Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TEORITIS

TENTANG PEMERIKSAAN ANALISA GAS DARAH


(AGDA)

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Analis gas darah sering digunakan untuk mengidentifikasi gangguan asam –basa spesifik
pada tingkat kompensasi yang telah terjadi.meskipun biasanya pemeriksaan ini menggunakan
spesimen dari darah arterial,jika sampel darah arteri tidak dapat diperoleh suatu sampel
vena campuran dapat juga digunakan.
Di Indonesia hampir 50% penyakit dalam dilakukan AGD (Analisa Gas Darah) untuk
mendapatkan data penunjang, pada tahun 2007 banyaknya penderita demam berdarah menambah
catatan penderita penyakit dalam yang dilakukan AGD (Analisa Gas Darah).

Dari keadaan di atas sangat dibutuhkan peran analis dalam AGD yaitu Observasi tempat
penusukan dari pendarahan, hematom, atau pucat pada bagian distal. Dengan meningkatnya
catatan penderita penyakit dalam yang dilakukan AGD, maka penulis tertarik untuk mengangkat
“Analisa Gas Darah”.

I.2 Rumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah:

a. Apa itu analisis gas darah ?

b. Apa itu gangguan asam basa sederhana?

c. Bagaimana cara kerja Blood Gas Analyzer?

d. Bagaimana langkah-langkah untuk menilai gas darah?


e. Apa saja faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD?
f. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisa gas darah?
I.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan yang harus dicapai dalam makalah ini
adalah :

a. Untuk mengetahui defenisi dari Analisa Gas Darah.

b. Untuk mengetahui tentang gangguan asam basa sederhana.

c. Untuk mengetahui cara kerja Blood Gas Analyzer.

d. Untuk memahami langka-langkah untuk menilai gas darah.

e. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dalam analisa gas darah.

e. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisa gas darah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi Analisa Gas Darah

Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui darah arteri.
Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji dan memantau respirasi
klien dan metabolism asam-basa, serta homeostatis elektrolit. . Pemeriksaan gas darah arteri dan
pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien
penyakit berat yang akut dan menahun. Meskipun biasanya pemeriksaan ini menggunakan
spesimen dari darah arteri,jika sampel darah arteri tida dapat diperoleh suatu sampel vena
campuran dapat digunakan. Analisa gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis) biasanya
dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh gangguan
pernafasan dan/atau gangguan metabolik.
AGD juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang harus
diketahui dalam pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2, HCO3-, PO2,
dan SaO2 Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk
menilai: Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar oksigenasi dalam darah, Kadar
karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah penting untuk menilai keadaan
fungsi paru-paru. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pengambilan darah astrup dari arteri
radialis, brakhialis, atau femoralis.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang
dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas
darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman
darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3
faktor, yaitu:
1. Mekanisme dapar kimia
2. Mekansime pernafasan
3. Mekanisme ginjal .

Parameter Sampel Arteri Sampel Vena

Ph 7,35 – 7,45 7,32 – 7,38

PaCo2 35 – 45 mmHg 42 – 50 mmHg

PaO2 80 – 100 mmHg 40 mmHg

Saturasi oksigen 95% -100% 75%

Kelebohan / kekurangan basa +/- 2 +/- 2

HCO3 22 – 26 mEq/L 23 – 27 mEq/L

Tabel gas-gas darah normal dari sample arteri dan sample vena campuran
a) Analisa Gas Darah
1. Pengukuran pH Darah
pH adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen, dan juga keasaman dan kebasaan
darah. Akumulasi ion H+ menjadikan pH turun dan terjadi asidemia (status asam dalam darah).
Ion H+ turun berakibat pH meningkat sehingga terjadi alkalemia (status alkali dalam darah).
Kondisi yang menjadikan asidemia dan alkalemia dipengaruhi banyak proses fisiologi:
a. Fungsi pernapasan
b. Fungsi ginjal
c. Oksigenasi jaringan
d. Sirkulasi
e. Mencerna substansi
f. Kehilangan elektrolit dari gastrointestinal (karena muntah atau diare)

2. Pengukuran Oksigen Darah


Ada tiga cara mengukur O2 darah:
a. Kandungan O2 merupakan jumlah O2 yang terbawa oleh 100 ml darah
b. PO2 atau tekanan yang diciptakan oleh O2 yang terlarut dalam plasma
c. Saturasi oksigen hemoglobin yang merupakan pengukuran persentase O2 yang dibawa Hb
yang berhubungsn dengan jumlah total yang dapat dibawa Hb. Mayoritas O2 dalam darah
dibawa oleh Hb, dan jumlah sangat sedikit dilarutkan dalam plasma. Persentase saturasi Hb
dengan O2 memberikan perkiraan mendekati jumlah total O2 yang dibawa oleh darah.
b) Petunjuk Pengambilan :

Tempat pengambilan darah arteri :


1. Arteri Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test) merupakan
pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi arteri kecuali terdapat banyak bekas
tusukan atau haematoem juga apabila Allen test negatif.
2. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.
3. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila terjadi
obstruksi pembuluh darah.
4. Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas
tidak dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah
ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung
lama dapat menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar,
sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri.
5. Arteri tibialis posterior, dan Arteri dorsalis pedis

Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain,
karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau
trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya
risiko emboli otak
 Cara allen’s test:
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri
radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri,
observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik,
warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat,
menunjukkan test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan
periksa tangan yang lain.

 Komplikasi
o Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
o Perdarahan
o Cidera syaraf
o Spasme arteri

 Yang harus diingat dalam pengambilan sample darah


1. Darah Yang diambil 2 cc ditambah 1 Strip
2. Yang harus diisi dalam blanko pemeriksaan : Identitas pasien, Suhu tubuh pasien, Hb
terakhir dan kalau pasien menggunakan oksigen catat jumlah O2 yang digunakan serta
cara pemberiannya dan Jenis permintaan.

c) Tekhnik Pengambilan :
1. Bentangkan handuk pengalas.
2. Letakkan botol infus
3. Tangan pasien diletakkan diatas botol infus, dengan sendi melipat kebelakang.
4. Sedot heparin cair sebanyak 1 cc dan kmudian keluarkan. Heparin hanya membasahi
dinding disposible. Tidak ada sisa o,1 cc dalam disposible, kecuali yang ada didalam
jarum.
5. Raba Nadi dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
6. Pastikan tempat dari nadi yang diraba.
7. Desinfeksi daerah tersebut
8. Desinfeksi kedua jari
9. Pegang disposible seperti memegang pensil.
10. Raba kembali Nadi dengan menggunakan kedua yang telah didesinfeksi
11. Tusukan jarum diantara kedsua jari dengan sudut 45 0 mengarah ke jantung.
12. Biarkan Darah sendiiri mengalir ke dalam jarum. Jangan diaspirasi.
13. Cabut jarum dan tusukkan pada karet penutup.
14. Tekan daerah penusukan dengan menggunakan kapas betadine selama 5 menit.
15. Beri etiket dan bawa ke laboraotirum.

d) Interpretasi Hasil AGD


Secara singkat, hasil AGD terdiri atas komponen:
 pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau alkalosis. Nilai
normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.
 PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan
hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg
mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-
100 mmHg
 PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme normal, PCO2
dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi menggambarkan hipoventilasi
dan begitu pula sebaliknya. Pada kondisi gangguan metabolisme, PCO2 dapat menjadi
abnormal sebagai kompensasi keadaan metabolik. Nilai normal PCO2 adalah 35-45
mmHg
 HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme, seperti
ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan begitu pula
sebaliknya. HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika ginjal mengkompensasi
gangguan pernafasan agar pH kembali dalam rentang yang normal. Kadar HCO3- normal
berada dalam rentang 22-26 mmol/l
 Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus ditambahkan
dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada kondisi PCO2 = 40 mmHg
dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C0. BE bernilai positif menunjukkan kondisi alkalosis
metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik.
Nilai normal BE adalah -2 sampai 2 mmol/l
 Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai
normalnya adalah 95-98 %.

Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat keadaan yang


menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu:

 Asidosis respiratorik
Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar HCO3- juga
tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut. Ventilasi alveolar yang
inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti kegagalan otot pernafasan, gangguan pusat
pernafasan, atau intoksikasi obat. Kondisi lain yang juga dapat meningkatkan PCO2 adalah
keadaan hiperkatabolisme. Ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan ekskresi H+ dan
retensi bikarbonat. Setelah terjadi kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang normal.

 Alkalosis respiratorik
Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH meningkat.
Kondisi ini sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga banyak CO2 yang dilepaskan
melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk menentukan penyebab hiperventilasi tersebut
apakah akibat hipoksia arteri atau kelainan paru-paru, dengan memeriksa PaO2. Penyebab
hiperventilasi lain diantaranya adalah nyeri hebat, cemas, dan iatrogenik akibat ventilator.
Kompensasi ginjal adalah dengan meningkatkan ekskresi bikarbonat dan K+ jika proses sudah
kronik.

 Alkalosis metabolik
Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula. Adanya
peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru. Penyebab yang paling
sering adalah iatrogenik akibat pemberian siuretik (terutama furosemid), hipokalemia, atau
hipovolemia kronik dimana ginjal mereabsorpsi sodium dan mengekskresikan H+, kehilangan
asam melalui GIT bagian atas, dan pemberian HCO3- atau prekursornya (laktat atau asetat)
secara berlebihan. Persisten metabolik alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan ginjal,
karena biasanya ginjal dapat mengkompensasi kondisi alkalosis metabolik.
 Asidosis metabolik
Ditandai dengan menurunnya kadar HCO3, sehingga ph menjadi turun. Biasanya
disebabkan oleh kelainan metabolic seperti meningkatnya kadar asam organic dalam darah atau
ekskresi HCO3 berlebihan.
Pada kondisi ini, paru-paru akan memberi respon yang cepat dengan melakukan
hiperventilasi sehingga kadar PCO2 turun. Terlihat sebagai pernafasan kussmaul. Pemberian
ventilasi untuk memperbaiki pola pernafasan justru akan berbahaya, karena menghambat
kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis.
Untuk mengetahui penyebab asidosis metabolik, dapat dilakukan penghitungan anion gap
melalui rumus (Na++K+) – (HCO3+Cl-).
Batas normal anion gap 10-12 mm0l/l. Rentang normal ini harus disesuaikan pada pasien
dengan hipoalbumin atau hipofosfatemi untuk mencegah terjadinya asidosis dengan anion gap
yang lebih.
Koreksi tersebut dihitung dengan memodifikasi rumus diatas menjadi
(Na++K+) – (HCO3-+Cl) – (0,2 x albumin g/dl + 1,5 x fosfat mmol/l).
Asidosis dengan peningkatan anion gap, disebabka oleh adanya asam-asam organic lain
seperti laktat, keton, salisilat, atau etanol. Asidosis laktat biasanya akibat berkurangnya suplai O2
atau berkurangnya suplai perfusi, sehingga terjadilah metabolism anaerob dengan hasil
sampingan berupa laktat. Pada keadaan gagal ginjal tidak mampu mengeluarkan asam-asam
organic sehingga terjadi asidosis dengan peningkatan anion gap.
Asidosis dengan anion gapnormal disebabkan oleh hiperkloremia dan kehilangan
bikarbonat atau retensi H+. Contohnya pada renal tubular asidosis gangguan GIT (diare berat),
fistula ureter, yang paling sering adalah akibat pemberian infus NaCl berlebihan

B. Gangguan Asam Basa Sederhana


Gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan memakai
persamaan yang dikenal dengan persamaan Henderson-Hasselbach. Persamaan asam basa
adalah sebagai berikut:
Persamaan ini menekankan bahwa perbandingan asam dan basa harus 20:1 agar pH dapat
dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan kemampuan ginjal untuk
mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik, dan kemampuan paru untuk mengubah
PaCO2 (tekanan parsial CO2 dalam darah arteri) melalui respirasi. Nilai normal pH adalah 7, 35-
7,45. berikut ini adalah gambaran rentang pH:
Perubahan satu atau dua komponen tersebut menyebabkan gangguan asam dan basa.
Penilaian keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah membutuhkan pendekatan
yang sistematis. Penurunan keasaman (pH) darah < 7,35 disebut asidosis, sedangkan peningkatan
keasaman (pH) > 7,45 disebut alkalosis. Jika gangguan asam basa terutama disebabkan oleh
komponen respirasi (pCO2) maka disebut asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila
gangguannya disebabkan oleh komponen HCO3 maka disebut asidosis/alkalosis metabolik.
Disebut gangguan sederhana bila gangguan tersebut hanya melibatkan satu komponen saja
(respirasi atau metabolik), sedangkan bila melibatkan keduanya (respirasi dan metabolik) disebut
gangguan asam basa campuran.

C. Keseimbangan Asam Basa


pH adalah derajat keasaman yang merupakan log negatif dari konsentrasi ion H+.
Konsentrasi ion H+ ini diatur dengan sangat ketat, karena perubahan pada konsentrasinya akan
mempengaruhi hampir semua proses biokimia, termasuk struktur dan fungsi protein, dissosiasi
dan pergerakan ion, serta reaksi kimia obat. Berbeda dengan ion-ion lain, kadar ion H+ dijaga
dalam nanomolar (36-43 nmol/l ~ pH 7,35-7,45).
Sebagian besar asam yang masuk dalam tubuh berasal dari proses respirasi, yaitu CO2 yang
membentuk asam karbonat, sedangkan sisanya berasal dari metabolisme lemak dan protein.
Mekanisme tubuh untuk menjaga pH tetap dalam rentang normalnya diketahui melalui tiga
mekanisme :

 Kontrol respirasi terhadap PaCO2 oleh pusat pernafasan yang mengatur ventilasi
alveolar. Semakin banyak ion H+ dalam darah, semakin banyak CO2 yang dibuang
melalui paru-paru. Mekanisme ini cepat dan sangat efektif untuk mengkompensasi
kelebihan ion H+.
 Pengontrolan ginjal terhadap bikarbonat dan ekskresi asam-asam non-volatil. Mekanisme
ini relatif lebih lama (jam sampai hari) jika dibandingkan dengan kontrol respirasi.
 Sistem buffer oleh bikarbonat, sulfat, dan hemoglobin yang meminimalkan perubahan
asam-basa akut.
a. Penanganan Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1. Pengembalikan nilai PH pada keadaan normal
2. Koreksi keadaan asidosis repiratorik: Naiknya ventilasi dan mengoreksi penyebabnya
3. Koreksi keadaan alkalosis respiratorik: turunnya ventilasi dan terapi penyebab
4. Koreksi keadaan asidosis metabolik:
5. Pemberian Bicarbonat IV / oral
6. Terapi penyebab
7. Koreksi keadaan alkalosis metabolik dengan cara: memberi KCl dan mengobati penyebab
gangguan Keseimbangan asam basa.

b. Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:


1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat
dikeluarkan melalui ventilasi.
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH,
seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi
ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base
excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan
kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis
respiratorik pada anak sakit kritis.
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi
dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada
intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila
ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada
bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di
bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan
ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--
7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi
terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH
lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih
dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah
diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga
normal.
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan
tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat
menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan
oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan
distribusi oksigen

D. Cara Kerja Alat


Sampel dimasukkan ke dalam instrumen analisis yang menggunakan elektroda untuk
mengukur konsentrasi ion hidrogen (H +), yang akan diolah dengan hasil sebagai pH, dan
tekanan parsial oksigen [PO2] dan gas karbondioksida PO2. Alat pengukur elektroda pH terdiri
dari kaca khusus dengan membran selektif permeabel untuk ion hidrogen.
Sebuah listrik potensial bereaksi di permukaan dalam dan luar dari membran tergantung
pada aktivitas log ion hidrogen dalam sampel. Sebuah elektroda bernama
Severinghaus digunakan untuk mengukur PCO2, prinsip pengukuran sama seperti untuk ion
hidrogen, kecuali bagian ujung elektroda ditutupi dengan membran yang permeabel terhadap
gas, sehingga perubahan pH dengan karbon dioksida secara proporsional menyebar dari sampel
ke permukaan elektroda.
PO2 diukur dengan menggunakan elektroda polarografi (Clark), oksigen berdifusi dari
sampel ke katoda, di mana oksigen direduksi menjadi ion peroksida. Elektron berasal dari anoda
perak yang teroksidasi, menghasilkan konsentrasi oksigen yang proporsional di katoda. Sinyal
Elektroda tergantung pada suhu serta konsentrasi, dan semua pengukuran yang dilakukan pada
suhu 37 ° C. Karena pada pengukuran pH ,kadar oksigen dan karbon dioksida hasilnya
bergantung pada suhu reaksi maka mungkin perlu disesuaikan dengan suhu sebenarnya pada
pasien.
Alat analisis gas darah portable tersedia yang dapat digunakan langsung disamping pasien. alat
analisis gas darah Darah menghitung konsentrasi bikarbonat dengan menggunakan rumus: pH =
6.1 + Log bicarbonate/.0306 x PCO2. Mereka juga menghitung kandungan oksigen, karbon
dioksida total , Base excess dan persentase saturasi oksigen hemoglobin. Nilai-nilai ini
digunakan oleh dokter untuk menilai tingkat hipoksia dan ketidakseimbangan asam-basa
Fungsi alat Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar gas dalam darah
(arteri dan vena) yang dapat dilakukan dengan cepat dan teliti dalam waktu 90 detik untuk satu
sampel darah.

Standart operasional prosedur :


1. Nyalakan power ON
2. Setiap pertama kali menghidupkan alat, lalu kalibrasi dengan cara tekan calibrate
kemudian enter. Alat akan melakukan kalibrasi secara otomatis.
3. Apabila ada sample pemeriksaan sebelum melakukan pemeriksaan tekan status untuk
mengetahui kondisi apakah PH, Pco2 dan Po2 kondisinya OK. Jika OK sample langsung
dapat diperiksa. Apabila kondisinya UC (Un Caliblasi) lakukan kalibrasi yaitu tekan
calibrate kemudian enter
4. Apabila alat sudah dalam kondisi ready for analysa berarti alat sudah siap melakukan
pemeriksaan, tekan Analyzer. Selang pengisap sample akan keluar secara otomatis
kemudian masukan sample bersamaan tekan lagi analyzer sampai sample terhisap secara
otomatis selang akan masuk sendiri.
5. Lakukan daftar isian seperti yang terlihat dilayar monitor, sample ID , HB, suhu badan,
jenis sample (0 arteri, 1 vena, 2 kapiler), F102 (volume oksigen yang dilorelasi dengan
persen lihat daftar), kemudian clear 2x.
6. Alat akan menghitung secara otomatis dalam waktu yang relatif cepat hasil akan keluar
melalui printer.

E. Langkah-langkah untuk menilai gas darah:


1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab
asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia
dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa
kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika
ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO 2 dan HCO3 mungkin
ada gangguan campuran)
2. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan
dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik,
metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3 normal,
meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana, PaCO 2 dan HCO3 selalu
berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang
berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran).
3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini
dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama
dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa
campuran) .

F. Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD


 Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia
cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158
mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
 Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang
berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek
penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
 Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan
oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit
setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar
pendingin beberapa jam.
 Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO 2 dan PCO2.
Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2. Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau
alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi.
Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai
oksigenasi darah.

G. Hal-hal yang perlu diperhatikan


1. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
2. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk
mencegah darah membeku
3. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan anestesi
lokal
4. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui kepatenan arteri
5. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah
yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri.
6. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah tercampur rata
dan tidak membeku
7. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih
deras dari pada vena)
8. Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup ujung jarum
dengan karet atau gabus
9. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil
10. Segera kirim ke laboratorium ( sito )

Berikut terdapat beberapa cara mudah dalam membaca hasil BGA:


1. Lihat pH
Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH darah
di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis.
2. Lihat CO2
Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg. Di
bawah 35 adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.
3. Lihat HCO3
Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L. Di
bawah 22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.
4. Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH
Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk
menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2 asidosis,
maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan, sehingga disebut asidosis
respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3 alkalosis, maka kelainan asam
basanya disebabkan oleh sistem metabolik sehingga disebut metabolik alkalosis.
5. Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah dengan
pH. Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu sistem
pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan HCO3
alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis respiratorik.
Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH menunjukkan adanya kompensasi dari sistem
metabolik.
6. Lihat pO2 dan saturasi O2
Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 dan O2 sat. Jika di bawah normal maka
menunjukkan terjadinya hipoksemia. Untuk memudahkan mengingat mana yang searah
dengan pH dan mana yang berlawanan, maka kita bisa menggunakan akronim ROME.
Respiratory Opposite : pCO2 di atas normal berarti pH semakin rendah (asidosis) dan
sebaliknya, & Metabolic Equal : HCO3 di atas normal berarti pH semakin tinggi
(alkalosis) dan sebaliknya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Analisis gas darah merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman (pH), jumlah
oksigen dan karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi kerja
paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi darah dan mengambil
karbondioksida dari dalam darah Analisis gas darah meliputi pemeriksaan PO2, PCO3, pH,
HCO3, dan saturasi O2.

2. Saran
Semoga kita selaku analis kesehatan dapat memahami tentang analisa gas darah.

DAFTAR PUSTAKA
Irawan, Hadi. 2000. Uji Laboratorium Klinik. Bandung: Yrama Widya
Supomo, Kuncoro. 1995. Analyzer Blood Gas. Jakarta: D-Medika
Raslan, Widodo. 1998. Analisa Gas Darah. Surakarta : Sindhunata.

Anda mungkin juga menyukai