normal ditemukan di kulit manusia. Namun dalam keadaan tertentu, misalnya

kulit berkeringat, jamur ini akan membuat kulit menjadi berubah warna.

Penyakit ini dapat menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan.

Penyakit ini termasuk penyakit menular, karena jamur bisa berpindah dari

bagian yang satu ke bagian yang lain. Terutama dari rambut ke kulit di

bawahnya (Partogi, 2008).

Kulit penderita panu dapat mengalami hipopigmentasi atau

hiperpigmentasi.Pada kasus hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase [hasil dari

aksi/kerja inhibitor tyrosinase dari asam dicarboxylic yang terbentuk melalui

oksidasi beberapa asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids) pada lemak

di permukaan kulit] secara kompetitif menghambat enzim yang diperlukan

dari pembentukan pigmen melanocyte. Pada kasus panu dengan makula

hiperpigmentasi, organisme memicu pembesaran melanosom yang dibuat

oleh melanosit di lapisan basal epidermis (Djuanda dan Adhi, 2007).

Human peptide cathelicidin LL-37 berperan dalam pertahanan kulit

melawan Malassezia globosa. Meskipun merupakan bagian dari flora

16
normal, M furfur dapat juga menjadi patogen yang oportunistik. Organisme ini

dipercaya juga berperan pada penyakit kulit lainnya, termasuk Pityrosporum

folliculitis, confluent and reticulate papillomatosis, seborrheic dermatitis, dan

beberapa bentuk dermatitis atopik. Sebagai tambahan, panu merupakan

penyakit kulit yang tidak berbahaya (benign skin disease) yang menyebabkan

papula atau makula bersisik pada kulit. Sebagaimana namanya, tinea

versikolor, (versi berarti beberapa) kondisi yang ada dapat memicu terjadinya

perubahan warna (discoloration) pada kulit, berkisar dari putih menjadi merah

menjadi coklat. Keadaan ini tidak menular karena patogen jamur kausatif

(causative fungal pathogen) merupakan penghuni normal pada kulit (Djuanda

dan Adhi, 2007).

Kulit penderita panu dapat mengalami hipopigmentasi atau

hiperpigmentasi. Pada kasus hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase (hasil dari

aksi/kerja inhibitor tyrosinase dari asam dicarboxylic yang terbentuk melalui

oksidasi beberapa asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids) pada lemak

di permukaan kulit) secara kompetitif menghambat enzim yang diperlukan

dari pembentukan pigmen melanocyte. Pada kasus panu dengan makula

hiperpigmentasi, organisme memicu pembesaran melanosom yang dibuat oleh

melanosit di lapisan basal epidermis (Djuanda dan Adhi, 2007).

Perubahan bentuk Malassezia dari blastospora menjadi miselium

dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi. Asam dikarboksilat, yang

dibentuk oleh oksidasi Indonesia yang wilayahnya berada di daerah tropis

membuat penduduknya mudah berkeringat. Keringat yang dibiarkan

menempel pada kulit dalam waktu yang lama akan enzimatis asam lemak pada

17
lemak di permukaan kulit, menghambat tyrosinase pada melanosit epidermis

dan dengan demikian memicu hipomelanosis. Enzim ini terdapat pada

organisme (Malassezia). Menjadi tempat tumbuhnya panu dengan subur.

Menurut lokasi tumbuhnya, panu sangat menyukai bagian bagian tubuh yang

tertutup pakaian dan daerah yang berminyak (terkena keringat). Meskipun

demikian, panu juga tidak menolak untuk tumbuh di daerah muka dan anggota

tubuh yang terbuka. Sedangkan menurut ukurannya, panu bisa berukuran

kurang dari 1 milimeter sampai dengan lebih dari 1 sentimeter (Djuanda dan

Adhi, 2007).

Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan jamur pada panu dengan

metode isolasi. Tata cara pemeriksaan panu yaitu pertama sampel panu

dimasukkan kedalam aquades steril kemudian difortex agar sampel tercampur

secara merata. Kemudian dituangkan kedalam media PDA yang sudah

memadat sebanyak 1 ml dan diinkubasi selama 5-7 hari. Fungsi dari inkubasi

ini yaitu untuk memantau perkembangan dari jamur tersebut. Berdasarkan

praktikum pemeriksaan jamur pada kulit metode isolasi yang telah dilakukan

didapatkan hasil isolasi jamur pada kulit (panu) di media PDA yaitu warna

yang khas pada koloni krem kekuningan hingga kecoklatan, dan hasil

pemeriksaan jamur pada kulit secara mikroskopik yaitu didapatkan hifa tidak

bersepta dan spora bulat sedangkan pembanding dengan bentuk bersepta yang

pendek serta memiliki ujung yang bulat, hal ini menandakan hasil

pemeriksaan jamur yang dilakukan negatif Malassezia furfur.

18
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Malassezia furfur adalah spesies tunggal yang menyebabkan penyakit

Pityriasis versicolor (Panu). Pityriasis versicolor merupakan infeksi jamur di

permukaan kulit. Berdasarkan hasil praktikum pemeriksaan jamur pada

kulit(panu) dengan isolasi dengan ciri-ciri koloni jamur yaitu warna koloni

bagian atas putih dan warna bagian bawah putih kekuningan, diameter 8 cm,

tidak memenuhi cawan petri. Sedangkan secara mikroskopik terdapat hifa

yang tidak bersekat serta ditemukan adanya spora. Hifa pada jamur yang

bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang

merupakan organ penyerap makanan dari substrat haustoria dapat menembus

jaringan substrat.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan yaitu sebaiknya dilakukan uji kualitas

media agar pertumbuhan jamur lebih optimal tidak dipengaruhi oleh

kontaminasi mikroorganisme lain.

19
DAFTAR PUSTAKA
Apriyani Dan Marwiyah, 2014. Pengaruh Nanas (Ananas Comosus) Terhadap
Rambut Berketombe (Dandruff) Pada Mahasiswa Pendidikan Tata
Kecantikan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Semarang, Indonesia. Journal of Beauty and Beauty
Health Education vol 3 nomor 1.

Ariyani, Sri Sinto Dewi, Ratih Haribi, 2019. Daya Hambat Sampo Anti Ketombe
Terhadap Pertumbuhan C. Albicans Pentyebab Ketombe. Jurnal
Kesehatan Vol.2, No. 2
Budimulja, U. 2003. Ilmu penyakit Kulit dan kelamin, edisi ketiga : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Djuanda, adhi. 2007 Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Djuanda, adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 2007. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Kusnadi, 2017. Jamur . Buku Saku Biologi Fpmipa. Jurusan Pendidikan Biologi.

Partogi, Donna. 2008. Pityriasis Versikolor dan Diagnosis Bandingnya. E-


repository Universitas Sumatera Utara.
Rakhmawati, 2010. Cirri Cirri Jamur. Jurdik Biologi Fmipa Uny. Yogyakarta.

Tussaadah A, A. 2016. Identifikasi Jamur Malassezia Furfur pada Santri


Pesantren Al-Mubarok di Awipari Kecamatan Cibeureum Kota
Tasikmalaya Tahun 2016. STIKES: Ciamis.

Valencia Dan Meitiniarti, 2017. Isolasi Dan Karakterisasi Jamur Ligninolitik


Serta Perbandingan Kemampuannya Dalam Biodelignifikasi. Fakultas
Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. Jurnal Scripta
Biologica vol 4 | Nomor .
Wolff. K, Johnson. R.A, Suurmond. D . 2007. Fitzpatrick’s, The Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology, fifth edition. E-book : The McGraw-
Hill Companies.

20
LAMPIRAN

Gambar 1. Koloni Jamur pada Media Gambar 2. Hasil Pemeriksaan

PDA (Potato Dextrose Agar). Jamur pada Kulit.

21

Anda mungkin juga menyukai