Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terdapat berbagai jenis makhluk hidup yang sering dijumpai oleh manusia
mengisi kehidupan manusia tersebut, baik itu manusia lain, hewan dan tanaman. Tanpa
disadari, selain itu terdapat makhluk hidup lain yang berada disekitar lingkungan
manusia, seperti jamur. Di sekitar tempat tinggal manusia, hidup berbagai jenis jamur.
Bahkan tanpa dipungkiri lagi, mungkin ada jamur yang tumbuh di tubuh manusia itu
sendiri.
Mendengar kata jamur pasti sudah tidak asing lagi untuk setiap orang. Banyak
produk-produk yang dihasilkan dari jamur yang sering konsumsi oleh setiap kalangan
orang. Menurut Sulistyorini (2009), beraneka jenis jamur pun dapat dikonsumsi,
contohnya, jamur kuping dan jamur merang. Jamur-jamur tersebut dapat dijadikan sop
jamur atau beraneka masakan yang lezat. Selain itu, jamur juga banyak dimanfaatkan
untuk bahan membuat obat.
Melihat peranan jamur tersebut, jamur yang dimaksud adalah jamur yang
menguntungkan untuk manusia. Tetapi, ternyata tidak semua jamur dapat
dimanfaatkan oleh manusia karena ada juga jamur yang tidak dapat dimakan, bahkan
beracun. Jamur yang merugikan ini terutama adalah jamur-jamur yang dapat
menyerang manusia dan tanaman pertanian. Menurut Suwarno (2009), keluhan akan
keputihan (pek-tay) sering melanda kaum wanita, hal ini timbul karena kebiasaan
kurang menjaga kebersihan, sehingga menyebabkan jamur Candida albican tumbuh
dan menyebabkan keputihan.
Dalam dunia kesehatan, ilmu yang mempelajari tentang jamur-jamur penting yang
memiliki pengaruh klinis terhadap kesehatan manusia disebut Mikologi Klinik. Telah
dikembangkan berbagai macam cara dan metode untuk mendiagnosa penyakit yang
disebabkan oleh jamur dimana serta untuk menentukan jenis jamur apa yang
menginfeksi manusia, salah satunya dengan melakukan kultur biakan jamur yang oleh
tenaga kesehatan laboratorium. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui
karakteristik dan morfologi jamur secara makroskopis dan mikroskopis sebagai acuan
untuk menentukan sikap selanjutnya dalam mengambil tindakan medis terhadap pasien
infeksi jamur.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan fungi (jamur)?
2. Bagaimana morfologi fungi (jamur)?
3. Apa saja klasifikasi fungi (jamur)?
4. Bagaimana karakteristik fungi (jamur) secara makroskopis dan mikroskopis?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini ialah sebagai berikut
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan fungi
(jamur).
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami morfologi fungi (jamur).
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami klasifikasi fungi (jamur).
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami karakteristik fungi (jamur)
secara makroskopis dan mikroskopis.
D. Manfaat
Adapun manfaat dalam makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai fungi (jamur).
2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai morfologi fungi (jamur).
3. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai klasifikasi fungi (jamur).
4. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai karakteristik fungi (jamur)
secara makroskopis dan mikroskopis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jamur (Fungi)
Jamur merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak bisa
melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup
dengan cara mengambil zat-zat makanan seperti selulosa, glukosa, lignin, protein dan
senyawa pati dari organisme lain. Zat-zat nutrisi tersebut biasanya telah tersedia dari
proses pelapukan oleh aktivitas mikroorganisme (Pratama, 2017).
Bentuk jamur mirip dengan tumbuhan, tetapi jamur tidak memiliki daun dan akar
sejati. Selain itu, jamur tidak memiliki klorofil sehingga tidak mampu berfotosintesis.
Dengan demikian, jamur merupakan organisme heterotrop, yaitu organisme yang cara
memperoleh makanannya dengan mengabsorbsi nutrisi dari lingkungannya atau
substratnya. Sebelum mengabsorbsi makanan yang masih berupa senyawa kompleks,
ia mensekresikan enzim hidrolitik ekstraseluler atau ferment untuk menguraikannya
lebih dahulu di luar selnya (Anshori dan Djoko, 2009).
Jamur ada yang hidup sebagai parasit, ada pula yang bersifat saprofit. Selain itu,
ada pula yang bersimbiosis dengan organisme lain secara mutualisme. Sebagai parasit,
jamur mengambil makanan langsung dari inangnya. Jamur jenis ini memiliki
haustorium, yaitu hifa khusus untuk menyerap makanan langsung dari inangnya.
Sebagai saprofit, jamur mengambil makanan dari sisa-sisa organism lain yang telah
mati. Jamur yang bersimbiosis, mengambil nutrisi berupa zat organik dari organisme
lain dan organisme itu mendapatkan zat tertentu yang bermanfaat dari jamur tersebut
(Anshori dan Djoko, 2009).
B. Morfologi Jamur
Pada umumnya jamur mempunyai sel banyak (multiseluler) misalnya jamur
merang dan jamur tempe, tetapi ada juga yang bersel tunggal (uniseluler) seperti ragi
atau yeast/Saccharomyces. Jamur yang multiseluler tersusun atas benang-benang yang
disebut dengan hifa. Apabila dilihat dengan mikroskop tampak bentuk hifa ini
bersekat-sekat (bersepta) dan tidak bersekat (Kistinnah dan Endang, 2009).
Anggota kingdom Fungi terdiri atas organisme uniseluler dan multiseluler. Jamur
yang terdiri atas banyak sel (multiseluler) diklasifikasikan berdasarkan sporanya dan
bentuk tubuh setelah dewasa. Spora jamur mempunyai sifat dapat membentuk

3
filament multiseluler yang disebut dengan hifa. Sel jamur mempunyai dinding sel yang
tersusun atas karbohidrat dan protein, disebut kitin (Ariebowo dan Fictor, 2009).
Hifa pada jamur ada yang bersekat (hifa septa) dan ada pula yang tidak bersekat.
Pada hifa yang tidak bersekat, inti selnya menyebar dalam sitoplasma. Hifa jamur tidak
bersekat ini disebut juga hifa senositik. Selain itu ada pula hifa khusus. Pada jamur
parasit. Hifa pada jamur ini berfungsi menyerap makanan dari inangnya. Hifa ini
dinamakan hifa haustoria (Firmansyah, dkk, 2009).
Sebagian besar jamur mempunyai bentuk berupa filamen, sedangkan jamur yang
sering kita lihat berbentuk tubuh buah jamur. Tubuh buah merupakan struktur
reproduksi jamur yang bersifat sementara. Struktur ini berasal dari bagian utama tubuh
jamur, yaitu miselium. Miselium terbentuk dari kumpulan hifa (jamak: hyphae),
struktur jamur berupa lembaran-lembaran halus serupa benang (Ariebowo dan Fictor,
2009). Miselium dapat mengandung pigmen dengan warna merah, ungu, kuning,
coklat, dan abu-abu. Jamur juga membentuk spora berwarna hijau, biru-hijau, kuning,
jingga, serta merah muda. Warna-warna tersebut dapat menjadi ciri khas spesies jamur
(Pratama, 2017).

Gambar II.I Karakteristik Hifa


Pada beberapa spesies, hifa memiliki sel memanjang dengan sejumlah nukleus
yang dipisahkan menjadi beberapa bagian oleh septa (tunggal: septum). Namun,

4
terdapat sebagian jamur yang tidak memilikinya. Setiap septa memiliki satu atau
banyak pori. Pori-pori yang terdapat pada septa memungkinkan sitoplasma bergerak
dari sel satu ke sel lainnya untuk mendistribusikan nutrisi (Ariebowo dan Fictor, 2009).
C. Klasifikasi Jamur
Klasifikasi jamur terutama didasarkan pada ciri-ciri spora seksual dan tubuh buah
selama tahap-tahap seksual dalam daur hidupnya. Jamur yang diketahui tingkat
seksualnya disebut jamur perfek (sempurna). Jamur yang belum diketahui tingkat
seksualnya disebut imperfek (Subardi, dkk, 2009).
a. Zygomycota
Sekitar 600 spesies jamur telah diidentifikasi masuk ke dalam divisio
Zygomycota. Sebagian besar mereka merupakan organisme darat yang hidup di
tanah atau pada tumbuhan dan hewan yang membusuk. Ada di antaranya yang
membentuk mikorhiza, yaitu asosiasi saling menguntungkan antara jamur-jamur
dari divisio ini dengan tumbuhan tinggi. Tubuh Zygomycota tersusun atas hifa
senositik. Septa hanya ditemukan pada hifa bagian tubuh yang membentuk alat
reproduksi saja. Reproduksi seksualnya melalui peleburan gamet yang membentuk
zigospora (Anshori dan Djoko, 2009).
Pada tipe perkawinan seksual, terjadi penggabungan dua nukleus memproduksi
zigospora yang diploid. Struktur yang memiliki ketahanan terhadap lingkungan
ekstrim ini menyebar melalui udara dan tetap berada dalam keadaan istirahat
(dorman) sampai menemukan tempat yang memungkinkan untuk tumbuh.
Zigospora kemudian melakukan meiosis dan membentuk sporangium yang berisi
spora haploid. Spora haploid membentuk hifa baru. Hifa ini dapat berkembang biak
secara aseksual dengan membentuk spora haploid atau melakukan perkawinan
dengan membentuk zigospora (Ariebowo dan Fictor, 2009).
Menrut Firmansyah dkk (2009), contoh jamur ini adalah Rhizopus stolonifer
atau disebut juga jamur tempe. Jamur tersebut digunakan dalam proses pembuatan
tempe. Reproduksi Rhizopus stolonifer terjadi secara aseksual dan seksual.

5
Gambar II.II Siklus Hidup Zygomycota

b. Ascomycota
Lebih dari 600.000 spesies Ascomycota telah dideskripsikan. Tubuh jamur ini
tersusun atas miselium dengan hifa bersepta. Pada umumnya jamur dari divisio ini
hidup pada habitat air bersifat sebagai saproba atau patogen pada tumbuhan. Akan
tetapi, tidak sedikit pula yang hidup bersimbiosis dengan ganggang membentuk
Lichenes (lumut kerak) (Anshori dan Djoko, 2009). Ascomycota adalah kelompok
jamur yang berkembang biak dengan membentuk spora di dalam selnya (kantung
kecil) yang disebut askus. Pembentukan askus inilah yang menjadi ciri Ascomycota
(Sulistyorini, 2009).
Ciri khas Ascomycota adalah cara perkembangbiakan seksualnya dengan
membentuk askospora. Sedangkan, reproduksi aseksual terjadi dengan membentuk
konidium. Konidium ini dapat berupa kumpulan spora tunggal atau berantai.
Konidium merupakan hifa khusus yang terdapat pada bagian ujung hifa penyokong
yang disebut konidiofor (Anshori dan Djoko, 2009).
Menurut Sulistyorini (2009), ascomycota. Perkembangbiakan secara seksual
dilakukan dengan pembentukan askospora melalui beberapa tahap, yaitu:

6
1. Perkawinan (kopulasi) antara gametangium jantan dan gametangium betina
2. Bersatunya plasma kedua gametangium yang disebut dengan plasmolisis
3. Bersatunya inti yang berasal dari gametangium yang disebut dengan kariogami
4. Kariogami yang menyebabkan terjadinya pembelahan reduksi, dilanjutkan
dengan pembentukan askospora secara endogen menurut pembentukan sel
bebas

Gambar II.III Siklus Hidup Ascomycota

Dari hifa yang banyak dan di antara hifa bercabang-cabang terdapat hifa yang
pada ujungnya membentuk alat kelamin betina dan biasanya mempunyai ukuran
lebih besar disebut askegonium dan di dekat pada ujung hifa yang lain membentuk
alat kelamin jantan yang disebut anteridium, masing-masing berinti haploid (n).
Dari askegonium tumbuh saluran disebut trikogen yang menghubungkan dengan
anteridium. Melalui saluran inilah inti sel/nukleus pindah dan masuk ke
askegonium, sehingga masing-masing inti dari askegonium dan anteridium akan
berpasangan sehingga akan terbentuk pasangan inti yang berinti diploid (2n).
Kemudian dari pasangan inti tersebut akan tumbuh hifa yang disebut hifa
askogonium dikariotik (berinti dua/2n) yang akan membelah secara mitosis.
Selanjutnya, hifa dikariotik tersebut akan bercabang-cabang, hifanya banyak

7
bersekat melintang dan membentuk tubuh buah yang disebut askokarp. Pada
ujung-ujung hifa dikariotik tersebut akan membentuk sel khusus yang akan
menjadi askus, di dalam askus ini akan terjadi peleburan dua inti (2n). Selanjutnya,
akan membelah secara meiosis yang membentuk 8 buah spora askus (askospora).
Apabila terkena angin, maka spora askus tersebut akan menyebar ke mana-mana.
Jika jatuh di tempat yang sesuai, akan tumbuh menjadi benang hifa baru dan akan
menjadi banyak, demikian seterusnya. Peristiwa ini merupakan salah satu cara
perkembangbiakan Ascomycota secara seksual. Perkembangbiakan secara aseksual
dilakukan dengan cara membentuk tunas, pembentukan konidia, dan fragmentasi.
Tunas yang telah masak akan terlepas dari sel induknya dan akan tumbuh menjadi
individu baru (Kistinnah dan Endang, 2009).
Menurut Anshori dan Djoko (2009), contoh jamur yag tergolong Ascomycota
ialah sebagai berikut :
1. Saccharomyces cerevisiae, dikenal sebagai ragi atau yeast
2. Aspergillus oryzae, untuk melunakkan adonan roti
3. A. wentii, bermanfaat dalam pembuatan kecap
4. Penicillium notatum, P.chrysogeum menghasilkan antibiotik penisilin
5. Neurospora crassa, diperoleh dari oncom merah atau tongkol jagung rebus,
digunakan untuk penelitian sitogenetika
6. Candida albicans, jamur ini dapat menyebabkan penyakit kandidiasis, yaitu
suatu penyakit pada selaput lendir mulut vagina dan saluran pencernaan
c. Basidiomycota
Nama Basidiomycota berasal dari kata basidium, yaitu suatu tahapan diploid
dalam daur hidup Basidiomycota yang berbentuk seperti gada. Pada umumnya
jamur ini merupakan saproba yang penting. Aktivitasnya adalah menguraikan
polimer lignin pada kayu dan berbagai bagian tumbuhan yang lain (Anshori dan
Djoko, 2009).
Sekitar 25.000 spesies dari divisio ini telah diidentifikasi. Ciri umum jamur ini
adalah hifa bersepta, fase seksualnya dengan pembentukan basidiospora yang
terbentuk pada basidium yang berbentuk gada, membentuk tubuh buah
(basidiokarp) seperti payung yang terdiri atas batang dan tudung. Di bagian bawah
tudung terdapat lembaran-lembaran, tempat terbentuknya basidium. Semua anggota

8
divisio Basidiomycota beradaptasi pada kehidupan di darat sebagai saproba, parasit
pada organism lain dan mikorhiza (Anshori dan Djoko, 2009).

Gambar II.IV Siklus Hidup Basidiomycota

Reproduksi pada jamur ini terjadi secara aseksual dan secara seksual.
Reproduksi secara aseksual menghasilkan konidia. Adapun secara seksual terjadi
dengan cara perkawinan antara hifa yang berbeda jenisnya. Pada saat perkawinan
ini, hifa yang berbeda jenis tersebut bersatu dan dinding selnya hancur. Akibat dari
hancurnya dinding sel ini, plasma sel akan bercampur atau disebut juga
plasmogami. Pada saat pencampuran plasma sel, inti pun bersatu dan berkembang
menjadi hifa dikariotik yang diploid. Hifa dikariotik ini nantinya akan mengalami
meiosis dan menjadi inti yang haploid (Firmansyah, dkk, 2009).
Beberapa contoh Basidiomycota yang penting adalah sebagai berikut.

9
1. Volvariella volvacea dan Agaricus bisporus, jamur yang dibudidayakan untuk
dimasak sebagai bahan makanan. Jamur ini ditanam pada medium yang
mengandung selulosa (misalnya jerami) dengan kelembapan tinggi.
2. Auricularia polytrica (jamur kuping), jamur ini enak dimakan, hidup pada
batang tumbuhan yang telah mati.
3. Puccinia graminis, jamur ini hidup parasit pada rumput.
4. Ustilago maydis, jamur ini parasit pada tanaman jagung, menyerang sukam
daun, tongkol, jumbai dan tangkai.
5. Ganoderma pseudoferreum, jamur ini penyebab busuk akar pada tanaman
coklat, kopi, teh, karet dan tanaman perkebunan lain.
6. Ganoderma applanatum, jamur ini menyebabkan kerusakan pada kayu.
d. Deuteromycota
Jamur ini disebut juga fungi imperfecti (jamur tidak sempurna). Jamur ini hanya
diketahui cara reproduksi secara aseksual saja, yaitu dengan membentuk
blastospora (berbentuk tunas), artrospora (pembentukan spora dengan benang-
benang hifa) dan konidia. Sedangkan reproduksi seksualnya belum diketahui
dengan jelas (Subardi, dkk 2009).
Ada sekitar 25.000 species jamur ini, misalnya Tinea versicolor penyebab
panu, Epidermophyton floocossum penyebab penyakit kaki atlet, Microsporium
penyebab penyakit rambut dan kuku, Trichophyton dan Epidermophyton penyebab
penyakit kulit dan kuku (Kistinnah dan Endang, 2009).
Menurut Suwarno (2009), contoh lain dari jamur Deuteromycota adalah
sebagai berikut :
1. Melazasia fur-fur, penyebab panu
2. Altenaria Sp. hidup pada tanaman kentang
3. Fusarium, hidup pada tanaman tomat
4. Trychophyton tonsurans, menimbulkan ketombe di kepala
D. Morfologi Makroskopis dan Mikroskopis Jamur
a. Karakteristik Koloni Secara Makroskopis
Menurut Padoli (2013), secara umum koloni morfologi jamur terdiri dari :

10
1. Koloni Ragi/Khamir/Yeast, koloni bulat dan cembung, bertekstur halus dan
licin menyerupai bakteri. Membentuk koloni basah dan berwarna putih
kekuningan. Contoh : Candida, Cryptococcus.
2. Koloni Kapang/Mold, membentuk koloni kering dan padat, tekstur menyerupai
beludru atau kapas. Contoh : Aspergillus, Trichophyton, Epidermophyton.
Sekumpulan jamur akan membentuk koloni yang dapat digunakan untuk
membantu identifikasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari koloni
jamur adalah warna, tekstur dan topografi (Padoli, 2013).
1. Warna
Warna yang perlu diperhatikan adalah warna permukaan koloni dan
warna sebalik koloni (reverse side). Warna koloni bervariasi (putih, abu-abu,
hijau muda, hijau kekuningan, dan lain-lain) sesuai dengan warna sel, spora
atau konidianya (Rahamdetiassani, dkk, 2011).
2. Tekstur
Menurut Rahamdetiassani, dkk (2011), tekstur koloni yang dilihat
merupakan aerial hipha (hifa udara). Berikut ini beberapa tekstur hifa fungi:
a) Absent : Koloni dengan miselium tenggelam, permukaan agak halus.
b) Cattony : Koloni dengan hifa aerial yang panjang dan padat,
menyerupai kapas.
c) Woolly : Koloni dengan tenunan hifa atau kumpulan hifa hampir panjang,
tenunannya mirip kain wool.
d) Velvety : Koloni dengan hifa aerial yang pendek menyerupai kain beludru.
e) Downy : Koloni dengan hifa halus, pendek dan tegak, secara
keseluruhan sering transparan.
f) Glabrous atau waxy : Koloni dengan permukaan halus, karena tidak ada
hifa aerial. Biasanya koloni khamir berbentuk seperti ini.
g) Granular atau powdery : Koloni rata dan terlihat banyak konidia
yang terbentuk. Koloni granular tampak lebih kasar permukaannya,
sementara itu koloni powdery permukaannya kelihatan seperti tepung
3. Topografi
Menurut Rahamdetiassani, dkk (2011), adapun berdasarkan topografinya
ialah sebagai berikut :

11
a) Rugose : Koloni yang memiliki alur-alur yang ketinggiannya tidak
beraturan dan tampak merupakan garis radial dari reverse side.
b) Umbonate : Koloni yang memiliki penonjolan seperti sebuah kancing pada
bagian tengah koloni. Seringkali koloni ini juga memiliki alur-alur
garis radial.
c) Verrugose : Koloni yang memiliki penampakan kusut dan keriput. Biasanya
koloni tidak memiliki aerial hifa.
b. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Jamur
1. Aspergillus spp
Morfologi kolonial: variasi morfologi koloni di Aspergillus banyak,
tergantung pada spesiesnya. Sebagian besar spesies berawal dari koloni putih,
tetapi dengan cepat mengembangkan warna hijau, kuning, oranye, hitam atau
coklat. Koloni berbulu halus seperti beludru dan matang dalam 3–5 hari.
Beberapa bentuk lingkaran konsentris dari warna sementara yang lain seragam
dalam warna (Sciortino, 2017).

Gambar II.V Koloni Aspergillus glaucus Tampak Depan dan Belakang

Morfologi mikroskopis: hifa bersepta dan dalam sampel jaringan,


bercabang pada sudut 45°. Konidiofor panjang timbul dari hifa melalui kaki sel,
berakhir dengan vesikel yang membengkak. Beberapa spesies lingkungan
membentuk hifa yang berbentuk spiral atau zig-zag. Semua bentuk vesikel,
yang mungkin bulat, semi-bundar atau berbentuk klub. Vesikel menjadi

12
tertutup dengan phialides, terjadi secara tunggal (seriate) atau berpasangan
(biseriate) terhubung dari ujung ke ujung. Beberapa spesies seperti A. flavus
keduanya uniseriate dan biseriate. Dari phialides muncul konidia yang
membentuk rantai. Konidia berbentuk bundar dengan permukaan yang halus
atau kasar (Sciortino, 2017).

2. Fusarium
spp
Morfologi
kolonial:
koloni biasanya
tumbuh dengan cepat
dan matang
dalam 4 hari. Namun,
Gambar II.VI Mikroskopis Aspergillus glaucus
beberapa
mungkin hanya menunjukkan hifa steril selama berminggu-minggu sebelum
perkecambahan struktur buah. Beberapa spesies tidak akan berkecambah pada
media nutrisi, sehingga media khusus seperti Carnation Leaf Agar atau Sterile
Water Agar mungkin diperlukan untuk perkecambahan. Koloni pertama adalah

putih dan Cottony. Kemudian, dimulai di tengah, berbagai warna dapat


terbentuk seperti kuning, oranye, merah muda, biru-hijau, ungu atau coklat
pucat. Perbatasan sering tetap putih dan terkadang kultur tetap putih.
Pertumbuhan biasanya mengisi lempeng kultur dan aerial mycelia menyentuh

13
tutupnya. Warna sebaliknya (Reverse Color) bervariasi dengan spesies
(Sciortino, 2017).

Gambar II.VII Koloni Fusarium avenaceum Tampak Depan dan Belakang

14
Morfologi mikroskopis: hifa bersepta dan hialin, biasanya sangat baik.
Konidiasi terjadi dalam bentuk makrokonidia dan mikrokonidia. Makrokonidia
diproduksi pada sporodochia yang mungkin dikelilingi oleh lendir.
Macroconidia juga dapat diproduksi pada monophialides (pembukaan pori
tunggal) atau polifial (beberapa pori). Mikronidia diproduksi pada aerial
hyphae (conidiophores) tetapi tidak pada sporodochia (Sciortino, 2017).

3. Mucor
spp

Gambar II.VIII Mikroskopis Fusarium avenaceum


Morfologi kolonial: koloni tumbuh dengan cepat, mengisi lempeng kultur
dalam beberapa hari. Pertumbuhan aerial hyphae dapat menyentuh tutupnya,
sehingga ini dikenal sebagai jamur "Pengankat Penutup". Pertumbuhan putih
pertama kali diamati dan kemudian koloni menjadi keabu-abuan ke kecoklatan
dan beberapa spesies mungkin memiliki pusat kuning. Reverse berwarna putih
hingga kuning. Pertumbuhan cottony atau wooly dan dihambat oleh
sikloheksimida. Sebagian besar spesies tidak tumbuh pada suhu 37 ° C, tetapi
tumbuh paling baik pada 25–30°C (Sciortino, 2017).
Morfologi mikroskopik: hifa bersifat luas (6-15 µm), aseptat menjadi
hampir bersepta, hialin dan mirip pita. Sporangiophores panjang, tidak
bercabang dan kadang-kadang bercabang dengan sporangia terminal, spora
yang berisi spora (diameter 50-300 μm). Columella bulat meluas ke sporangia
tetapi tidak memiliki apophysis. Ketika sporangia pecah melepaskan spora,
sporangium melekat pada columella, mengungkapkan kerah di dasar
sporangium. Sporangiospores (4-8 µm) berbentuk bulat hingga oval, hialin,
abu-abu atau kecoklatan, dan dinding yang halus atau kasar. Chlamydospores

15
dan zygospor kadang-kadang diproduksi, tetapi tidak ada rhizoids atau stolon
sejati (Sciortino, 2017).

Gambar II.IX Koloni Mucor circinelloides Tampak Depan dan Belakang

Gambar II.X Mikroskopis Mucor circinelloides


4. Candida spp

16
Morfologi kolonial: koloni berwarna putih hingga krem, berdiameter 2-5
mm, berkilau atau kasar, dan beberapa memiliki tampilan mirip bintang laut.
Koloni Candida dapat mengambil bentuk dan penampilan yang aneh pada
beberapa media kultur. Beberapa kultur mungkin menunjukkan lingkaran ragi
yang menutupi permukaan piring sementara yang lain mungkin terlihat seperti
asteroid berduri yang menabrak ke dalam agar (Sciortino, 2017).
Morfologi mikroskopik: sel-sel ragi bulat, oval atau berbentuk cerutu.
Semua tunas Candida; beberapa bentuk pseudohyphae dan blastoconidia.
Diameter sel ragi rata-rata adalah 3-7 μm kecuali untuk C. glabrata yang 2-5
µm. Di masa lalu, kultur Candida pada Cornmeal Agar, yang merangsang

produksi chlamydospores dan pseudohyphae, digunakan untuk identifikasi.


Saat ini, pengujian biokimia adalah metode pilihan untuk diferensiasi spesies
(Sciortino, 2017).

Gambar II.XI Koloni Candida albicans dan Mikroskopis Candida albicans


5.
Histoplasma capsulatum

17
Morfologi kolonial: tumbuh pada Blood Agar pada 30°C, koloni miselia
tampak seperti ragi, krim menjadi putih, halus, dan kemudian menjadi keriput
dan terlipat, dengan pusat kuning. Ditumbuhkan pada agar darah pada 37°C,
bentuk koloni ragi yang kecil (5-15 mm), dan krim menjadi kuning. Tumbuh
pada 25–30°C pada Sabouraud Dextrose Agar, koloni tumbuh perlahan,
menjadi putih dan berbiji dan dapat menyebar ke permukaan agar. Dengan
bertambahnya usia, beberapa strain mungkin memiliki warna kecoklatan di
bagian tengahnya. Yang sebaliknya adalah cokelat. Tumbuh pada 25–30 ° C
pada Potato Dextrose Agar, koloni berwarna cokelat kecokelatan, utuh, kecil
(berdiameter 1-2,5 cm), dan mengembangkan berkas putih di tengah koloni.
Pada awalnya, teksturnya seperti kulit lunak tetapi dengan massa, koloni
menjadi halus. Warna sebalik (reverse) adalah abu-abu-coklat. Organisme ini
adalah patogen BSL-3 dan harus ditumbuhkan dan ditangani hanya di
laboratorium yang dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan BSL-3 atau ‐4.
Kultur slide tidak boleh dilakukan (Sciortino, 2017).

Morfologi mikroskopis: kultur yang tumbuh pada suhu 25–30°C


menunjukkan septa, hifa hialin yang halus dan tidak jelas. Karakteristik besar,
macroconidia tuberculate (8-14 μm dalam diameter; macroaleurioconidia)
diproduksi yang bulat, bersel tunggal dan berkutil, dibentuk pendek, hialin,
conidiophores tak terdiferensiasi. Kultur dapat menghasilkan microconidia

18
Gambar II.XII Koloni Histoplasma capsulatum dan Mikroskopis Histoplasma capsulatum
yang kecil (2-4 μm diameter), bulat pada pyriform dan terjadi pada cabang
pendek atau langsung di sisi hifa. Kultur yang tumbuh pada suhu 37°C
menghasilkan ragi yang sedang berkembang (Sciortino, 2017).

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Fungi (Jamur) merupakan golongan makhluk hidup eukariotik baik uniseluser
(bersel satu) maupun multiseluler (bersel banyak) yang tidak mampu membuat
makanannya sendiri (heterotrof) karena tidak memiliki klorofil sehingga hidup
bersifat parasit, saprofit atau mutualisme pada makhluk hidup lain.
2. Morfologi fungi (jamur) ialah tersusun atas benang-benang halus yang disebut hifa
dimana kumpulan hifa membentuk miselium membentuk struktur tubuh jamur serta
memiliki spora sebagai alat perkembangbiakan.
3. Klasifikasi fungi (jamur) terdiri atas fungi sempurna yaitu Zycomycota,
Ascomycota, Basidiomycota dan fungi tidak sempurna yaitu Deuteromycota.
4. Karakteristik fungi (jamur) secara makroskopis didasarkan pada warna koloni,
tekstur koloni dan topografi koloni. Sedangkan, karakteristik mikroskopis
didasarkan pada morfologi jamur yaitu hifa, miselium maupun spora.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan ialah makalah ini dapat digunakan sebagai referensi
di bidang mikologi mengingat buku yang berhubungan dengan mikologi masih sangat
jarang ditemui. Oleh sebab itu, makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan para pembaca mengenai fungi (jamur).

20
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Moch., dan Djoko Martono. 2009. Biologi untuk Sekolah Mennegah Atas (SMA)-
Madrasah Aliyah (MA) Kelas X. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional :
Jakarta
Ariebowo, Moekti., dan Fictor Ferdinan P. 2009. Praktis Belajar Biologi untuk Kelas X
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional : Jakarta
Firmansyah, Rikky., Agus Mawardi H., M. Umar Riandi. 2009. Mudah dan Aktif Belajar
Biologi untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Kistinnah, Idun., dan Endang Sri Lestari. 2009. Biologi Makhluk Hidup dan Lingkungan
SMA/MA. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Padoli. 2013. Mikrobiologi dan Parasitologi. Pusdiklatnakes Badan PPSDM Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
Pratama, Rudiansyah. 2017. Daya Hambat Infusa Buah Kawista (Limonia acidissima
L.)Terhadap Pertumbuhan Aspergilus Flavus. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Semarang
Rahamdetiassani, Afifi., Rika S., Rifky C. O., Ely A., dan Dita R. 2011. Morfologi
Makroskopis dan Mikroskopis Fungsi. Universitas Nasional Jakarta : Jakarta
Sciortino, Carmen V. 2017. Atlas of Clinically Important Fungi. Wiley Blackwell : New
Jersey
Subardi., Nuryani., dan Shidiq Pramono. 2009. Biologi untuk Kelas X SMA dan MA. Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Sulityorini, Ari. 2009. Biologi 1 : untuk Sekolah Meengah Atas/Madrasah Aliyah Kelas X.
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Suwarno. 2009. Panduan Pembelajaran Biologi untuk SMA & MA Kelas X. Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai