Anda di halaman 1dari 9

Metodologi penelitian dan statiska

“gambaran jamur DERMATOPHYTA pada helm driver ojek online”

Nama : DYA NOVITRI


Nim : P05150121069
Kelas : 3B TLM

Dosen pengampuh : Dr. Halimah, S.Si., MKM

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN 2023
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Jamur
a. Definis dan sifat jamur
Jamur adalah tanaman dari kingdom fungi dengan tubuh
berdaging dan dapat dapat dimakan, meski demikian terdapat
beberapa spesies jamur yang tidak dapat dimakan dan memiliki
ciri khas tersendiri (A.sunyoto, 2020). Namun demikian,
umumnya orang tidak tahu bahwa ada perbedaan besar antara
jamur yang bisa dimakan dan yang beracun sehingga banyak
orang mengalami keracunan bahkan meninggal karena
komsumsi jamur (S.Ismail,2018). Banyaknya orang yang
mengkomsumsi jamur tanpa tahu apakah jamur yang
dikomsumsi aman untuk dimakan atau beracun mengakibatkan
banyak insiden keracunan jamur bahkan hingga meninggal.
Dalam meta-analisis 2005 dari 28.018 kasus keracunan jamur di
seluruh dunia selama periode 1951 hingga 2002, ditemukan
peningkatan yang signifikan dalamfrekuensi keracunan jamur
yang dilaporkan dari waktu ke waktu. Analisis retrospektif dari
93 kasus keracunan jamur di Portugal selama periode pelaporan
tahun 1990 hingga 2008 mengaitkan 63,4% kasus dengan jamur
yang mengandung amatoxin, dengan 11,8% di antaranya
mengakibatkan kematian (J. H. Diaz,2018).
Jamur termasuk kedalam filum talofita yang tidak mempunyai
akar,batang, dan daun. Jamur tidak bisa menghisap makanan dari
tanah karena tidak mempunyai klorofil sehingga jamur tidak
dapat mencerna makanan sendiri oleh karenanya hidup sebagai
parasit atau saprofit pada organisme lain (Siregar, 2002). Sistem
enzim yang terdapat pada tubuh jamur dapat membantu proses
mencerna dan mengubah zat organik pada tubuhnya sebagai
sumber energi dengan cara mengubah karbohidrat, selulosa, dan
zat organik lain yang berasal dari tumbuhan, serangga, maupun
binatang. Sifat inilah yang menyebabkan kerugian pada benda
dan makanan yang ditumpanginya karena dapat menimbulkan
kerusakan dan dengan cara yang sama jamur dapat masuk
kedalam tubuh atau merusak bagian luar anggota tubuh manusia
atau hewan sehingga dapat menimbulkan penyakit (Imaniar,
2018).
Sampai saat ini dikenal kurang lebih 200.000 spesies jamur,
tetapi hanya 50 spesies yang patogen pada manusia, yaitu 20
spesies menyerang kulit, 12 spesies menyerang subkutis, dan 18
spesies menyerang alat dalam atau sistemik (Siregar, 2002).
Dermatophyta dan spesies Candida yang hanya dapat ditularkan
dari satu orang ke orang yang lain (Jawetz, 1996).
b. Morfologi
Jamur merupakan fungi yang meiliki bentuk luar berupa tubuh
buah berukuran besar sehingga dapat diamati mata secara
langsung.Umumya bentuk tubuh buah jamur yang tampak
dipermukaan media tumbuh seperti payung.tubuhnya terdiri dari
bagian tegak yang berfungsi sebagai batang penyangga tudung
serta tudung yang berbentuk mendatar atau membulat. Bagian
tubuh lainnya adalah jaring-jaring dibawah permukaan media
tumbuh berupa miselia yang tersusun dari berkas-berkas hifa.
Morfologi jamur sangat bervariasi,terutama bentuk tudungnya.
Hifa berkembang biak memanjang dengan membentuk spora.
Spora adalah struktur reproduktif, besarnya sekitar 1-3 mikron,
dengan bentuk segi empat, kerucut, bulat, atau lonjong. Spora
akan terus memanjang dan membesar hingga terbentuklah hifa.
Ada 2 jenis spora, yaitu:
1) Spora seksual merupakan spora yang dibentuk dalam suatu
organ khusus yang sebelumnya telah terjadi penggabungan
dari dua hifa dan gabungan ini akhirnya membentuk alat
reproduksi yang khas, misalnya:
a) Askospora adalah spora yang dibentuk dalam suatu
kantong atau askus.
b) Basidiospora adalah spora yang dibentuk pada bagian
atas atau basidium.
c) Oospora adalah spora yang dibentuk di dalam oosit.
d) Sigospora adalah spora yang dibentuk dari dua hifa
yang sebelumnya telah bergabung.
2) Spora aseksual merupakan spora yang langsung dibentuk oleh
hifa tanpa melalui penggabungan dari hifa reprodutif,
misalnya:
a) Talospora dibagi menjadi tiga kelompok yakni
Arthospora yaitu spora yang langsung dibentuk dalam
satu hifa dengan membagi protoplasma, Blastospora
yaitu anak sel yang dibentuk dari sel atau induk
umumnya ada pada ragi, dan Klamidiospora yaitu hifa
yang pada bagian tengahnya memiliki tonjolan
protoplasma yang selanjutnya protoplasma terbagi-
bagi menjadi spora.
b) Konidiospora dibentuk dari ujung hifa dengan
protoplasma membagi diri, memiliki dua macam
bentuk yaitu mikrokonidia dan makrokonidia.
c) Sporangiospora dibentuk dari sporangium, yaitu dari
ujung hifa atau miselium khusus yang berbentuk
benjolan dan dari benjolan ini dibentuk spora (Siregar,
2002).
c. Identifikasi jamur
Mengidentifikasi jamur dapat dilakukan berdasarkan bentuk, yaitu
koloni, hifa, dan spora.
a) Koloni jamur
Koloni adalah sekumpulan jamur sejenis yang terdapat
dalam media pertumbuhan yang sama. Koloni jamur
dipergunakan untuk membantu identifikasi, karena koloni
mempunyai warna, bentuk, dan sifat-sifat yang berbeda
antar spesiesnya.Dikenal ada tiga macam koloni jamur, yaitu
koloni ragi, koloni menyerupai ragi, dan koloni filament
(Siregar, 2002)
b) Hifa
Hifa adalah suatu struktur fungus berbentuk tabung
menyerupai seuntai benang panjang yang berbentuk dari
pertumbuhan spora atau konidia. Bagian tubuh jamur yang
menyolok adalah miselium. Miselium terbentuk dari
kumpulan hifa yang bercabang-cabang membentuk suatu
jala yang umumnya berwarna putih. Hifa berisi protoplasma
yang dikelilingi oleh suatu dinding kuat. Pertumbuhan hifa
berlangsung terus-menerus dibagian apikal, sehingga
panjangnya tidak dapat ditentukan secara pasti, diameter hifa
umumnya tetap, yaitu berkisar 3-30 μm. Spesies yang
berbeda memiliki diameter yang berbeda pula dan diameter
tersebut dapat juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
Hifa dapat dibedakan atas dua tipe yang fungsinya
berbeda, yaitu ada yang menyerap nutrien dari substrat dan
ada yang menyangga alat-alat reproduksi. Hifa yang
umumnya berada pada permukaan substrat atau tumbuh
kedalam substrat dan fungsinya adalah mengabsorbsi nutrien
yang diperlukan untuk kehidupan jamur disebut hifa
vegetatif. Hifa yang umumnya tegang pada miselium di
permukaan substrat disebut hifa fertil, karena berperan untuk
reproduksi (Gandjar, 2006).
c) Spora
Spora pada jamur merupakan alat reproduksi. Pada
dasarnya reproduksi jamur dilakukan secara vegetatif dan
generatif. Spora yang dihasilkan jamur ada dua jenis, yaitu
berupa spora aseksual dan seksual. Spora aseksual dibentuk
langsung dari hifa tanpa adanya peleburan inti, sedangkan
spora seksual dibentuk dari peleburan inti yang jenisnya
sama atau tidak sama (Siregar, 2002).
B. Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh golongan
jamur Dermatophyta. Golongan jamur ini menyerang keratin kulit
karena mempunyai daya tarik terhadap keratin (keratinofilik)
sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit
mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis, rambut,
dan kuku, disebut juga sebagai tinea, ringworm, kurap, teigne, dan
herpes sirsinata (Mansjoer et al, 2000). Faktor-faktor yang
memegang peranan untuk terjadinya dermatomikosis adalah iklim
yang panas, hygiene yang kurang, adanya sumber penularan
disekitarnya, penggunaan antibiotik, steroid dan sitostatika yang
meningkat, adanya penyakit kronis dan penyakit sistemik lainnya
(Simanjuntak, 2017).
a. Etiologi
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur Dermatophyta yang
berasal terdiri dari tiga genus, yaitu genus Mikosporon,Trikofiton,
dan Epidermofiton. Dari 41 spesies Dermatophyta yang sudah
dikenal hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dan binatang, yang terdiri dari 15 spesies Trikofiton,7
spesies Mikosporon, dan 1 spesies Epiderofiton (Goldsmith,
2008).
1) Epidermophyton
Genus Epidermophyton memiliki karakteristik
berfilamen, berdinding halus, memproduksi 2-4 sel
makrokonidia. Tidak menghasilkan mikrokonidia.
2) Microsporum
Genus Microsporum memproduksi banyak
makrokonidia yang mempunyai karakteristik
multisepta, berdinding tebal, dinding sel echinulate
atau verrucose yang tebal dengan ukuran 7-20 x 30-
160 μm dan sedikit atau tidakada mikrokonidia yang
berbentuk seperti tetesan air atau elips, terikat
langsung ke sisi hipa dengan ukuran 2.5-3.5 x 4-7 μm.
3) Trichophyton
Genus Trichophyton memproduksi banyak
mikrokonidia dengan karakteristik berbentuk piriform
sampai clavate dengan ukuran 2-3 x 2-4mm dan
sedikit atau tidak ada makrokonidia yang memiliki
karakteristik berdinding tipis dan halus, berbentuk
clavate sampai fusiform dengan ukuran 4-8 x 8-50
mm.

b. Cara Penularan
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara
tidak langsung. Penularan langsung dapat melalui fomit, epitel,
dan rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, maupun dari tanah. Penularan tak langsung dapat
melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang
atau pakaian, debu, dan air (Siregar, 2002).

c. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis bervariasi tergantung pada lokasi kelainan,
respon imun seluler pasien terhadap penyebab, serta jenis
spesies dan galur penyebab. Morfologi khas yaitu kelainan
berbatas tegas yang terdiri atas bermacam-macam (polimorfi),
bagian tepinya lebih aktif, dan terasa gatal (Mansjoer, 2000).
Secara klinis dermatofitosis dibagi berdasarkan bagian tubuh
yang terkena, yakni:
1. Tinea kapitis (ringworm of the scalp) adalah kelainan
pada kulit dan rambut kepala, alis, dan bulu mata.
Gambaran klinis bervariasi dari lesi yang hanya berupa
skuama ringan sampai berupa alopesia luas. Kelainan
dapat juga berupa lesi supuratif dengan proses
peradangan berat ang disebabkan kerion. Penyakit ini
disebabkan oleh spesies Dermatophyta dari genera
Trichophyton dan Microsporum (Harahap, 2000).
2. Tinea korporis menyerang bagian badan dan anggota
badan selain tangan, kaki, dan daerah Tania kruris. Lesi
berbentuk cincin dan melebar, bagian yang aktif adalah
bagian tepi, yang agak meninggi, merah, kadang-kadang
basah, kadang-kadang kering, dan bersisik.
3. Tania kruris menyerang bagian genitokrural sampai
dengan bokong, pubis, dan paha atas medial.
4. Tinea barbae menyerang bagian daerah jenggot atau
jambang.
5. Tinea manum menyerang bagian tangan dan telapak
tangan.
6. Tinea pedis menyerang bagian kaki dan telapak kaki,
kadang seperti kulit yang pecah dan bersisik, namun
dapat berupa vesikel kecil.
7. Tinea unguium menyerang bagian kuku, baik kuku
tangan maupun kuku kaki. Kuku yang terkena berubah
warna, menebal, mudah patah, dan sering beralur dalam
atau tidak ratah (Tambayong, 2000).
d. Penyebab Dermatofitosis
Penyebab Dermatofitosis adalah golongan jamur
dermatofita. Dermatofita bersifat keratofilik, mencerna
keratin dan membutuhkan zat makanan untuk
pertumbuhannya sehingga dermatofita akan banyak
ditemukan pada daerah yang kaya akan zat keratin seperti
kulit, kuku, dan rambut.(Amanah, Sutisna, & Alibasjah,2015)
Berdasarkan sifat morfologi makro dan mikro,
dermatofita dapat dikelompokan menjadi 3 genus yaitu :
Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Enam
spesies penyebab utama dermatofitosis di Indonesia adalah
Trichophyton rubrum,Trichophyton mentagrophytes,
Trichophyton concentrium,Microsporum canis, Microsporum
gypseum, dan Epidermophyton floccosum.
e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Infeksi Dermatofitosis

1. Usia
Usia dapat mempengaruhi terjadinya faktor resiko
terinfeksi jamur, hal ini dapat disebabkan faktor
pertahanan tubuh yang menurun seiring dengan
pertambahan usia, apalagi jika ditambah dengan
aktivitas yang menghasilkan keringat dan tidak
diimbangi dengan kebersihan diri maka akan
menyebabkan peningkatan resiko terkena
dermatofitosis.
2. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin adalah perbedaan status gender baik
secara fisik maupun secara biologis (untuk
membedakan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan).Jenis kelamin dapat mempengaruhi
terjadinya faktor resiko terinfeksi jamur, hal ini dapat
terjadi karena jamur golongan dermatophyta selain
mengeluarkan enzim keratinase yang mencerna
keratin, patogenitasnya juga meningkat. Hormon
progesteron dapat menghambat pertumbuhan jamur
golongan dermatophyta, karena itu insiden
dermatofitosis lebih banyak terjadi pada laki-laki.
3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan alat pelindung diri (APD) merupakan
usaha melindungi diri seseorang dari potensi bahaya
di tempat kerja.Oleh karena itu alat pelindung diri
harus memenuhi syarat anatara lain: enak dipakai,
tidak mengganggu kerja dan memberikan
perlindungan terhadap kemungkinan kecelakaan
ataupun infeksi penyakit akibat kerja.
f. Personal Hygiene
Kebersihan diri atau dikenal dengan sebutan personal
hygiene adalah kebersihan diri sendiri yang dilakukan untuk
mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun
psikologis (Rejeki, 2015). Personal hygiene merupakan salah
satu pencegahan primer yang spesifik. Tujuan dari
pemeliharaan personal hygiene yaitu dapat meminimalkan
masuknya mikroorganisme (portal of entry) yang ada
dimana-mana.Pada akhirnya personal hygiene dapat
mencegah seseorang terkena penyakit, terjadinya penyakit,
baik penyakit kulit,penyakit infeksi, penyakit mulut
dan penyakit saluran cerna atau bahkan dapat menghilangkan
fungsi bagian tubuh tertentu, seperti halnya infeksi
pediculosis capitis pada rambut kepala (Sidabutar, 2017).

C. Helm
Helm merupakan salah satu kelengkapan wajib untuk pengendara
sepeda motor. Bukan hanya itu, helm juga merupakan alat
pelindung kepala bagi pengendara motor sehingga helm adalah alat
yang hampir setiap hari digunakan oleh pengendara motor.
Penggunaan helm yang terlalu sering mengakibatkan helm menjadi
kotor sehingga pengguna harus menjaga kebersihan helm dengan
cara dicuci. Proses yang cukup rumit untuk mencuci membuat
pengendara malas untuk membersihkan helm, maka dibuat mesin
pencucian helm.
DAFTAR PUSTAKA

Siregar.2002. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta


Siregar.2002. Penyakit Jamur Kulit. EGC. Jakarta
Imaniar, Febry. 2018. Gambaran Keberadaan Jamur Dermatophyta
Pada Kuku Petani Padi DiKecamatan Sekayu Kabupaten
Musi Banyuasin Tahun 2018
Jawetz, E, J.L. Melnick, E.A. Adelberg, G.F. Brooks, J.S. Butel, dan
L.N. Ornston.1996.Mikrobiologi Kedokteran. EGC. Jakarta
Sahoo, A. ., & Maharaja, R. (2016). Management of tinea corporis,
tinea cruris, and tinea pedis: A comprehensive review. Indian
Dermatology Online Journal, 7(2), 77–86.
Pray,W..(2010). Recognizing and Eradicating Tinea Pedis (Athlete’s
Foot). OTT MEDICATIONS.
Brooks, G. ., Carroll, K. ., Butel, J. ., & Morse, S. . (2007). Jawetz,
melnick & adelberg’s medical microbiology. McGraw-
Hill.
Hidayati, A. N., Suyoso, S., Desy, H. P., & Sandra, E. (2009).
Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan
Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Tahun 2003-2005. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin,
21(1), 1–8.
Kumar, V., Tilak, R., Prakash, P., Nigam, C., & Gupta, R. (2011).
Tinea pedis: an update. Asian Journal of Medical Sciences,
2(2), 134–138.

Anda mungkin juga menyukai