Anda di halaman 1dari 15

Tugas Kelompok

LAUT UNTUK NELAYAN DAN WILAYAH PESISISR

OLEH

KELOMPOK XII

KELAS REGULER A

1. NUZUL WIJAYA J1A118024


2. HAISA J1A118029

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HALU OLEOU
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur yang sebesar-besarnya atas kehadirat Allah SWT sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Kecelakaan Kerja.Makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas “Wawasan Kemaritiman”. Makalah ini berisi tentang penjelasan mengenai Laut ntuk
Nelayan Dan Wilayah Pesisir.
Makalah ini kami buat berdasarkan apa yang telah kami terima dan juga kami kutib dari
berbagai sumber baik dari buku maupun dari media elektronik. Semoga isi dari makalah ini
dapat berguna bagi kita dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai apa saja
yang menjadi pembahasan dalam kecelakaan kerja.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Wawasan Kemaritiman dan keluarga
yang telah membantu serta memberikan dukungan dalam menyusun makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat untuk setiap pembaca dan menjadi panduan untuk belajar.
Selayaknya manusia biasa yang tidak pernah lepas dari kesalahan, maka dalam
pembuatan makalah ini masih banyak yang harus di koreksi dan jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran sangat di anjuran guna memperbaiki kesalahan dalam makalah ini
.Demikian, apabila kesalahan dan kekurangan dalam isi makalah ini kami sebagai penulis
memohon maaf sebesar-besarnya.

Kendari, 16 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang
81.000 km (berkurang setelah Timor Timur lepas dari Indonesia) serta luas lautan sekitar 3,1 juta km2
(0,3 juta km2 perairan teritorial dan 2,8 juta km2 perairan kepulauan), Indonesia memiliki potensi
sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar. Dengan memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE),
Indonesia memiliki hak daulat atas kekayaan alam dan berbagai kepentingan pada seluas 2,7 km2 dan hak
berpartisipasi dalam pemanfaatan di laut lepas di luar batas 200 mil ZEE, serta pengelolaan dan
pemanfaatan di dasar laut perairan internasional di laut landas kontinen. Kekayaan alam kelautan dan
sumberdaya pesisir yang dimiliki Indonesia tersebut antara lain berupa sumberdaya
perikanan,sumberdaya hayati (biodiversity) seperti mangrove, terumbu karang,padang lamun, serta
sumberdaya mineral seperti minyak bumi dan gas alam termasuk bahan tambang lainnya yang memiliki
nilai ekonomi tinggi.

Masyarakat nelayan merupakan salah satu bagian masyarakat Indonesia yang hidup dengan
mengelola potensi sumberdaya perikanan. Nelayan adalah orang atau individu yang aktif dalam
melakukan penangkapan ikan dan binatang air lainnya (suyitno, 2012). Tingkat kesejahteraan nelayan
sangat ditentukan oleh hasil tangkapannya. Seiring dengan banyaknya tangkapan maka akan terlihat juga
besarnya pendapatan yang diterima oleh nelayan yang nantinya dipergunakan untuk konsumsi keluarga,
dengan demikian tingkat pemenuhan konsumsi keluarga sangat ditentukan oleh pendapatan yang
diterima. Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir, masyarakat nelayan mempunyai
karakteristik sosial tersendiri yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah daratan. Di
beberapa kawasan pesisir yang relatif berkembang pesat, struktur masyarakatnya bersifat heterogen,
memiliki etos kerja yang tinggi, solidaritas sosial yang kuat terbuka terhadap perubahan dan memiliki
karakteristik interaksi sosial yang mendalam. Sekalipun demikian masalah kemiskinan masih mendera
sebagian warga masyarakat pesisir, sehingga fakta sosial ini terkesan ironi ditengah-tengah mereka
memiliki hasil kekayaan sumberdaya pesisir dan lautan yang melimpah ruah.

Menurut UU No.27 tahun 2007,wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara
ekosistem daratan dan laut yang ditentukan oleh 12 mil batas wilayah ke arah perairan dan batas
kabupaten/kota kearah pedalaman. Menurut Kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah
suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Sehingga diperlukan pembelajaran tentang laut dan
wilayah peseisir indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemanfaatan sumber daya laut dan wilayah pesisir di Indonesia?
2. Apa saja potensi pembangunan ke,lautan di Indonesia?
3. Apa saja masalah yang dihadapi di wilayah Pesisir?
4. Mengapa pengelolaan wilayah pesisir sangat penting?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pemanfaatan sumber daya laut dan wilayah pesisir di Indonesia.
2. Untuk mengetahui potensi pembangunan ke,lautan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi di wilayah Pesisir.
4. Untuk mengetahui alasan pentingnya pengelolaan wilayah pesisir.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemanfaatan Sumber Daya Laut dan Wilayah Pesisir di Indonesia

1. Pemanfaatan Ekstraktif

Pengambilan manfaat sumberdaya perairan khususnya laut terbagi atas pemanfaatan ekstraktif
dan non ekstraktif. Pengambilan manfaat dengan cara mengambil sumberdaya dikenal dengan istilah
pemanfaatan ekstraktif, sedangkan pengambilan manfaat non-ekstraktif tidak dilakukan dengan
mengambil sumberdaya, tetapi memanfaatkan nilai-nilai dan fungsi yang diberikan oleh sumberdaya
tersebut, (CTC, 2016).

Pemanfaatan ekstraktif terhadap sumberdaya laut antara lain penambangan minyak, gas dan
mineral, pengambilan batu karang pengambilan pasir dan sebagainya. Pemanfaatan dengan
mengambil sumberdaya yang umum kita kenal di antaranya penangkapan ikan, udang, kerang,
kepiting, lobster, teripang dan segala biota perairan, termasuk penebangan pohon mangrove. Selain
itu budidaya perairan seperti budidaya ikan, budidaya mutiara, budidaya rumput laut dan jenis
budidaya laut lainnya. Hal yang paling mudah dikenali dari kegiatan pemanfaatan ekstraktif adalah
jika kegiatan pemanfaatan tersebut mengambil sumberdaya laut maka hal tersebut adalah kegiatan
ekstraktif, terlepas dari apakah sumber asal (benih) atau terdapat bagian proses dari sumberdaya yang
diambil tersebut berasal dari daratan.

a. Panambangan minyak, gas, dan mineral


Pemanfaatan sumberdaya laut berupa pertambangan migas adalah kegiatan yang menggunakan
teknologi maju. Potensi sumberdaya migas dan mineral di laut memiliki peluang dan tantangan.
Jurnal Maritim (2015) dalam Puryono (2016), menyebutkan bahwa Komite Eksplorasi Migas
Nasional memperkirakan cadangan potensial migas di Indonesia masih sekitar 222 miliar barel. Hal
tersebut adalah peluang besar untuk pembangunan bangsa tetapi sekaligus menjadi tantangan karena
keterbatasan teknologi untuk melakukan pengeboran gas di laut dalam, ditambah lagi perbedaan
geografis dan kedalaman laut terutama di wilayah timur Indonesia.

b. Pengambilan batu karang


Masyarakat pesisir sejak dahulu sudah dekat dengan keberadaan karang di laut. Bagi masyarakat
pesisir, batu karang merupakan bahan bangunan yang ekonomis untuk membangun rumah, jembatan
dan sebagainya. Selain untuk bangunan, kapur batu karang di sebagian masyarakat pesisir digunakan
sebagai cat pemutih pada dinding rumah dan bangunan lainnya, seperti yang terjadi di beberapa
daerah di Maluku dan Papua. Di sebagian daerah batu karang diambil kapurnya untuk dikonsumsi
(sebagian masyarakat Papua senang mengkonsumsi sirih dan pinang yang dibumbui kapur yang
sebagian berasal dari karang laut). Pengambilan batu karang terus berlangsung sampai saat ini di
berbagai daerah pesisir, dan terus meningkat seiring bertambahnya alasan pengambilannya.
Belakangan ini sebagian nelayan mengambil batu karang dengan tujuan mengambil ikan hias yang
terdapat di dalam sela-sela karang tersebut. Bahkan awal tahun 2017 terjadi penyelundupan karang di
Lombok dalam jumlah ribuan kantong terumbu karang dalam berbagai jenis dengan nilai jual tinggi
(Mataramnews, 2017).

c. Penangkapan ikan
Penangkapan ikan merupakan aktivitas yang paling umum ditemui di pesisir dan laut. Nelayan
menggunakan berbagai alat untuk menangkap ikan. Berbagai jenis ikan ditangkap oleh nelayan untuk
tujuan konsumsi dan dijual. Alat-alat tangkap dioperasikan oleh nelayan dalam berbagai jenis dan
ukuran. Tombak adalah alat tangkap ikan yang paling tua dan sudah digunakan sejak zaman berburu.
Pancing merupakan teknologi yang sudah cukup maju, sedangkan jaring adalah teknologi yang lebih
maju lagi. Pada era modern, teknologi penangkapan ikan semakin berkembang pesat, ditandai dengan
munculnya berbagai modivikasi alat tangkap ikan, semisal jaring dikembangkan menjadi pukat,
pancing dikembangkan menjadi rawai dan longline. Seiring dengan perkembangan alat tangkap,
armada penangkapan juga semakin meningkat dalam kapasitasnya. Abad 21 penangkapan ikan
memasuki kondisi memprihatinkan, dimana terjadi penangkapan berlebihan (overfishing) di mana-
mana. Overfishing tersebut disebabkan oleh upaya penangkapan ikan yang berlebihan baik dalam
jumlah alat, jumlah armada penangkapan, maupun jenis-jenis alat tangkap ikan yang dioperasikan.

d. Pengambilan mangrove

Mangrove yang banyak tumbuh di pesisir pantai merupakan sumber utama kayu bakar bagi
masyarakat nelayan, sebelum bahan bakar minyak mudah diakses. Bahkan di beberapa tempat saat ini
mangrove masih ditebangi untuk berbagai kebutuhan selain sebagai kayu bakar. Sebagian
pembudidaya rumput laut mengambil mangrove untuk dijadikan pancang budidaya rumput laut.
Mangrove juga sering diambil untuk pembuatan jembatan, tiang rumah dan sebagainya. Selain batang
pohon mangrove, buah mangrove juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan
seperti jus mangrove, manisan mangrove, daun mangrove jenis tertentu juga dimanfaatkan untuk
obat-obatan.

e. Budidaya ikan
Budidaya ikan sangat potensial dilakukan di perairan laut karena laut merupakan tempat hidup
yang sangat baik untuk ikan. Ikan yang potensial dibudidayakan di laut sangat banyak jenisnya
tergantung kemampuan biaya dari pembudidaya untuk pengadaan sarana dan prasarana budidaya.
Komoditas yang banyak dibudidayakan saat ini di antaranya beberapa jenis kerapu, kuwe, lobster,
dan beberapa jenis ikan hias laut. Komoditas ikan tuna juga sudah mulai dibudidayakan oleh
masyarakat. Budidaya ikan di laut mengambil manfaat dari sumberdaya dengan cara mengambil
sumberdaya berupa ikan tersebut. Dari aktivitas budidaya ikan di laut tersebut, masyarakat bisa
memperoleh keuntungan ekonomis yang sangat besar dan mendukung pertumbuhan ekonomi
keluarga melalui penjualan ikan hasil budidaya.

f. Pengambilan teripang
Teripang merupakan salah satu komoditas perairan pantai yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat. Teripang diambil sebagai bahan pangan, untuk dikonsumsi masyarakat, atau dijual di
pasar lokal sampai pasar global. Teripang dikenal mengandung berbagai nutrisi tinggi sehingga
belakangan dimanfaatkan juga untuk bahan kosmetik dan obat-obatan. Di berbagai daerah populasi
teripang telah mengalami penurunan jumlah populasi. Penurunan populasi teripang di antaranya
disebabkan oleh penangkapan berlebihan dan karena kerusakan habitatnya, baik oleh pengeboman
atau penggunaan bahan penangkapan yang merusak maupun karena kerusakan ekosistem oleh adanya
reklamasi pantai.

g. Budidaya rumput laut


Rumput laut terdapat dalam beberapa jenis yang umumnya dibudidayakan oleh masyarakat
pesisir seperti Gracillaria dan Euchema Cottonii. Komoditas rumput laut memiliki nilai jual yang
cukup tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Sumberdaya rumput laut berada di
perairan sejak dari bibit sampai panen. Pertumbuhan rumput laut banyak dipengaruhi oleh nutrisi
yang terbawa oleh arus air laut. Rumput laut yang dibudidayakan masyarakat merupakan sumber
pangan yang memiliki manfaat beragam, utamanya untuk dikonsumsi dalam bentuk makanan jadi.
Rumput laut juga diolah menjadi bahan kosmetik dan obat-obatan.

h. Pengambilan pasir laut


Pasir laut banyak dimanfaatkan masyarakat untuk digunakan dalam pembangunan rumah,
jembatan dan berbagai bangunan lainnya. Sampai pada titik tertentu, pengambilan pasir sudah sampai
pada ambang kritis. Terbukti dengan terkikisnya pesisir pantai di beberapa daerah karena
pengambilan pasir yang terus dilakukan. Di beberapa wilayah, pasir laut bahkan diambil secara
beramai-ramai oleh berbagai pihak sehingga perubahan ketinggian pasir sudah mengalami penurunan
mencapai 3 meter. Sebagian masyarakat mengambil pasir untuk memenuhi kebutuhan sendiri, dan
sebagian lagi mengambil untuk dijual kepada pihak yang membutuhkan pasir laut.

2. Pemanfaatan Non-Ekstraktif

Pemanfaatan sumberdaya yang ada di laut tidak selalu dengan cara mengambil sumberdaya yang
dibutuhkan tersebut. Terdapat berbagai jenis pemanfaatan sumberdaya dengan cara mengambil manfaat
dari nilai-nilai dan fungsi yang diberikan sumberdaya tanpa mengambil sumberdaya tersebut.
Pemanfaatan jenis itu dikenal dengan pemanfaatan non-ekstraktif. Berikut beberapa contoh jenis-jenis
pemanfaatan non-ekstraktif.

a. Pariwisata

Pemanfaatan sumberdaya laut dalam bentuk kegiatan pariwisata mengambil manfaat dan fungsi
dari nilai-nilai keindahan yang terdapat pada lingkungan laut. Keindahan alam laut dapat diperoleh
melalui kegiatan wisata pantai, panorama pantai, selancar, game fishing, dan selam. Pariwisata laut
atau bahari juga meliputi kegiatan berjemur dan berenang di tepi pantai, serta fotografi bawah laut
atau taman laut. Kegiatan wisata tidak hanya dinikmati oleh wisatawan dari mancanegara tetapi juga
oleh masyarakat sekitar objek wisata bahari. Kegiatan wisata memberikan pengalaman
menyenangkan bagi pengunjung sehingga berpengaruh terhadap kesegaran pikiran para pengunjung
setelah sekian waktu penat dengan rutinitas pekerjaan masing-masing

b. Pendidikan non ekstraktif


Manfaat berupa ilmu pengetahuan juga bisa diperoleh dari laut melalui kegiatan
pendidikan tanpa mengambil sumberdaya yang ada. Kapal Kalabia yang beroperasi di Raja
Ampat merupakan salah satu contoh aktivitas pendidikan non-ektraktif di atas laut. Kapal tersebut
berlayar berkeliling perairan Raja Ampat sambil melangsungkan aktivitas belajar bagi anak usia
sekolah di atas Kalabia. Selain itu, proses pendidikan banyak berlangsung di perairan dalam
rangka mengetahui berbagai aspek tentang laut dan berbagai interaksi antar spesies dan antar
ekosistem dalam laut. Edukasi bahari juga mulai dikembangkan di berbagai daerah di tanah air,
dimana berlangsung aktivitas belajar sambil rekreasi di pesisir sambil mengunjungi spot-spot
wisata bahari yang memberikan layanan pengetahuan kebaharian.
c. Tempat acara sosial
Laut juga bisa menjadi tempat untuk acara sosial seperti di berbagai tempat di nusantara.
Kegiatan sosial tersebut lebih dominan aktivitas budaya masyarakat lokal seperti di Jawa, Bali
dan sebagian Sulawesi. Aktivitas budaya tersebut misalnya melepas sesajen ke laut atau
perayaan acara adat tertentu. Selain itu acara sosial lainnya yang memanfaatkan laut di antaranya
perlombaan dayung atau lomba perahu dan sebagainya.

d. Olah raga air

Hal menarik lainnya yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat terhadap laut adalah
olahraga air. Berbagai jenis olahraga air yang sekaligus menjadi bagian dari kegiatan wisata
bahari seperti water scooter, seabob, sausage boat, banana boat, water tricycle, wind surfing,
surfboarding, paddle board, parasiling, kayaking. Manfaat yang diperoleh dari kegiatan olahraga
air laut tersebut di antaranya kesehatan psikologis karena telah melewati permainan yang
menyenangkan. Manfaat lain yang dipercaya secara medis akan diperoleh dengan berolahraga di
air laut adalah kesehatan fisik karena kandungan air laut berbeda dengan air tawar, sehingga
memberikan efek berbeda setelah mandi atau berolehraga di air laut.

e. Perhubungan laut
Pemanfaatan laut untuk perhubungan merupakan pemanfaatan yang paling dominan
terjadi di laut karena daratan satu pulau dengan pulau lain dihubungkan oleh laut. Pemanfaatan
media air laut ini tidak mengambil sumberdaya air laut itu sendiri. Perhubungan laut dilakukan
oleh mesyarakat dengan menggunakan sampan, perahu maupun kapal dalam ukuran yang
bervariasi. Laut dimanfaatkan fungsinya sebagai alur pelayaran agar masyarakat bisa terhubung
dengan daerah lainnya untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

f. Penelitian non-ekstraktif.
Laut menyimpan berbagai pengetahuan baik yang sudah tergali maupun yang masih
terpendam. Karena itu penelitian tentang hal yang berhubungan dengan laut terus dilakukan oleh
berbagai lembaga penelitian baik dari perguruan tinggi, maupun lembaga penelitian lainnya. Di
antara penelitian tersebut ada yang jenis penelitian yang hanya menggunakan laut sebagai objek
penelitian tanpa mengambil sumberdaya apapun dari laut, penelitian ini termasuk jenis kegiatan
yang non-ekstraktif.

B. Potensi Pembangunan kelautan di Indonesia

Secara umum sumberdaya kelautan (yang berada di wilayah pesisir dan lautan) dapat dibagi atas
empat kelompok, yaitu (1) sumberdaya dapat pulih (renewable resources), (2) sumberdaya tidak dapat
pulih (non-reneweble resources), (3) energi kelautan, dan (4) jasa-jasa lingkungan kelautan
(environmental services).

1. Sumberdaya Dapat Pulih (Diperbaharui)

Potensi sumberdaya dapat pulih terdiri dari sumberdaya perikanan tangkap, budidaya pantai
(tambak) budidaya laut, dan bioteknologi kelautan. Perairan Indonesia memiliki potensi lestari ikan laut
sebesar 6,2 juta ton, terdiri dari ikan pelagis besar (975, 05 ribu ton), ikan pelagis kecil (3,235,50 ribu
ton), ikan demersal (1,786,35 ribu ton), ikan karang konsumsi (63,99 ribu ton), udang penaid (74,00 ribu
ton), lobster (4,80 ribu ton), dan cumi-cumi (28,25 ribu ton) (Aziz dkk, 1998). Dari potensi tersebut
sampai pada tahun 1998 baru dimanfaatkan sekitar 58,5 persen. Dengan demikian masih terdapat 41
persen potensi yang belum termanfaatkan atau sekitar 2,6 juta ton per tahun. Sementara itu, potensi
pengembangan budidaya laut untuk berbagai jenis ikan (kerapu, kakap, beronang, dan lain-lain),
kerangkerangan dan rumput laut, yaitu masing-masing 3,1 juta ha, 971.000 ha dan 26.700 ha. Sedangkan
potensi produksi budidaya ikan dan kerang serta rumput laut adalah 46.000 ton per tahun dan 482.400 ton
144 Volume XVII No. 2 April - Juni 2001 : 139 - 171 per tahun. Dari keseluruhan potensi produk
budidaya laut tersebut, sampai saat ini hanya sekitar 35 persen yang sudah direalisasikan. Potensi
sumberdaya hayati (perikanan) laut lainnya yang dapat dikembangkan adalah ekstrasi senyawa-senyawa
bioaktif (natural products), seperti squalence, omega-3, phycocolloids, biopolymers, dan sebagainya dari
microalgae (fitoplankton), macroalgae (rumputlaut), mikroorganisme, dan invertebrata untuk keperluan
industri makanan sehat (healthy food), farmasi, kosmetik, dan industri berbasis bioteknologi lainnya.
Padahal bila dibandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki potensi keanekaragaman hayati laut
yang jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia pada tahun 1994 sudah meraup devisa dari industri
bioteknologi keluatan sebesar 14 milyar dolar (Bank Dunia dan Sida, 1995).

2. Sumberdaya Tidak Dapat Pulih

Selain sumberdaya kelautan dapat pulih seperti diuraikan di atas, potensi kelautan lainnya yang
dapat dikembangkan secara optimal adalah sumberdaya tidak dapat pulih. Menurut Deputi Bidang
Pengembangan Kekayaan Alam, BPPT dari 60 cekungan minyak yang terkandung dalam alam Indonesia,
sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti
secara intensif, 11 baru diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu
berpotensi menghasilkan106,2 milyar barel setara minyak, namun baru 16,7 milyar barel yang diketahui
dengan pasti, 7,5 milyar barel diantaranya sudah dieksploitasi. Sedangkan sisanya sebesar 89,5 milyar
barel berupa kekayaan yang belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan
57,3 milyar barel terkandung di lepas pantai, dan lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 milyar barel
terdapat di laut dalam.

3. Energi Kelautan

Energi kelautan merupakan energi-konvensional dan termasuk sumberdaya kelautan non hayati
yang dapat diperbaharui yang memiliki potensi untuk dikembangkan di kawasan pesisir dan lautan
Pengelolaan Ruang Wilayah Pesisir Dan Lautan 145 Seiring Dengan Pelaksanaan Otonomi
Daerah(Rokhimin Dahuri) Indonesia. Keberadaan sumberdaya ini dimasa yang akan datang semakin
signifikan manakala energi yang bersumber dari BBM (bahan bakar minyak) semakin menipis. Jenis
energi kelautan yang berpeluang dikembangkan adalah ocean thermal energy conversion (OTEC), energi
kinetik dari gelombang, pasang surut dan arus, konversi energi dari perbedaan salinitas. Sumberdaya
energi kelautan lainnya, antara lain energi yang berasal dari perbedaan pasang surut, dan energi yang
berasal dari gelombang. Kedua macam energi tersebut juga memiliki potensi yang baik untuk
dikembangkan di Indonesia. Kajian terhadap sumber energi ini pernah dilakukan oleh BPPT bekerjasama
dengan Norwegia di Pantai Baron, D.I. Yogyakarta. Hasil dari kegiatan ini merupakan masukan yang
penting dan pengalaman yang berguna dalam upaya Indonesia mempersiapkan sumberdaya manusia
dalam memanfaatkan energi non konvensional. Sementara itu, potensi pengembangan sumber energi
pasang surut di Indonesia paling tidak terdapat di dua lokasi, yaitu Bagan Siapi-api dan Merauke, Karena
di Kedua lokasi ini kisaran pasang surutnya mencapai 6 Meter.

4. Jasa Kelautan

Pemanfaatan sumberdaya kelautan secara berkelanjutan juga dapat dilakukan terhadap jasa-jasa
lingkungan, terutama untuk pengembangan pariwisata dan pelayaran. Dewasa ini pariwisata berbasis
kelautan (wisata bahari) telah menjadi salah satu produk pariwisata yang menarik. Pembangunan
kepariwisataan bahari pada hakekatnya adalah upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan objek
dan daya tarik wisata bahari yang terdapat di seluruh pesisir dan lautan Indonesia, yang terwujud dalam
bentuk kekayaan alam yang indah (pantai), keragaman flora dan fauna seperti terumbu karang dan
berbagai jenis ikan hias yang diperkirakan sekitar 263 jenis. Potensi jasa lingkungan kelautan yang
lainnya yang masih memerlukan sentuhan pendayagunaan secara profesional adalah jasa transportasi laut
(perhubungan laut). Sebagai negara bahari ternyata pangsa pasar angkutan laut baik antar pulau maupun
antar negara masih dikuasai oleh armada niaga berbendera asing. Menurut catatan Dewan Kelautan
Nasional, kemampuan daya angkut armada niaga nasional untuk muatan dalam negeri baru mencapai 54,5
persen, sedangkan untuk ekspor baru mencapai 4 persen, sisanya dikuasai oleh armada niaga asing.

C. Masalah yang dihadapi di wilayah Pesisir

1) Kerusakan fisik habitat ekosistem pesisir

Kerusakan fisik habitat ekosistem wilayah pesisir di Indonesia umumnya terjadi pada ekosistem
mangrove, terumbu karang dan rumput laut. Terumbu karang di Indonesia yang masih berada dalam
kondisi sangat baik hanya 6,20 %, kondisi rusak 41,78 % ,kondisi sedang 28,30%, dan kondisi baik 23,72
% (Moosa et.al.1996). Kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh kegiatankegiatan perikanan
yang bersifat destruktif seperti penggunaan bahan peledak dan beracun, penambangan karang, reklamasi
pantai, pariwisata, dan sedimentasi akibat erosi dari lahan atas.

2) Kerusakan fisik habitat ekosistem pesisir

Meskipun secara agregat (nasional) sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan sekitar 58,5 %
dari total potensi lestarinya, namun di beberapa kawasan perairan, beberapa stok sumberdaya perikanan
telah mengalami kondisi tangkap lebih (overfishing) seperti di perairan Selat Malaka (112,38 %), Laut
Jawa (88,98,%), dan Selat Makasar serta Laut Flores (66,70 %).

3) Pencemaran
Tingkat pencemaran di beberapa kawasan pesisir dan lautan di Indonesia pada saat ini telah
berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Kawasan yang termasuk dalam katagori dengan tingkat
pencemaran tinggi adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Kawasan yang termasuk
katagori tingkat pencemaran rendah Pengelolaan Ruang Wilayah Pesisir Dan Lautan 147 Seiring Dengan
Pelaksanaan Otonomi Daerah(Rokhimin Dahuri) adalah Irian Jaya,Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Bengkulu, dan Nusa Tenggara Timur. Sumber utama pencemaran pesisir dan lautan terdiri dari tiga jenis
kegiatan di darat, yaitu kegiatan industri, kegiatan rumah tangga,dan kegiatan pertanian. Sedangkan
sumber pencemaran yang berasal dari berbagai kegiatan di laut meliputi perhubungan laut dan kapal
pengangkut minyak, kegiatan pertambangan dan energi lepas pantai.

4) Konflik pemanfaatan ruang

Ketidakterpaduan berbagai kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dalam memanfaatkan


sumberdaya wilayah pesisir telah memicu konflik kepentingan sektor, swasta, dan masyarakat. Penyebab
utamanya karena selama ini belum adanya aturan yang jelas baik dari segi hukum maupun substansi
mengenai penataan ruang wilayah pesisir dan lautan. Kegiatan yang tidak terpadu itu selain kurang
bersinergi juga sering saling mengganggu dan merugikan antar kepentingan, seperti kegiatan industri
yang polutif dengan kegiatan perikanan yang berdampingan.

5) Permasalahan lain

Permasalahan lain yang merupakan permasalahan klasik meliputi keterbatasan sumber dana
pembangunan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, kemiskinan masyarakat pesisir,
kurangnyakoordinasi antar pelaku pembangunan, dan lemahnya penegakan hukum.

D. Alasan Pentingnya Pengeloaan Wilayah Pesisir

Pada hakekatnya terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi pentingnya pengelolaan wilayah
pesisir, yaitu :

Pertama, wilayah pesisir merupakan salah satu kawasan yang memiliki produktivitas hayati yang
tinggi. Perairan (coastal waters) daerah tropis seperti Indonesia, mendapatkan masukan unsur hara
(nutrients) dari daratan melalui aliran sungai dan aliran air permukaan(run off) ketika hujan, serta siraman
sinar matahari sepanjang tahun, sehingga memungkinkan proses fotosintesa terjadi sepanjang tahun pula.
Oleh sebab itu berbagai ekosistem paling produktif di dunia,seperti mangrove, padang lamun (seagrass
beds), dan terumbu karang, tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir. Ekosistem-ekosistem tersebut
menjadi tempat pemijahan (spawning grounds) dan tempat asuhan (nursery grounds) bagi kebanyakan
biota laut tropis seperti udang, kepiting, dan moluska. Selain berbagai jenis ekosistem tersebut, perairan
pesisir daerah tropis juga kaya akan produser primer lainnya, termasuk fitoplankton (micro algae) dan
rumput laut (macro algae – seaweeds). Oleh karena produser primer merupakan makanan utama dari
organisme (biota) konsumer zooplankton (plankton hewani) dan berbagai jenis ikan, maka wajar jika
sekitar 85 % hasiltangkapan ikan dunia berasal dari perairan pesisir (perairan dangkal)(FAO, 1993): dan
hampir 90 % dari biota laut tropis sebagian atau seluruh daur hidupnya bergantung pada ekosistem
wilayah pesisir (Poerwito dan Naamin, 1979; Berwick, 1982; Turner, 1985; dan Garcia, 1992). Dengan
demikian, apabila kita ingin mendukung kelestarian (sustainability) dan produktivitas usaha perikanan,
baikpenangkapan maupun budidaya, maka kita harus memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan
wilayah pesisir.

Kedua, wilayah pesisir memiliki potensi keindahan dan kenyamanan sebagai tempat rekreasi dan
pariwisata. Selain itu karena adanya kemudahan transportasi dan distribusi barang dan jasa, sumber air
pendingin bagi industri, dan tempat pembuangan limbah; maka wilayah pesisir berfungsi sebagai pusat
permukiman, pelabuhan, kegiatan bisnis, dll. Oleh sebab itu, wajar bila lebih dari separuh jumlah
penduduk dunia bermukim di wilayah pesisir dan dua pertiga dari kota-kota besar dunia juga terletak di
wilayah ini (World Bank, 1994 ; Cicin-Sain and Knecht, 1998).

Ketiga, karena tingkat kepadatan penduduk dan intensitas pembangunan yang tinggi di wilayah
pesisir, maka wilayah pesisir pada umumnya mengalami tekanan lingkungan (environmental stresses)
yang tinggi pula. Selain dampak lingkungan yang berasal dari kegiatan-kegiatan pembangunan di wilayah
pesisir, wilayah ini juga menerima dampak kiriman dan berbagai kegiatan manusia di Pengelolaan Ruang
Wilayah Pesisir Dan Lautan 149 Seiring Dengan Pelaksanaan Otonomi Daerah(Rokhimin Dahuri) lahan
atas (upland areas), terutama berupa bahan pencemar dan sedimen dari erosi tanah.

Keempat, wilayah pesisir biasanya merupakan sumberdaya milik bersama (common property
resources), sehingga berlaku rejim open access (siapa saja boleh memanfaatkan wilayah ini untuk
berbagai kepentingan). Pada rejim open access ini, setiap pengguna ingin memanfaatkan sumberdaya
pesisir semaksimal mungkin sehingga sulit dilakukan pengendalian, dan sering kali terjadi kehancuran
ekosistem sebagai akibat tragedi bersama (tragedy of the common). Keadaan demikian dapat menjadi
potensi konflik. Dengan karakteristik wilayah pesisir seperti di atas, maka jelas bahwa pemanfaatan
sumberdaya pesisir secara optimal dan berkesinambungan hanya dapat terwujud jika pengelolaannya
dilakukan secara terpadu, menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable
development), serta pendekatan pembangunan secara hati-hati (precautionary approach).
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, Rokhimin.2001. PENGELOLAAN RUANG WILAYAH PESISIR DAN


LAUTAN SEIRING DENGAN PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.Bandung.
Agussalim,2017. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Laut Secara Ekstraktif dan Non-
Ekstraktif.Balai penyuluhan dan perikanan Ambon

Anda mungkin juga menyukai