Anda di halaman 1dari 65

K3 PESISIR DAN KEPULAUAN

PENYAKIT AKIBAT KERJA PADA NELAYAN (2ND)


NURMALADEWI, S.KM., M.P.H.
DEFINISI
1. Hazard
2. Danger
3. Risk
4. Incident
5. Acontainer Craneident
DEFINISI
HAZARD Hazard/sumber bahaya yaitu suatu keadaan yang
memungkinkan/dapat menimbulkan kecelakaan, penyakit,
kerusakan atau menghambat kemampuan pekerja yang ada;

DANGER Danger/tingkat bahaya merupakan peluang bahaya sudah


tampak (kondisi bahaya sudah ada tetapi dapat dicegah
dengan berbagai tindakan preventif

RISK Prediksi tingkat keparahan apabila terjadi bahaya


dalam siklus tertentu;
DEFINISI
Munculnya kejadian yang bahaya (kejadian yang tidak
INCIDENT diinginkan, yang dapat/telah mengadakan kontak dengan
sumber energi yang melebihi ambang batas
badan/struktur);

ACONTAINER
CRANEIDENT Kejadian bahaya yang diserta adanya korban dan/atau
kerugian (manusia/benda)
DEFINISI PENYAKIT AKIBAT KERJA

 Penyakit akibat kerja ➔ penyakit yg disebabkan oleh


pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan
kerja.
 Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yg artifisial
(Man Made Disease)
4 KATEGORI PENYAKIT AKIBAT KERJA MENURUT WHO

 Penyakit
yg hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya
Pneumoconiosis.
 Penyakit yg salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
Karsinoma Bronkhogenik.
 Penyakit dgn pekerjan merupakan salah satu penyebab diantara
faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
 Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yg sdh
ada sebelumnya, misalnya asma.
DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA
1.Menentukan diagnosis kliniknya.
2.Menentukan pajanan yg dialami oleh tenaga kerja selama
ini.
3.Menentukan apakah pajanan tsb memang dapat
menyebabkan penyakit tsb.
4.Menentukan apakah jumlah pajanan yg dialami cukup
besar utk dpt mengakibatkan penyakit tsb.
DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA

5.Menentukan apakah ada faktor lain yg mungkin dapat


mempengaruhi.
6.Cari adanya kemungkinan lain yg dpt merupakan penyebab
penyakit.
7.Buat keputusan apakah penyakit tsb disebabkan oleh
pekerjaannya.
PENYAKIT INFEKSI DAN PARASIT
Agen penyakit infeksi dan parasit terkait kerja yg terpenting adl :
1. Virus ( hepatitis virus, rabies )
2. Riketsia
3. Bakteri ( antraks, bruselosis (demam balik-balik), leptospirosis,
tetanus, tuberkulosis, sepsis luka )
4. Jamur ( kandidiasis, dermatosis kulit dan membran mukosa )
5. Protozoa ( leismaniasis, malaria, tripanosomiasis )
6. Infeksi cacing ( penyakit cacing tambang, skistosomiasis )
SUMBER PENYAKIT INFEKSI DAN PARASIT TERKAIT KERJA

1. Pekerjaan pertanian
2. Tempat-tempat kerja tertentu di negara beriklim panas dan belum
maju
3. Rumah sakit, laboratorium, klinik, ruang otopsi
4. Pekerjaan yg berhubungan dgn penanganan binatang & produknya (
klinik dokter hewan, rumah pemotongan hewan, pasar daging, dll )
5. Pekerjaan lapangan dmna ada kemungkinan berkontak dgn tinja
binatang ( pekerjaan di saluran air, sungai, parit, selokan, dermaga,
kebun pertanian, dll )
MEKANISME KERJA
1. Infeksi terjadi bila orang yg tidak kebal kontak dgn agen infektif.
2. Agen yg dpt menembus kulit utuh : antraks, bruselosis, leptospirosis, skistosomiasis,
tularemia.
3. Agen yg hanya dpt menembus kulit yg rusak : rabies, sepsis, tetanus, hepatitis virus B.
4. Beberapa patogen protozoa masuk ke tubuh melalui gigitan serangga,
5. Selain itu infeksi juga dpt terjadi mell percikan (droplet), spora / debu tercemar
(kokidiomikosis, penyakit virus Newcastle, ornitosis, demam Q, tuberkulosis)
6. Beberapa penyakit diakibatkan reaksi peradangan terhadap toksin (endo-toksin dan
eksotoksin) yg dihasilkan bakteri selama reproduksinya.
1. DERMATITIS
DEFINISI DERMATITIS
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis)
sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik
(kelainan kulit yg mempunyai sifat tertentu/ruam) dan ditandai
oleh rasa gatal, dapat berupa penebalan atau bintil kemerahan,
multipel mengelompok atau tersebar, kadang bersisik, berair dan
lainnya
PENYEBAB DERMATITIS
Faktor Endogen
Faktor Eksogen 1. Faktor Genetik
1. Bahan Iritan 2. Jenis Kelamin
2. Faktor Lingkungan 3. Usia
4. Ras
5. Lokasi Kulit
6. Riwayat Atopik
PENYEBAB DERMATITIS
Faktor Endogen
Faktor Eksogen 1. Faktor Genetik
1. Bahan Iritan 2. Jenis Kelamin
2. Faktor Lingkungan 3. Usia
4. Ras
5. Lokasi Kulit
6. Riwayat Atopik
DERMATITIS KONTAK
Kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang
mengenai kulit, baik melalui mekanisme
imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-
DERMATITIS imunologik (dermatitis kontak iritan). Dermatitis
KONTAK kontak adalah inflamasi atau peradangan pada
kulit yang diakibatkan oleh kontak langsung
dengan substansi yang menyebabkan
reaksi inflamasi atau alergi
DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA

Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah


dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitis kontak
akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit
DERMATITIS
yang didapatkan dari pekerjaan akibat interaksi
KONTAK
yang terjadi antara kulit dengan substansi yang
AKIBAT KERJA
digunakan di lingkungan kerja, dimana pajanan di
tempat kerja merupakan faktor penyebab yang
utama serta factor kontributor.
DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA

DERMATITIS
DERMATITIS
KONTAK
KONTAK
ALERGIK
IRITAN (DKI)
(DKA)
DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA
DERMATITIS
KONTAK IRITAN
(DKI)

Dermatitis Kontak Iritan (DKI) adalah dermatitis kontak yang terjadi oleh karena
berkontak dengan bahan iritan.

Bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis kontak adalah bahan yang pada
kebanyakan orang dapat mengakibatkan kerusakan sel bila dioleskan pada kulit
pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.
DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA
DERMATITIS
KONTAK ALERGIK
(DKA)

Dermatitis Kontak Alergik (DKA) ialah respons alergik yang didapat bila berkontak dengan bahan-
bahan yang bersifat sensitiser/alergen.

Tidak terhitung banyaknya zat kimia yang dapat beraksi sebagai alergen, tetapi sangat jarang yang
menimbulkan masalah. Beberapa zat kimia merupakan alergen yang cukup kuat, yang dengan sekali
paparan bias menyebabkan terjadinya sensitisasi, sedangkan sebagian besar zat kimia lain
memerlukan paparan berulang-ulang sebelum timbul sensitisasi. Mungkin saja paparan alergen telah
berlangsung bertahun-tahun, namun secara mendadak baru terjadi hipersensitivitas
Dermatitis Kontak Dermatitis Kontak
Iritan Alergik
Pathogenesis Efek sitotoksik langsung Reaksi imun yang diperantai
sel T
Individu yang terkena Semua orang Hanya orang yang alergik

Onset Langsung atau setelah paparan 12-48 jam


berulang terhadap iritasi lemah
Tanda Subakut atau kronis ekzema Akut hingga subakut eczema
dengan deskuamasi, fisura dengan vesiculation
Gejala Nyeri atau rasa kulit terbakar Gatal

Konsentrasi kontaktan Tinggi Rendah

Pemeriksaan Tidak ada Tes patch atau prick


MEKANISME TERJADINYA DERMATITIS
DERMATITIS
KONTAK IRITAN
(DKI)

Dermatitis Kontak Iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang bersifat non
imunologik, ditandai dengan adanya eritema dan edema setelah terjadi pajanan bahan
kontaktan dari luar. Bahan kontaktan ini dapat berupa bahan fisika atau kimia yang
dapat menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit. Bahan iritan merusak lapisan
tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya
ikat air kulit, sehingga akan merusak lapisan epidermis
1. DERMATITIS
MEKANISME TERJADINYA DERMATITIS
DERMATITIS
KONTAK ALERGIK
(DKA)

Dematitis Kontak Alergik didasari oleh reaksi imunologis berupa reaksi hipersensitivitas
tipe lambat dengan perantara sel limfosit. Terdapat dua tahap dalam terjadinya dermatitis
kontak alergik, yaitu tahap induksi (sensitivitasi) dan tahap elisitasi. Tahap sensitivitasi
dimulai dengan masuknya antigen (hapten berupa bahan iritan) melalui epidermis.
Kemudian sel langerhans yang terdapat di epidermis menangkap antigen tersebut
selanjutnya akan diproses dan diinterpretasikan pada sel limfosit T. Limfosit T mengalami
proliferasi dan diferensiasi pada kelenjar getah bening, sehingga terbentuk limfosit T yang
tersensitivitasi
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DERMATITIS

Faktor Internal
1. Usia Faktor Eksternal
2. Jenis Kelamin
3. Masa Kerja 1. Lama kontak
4. Pengetahuan
5. Riwayat Penyakit Kulit
2. Frekuensi kontak
6. Kebersihan
(personal hygiene)
Perorangan 3. Faktor lingkungan
7. Penggunaan APD
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DERMATITIS

Faktor Internal
1. Usia Faktor Eksternal
2. Jenis Kelamin
3. Masa Kerja 1. Lama kontak
4. Pengetahuan
5. Riwayat Penyakit Kulit
2. Frekuensi kontak
6. Kebersihan
(personal hygiene)
Perorangan 3. Faktor lingkungan
7. Penggunaan APD
2. PTERIGIUM
DEFINISI PTERYGIUM
Pterygium adalah suatu pertumbuhan dari epitel konjungtiva bulbi
dan jaringan ikat subkonjungtiva yang bersifat degeneratif dan
invasif yang terdapat dicelah kelopak mata bagian medial/tengah
atau nasal/hidung berbentuk segitiga di mana puncaknya mengarah
kebagian tengah dari kornea. Pterigium ini lebih sering tumbuh di
bagian nasal daripada dibagian temporal. Dapat juga terjadi
pertumbuhan nasal dan temporal pada satu mata disebut double
pterygium. Pterigium dapat mengenai kedua mata dengan derajat
pertumbuhannya yang berbeda
DEFINISI PTERYGIUM

 Pterygium lebih sering ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropics


 Penduduk daerah tropis seperti Indonesia dengan paparan sinar matahari tinggi
memiliki resiko pterigium lebih besar daripada penduduk non tropis.
 Prevalensi pterygium nasional adalah sebesar 8,3% dengan prevalensi tertinggi
ditemukan di Bali (25,2%), diikuti Maluku (18,0%) dan Nusa Tenggara Barat
(17,0%). Provinsi DKI Jakarta mempunyai prevalensi pterygium terendah yaitu
3,7%, diikuti oleh Banten 3,9%, sedangkan prevalensi pterygium di Aceh sebesar
9,4% (Riskesdas, 2013)
PENYEBAB PTERYGIUM
 Patogenesis terjadinya pterigium belum diketahui dengan jelas.
Beberapa penelitian menunjukkan korelasi pterigium dengan
paparan sinar UV, inflamasi, paparan angin, debu dan iritasi kronis
lainnya (American Academy of Ophthalmology and Staff).

 Pterigium ditemukan lebih sering terjadi pada daerah dengan


paparan tinggi sinar UV khususnya pada ekuator. Selain itu,
pterigium juga banyak ditemukan pada pekerja aktif diluar
ruangan.
PENYEBAB PTERYGIUM
 Teori lain yang menjelaskan terjadinya pterigium adalah abnormalitas lapisan air
mata, iritasi kronis okular, inflamasi kronis dengan produksi faktor angiogenesis,
mekanisme imunologik, faktor herediter, pembentukan jaringan elastis serta
infeksi okular oleh virus Human Papilloma. Hampir setengah kasus pterigium
menunjukkan ekspresi abnormal p53 tumor supresor gen, yaitu suatu marker
neoplasia yang bertanggung jawab pada siklus sel, diferensiasi sel dan proses
apoptosis.
 Lapisan air mata adalah mekanisme pertahanan pertama akibat trauma
lingkungan seperti paparan UV, debu, angin atau iritan lain. Beberapa penulis
menemukan sebaliknya, bahwa adanya patologi konjungtiva atau kornea seperti
pterigium yang akan mengakibatkan gangguan fungsi air mata
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PTERYGIUM

Faktor Internal
1. Usia
2. Jenis kelamin Faktor Eksternal
3. Pekerjaan
4. Pendidikan
5. Tipe daerah
1. Lama kerja di luar
6. Pengeluaran per kapita ruangan
7. Riwayat keluarga
8. Kebiasaan merokok 2. Masa kerja
9. Riwayat memami topi
10. Riwayat memakai kacamata
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PTERYGIUM

Faktor Internal
1. Usia
2. Jenis kelamin Faktor Eksternal
3. Pekerjaan
4. Pendidikan
5. Tipe daerah
1. Lama kerja di luar
6. Pengeluaran per kapita ruangan
7. Riwayat keluarga
8. Kebiasaan merokok 2. Masa kerja
9. Riwayat memami topi
10. Riwayat memakai kacamata
3. PITYRIASIS VERSICOLOR
(PANU)
DEFINISI PITYRIASIS VERSICOLOR (PANU)

Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial kronik ringan


yang disebabkan oleh jamur malassezia dengan ciri klinis tertentu

Memiliki ciri-ciri bersisik, tidak berwarna atau tidak berpigmen,


dan tanpa peradangan. Pitiriasis versikolor paling dominan
mengenai badan bagian atas, tetapi sering juga ditemukan di ketiak,
sela paha, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala
DEFINISI PITYRIASIS VERSICOLOR (PANU)

 Pitiriasis versikolor merupakan infeksi jamur superfisial yang paling sering ditemukan.
Prevalensi pitiriasis versikolor di Amerika Serikat diperkirakan 2-8% dari semua
penduduk. Prevalensi pitiriasis versikolor lebih tinggi di daerah tropis yang bersuhu
panas dan kelembapan relatif. Di dunia prevalensi angka pitiriasis versikolor mencapai
50% di daerah yang panas dan lembab dan 1,1% di daerah yang dingin.

 Penyakit ini sering ditemukan pada usia 13-24 tahun. Di Indonesia penyakit ini sering
disebut panu dan angka kejadian di Indonesia belum diketahui tetapi di Asia dan
Australia pernah dilakukan secara umum percobaan 8 pada tahun 2008 didapatkan
angka yang cukup tinggi karena didukungnya iklim di daerah Asia
PENYEBAB PITYRIASIS VERSICOLOR (PANU)

 Flora normal pada kulit ada beberapa termasuk jamur lopopilik. Bisa berupa jamur
polimorpik single spesies seperti Pityrosporum ovale atau Pityrosporum oblicular,
namun sekarang diakui bahwa nama genus tersebut tidak valid, dan jamur ini sudah di
klasifikasikan ulang dalam genus malassezia sebagai spesies tunggal, Malassezia furfur.
Namun, analisa genetik mendemonstrasikan bahwa sekarang jauh lebih komplek.

 Saat ini setidaknya sudah 12 spesies terpisah dari jamur lofilik yang dapat dijelaskan,
dan hanya 8 yang dapat menginfeksi kulit manusia. Spesies yang tergantug pada lemak
adalah M. sympodialis, M. globosa, M. restricta, M. slooffiae, M. fufur, M. obtusa, dan yang
terbaru ditemukan M. dermatis, M. japonica, M. yamotoensis, M. nana, M. carpae, dan M.
equina.
PENYEBAB PITYRIASIS VERSICOLOR (PANU)

 Pitiriasis versikolor dalam beberapa kasus terjadi karena tidak seimbangnya atara host
dan flora jamur tersebut. Ada beberapa faktor yang berkontribusi menganggu
keseimbangan tersebut. Diketahui beberapa spesies malassezia berubah menjadi
mycelial dan memeliki tingkat yang lebih besar. Beberapa keluarga dengan riwayat
positif terkena pitiriasis versikolor lebih sering terkena penyakit tersebut, hal ini
belum diketahui karena genetik atau disebabkan faktor resiko paparan yang semakin
besar dari M. furfur.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PANU

Faktor Endogen
1. Kebersihan perorangan
2. Malnutrisi Faktor Eksogen
3. Dermatitis

1. Suhu
4. Seboroik
5. Sindrom cushing
6. Terapi imunosupresan
7.
8.
Hiperhidrosis,
Riwayat keluarga yang positif.
2. Kelembapan udara
9. Diabetes Melitus
10. Pemakaian steroid jangka Panjang 3. Keringat
11. penyakit -penyakit berat lainnya yang dapat
mempermudah timbulnya PVC
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PANU

Faktor Endogen
1. Kebersihan perorangan
2. Malnutrisi Faktor Eksogen
3. Dermatitis

1. Suhu
4. Seboroik
5. Sindrom cushing
6. Terapi imunosupresan
7.
8.
Hiperhidrosis,
Riwayat keluarga yang positif.
2. Kelembapan udara
9. Diabetes Melitus
10. Pemakaian steroid jangka Panjang 3. Keringat
11. penyakit -penyakit berat lainnya yang dapat
mempermudah timbulnya PVC
4. MUSCULOSCELETAL
DISORDERS
DEFINISI MUSCULOSCELETAL DISORDERS

 Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot-otot


skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat
ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis
secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan menyebabkan
keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament dan tendon.
Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya disebut dengan
muskuloskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem
muskuloskeletal (Suma’mur, 1991).
PENYEBAB MUSCULOSCELETAL DISORDERS

 Ada 4 faktor yang dapat meningkatkan timbulnya


keluhan muskuloskeletal yaitu:
 postur kerja yang tidak alamiah,
 tenaga yang berlebihan,
 pengulangan berkali-kali
 lamanya waktu kerja
POSTUR KERJA YANG TIDAK ALAMIAH

 Posisi kerja yaitu sikap kerja seseorang yang


menyebabkan bagian tubuh berganti letaknya dari
posisi tubuh normal pada saat melakukan gerakan
statis. Pada posisi ini, dapat menyebabkan rasa tidak
nyaman dan kelelahan saat bekerja. Bagian tubuh
yang melakukan posisi ini antara lain bagian bahu,
punggung dan lutut.
AKTIVITAS BERULANG

 Aktivitas berulang mengakibatkan keluhan otot


yang terjadi akibat kerja statis yang menyebabkan
otot menerima tekanan secara terus-menerus
(repetitif) akibat beban kerja tanpa memperoleh
kesempatan untuk relaksasi.
LAMA KERJA

 Lama kerja dalam sehari mempengaruhi kejadian


MSDS
 Semakin lama bekerja maka potensi mengalami
MSDS juga semakin besar
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MSDS

Faktor individu Faktor lingkungan


1. Usia
1. Kebisingan
2. Masa kerja
2. Pencahayaan
3. Frekuensi merokok
4. Indeks Massa Tubuh 3. Getaran
5. Riwayat kesehatan 4. Suhu
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MSDS

Faktor individu Faktor lingkungan


1. Usia
1. Kebisingan
2. Masa kerja
2. Pencahayaan
3. Frekuensi merokok
4. Indeks Massa Tubuh 3. Getaran
5. Riwayat kesehatan 4. Suhu

Anda mungkin juga menyukai