Anda di halaman 1dari 19

REFERAT ANESTESI

ANALISA GAS DARAH

Dokter Muda:

Kay Khine Lwin 150070200011215

Thin Zar Aung 150070200011217

Supervisor:

dr. Buyung Hartiyo L Sp.An, KNA

LABORATORIUM / SMF ILMU KEDOKTERAN ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG

2018
DAFTAR ISI

Daftar isi ……………………………………………………………………………………i

BAB I……………………………………………………………………………………….1

1.1 Latar Belakang …...……………………………………………………………........1

1.2 Tujuan..………………………………………………………………………………..2

BAB II………………………………………………………………………………….3

2.1 Definisi……………………………………………………………………………3

2.2 Teknik Pengamblan AGD………………………………………………………4

2.3 Interpretasi Hasil BGA ………………………………………………………….4

2.4 Keseimbangan Asam Basa …………………………………………………….5

2.5 Gangguan Keseimbangan Asam Basa………………………………….…… 8

2.6 Kalsifikasi Gangguan Asam Basa dan Terkompensasi ……………………10

2.7 Indikasi Dilakukannya Pemeriksaan Analisa Gas Darah .…………………12

2.8 Kontraindikasi Analisa Gas Darah ..………………………………………….14

2.9 Komplikasi ……………………………………..……………………………….14

BAB III

Penutup ………………………………………………………………………….16

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..17


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Paru mempunyai fungsi utama untuk melakukan pertukaran gas, yaitu
mengambil O2 dari udara luar dan mengeluarkan CO2 dari badan ke udara luar.
Bilamana paru berfungsi secara normal, tekanan parsial O2 dan CO2 di dalam darah
akan dipertahankan seimbang, sesuai dengan kebutuhan tubuh. Pemeriksaan
analisis gas darah merupakan pemeriksaan laboratorium yang penting sekali di
dalam penatalaksanaan penderita akut maupun kronis, terutama penderita penyakit
paru.
Pemeriksaan analisis gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH
(dan juga keseimbagan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar
biokarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan
gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam
penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan
penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa
hanya dari penelitian analisa gas darah dan keseimbangan asam-basa saja, kita
harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data
laboratorium lainnya.
Di Indonesia hampir 50% penyakit dalam dilakukan AGD (Analisa Gas
Darah) untuk mendapatkan data penunjang. Pada tahun 2007 banyaknya penderita
demam berdarah menambah catatan penderita penyakit dalam yang dilakukan AGD
(Analisa Gas Darah).
1.2 Tujuan
1. Mengetahui maksud dari pemeriksaan analisa gas darah.
2. Mengetahui maksud dan tujuan analisa gas darah.
3. Mengetahui apa saja prosedur kerja dari analisa gas ddarah.
4. Mengetahui indikasi dari analisa gas darah
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Pemeriksaan analisa gas darah atau (Blood Gas Analysis/ BGA) adalah
suatu pemeriksaan untuk mengetahui tekanan gas karbondioksida (CO2),
oksigenasi, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan
basa. Analisa gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis) biasanya dilakukan
untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh
gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik. Komponen dasar AGD
mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2, HCO3 dan BE (base excesses/kelebihan basa).
(Manuputty J dan Nindatu M, 2012)
Tujuan dari pemeriksaan ini antara lain untuk mengetahui keadaan oksigen
dalam metabolisme sel, efisiensi pertukaran oksigen dan karbondioksida,
mengetahui kemampuan Hb dalam melakukan transportasi oksigen ke jaringan,
mengetahui tekanan oksigen dalam darah arteri dan jaringan secara terus menerus.
(Manuputty J dan Nindatu M, 2012)
Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan klinis pasien
dan kemajuan terapi.Pemeriksaan analisa gas darah tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis suatu penyakit, harus disertai dengan pemeriksaan klinis dan
penunjang lainnya. Pada dasarnya PH atau derajat keasaman darah tergantung
pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3
faktor, yaitu; 1. Mekanisme dapar kimia, 2. Mekanisme pernafasan dan 3.
Mekanisme ginjal. (William M, 2008)

Parameter Sampel Arteri Sampel Vena


PH 7,35 – 7,45 7,32 – 7,38
PaCO2 35- 45 mmHg 42 -50 mmHg
PaO2 80 – 90 mmHg 40 mmHg
Saturasi Oksigen 95% - 100 % 75%
Kelebihan/ kekurangan +/- 2 +/- 2
basa
HCO3 22 – 26 mEq/L 23 -27 mEq/L

Tabel gas darah normal dari sample arteri dan sampel vena campuran analisa gas
darah

2.2 Tehnik PengambilanAGD

Pada pemeriksaan ini diperlukan sedikit sampel darah yang diambil dari pembuluh
darah arteri yang ada di pergelangan tangan, lengan, atau pangkal paha. Oleh
sebab itu prosedur ini disebut juga dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri.
Dokter atau petugas lab pertama-tama akan mensterilkan tempat suntikan dengan
cairan antiseptik. Setelah menemukan arteri, memasukkan jarum ke dalam arteri
dan mengambil darah. Mungkin pasien akan sedikit merasakan sakit saat jarum
suntik masuk ke dalam kulit, tapi tentu ini tidak begitu menyakitkan. Setelah dirasa
cukup, kemudian jarum dicabut, dan luka tusukan ditutup dengan perban. Sampel
darah kemudian akan dianalisa oleh mesin portabel atau mesin yang ada di
laboratorium. Sampel darah harus dianalisis dalam waktu 10 menit dari waktu
pengambilan untuk memastikan hasil tes yang akurat. (Manuputty J dan Nindatu M,
2012).

2.3 Interpretasi Hasil BGA

1. PH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau


alkalosis. Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.

2. PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah


menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat.
PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian oksigen
tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg
3. PCO2,menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme
normal, PCO2 dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi
menggambarkan hipoventilasi dan begitu pula sebaliknya. Pada kondisi
gangguan metabolisme, PCO2 dapat menjadi abnormal sebagai kompensasi
keadaan metabolik. Nilai normal PCO2 adalah 35-45 mmHg

4. HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme,


seperti ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik
dan begitu pula sebaliknya. HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika
ginjal mengkompensasi gangguan pernafasan agar pH kembali dalam
rentang yang normal. Kadar HCO3- normal berada dalam rentang 22-26
mmol/l

5. Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat.


BE bernilai positif menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan
sebaliknya, BE bernilai negative menunjukkan kondisi asidosis metabolik.
Nilai normal BE adalah -2 sampai 2 mmol/l

6.Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat


oksigen. Nilai normalnya adalah 95-98 %. (William M, 2008)

2.4Kesimbangan Asam Basa

Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena


perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap
beberapa organ (Cumming SR et al, 1993). Nilai normal pH carian tubuh adalah 7,35
– 7,45. Kestabilan nilai tersebur dipertahankan oleh system buffer dan mekanisme

lain. Buffer ,adalah bahan yang dapat bekerja sebagai reksi kimia yang dapat

menarik atau melepaskan ion-ion hydrogen, sehingga pH tetap relative stabil. Bufer
terdapat pada semua cairan tubuh dan bekerja dengan segera setelah terjadi pH
abnormal (Horne dan Swearingen,2001). Buffer merupakan pertahanan pertama
terhadap perubahan pH, tetapi buffer tidak dapat mempertahankan keseimbangan
asam-basa. Pada keadaan sakit atau perubahan mendadak produksi ion
hydrogen,system buffer mungkin tidak mampu mempertahankan pH normal untuk
jangka waktu yang lama, sehingga aksi buffer harus dibantu oleh
perubahanfisiologis kompensasi atau korektif di paru paru dan ginjal. Peran paru-
paru dalam menjaga keseimbangan asam basa adalah mengendalikan konsentrasi
asam karbonat (H2CO3), sedangkan ginjal berperan dalam pengendalian
konsentrasi bikarbonat (HCO3-) (Asmadi, 2008).
Kompensasi kelainan asam-basa primer merupakan suatu proses yang lebih
lambat daripada buffer, tetapi lebih efektif untuk mengembalikan pH ke normal. Pada
kelainan metabolic primer, system pernafasan melakukan mekanisme kompensasi.
Ginjal mengkompensasi kelainan respirasi primer dengan meningkatkan basa atau
ekskresi asam. Kompensasi mengurangi perubahan pH, tetapi harus diikuti dengan
koreksiyang akan mengembalikan semua ukuran asam-basa menjadi normal.
a) Kompensasi Respiratorik
Jumlah CO2 bervariasi bergantung pada kecepatan dan kedalaman
pernapasan. Perubahan ventilasi paru-paru akan mengubah konsentrasi
CO2 dan H+ dalam tubuh. Kompensasi respiratori dalam
mempertahankan keseimbangan asam basa adalah dengan pengaturan
konsentrasi CO2 cairan ekstraseluler oleh paru. Dengan menyesuaikan
PCO2 meningkat atau menurun, paru secara efektif akan mengatur
konsentrasi ion hydrogen cairan ekstraseluler.
Bila kadar CO2 ditahan dalam jumlah besar, maka CO2 akan lebudah
bersenyawa dengan air membentuk asam karbonat atas bantuan suatu
enzim. Berikut ini merupakan reaksi kimia yang terjadi:

CO2 + H2O -> H2CO3

Peningkatan ventilasi akan mengurangi CO2 dan mengurangi


konsentrasi ion hidrogen demikian juga sebaliknya. Tubuh
mempertahankan keseimbangna rasio H2CO3 terhadap HCO3-
dilakukan melalui proses respirasi dan eliminasi urine. Kedua proses ini
berlangsung terus-menerus baik dalam keadaan sehat ataupun sakit.
(Asmadi, 2008)
 Kompensasi respiratorik selama asidosis metabolik
Penurunan ph darah arteri menstimulasi pusat pernapasan pada
brainsterm. Hasil peningkatan ventilasi alveolar menurunkan PaCO2 dan
cenderung untuk mengembalikan pH arteri ke nilai normal (Cumming SR et
al,1993)
 Kompensasi respiratorik dalam alkalosis metabolik
Peningkatan pH arteri menekan pusat pernapasan. Hasil dari
hipoventilasi alveolar cenderung meningkatkan PaCO2 dan mengembailkan
pH arteri kenilai normal.
b) Kompensasi ginjal
Regulasi ginjal untuk mengatur keseimbangan asam basa dilakukan
dengan mengeluarkan urine yang asam atau basa. Pengeluaran urine asam
akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraseluler dan meningkatkan
pH. Sedangkan pengeluran urine basa akan menghilangkan basa dari cairan
ekstraseluler dan menurunkan pH.
Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui
tiga mekanisme, yaitu sekresi ion hdrogen dan reabsorbsi ion bikarbonat,
asidifikasi buffer dan eksresi ammonia.
 Kompensasi Ginjal selama Asidosis
Respon ginjal terhadap keadaan asam terdiri dari 3 langkah:
- Peningkatan reabsorbsi HCO3- yang difiltrasi
- Peningkatan eksresi titrable acids
- Peningkatan produksi ammonia
 Kompensasi ginjal selama alkalosis
Jumlah HCO3- yang banyak secara normal difiltrasi dan kadang-kadang
direabsorbsi karena ginjal butuh eksresi bikarbonat dalam jumlah yang
banyak jika dibutuhkan. Sebagai hasilnya, ginjal sangat efektif dalam
proteksi terhadap keadaan metabolic alkalosis yang secara umum terjadi
karena defisiensi sodium atau mineral kortikoid berlebih. Deplesi dari
sodium akan menurunkan volume cairan ekstraseluler dan meningkatkan
reabsorbsi Na+ dari tubulus proksimal ginjal (Eyster KM, 2007)
2.5Gangguan Keseimbangan Asam-Basa

Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian pH tersebut,


bisa menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam
basa, yaitu asidosis atau alkalosis. (Cumming SR et al, 1993)
Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering
menyebabkan menurunnya pH darah.
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang
menyebabkan meningkatnya pH darah.
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih
merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis
merupakan petunjuk penting dari adanya masalah metabolisme yang serius.
Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik,
tergantung kepada penyebab utamanya (Sacher R.A et al, 2002)
Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh
ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh
ginjal. Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh
penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan (Munajat Y et al, 2010)
Table 1. pathofisiologi keseimbangan asam basa (Edwards S.L, 2007)
pH PCO2 HCO3- Base
Excess
Asidosis Uncompensated ↓ ↑ N N
respiratorik Partly ↓ ↑ ↑ ↑
(PCO2 ↑) compensated N ↑ ↑ ↑
Compensated
Alkalosis Uncompensated ↑ ↓ N N
respiratorik Partly ↑ ↓ ↓ ↓
(PCO2 ↓) compensated N ↓ ↓ ↓
Compensated
Asidosis Uncompensated ↓ N ↓ ↓
metabolik (HCO3- Partly ↓ ↓ ↓ ↓
↓) compensated N ↓ ↓ ↓
Compensated
Alkalosis Uncompensated ↑ N N ↑
metabolik (HCO3- Partly ↑ ↓ ↑ ↑
↓) compensated N ↓ ↑ ↑
Compensated
Table 2. Gangguan keseimbangan asam basa (Asmadi, 2008)
2.6Kalsifikasi Gangguan Asam Basa dan Terkompensasi
Asidosis Metabolik

Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar
HCO3- juga tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut.
Ventilasi alveolar yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti
kegagalan otot pernafasan, gangguan pusat pernafasan, atau intoksikasi
obat. Kondisi lain yang juga dapat meningkatkan PCO2 adalah keadaan
hiperkatabolisme. Ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan ekskresi H+
dan retensi bikarbonat. Setelah terjadi kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat
yang normal.
Asidosis respiratorik

Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan


dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada
intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila
ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti
pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit
berat.

Alkalosis Respiratorik

Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH


meningkat. Kondisi ini sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga banyak
CO2 yang dilepaskan melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk
menentukan penyebab hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau
kelainan paru-paru, dengan memeriksa PaO2. Penyebab hiperventilasi lain
diantaranya adalah nyeri hebat, cemas dan iatrogenic akibat ventilator. Kompensasi
ginjal adalah dengan meningkatkan ekskresi bikarbonat dan K+ jika proses sudah
kronik

Alkalosis Metabolik

Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula.


Adanya peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru.
Penyebab yang paling sering adalah iatrogenik akibat pemberian siuretik (terutama
furosemid), hipokalemia, atau hipovolemia kronik dimana ginjal mereabsorpsi
sodium dan mengekskresikan H+, kehilangan asam melalui GIT bagian atas, dan
pemberian HCO3- atau prekursornya (laktat atau asetat) secara berlebihan.
Persisten metabolik alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan ginjal, karena
biasanya ginjal dapat mengkompensasi kondisi alkalosis metabolic. (William M,
2008)
2.7Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD)
1. Pasien kritis/ Critical care
Penyakit kritis adalah setiap proses penyakit yang menyebabkan
ketidakstabilan fisiologis yang mengarah ke arah kecacatan atau kematian dalam
beberapa menit atau jam. Perburukan dari sistem neurologis dan kardiorespirasi
umumnya langsung mengancam nyawa. Kntungnya ketidakstabilan tersebut dapat
terdeteksi lebih awal dengan melakukan pengamatan klinis sederhana terhadap
penyimpangan dari batas normal pada tingkat kesadaran, lalu pernafasan, denyut
jantung, tekanan darah dan produksi urin (Frost dkk, 2007).
2. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan aliran
udara pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible ataupun reversible
parsial. Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis kronis dan emfisema, tetapi bisa
juga gabungan antar keduanya.
3. Pasien dengan edema pulmo
Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan
yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini
dapat menyebabkan persoalann dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon
dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan
kondisi ini pada pasien-pasien.
4. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar
kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar
dan perubahan dalarn jaring- jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi yang jelas akibat-akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan
ekstansif darah dalam paru-.paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam
pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru
menjadi sangat menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan
karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia
(Brunner & Suddart 616).
5. Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton,
2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak
umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).
6. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan system dimana
alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk
menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan
cairan.Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena
bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia
atau kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain
seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.
7. Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah arteri
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan
yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung, volume darah,
dan pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor
lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga
terjadi hipoperfusi jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel
sehingga seringkali menyebabkan kembatian pada pasien.
8. Post pembedahan coronary arteri baypass
Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon inflamasi
sistemik pada derajat tertentu dimana hal tersebut ditandai dengan hipotensi yang
menetap, demam yang bukan disebabkan karena infeksi, DIC, oedem jaringan yang
luas, dan kegagalan beberapa organ tubuh. Penyebab inflamasi sistemik ini dapat
disebabkan oleh suatu respon banyak hal, antara lain oleh karena penggunaan
Cardiopulmonary Bypass (Surahman, 2010).
9. Resusitasi cardiac arrest
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh
beberapa faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang
banyak, sengatan listrik,kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun
serangan asma yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat
penyakit katup atau otot jantung) dan obat-obatan.Penyebab lain cardiac arrest
adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti
jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darahmencegah
aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai
berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia
cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan
kesadaran dan berhenti bernapas normal.Kerusakan otak mungkin terjadi jika
cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian
dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani dengansegera,
kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian mungkin
bisa dicegah.

2.8Kontra Indikasi Analisa Gas Darah

1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma (Irwin &
Hippe, 2010).
2. Modifikasi Allen tes negatif, apabila test Allen negative tetapi tetap dipaksa
untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis, maka akan
terjadi thrombosis dan beresiko mengganggu viabilitas tangan.
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer
pada tempat yang akan diperiksa
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan
denganantikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi
relative

2.9 Komplikasi/Bahaya yang Mungkin Terjadi.

Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan ini, yaitu (McCann, 2004):
1. Adanya risiko jarum mengenai periosteum tulang yang kemudian
menyebabkan pasien mengalami kesakitan. Hal ini akibat dari terlalu
menekan dalam memberikan injeksi.
2. Adanya risiko jarum melewati dinding arteri yang berlainan.
3. Adanya kemungkinan arterial spasme sehingga darah tidak mau
mengalir masuk ke syringe.
BAB III

PENUTUP

Untuk menilai dan menjaga homeostasis tubuh diperlukan


pemantauan pH dari analisa gas darah arteri. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD)
diambil dari darah arteri, karena darah arteri adalah pembuluh darah yang keluar
dari jantung dan kaya oksigen. Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran
pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar
bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan
gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam
penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan
penunjang yang dilakukan.

Gangguan keseimbangan asam basa metabolik meliputi asidosis


metabolik dan alkalosis metabolik. Gangguan keseimbangan asam basa respiratorik
meliputi asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Manuputty J dan Nindatu M, 2012. PREDIKSI NILAI ANALISA GAS DARAH


ARTERI MELALUI ANALISA GAS DARAH VENA PADA PASIEN JANTUNG
DENGAN CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (POST-CABG) DI RSUP
DR. KARIADI SEMARANG,2012.
2. William Marshall. Blood Gas Analysis.Annals of Biochemical Chemistry.
2008. http://acb.rsmjournals.com/content/47/3 /283. full.
3. Rambert G.I, 2014. Gangguan kesimbangan air dan natrium. Journal
Biomedik, Vol 6, Nomor 3, November 2014.
4. Sacher R.A. dan Mcpherson R.A,M‘Pengaturan Asam-Basa dan Elektrolit’
pada: Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi kedua, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, hh.320-340.
5. D, Munajat Y, Nur MB, Madjid SA, Siregar P, Aniwidyaningsih, W, dkk.
Gangguan Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa. Edisi 2. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI; 2010
6. Cumming SR, Black D, Nevitt M, Browner W, Cauley J, Ensrud K, et
acidosis. Lancet 1993;341:72-75.

7. Eyster KM. (2007). " Acidosis and alcalosis and hipocalemia". Advances
inPhysiology Education 31: 5–16.

8. Sharon L. Edwards, 2007. Pathophysiology of acid base balance:The theory


practice relationship. Buckinghamshire Chilterns University College, Chalfont
Campus, Newland Park, Gorelands Lane,Chalfont St. Giles,
Buckinghamshire HP8 4AD, United Kingdom

9. Asmadi, 2008. Teknik procedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien

Anda mungkin juga menyukai