Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PEMERIKSAAN ANALISA GAS DARAH (AGD) PADA


PASIEN EDEMA PARU

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Kimia Klinik Lanjut
Dosen Pengampu: Hj. Nurul Qomariah, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh:
SALVIA ALVIONANTHA MAHMUD
P1337434321052

JURUSAN ANALIS KESEHATAN


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI
LABORATORIUM MEDIS
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat serta
anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) Pada Pasien Edema Paru” ini
dengan baik dan dalam bentuk yang sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun bahan pembelajaran
bagi pembaca mengenai pemeriksaan Analisa Gas Darah..

Makalah ini ditulis guna memenuhi tugas individu mata kuliah Kimia
Klinik Lanjut. Harapan saya semoga makalah ini menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, walaupun saya akui masih banyak kekurangan
dalam penyajian makalah ini karena ilmu yang saya miliki masih sangat kurang.
Dengan segala kerendahan hati, kritik, dan saran yang konstruktif sangat saya
harapkan guna meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada tugas
lain di waktu mendatang. Terima kasih tidak lupa saya ucapkan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, juga kepada dosen
mata kuliah Kimia Klinik Lanjut. Semoga makalah ini dapat dipergunakan dengan
baik sebagaimana mestinya.

Semarang, 30 Agustus 2023

Penulis.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Analisa gas darah merupakan pemeriksaan yang esensial dalam ilmu
kedokteran gawat darurat, yang mampu memberikan informasi berharga
mengenai status asam basa, ventilasi maupun oksigenasi dari pasien. Analisa
gas darah merupakan prosedur yang sering dikerjakan dan merupakan standar
baku untuk menentukan status asam basa, ventilasi dan oksigenasi pasien.
(Yanda, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-USU, and Adam Malik Medan
2002)

Paru-paru merupakan organ penting yang bertanggung jawab untuk


mengatur pH darah tetap normal. Gangguan keseimbangan asam-basa dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. Komponen yang dapat diketahui
dari pemeriksaan AGD adalah pH, Tekanan Parsial Karbon Dioksida (PCO2),
Bicarbonat (HCO3-), Base Excess/kelebihan basa (BE), Tekanan Oksigen
(PO2), Kandungan Oksigen (O2) dan saturasi Oksigen (SO2).

Pada kasus edema paru Analisa gas darah dapat memperlihatkan


penurunan PO2 dan PCO2 pada keadaan awal tetapi pada perkembangan
penyakit selanjutnya PO2 semakin menurun sedangkan PCO2 meningkat.
Edema paru didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi perpindahan
cairan dari vaskular paru ke interstisial dan alveoli paru. Pada edema paru
terdapat penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa secara berlebihan di
dalam ruang interstisial dan alveoli paru. Edema yang terjadi akut dan luas
sering disusul oleh kematian dalam waktu singkat. (Setiawan, Airlangga, and
Rahardjo 2019)

Pertolongan pertama pada pasien lebih diutamakan, karenanya


pemeriksaan analisa gas darah terkadang dilakukan setelah pasien mendapat
perawatan di ruang ICU. Edema paru merupakan alasan utama untuk
perawatan di intensive care unit (ICU) karena membutuhkan ventilasi
mekanik dan pemantauan lebih terhadap oksigenasi.
Pengambilan darah arteri radialis adalah metode yang sering dilakukan
untuk mendapatkan sampel darah arteri untuk analisis gas darah. Indikasi
utama untuk analisis gas darah adalah mendapatkan nilai tekanan parsial
oksigen dan karbon dioksida serta pH arteri. Pengukuran pH arteri dan
tekanan parsial karbon dioksida dan oksigen memberikan informasi akurat
mengenai status keseimbangan asam-basa dan pertukaran gas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah yaitu
sebagai berikut:

1. Apa pengertian Analisa Gas Darah?

2. Bagaimana mekanisme fisiologis dan patologis pada pemeriksaan


Analisa Gas Darah?

3. Apa saja faktor yang dapat pemerikaan Analisa Gas Darah?

4. Bagaimana SOP dan nilai rujukan pada pemeriksaan Analisa Gas Darah?

5. Bagaimana hasil pemeriksaan Analisa Gas Darah?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui apa pengertian dari Analisa Gas Darah

2. Mengetahui mekanisme fisiologis dan patologis pada pemeriksaan


Analisa Gas Darah

3. Mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemerikaan Analisa


Gas Darah

4. Mengetahui SOP dan nilai rujukan pada pemeriksaan Analisa Gas Darah

5. Mengetahui hasil pemeriksaan Analisa Gas Darah

D. Manfaat
1. Menambah referensi, informasi, dan pengetahuan di bidang kesehatan
mengenai pemeriksaan analisa gas darah.
2. Menambah pengetahuan lebih banyak mengenai analisa gas darah bagi
pembaca.
3. Menambah referensi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian
pemeriksaan mengenai analisa gas darah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Analisa Gas Darah


Analisis gas darah adalah pemeriksan yang penting dalam menangani
pasien dalam keadaan kritis. Tujuan utama dari perawatan intensif adalah
memastikan kecukupan kadar oksigen pada sistem organ. Analisis gas darah
dapat memberikan informasi mengenai status asam basa, ventilasi, maupun
oksigenasi dari pasien dimana gold standar yang digunakan adalah analisis
gas darah arteri.
Teknik pemeriksaan analisis gas darah relatif cepat namun
menghasilkan informasi yang penting dalam penatalaksanaan penyakit akut
dan kronis. Terdapat dua komponen dari pemeriksaan analisis gas darah yaitu
komponen respiratorik dan komponen metabolik. Komponen respiratorik
dapat digunakan untuk mengevaluasi kelainan pada saluran pernapasan serta
kondisi yang mempengaruhi keefektifan paru-paru dalam memberikan
oksigen dan menghilangkan karbondioksida dalam darah. Sedangkan
komponen metabolik dari analisis gas darah dapat digunakan untuk
mendiagnosa dan mengevaluasi kondisi metabolik yang menyebabkan pH
darah menjadi abnormal.(Dev, Hillmer, and Ferri 2011)
1. Indikasi Analisis Gas Darah
Indikasi pemeriksaan gas darah dilakukan adalah untuk
kepentingan pemeriksaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida
serta pH darah. Pemeriksaan analisa gas darah dilakukan pada pasien
dalam keadaan kritis baik oleh gangguan dalam sistem pernapasan
maupun gangguan metabolik lain. Indikasi pemeriksaan gas darah dapat
dilakukan pada pasien dengan keluhan edema paru atau Pulmonary
edema.
Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan
cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru
sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan permasalahan dalam
proses pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada
kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Pulmonary
edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. la dapat
dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema,
atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-
cardiogenic pulmonary edema.
2. Kontra indikasi Analisis Gas Darah
a. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma
(Irwin&Hippe, 2010).
b. Modifikasi Allen tes negatif, apabila test Allen negative tetapi tetap
dipaksa untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri
radialis, maka akan terjadi thrombosis dan beresiko mengganggu
viabilitas tangan.
c. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah
perifer pada tempat yang akan diperiksa
d. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan dengan
antikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi
relatif.
3. Komponen Analisis Gas Darah
Analisis gas darah digunakan untuk menilai pH, tekanan parsial
oksigen (PO2) dan tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dimana nilai
ini dapat digunakan untuk memperkirakan saturasi oksigen (SaO2) dalam
hemoglobin, konsentrasi bikarbonat (HCO3), konsentrasi total
karbondiokarda (TCO2) dan Base Excess cairan ekstraseluler (BEecf).
(Salvagno, Demonte, and Lippi 2019)
Komponen metabolik dari status asam basa pasien ditunjukkan
oleh BEecf, konsentrasi HCO3- dan konsentrasi TCO₂. Sedangkan
komponen respiratorik pasien dapat dilihat dari nilai PCO ₂ mengevaluasi
ventilasi dan PaO2 yang menunjukkan tingkat oksigenasi.
- pH darah mewakili seluruh keseimbangan asam dan basa yang
diproses di dalam tubuh. Menurut Bronsted-Lowry asam adalah zat
yang memiliki setidaknya satu ion H+ dan menyumbangkan ion H+,
sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima ion H+. Basa adalah
komponen yang menghasilkan ion hidroksida dari air. pH merupakan
gambaran dari kadar ion H+ dalam darah untuk menentukan adanya
asidosis maupun alkalosis.
- pO2 adalah tekanan parsial oksigen pada fase gas dalam
keseimbangan dengan darah. Tinggi dan rendahnya nilai pO 2 dari
darah arteri mengindikasikan keadaan hiperoksemia dan hipoksemia.
Biasanya pO2 akan menurun seiring dengan usia. Nilai pO2 yang
kurang dari yang nilai normal menunjukkan hipoksemia. Hipoksemia
dapat merupakan akibat dari hipoventilasi atau gangguan ventilasi-
perfusi.
- pCO2 merupakan nilai tekanan parsial karbondioksida yang
mencerminkan keadaan ventilasi alveolar. Tingginya pCO 2
mencerminkan hipoventilasi alveolar, sedangkan penurunan pCO 2
mencerminkan hiperventilasi alveolar. Perubahan akut pCO 2 akan
mengubah pH darah.
- HCO3- dalam darah arteri mencerminkan komponen metabolisme
darah arteri. Bersama-sama, CO2 dan HCO 3- bertindak sebagai buffer
secara metabolik dan respiratorik. Hubungan keduanya digambarkan
jelas dalam metode Henderson-Hasselbach. Persamaan ini menitik
beratkan pada sistem buffer asam karbonat yang memegang peranan
penting dalam pengaturan asam basa melalui ginjal dan paru-paru.
- Base excess berasal dari nilai pH dan PaCO2. Hal ini didefinisikan
sebagai jumlah asam yang dibutuhkan untuk mengembalikan setiap
liter darah ke pH normal pada PaCO2 40 mmHg. Namun utilitas
dalam menafsirkan hasil gas darah masih kontroversial.
- Saturasi Oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan
dengan oksigen dalam arteri. Saturasi oksigen normal adalah antara
95 - 100 %. Kadar yang lebih rendah menandakan adanya
hipoksemia.
4. Teknik pengambilan spesimen Analisis Gas Darah
Lokasi pengambilan darah arteri dapat dilakukan pada arteri
radialis, ulnaris, dorsalis pedis, brakhialis dan femoralis. Pada
pengambilan sampel di arteri radialis dan ulnaris dilakukan allen's test.
Allen's test merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di tangan
yang dilakukan dengan meminta pasien untuk mengepalkan tangan,
kemudian diberikan tekanan pada arteri radialis dan arteri ulnaris selama
beberapa menit kemudian pasien diminta untuk melepaskan kepalan
tangan, tekanan arteri dilepaskan, evaluasi warna jari dan telapak tangan
pasien. Jari-jari dan telapak tangan pasien harus sudah memerah dalam
waktu 3-7 detik yang berarti allen's test positif. Jika jari-jari dan telapak
tangan tidak memerah maka allen's test dikatakan negatif dan
pengambilan sampel dari lokasi ini disarankan untuk dihindari.
Arteri dorsalis pedis merupakan pilihan ketiga jika arteri radialis
dan ulnaris tidak dapat digunakan. Arteri brakialis merupakan pilihan
keempat sebagai lokasi pengambilann sampel darah arteri karena risiko
yang ditimbulkan lebih banyak jika terjadi obstruksi pembuluh darah.
Arteri femoralis merupakan pilihan terakhir apabila semua arteri diatas
tidak dapat diambil. Arteri femoralis dan arteri brakialis tidak memiliki
kolateral yang cukup untuk mengatasi spasme atau trombosis yang
mungkin terjadi. Arteri temporalis dan axillaris sebaiknya tidak
digunakan karena memiliki risiko yang lebih besar untuk menimbulkan
emboli ke otak.(Dahliawati 2017)
5. Pemeriksaan Analisis Gas Darah pada pasien edema paru
Edema paru didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
perpindahan cairan dari vaskular paru ke interstisial dan alveoli paru.
Pada edema paru terdapat penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa
secara berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveoli paru. Edema
yang terjadi akut dan luas sering disusul oleh kematian dalam waktu
singkat. Edema paru dapat diklasifikasikan sebagai edema paru
kardiogenik dan edema paru non-kardiogenik.
Edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler paru yang dapat terjadi akibat perfusi berlebihan baik
dari infus darah maupun produk darah dan cairan lainnya, sedangkan
edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
kapiler paru antara lain pada pasca transplantasi paru dan reekspansi
edema paru, termasuk cedera iskemiareperfusi-dimediasi. Walaupun
penyebab edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik berbeda, namun
keduanya memiliki penampilan klinis yang serupa sehingga menyulitkan
dalam menegakkan diagnosisnya.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis,
yaitu Pemeriksaan Analisis Gas Darah (AGD) yang dapat
memperlihatkan penurunan PO2 dan PCO2 pada keadaan edema. Pada
kasus yang berat biasanya dijumpai hiperkapnia dan asidosis respiratorik.
B. Mekanisme fisiologis dan patofisiologis pada edema paru
Edema paru terjadi bila cairan yang difiltrasi oleh dinding
mikrovaskuler lebih banyak daripada yang bisa dikeluarkan yang berakibat
alveoli penuh terisi cairan sehingga tidak memungkinkan terjadinya
pertukaran gas. Faktor-faktor penentu yang berperan disini yaitu perbedaan
tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan interstisial, serta
permeabilitas sel endotel terhadap air, larutan, dan molekul besar seperti
protein plasma. Adanya ketidakseimbangan dari satu atau lebih dari faktor-
faktor diatas akan menimbulkan terjadinya edema paru.(Rampengan 2014)
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan tekanan onkotik
(osmotik) dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan hidrostatik
yang meningkat pada gagal jantung menyebabkan edema paru, sedangkan
pada gagal ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume overload
dan diikuti edema paru.
Terdapat tiga tingkatan fisiologi dari akumulasi cairan pada edema
paru kardiogenik:
- Tingkat 1: Cairan dan koloid berpindah dari kapiler paru ke interstisial
paru tetapi terdapat peningkatan cairan yang keluar dari aliran limfatik.
- Tingkat 2: Kemampuan pompa sistem limfatik telah terlampaui sehingga
cairan dan koloid mulai terakumulasi pada ruang interstisial sekitar
bronkioli, arteriol, dan venula.
- Tingkat 3: Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema
alveoli. Pada tahap ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas.
Berdasarkan mekanisme patologisnya, edema paru dapat disebabkan
oleh gangguan keseimbangan asam-basa serta oksigenasi. Gangguan primer
dari kelainan asam basa dan oksigenasi merupakan hal yang penting
dilakukan dalam menginterpretasikan analisa gas darah pada kasus edema
paru. pH diatas 7.45 dinyatakan alkalosis, sedangkan pH dibawah 7.35
dinyatakan asidosis. Alkalosis merupakan kondisi dimana pH arteri lebih
tinggi dari normal pH sedangkan asidosis merupakan kondisi dimana pH
arteri lebih rendah dari normal. Normal arteri berkisar antara 7.35- 7.45,
namun pada keadaan kritis, tubuh dapat bertahan selama beberapa jam
dengan kisaran pH hingga 6.80-7.80. Asidosis dan alkalosis dibagi dua
tergantung dengan penyebabnya, yaitu:
- Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik, karena adanya
perubahan konsentrasi bikarbonat yang disebabkan gangguan
metabolisme, yaitu ketidakseimbangan dalam pembuangan asam dan
basa oleh ginjal.
- Asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, karena adanya
tekanan parsial CO2 yang disebabkan gangguan respirasi terutama
oleh penyakit paru-paru atau kelainan pernapasan.
Pada edema paru, terjadi gangguan pertukaran gas. Pada edema
interstisial, pertukaran gas hanya sedikit terganggu karena membran kapiler
mencegah penumpukan cairan, tetapi pada edema alveoli pertukaran gas
sangat terganggu secara bermakna. Terjadi ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi (V/Q) karena terdapat unit paru yang tidak mengembang akibat
terendam cairan, atau karena obstruksi saluran respiratorik, sehingga aliran
darah ke unit paru yang tidak mengembang akan berkurang karena
vasokonstriksi akibat hipoksia.
C. Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan
1. Faktor pasien
a. Suhu
- Setiap derajat demam: PO turun 7%, PCO₂ naik 3%.
- Kelarutan & afinitas oksigen Hb turun.
b. Respirasi (O₂ inspirasi)
- Frekuensi nafas, kadar O2, setting ventilator konstan selama 15
menit atau 20-30 menit terakhir.
2. Faktor Spesimen
a. Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam
sampel darah maka cenderung menyamakan tekanan sehingga bila
tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya
akan meningkat.
b. Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung.
Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO₂
(kelebihan heparin 20% dari jumlah spesimen: penurunan palsu PCO₂
sebanyak 16%), sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek
penurunan CO₂ terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
c. Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan
hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena
itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan.
Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar
pendingin beberapa jam.
d. Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan
tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.
D. SOP dan Nilai Rujukan Pemeriksaan Analisis Gas Darah
Pemeriksaaan analisa gas darah dibagi menjadi tiga fase yaitu fase
pre-analitik, fase analitik dan fase post-analitik. Pada fase pre-analitik
dilakukan pengumpulan sampel, kemudian dianalisa pada fase analitik dan
diinterpretasikan pada fase post analitik.
1. Fase Pre-Analitik
a. Persiapan Alat : spuit disposable 2.5 cc, perlak/alas, antikoagulan
heparin/ lithium heparin, kapas alkohol, bak spuit, bengkok, penutup
udara dari karet, wadah berisi es (mangkuk atau kantong plastik), label
untuk identitas pasien, plaster, dan bantalan tangan.
b. Persiapan Pasien : Beri tahu kepada pasien tentang pemeriksaan yang
akan dilakukan, menanyakan perihal identitas dan konfirmasi terkait
kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya.
c. Proses pengumpulan spesimen (Arteri Radialis)
1) Lakukan prosedur pemeriksaan test allen untuk menentukan
apakah arteri ulnaris dapat memberikan sirkulasi kolateral ke
tangan.
2) Siapkan spuit ukuran 3ml lalu aspirasi 1 ml heparin ke dalam spuit,
sehingga dasar spuit basah dengan heparin dan kelebihan heparin
dibuang melalui jarum, dilakukan secara perlahan sehingga
pangkal jarum penuh dengan heparin dan tidak ada gelembung
udara
3) Pasang alas/perlak pada lokasi yang akan diambil darah
4) Usahakan agar lengan dalam posisi abduksi dengan telapak tangan
menghadap ke atas dan pergelangan tangan ekstensi agar jaringan
lunak terfiksasi oleh ligamen dan tulang. Bila perlu bagian bawah
pergelangan dapat diganjal dengan bantalan kecil.
5) Jari pemeriksa diletakkan di arteri radialis (proksimal dari lipatan
kulit telapak pergelangan) untuk meraba denyut nadi agar dapat
memperkirakan letak dan kedalaman pembuluh darah
6) Pastikan denyutan/palpasi dari arteri terbesar kemudian dengan
memakai tangan kiri antara telunjuk dan jari tengah beri batas
daerah yang akan ditusuk, dan titik maksimum denyut ditemukan.
7) Lakukan tindakan asepsis antisepsis, bersihkan tempat tersebut
dengan kapas alkohol
8) Setelah melakukan tindakan sepsis/antisepsis, jarum 5-10 mm
ditusukkan pada daerah distal dari jari pemeriksa dengan menekan
arteri. Jarum ditusukkan dengan membentuk sudut 45-60⁰ dengan
posisi lubang jarum bevel menghadap ke atas
9) Jarum yang masuk ke arteri akan menyebabkan torak semprit
terdorong oleh tekanan darah
10) Pada pasien hipotensi, torak akan ditarik perlahan (jangan terlalu
cepat karena akan menghisap udara), indikasi satu-satunya bahwa
darah tersebut darah arteri adalah adanya pemompaan darah dalam
spuit dengan kekuatan sendiri
11) Sejumlah darah yang diperlukan terpenuhi (minimal 1 ml), cabut
jarum dengan cepat dan di tempat tusukan jarum lakukan
penekanan dengan jari selama 5 menit untuk mencegah keluarnya
darah dari pembuluh arteri
12) Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit, putar
spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin
13) Spuit diberi label dan tempatkan dalam air es bertujuan
memperkecil terjadinya aperubahan biokimiawi proses
metabolisme yang akan meningkatkan CO2.
2. Fase Analitik
Pada tahap ini spesimen darah arteri diperiksa menggunakan alat Blood
Gas Analizer (BGA).
a. Prinsip: Gas sampel yang diambil melalui probe akan masuk ke setiap
sampel sel secara bergiliran dimana gas sampel akan dibandingkan
dengan gas standar melalui pemencaran system infra-red dimana akan
menghasilkan perbedaan panjang gelombang yang akan dikonversi
receiver menjadi signal analog.
b. Cara Pengoperasian
1) Nyalakan power ON
2) Setiap pertama kali menghidupkan alat, lalu kalibrasi dengan cara
tekan calibrate kemudian enter, alat akan melakukan kalibrasi
secara otomatis.
3) Apabila ada sample pemeriksaan sebelum melakukan pemeriksaan
tekan status untuk mengetahui kondisi apakah pH, PCO 2, dan PO₂
kondisinya OK. Jika OK sample langsung dapat diperiksa. Apabila
kondisinya UC (Un Calibrasi) lakukan kalibrasi yaitu tekan
calibrate kemudian enter.
4) Apabila alat sudah dalam kondisi ready for analysa berarti alat
sudah siap melakukan pemeriksaan, tekan analyzer. Selang
pengisap sample akan keluar secara otomatis kemudian masukan
sample bersamaan tekan lagi analyzer sampai sample terhisap
secara otomatis selang akan masuk sendiri.
5) Lakukan daftar isian seperti yang terlihat dilayar monitor, sample
ID, Hb, suhu badan, jenis sample, kemudian clear 2x.
6) Alat akan menghitung secara otomatis dalam waktu yang relatif
cepat hasil akan keluar melalui printer.
3. Fase Post-analitik
a. Mengevaluasi hasil pemeriksaan
b. Menentukan penyebab primer gangguan dengan mengevaluasi PaCO 2
dan HCO3 yang berhubungan dengan pH.
c. Menentukan apakah kompensasi telah terjadi : Hal ini dengan melihat
nilai selain gangguan primer. Jika nilai ini bergerak kearah yang sama
dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan.
4. Nilai rujukan

Parameter Nilai
pH 7,35 - 7,45
PaCO2 32 – 45 mmHg
PaO2 75 – 100 mmHg
BE 0 – 2 mEq/L
HCO3 22 – 28 mEq/L
SO2 94 – 100 %
TCO2 23 – 27 mmol/L

5. Validasi Hasil Pemeriksaan


- pH < 7,35 = asidosis
- pH > 7,45 = alkalosis
- PaCO2 <40mmHg = alkalosis respiratorik
- PaCO2 >40 mmHg = asidosis respiratorik
- HCO3 >24 mEq/L = alkalosis metabolik
- HCO3 <24 mEq/L = asidosis metabolik
E. Hasil pemeriksaan Analisis Gas Darah

Kode Gas Darah


No
Sampel pH PaCO2 pO2 BE TCO2 HCO3 SO2
1 A1 7,25 22 107 -17,6 23 9,6 97
2 A2 7,12 31 162 -19,2 22 10,1 99
3 A3 7,42 23 175 -9,6 23 19,9 99
4 A4 7,44 46 45 5,7 32 30,6 77
5 A5 7,43 30 92 -4,4 25 19,9 97
6 A6 7,42 34 138 -2,4 21 22,1 99
7 A7 7,42 48 179 6,6 30 31 100
8 A8 7,43 30 170 6,4 22 30,6 100
9 A9 7,42 34 91 -2,4 23 9,7 97
10 A10 7,42 48 140 6,4 25 10,2 100

F. Pembahasan
Asam adalah senyawa yang dapat mendonorkan ion hydrogen
(H+)/proton, sedangkan basa adalah senyawa yang dapat melepaskan ion
hydroxyl (OH-) atau sebagai penerima proton. Buffer/penyangga adalah
kombinasi dari asam lemah atau basa lemah dan garamnya.  Pengaturan
asam basa diatur oleh konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam tubuh. Perubahan
kecil konsentrasi ion H+ sudah dapat merubah kecepatan reaksi kimia sel.
Peningkatan konsentrasi ion H+ disebut “asidosis”, sedangkan penurunan
konsentrasi H+ disebut “alkalosis”. Ph adalah konsentrasi ion H+ dan
dinyatakan dengan persamaan pH = - log [H+], dimana [H+] adalah kadar ion
H+ dalam satuan mol/l. Berdasarkan rumus ini maka asidosis diartikan
sebagai pH yang rendah, sebaliknya alkalosis adalah pH yang tinggi.  pH
dalam arteri berkisar 7,35 – 7,45. Keadaan ini harus dipertahankan oleh
tubuh, antara lain dengan sistem penyangga asam bicarbonate-carbonic.
Beberapa penyangga yang penting antara lain: bikarbonat (ektraseluler),
fosfat (intraseluler, urine), protein (intraseluler, plasma), dan hemoglobin.
Kadar HCO3-dan pCO2 merupakan hal penting dalam perhitungan pH,
yang dirumuskan dalam persamaan Henderson-Hasselbalch, yang merupakan
dasar interpretasi ini. pH tubuh normal berada pada rentang nilai 7,35-7,45 .
Bila terjadi penurunan pH< 7,35 disebut asidosis . Bila terjadi kenaikan pH >
7,45 disebut alkalosis
pCO2 darah merupakan komponen respiratorik. Kadar normal pCO2
adalah 35 – 45 mmHg. Asidosis respiratorik terjadi bila kadar pCO2 > 45
mmHg dan alkalosis respiratorik akan terjadi bila kadar pCO2 < 35 mmHg.
Kadar HCO3- merupakan indikator untuk gangguan karena proses metabolik.
Kadar normal HCO3- adalah 22 – 28 mmol/l.
Pada asidosis metabolik akan terjadi penurunan kadar HCO3- sedang pada
alkalosis metabolik akan terjadi kenaikan kadar HCO3-. Base excess (BE)
Adalah jumlah asam atau basa yang ditambahkan kedalam 1 liter darah/cairan
ekstraseluler pada suhu 37oC, pCO2 40 mmHg dan SO 2 100%, tujuannya
agar pH kembali ke 7,4. Nilai BE dapat + atau -. Nilai rujukan : ̶2 sampai +
2. Nilai BE > 2 menunjukkan suatu alkalosis metabolik, sedangkan BE < –2
mengindikasikan asidosis metabolik.
Tekanan oksigen pO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang
rendah menggambarkan hipoksemia sehingga pasien tidak bernafas dengan
adekuat. pO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian
oksigen tambahan. Kadar normal pO2 adalah 80-100 mmHg.
Kadar O2 Merupakan kadar ukuran relatif suatu oksigen yang terlarut
dalam suatu media. Di dalam darah kadar oksigen normal adalah > 90%.
Kurangnya kadar oksigen dalam darah disebut hipoksemia. Saturasi oksigen
(SO2), Adalah ukuran seberapa banyak prosentase oksigen yang mampu
dibawa oleh hemoglobin. Satuannya dinyatakan dalam persen. Nilai normal
saturasi oksigen adalah > 95 %.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Analisis gas darah adalah pemeriksan yang penting dalam menangani
pasien dalam keadaan kritis. Tujuan utama dari perawatan intensif adalah
memastikan kecukupan kadar oksigen pada sistem organ. Analisis gas darah
dapat memberikan informasi mengenai status asam basa, ventilasi, maupun
oksigenasi dari pasien dimana gold standar yang digunakan adalah analisis
gas darah arteri. Analisis gas darah digunakan untuk menilai pH, tekanan
parsial oksigen (PO2) dan tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dimana nilai
ini dapat digunakan untuk memperkirakan saturasi oksigen (SaO 2) dalam
hemoglobin, konsentrasi bikarbonat (HCO3), konsentrasi total karbondiokarda
(TCO2) dan Base Excess cairan ekstraseluler (BEecf). Indikasi pemeriksaan
gas darah dilakukan adalah untuk kepentingan pemeriksaan tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida serta pH darah. Pemeriksaan analisa gas darah
dilakukan pada pasien dalam keadaan kritis baik oleh gangguan dalam sistem
pernapasan maupun gangguan metabolik lain. Indikasi pemeriksaan gas darah
dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan edema paru atau Pulmonary
edema.
B. Saran dan Komentar
Pada penulisan penelitian ini, pada hasil dan pembahasan kurang
jelas menunjukkan indikasi terhadap edema paru.
DAFTAR PUSTAKA

Dahliawati, Yeni. 2017. “Perbedaan Punksi Analisa Gas Darah Pada Arteri
Brachialis Dan Arteri Radialis Dengan Kejadian Hematoma Di Ruang Icu
Rumah Sakit Mitra Keluarga Waru.” Ятыатат вы12у(235): 245.
http://digilib.unila.ac.id/4949/15/BAB II.pdf.

Dev, Shelly P., Melinda D. Hillmer, and Mauricio Ferri. 2011. “Arterial Puncture
for Blood Gas Analysis.” New England Journal of Medicine 364(5): e7.

Rampengan, Starry H. 2014. “Edema Paru Kardiogenik Akut.” Jurnal Biomedik


(Jbm) 6(3): 149–56.

Salvagno, Gian Luca, Davide Demonte, and Giuseppe Lippi. 2019. “Special
Issue: Responsible Preanalytical Mysteries Writing in Science Analysis.”
Biochemia Medica 29(1): 1–5.

Setiawan, Agus Harman, Prananda Surya Airlangga, and Eddy Rahardjo. 2019.
“Komplikasi Edema Paru Pada Kasus Preeklampsia Berat Dan Eklampsia.”
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) 11(3): 136–44.

Yanda, Srie, SpA Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-USU, and Rsup H Adam
Malik Medan. 2002. “Gambaran Analisa Gas Darah Pada Distres Pernapasan
Gambaran Analisa Gas Darah Pada Distres Pernapasan Gambaran Analisa
Gas Darah Pada Distres Pernapasan Gambaran Analisa Gas Darah Pada
Distres Pernapasan Gambaran Analisa Gas Darah Pada Distres Pernapasan.”
4(3): 135–40.

Anda mungkin juga menyukai