Anda di halaman 1dari 14

KONSEP KEPERAWATAN KESEHATAN KERJA

Oleh

Nurul Hidayah
Siti Mardiana
Nafisatul
Rudianto

PROGRAM S1 KEPERAWATAN TRANSFER


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016
BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan latar belakang pengambilan judul, tujuan yang terdiri

dari tujuan umum dan khusus, serta manfaat penelitian .

A. Pendahuluan

Pengertian “sehat” senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental

dan social seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan

melainkan juga menunjukkan kemmapuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan

pekerjaannya.

Sejak beberapa abad yang lalu, burlinhame menyatakan bahwa melakukan suatu

pekerjaan atau bekerja hakikatnya merupakan sumber kepuasan manusia yang paling

mendasar, katalis social dan sekaligus juga pelengkap status serta martabat manusia.

Bila konsep tersebut dikaitkan dengan perubahan global pada berbagai sector dan

perkembangan teknologi dewasa ini, maka semakin jelaslah bahwa upaya untuk

meningkatkan kesejahteraan manusia harus dilakukan melalui pekrjaan yang

diselaraskan dengan lingkungan yang aman, nyaman dan higienis sehingga

kesehatan., keselamatan dan produkivitas tenaga kerja senantiasa terjamin.

Paradigm baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehta

dan bukan sejedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau

penyakit. Oleh karenanya, perhatian dibidang kesehatan atau penyakit lebih

ditunjukkan kearah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta

pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.


B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran kesehatan dalam lingkungan pekerjaan

2. Tujuan Khusus

a. Pengertian dari kesehatan kerja

b. Factor factor resiko di tempat kerja

c. Mengetahui lingkungan kerja

C. Manfaat Penelitian

a. Manfaat bagi peneliti

Menambah pengetahuan bagi peneliti terkait kesehatan lingkungan dan

konsep keperawatan kesehatan kerja.

b. Manfaat bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur prigram studi ilmu

keperawatan universitas muhammadiyah jakarta, sehingga dapat digunakan

untuk penelitian selanjutnya guna menambah keakuratan yang diperbarui

setiap dilakukan penelitian.

c. Manfaat bagi institusi pelayanan kesehatan

Hasil ini bisa menjadi rujukan sebagai diagnosis dini awal factor cedera yang

didaptkan di pekrjaan.

d. Manfaat bagi masyarakat

Hasil penelitian ini juga dapat sebagai hasil media preventif dan promotif

untuk mencegah untuk perkembangan ke arah yang menyimpang, dan sebagai


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian

Menurut suma’mur (1976) kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu

kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat

pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi0tingginya baik fisik, mental maupun

social dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit / gangguan kesehtan

yang diakibatkan oleh factor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit

umum.

Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar

“kesehatan pada sector industry” saja melainkan juga mengarah kepada upaya

kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya. (total health of all at

work).

Sebagian bagian spesifik kelimuan dalam ilmu kesehatan. Kesehatan kerja

lebih memfokuskan lingkup kegiatannya pada peningkatan kualitas hidup tenaga

kerja melalui penerapan upaya kesehatan yang bertujuan untuk :

1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja.

2. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat

lingkungan kerja atau pekerjaannya.

3. Menempatkan pekrja sesuai dengan kemampuan fisik, mental dan pendidikan

atau keterampilannya.
4. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Sedang rekomendasi komite bersam ILO/WHO pada tahun 1995,

menekankan upaya pemeliharaan, peningkatkan kesehatan dan kapasitas kerja,

perbaikan lingkungan dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan kesehatan

pekerrja serta mengembangkan organisasi dan budaya kerja agar tercapai iklim

social yang positif, kelancaran produksi dan peningkatan produktivitas.

Kesehatan kerja mencakup kegiatan yang bersifat komperehensif berupa

upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.upaya promotif berupa

penyuluhan, pelatihan dan peningkatan pengetahuan tentang upaya hidup sehat

dalam bekerja, disamping kegiatan pencegahan (preventif) terhadap risiko gangguan

kesehatan, lebih mengemuka dalam disiplin kesehatan kerja.

Status kesehatan seorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat factor :

1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organic/ anorganic,

logam berat, debu) biologic (virus, bakteri, microorganism) dan social budaya

(ekonomi, pendidikan, pekerjaan).

2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.

3. Pelayanan kesehatan : promotif, preventif, perawatan, pengobatan, pencegahan

kecactan, rehabilitasi dan

4. Genetic, yang merupakan factor bawaan setiap manusia.

Interaksi dari berbagai factor tersebut sangat mempengaruhi tingkat

kesehatan seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di tempat kerja.


Dengan demikian, dalam pengelolaan kesehatan, keempat factor tersebut perlu

diperjatikan, khususnya dalam aspek lingkungan dan pelayanan kesehatan.

Hubungan antara pekerjaan dan kesehatan seseorang mulai dikenal sejak

beberapa abad yang lalu, antara lain dengan didapatkannya penyakit akibat cacing

atau gejala sesak napas akibat timbunan debu dalam paru pada pekerja

pertambangan.

Kaitan timbale balik perkerjaan yang dilakukan dan kesehtan pekerja

semakin banyak dipelajari dan terus berkembang sejak terjadinya revolusi industry.

Pekerjaan mungkin berdampak negative bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya

pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila

dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehtan pekerja sangat mempengaruhi

produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja

yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya.

2. Faktor resiko ditempat kerja

Bekaitan dengan factor yang mempengaruhi kondisi kesehatan, seperti

disebutkan atas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi

bahaya serta risiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, pengunaan

mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping factor manusianya.

Istilah “hazard” atau potensi bahaya menunjukkan adanya sesuatu yang potensial

untuk mengakibatkan cedara atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat

dialami oleh tenaga kerja atau perusahaan. Sedang kemungkinan potensi bahaya

menjadi manifestasi, sering disebut sebagai risiko. Baik “hazard” maupun “risiko”
tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksankan dengan

baik.

Ditempat kerja, sehatan dan kinerja seseorang pekrja sangan dipengaruhi oleh:

1. Beban kerja berupa beban fisik, mental dan social, sehingga upaya penempatan

pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.

2. Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,

kesegaran jasmani, ukuran tubbuh, keadaan gizi dan sebagaiannya.

3. Lingkungan kerja sebagai beban tambahan, baik berupa factor fisik, kimia,

biologic, ergonomic maupun aspek psikososial.

Berbagai potensi bahaya kesehatan dan kemungkinan dampaknya, antara lain:

1. Factor mesin/ peralatan : cedera, kecelakaan kerja.

2. Fisiologik dan beban kerja : gangguan musculoskeletal, low back pain,

kelelahan.

3. Factor fisik : noise induced hearing loss, gangguan

neurovaskuler, efek radiasi.

4. Factor kimia : intoksikasi, alergi, kanker

5. Factor biologic : infeksi, alergi

6. Factor psikologi : stress psikis, depresi, ketidakpuasan

7. Factor psikososial : konfil, monotoni, kualitas kerja

Penerapan kesehatan kerja membutuhkan kerjasama keahlian / profesi berbagai disiplin,

seperti : kedokteran, keperawatan, hygiene, kerja/industry, toksikologi, epidemiologi,


ergonomic, ergonomi, keselamatan kerja, hukum, lingkungan, psikologi. Termasuk juga

partisipasi pihak pekrja dan komitmen pengusaha/ perusahaan.

Sedang dalam tindak lanjut pengendalian potensi bahaya kesehatan, masing-masing

aktivitas dan penanggung jawabnya adalah :

 Pengenalan pengaruh terhadap kesehatan

 Diagnosis penyakit / gangguan kesehatan

 Penetapan factor penyebab di lingkungan kerja

 Monitoring, pengendalian factor penyebab

 Pekerja, bagian keselamatan kesehatan kerja, paramedic/ dokter

 Paramedic/ dokter

 Ahli hygiene industry/ kerja, paramedic/ dokter, ahli toksikologi

 Ahli hygiene industry, ahli keselamatan kerja, ahli ergonomic, dokter

 Paramedic/ dokter, ahli epidemiologi, ahli toksikologi

Selanjutnya dikenal pula disiplin ilmu kedokteran kerja (occupational medicine) yang

lebih memfokuskan ruang lingkupnya pada aspek klinik berupa diagnosis, pengelolaan

dan pencegahan penyakit akibat kerja. Spesialisasi tersebut berlatar belakang ilmu

kedokteran medic, meskipun dalam implementasinya tetap membutuhkan keilmuan lain

yang terkait.

Lingkungan kerja berkaitan dengan keadaan di sekitar aktivitas pekerja dalam

melakukan pekerjaannya. Interaksi antara pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja tentu

saja tidak dapat dihindari karena merupakan bagian aktivitas kehidupan. Lebih dari 35%
waktu dalam kehidupan pekerja yang bekerja dalam industry berada dalam lingkungan

kerja.

Kesehatan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja, sebaliknya

pengelolaan lingkungan kerja yang tepat sangat bermanfaat bagi para pekerja. Melalui

pemehaman tentang proses produksi, adanya potensi bahaya dan risiko di tempat kerja,

pengelolaan lingkungan kerja yang mendukung pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan tenaga kerja dapat terselenggara. Upaya pengenalan, penilaian / pengujian dan

pengendalian lingkungan kerja dan sekaligus pemeriksaan kesehatan kerja dan

pemantauan biomedik pada pekerja, senantiasa perlu dilakukan sebagai upaya

pencegahan dan deteksi dini terhadap kemungkinan timbulnya gangguan kesehatan

pekerja

3. MANAJEMEN KESEHATAN KERJA

Penerapan kesehatan kerja membutuhkan sistem manajemen sistem manajemen yang

perlu dikembangkan dalam perusahaan. Manajemen kesehatan kerja diselenggarakan

bersama sistem manajemen lainnta atau sekaligus terintegrasi dalam kegiatan

perusahaan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :

1. Adanya komitmen dan kebijakan tertulis pihak manajemen dalam aspek

kesehatan kerja yang sekaligus dikaitkan dengan aspek keselamatan kerja dan

lingkungan secara menyeluruh. Kebijakan kesehatan kerja merupakan prinsip

utama yang mencerminkan arah pihak manajemen dalam kegiatan organisasi


terutama pada komitmen terhadap aspek kesehatan kerja, menumbuhkan saling

pengertian dan kerjasama serta tanggung jawab pada semua tingkat kegiatan.

2. Ditetapkannya tujuan atau goal yang akan dicapai melalui penerapan standar,

pedoman, petunjuk dan syarat kesehatan kerja lainnya. Tujuan dan sasaran harus

menggambarkan keinginan organisasi dalam memelihara, meningkatkan dan

melindungi pekerja dalam aspke kesehatan kerjanya.

3. Perlunya perencanaan sekaligus disertai program kesehatan kerja yang

terintegrasi dengan aspek manajemen lainnya. Kebijakan tanpa pernecanaan dan

program adalah sesuatu yang sia sia belaka oleh karenanya program kesehatan

kerja harus tersusun sebaik mungkin disertai koordinasi dan komunikasi dengan

pihak terkait (P2K3, supervissior, pekerja dan sebagaiannya).

4. Penerapan yang didukung oleh kegiatan nyata berupa pengukuran dan

pamantauan lingkungan kerja dan pengujian kesehatan pekerja. Pengukuran,

pemantauan dan pengujian perlu diawali dengan identifikasi bahaya,

penyelidikan kasus gangguan kesehatan, absenteisme dan memperhatikan

keluahan atau laporan yang ada. Selanjutnya dapat dikembangkan pada strategi

pengendalian baik secara teknis maupun administrative.

5. Dalam periode tertenyu perlu dilakukan audit untuk memperoleh gambaran

tentang aspek kesehatan di tempat kerja. Secara sistematik dan berkala audit

digunakan untuk mengevlauasi sisitem yang sedang di kembangkan. Efektivitas

penerapan kesehatan kerja sangat ditentukan oleh pelaksanaan audit pada seluruh

langkah menanjemen yang dituangkan dalam bentuk pelaporan secara tertulis.


Disampinng mengacu pada standar atau norma kesehatan kerja yang berlaku, upaya

perbaikan berkelanjutan guna tercapainya pengelolaan kesehatan kerja perlu senantiasa

dilakukan.

Bagan manajemen kesehatan kerja dapat digambarkan sebagai berikut :

4. PROGRAM KESEHATAN KERJA

Selaras dengan tujuan kesehatan terutama dalam aspek promotif dan preventif, perlu

disusun program penerapannya, yang dilakukan dalam kegiatan:

1. Identifikasi potensi bahaya yakni mengenal kondisi di temoat kerja misalnya jam

kerja yang berlelbihan, pengaturan waktu kerja-istirahat, adanya potensi bahaya

akibat bising, radiasi, debu, tekanan panas, bahan kimia. Aspek biologik,

psikososial, factor ergonomic.

2. Analisis risiko melalui penilaian kemungkinan potensi bahaya menjadi

manifestasi dan sekaligus mengupayakan langkah pengendalian sehingga risiko

yang mungkin timbul dapat dikurangi atau dieliminasi.

3. Survailan kesehatan pekerja melalui pengujian kesehatan secara awal, berkala

dan khusus guna deteksi dini kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan atau

penyakit yang diderita pekerja dan mengupayakan cara mengatasinya. Pada

berbagai kondisi tertentu perlu pemeriksaan fungsi paru (spirometri), rontgen,

audiometric, uji kelelahan dan sebagainya.

4. Pemantauan biologic yakni upaya yang lebih spesifik untuk memantau pengaruh

pekerjaan atau lingkungan kerja pada kesehatan kerrja pada kesehatan pekerja
melalui pemeriksaan kadar bahan kimia atau metabolitnya didalam darah atau

urine (timah hitam, merkuri, pestisida dll).

5. Pengendalian lingkungan kerja yang meliputi juga cara / sistem kerja dan

dilaksanakan bersama ahli hygiene perusahaan, sanitasi dan disiplin lain yang

terkait.

6. Pelayanan kesehatan kerja yang bersifat komperehensif meliputi upaya promotif,

[reventif, kuratif dan rehabilitative dan bukan semata-mata mengobati keluhan,

gejala atau penyakit saja.

7. Konsultasi dan komunikasi yang dilaksanakan secara berkelanjutan, dengan

bebagai institusi yang menangani kesehatan kerja, organisasi pekerja, dokter/

paramedic perusahaan, ahli kedokteran kerja dan sebaginya.

8. Pelatihan kesehatan kerja guna meningkatkan keterampilan pihak manajer ,

supervisior dan pekerja sehingga mampu mengenal, menilai dan mengendalikan

potensi bahaya dan risiko yang ada.

9. Diperusahaan, berkaitan dengan kesehatan sesorang sering dikembangkkan

berbagai program lainnya seperti pemeriksaan kesehatan secara umum,

pemberian immunisasi, penyediaan minuman atau makanan tambahan, gerakan

hidup sehat. Peningkatan kesegaran jasmani, penggantian biaya pengobatan/

perawatan dan sebagainya. Program tersebut memang bermanfaat dalam

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pada umumnya, serta harus diakui

bahwa dalam berbagai hal dapat membantu program kesehatan kerja, khususnya

apabila kemampuan financial, serta tenaga professional di perusahaan dapat

menyelenggarakannya dengan baik.


Meskipun demikian, dalam aplikasi/ penerapan kesehatan kerja di tempat kerja masih

banyak dijumpai berbagai hal yang perlulebih diperbaiki agar tidak menimbulkan

persepasi berbeda, seperti :

 Kesehatan kerja seolah-olah hanya merupakan tanggung jawab dokter/

paramedic perusahaan atau bagian kesehatan/ poliknik di perusahaan;

sesungguhnya yang tepat adalah penerapan kesehatan kerja merupakan tanggung

jawab setiap orang.

 Keberadaan poliklinik atau rujukaan ke pelayanan kesehatan “langganan”

perusahaan cennderung untuk kuratif terhadap semua penyakit/ gangguan

kesehatan; yang seharusnya lebih pada aspek pelayanan kesehatan kerja yang

terfokus pada promotifdan preventif. Segi kuratif memang tidak dapat diabaikan

begitu saja, namun dalam penyelengaraannya bersifat terbatas untuk gangguan

kesehatan/ penyakit yang lebih “sederhana” atau pertolongan sementara.

 Pemberian makanan/ minuman tambahan (extra fooding) dianggap telah

mewakili terselenggaranya penerapan kesehatan kerja; dalam penerapan

kesehatan kerja seharusnya diupyakan kecukupan kebutuhan kalori/ gizi untuk

bekerja (gizi kerja).

 Pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan terutama secara periodic masih

bersifat “umum” padahal dalam pengertian kesehatan kerja, pemeriksaan

kesehatan bagi pekerja dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan keselamatan

kerja tanpa mengabaikan standar pemeriksaan kesehatan menurut ilmu

kedokteran.
 Penyediaan dan pengunaan alat pelindung diri dianggap sebagai sarana utama

untuk melindungi tenaga kerja dari semua risiko di tempat kerja; sedang yang

lebih tepat pengunaan alat pelindung diri merupakan alternative terakhir bila

pengendalian teknis tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan sebagai pendukung

efektivitas teknologi pengendalian lainnya.

 Kondisi dan lingkungan kerja dipandang sebagai risiko pekerjaan dan harus

diterima dalam bekerja. Perkembangan kesehatan kerja menunujukkan paradigm

lain, potensi ahaya di tempat kerja dan risiko yang dihadapi pekerja dapat

dikelola dan dikurangi menjadi minimal.

Melalui penerapan kesehatan kerja, tenaga kerja diharapkan agar tetap sehat, melalui

pemeliharaan dan peningkatan status kesehatan, berkualitas dan produktif.

Anda mungkin juga menyukai