Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengukuran gas darah arteri sangat penting dalam menilai pertukaran gas di

dalam paru. Pengukuran ini untuk mengukur keasaman darah dan kadar

bikarbonat. Analisa gas darah (AGD) dilakukan untuk mengevaluasi status

oksigen dan karbondioksida di dalam darah arteri dan mengukur pH-nya.

Proses perubahan pH darah ada dua macam, yaitu proses perubahan yang

bersifat metabolik (adanya perubahan konsentrasi bikarbnat yang disebabkan

gangguan metabolisme) dan yang bersifat respiratorik (adanya perubahn tekanan

parsial CO2 yang disebabkan gangguan respirasi). Perubahan PaCO2 akan

menyebabkan perubahan pH darah. pH darah akan turun /asidosis jika PaCO2

meningkat (asidosis respiratorik primer) atau jika HCO3- /asidosis metabolik

primer, pH darah akan naik /alkalosis jika PaCO2 /alkalosis respiratorik primer

atau jika HCO3- /alkalosis metabolik primer.

Asidosis ada dua macam, yaitu asidosis akut dan asidosis kronik, juga

alkalosis ada dua macam yaitu alkalosis akut dan alkalosis kronik. Penggolongan

asidosis/alkalosis akut berdasarkan kejadiannya belum lama dan belum ada upaya

tubuh untuk mengkompensasi perubahan pH darah, sedangkan jika kronik jika

kejadiannya telah melampaui 48 jam dan telah terdapat hasil upaya tubuh untuk

mengkompensasi perubahan pH

Pembuluh darah vena yang membawa darah dari bagian tubuh yang masuk ke

dalam jantung. Pada umumnya darah vena banyak mengandung gas CO2.

1
Pembuluh ini terdapat katup yang tersusun sedemikian rupa sehingga darah dapat

mengalir ke jantung tanpa jatuh kearah sebaliknya. Pembuluh darah kapiler pada

umumnya meliputi sel-sel jaringan, oleh karena itu secara langsung berhubungan

dengan sel. Karena dindingnya yang tipis maka plasma dan zat makanan

merembes kecairan jaringan antar sel.

Susunan darah dalam kapiler dan dalam vena berbeda-beda. Darah vena

berwarna lebih tua dan agak ungu kerena banyak dari oksigennya sudah diberikan

kepada jaringan. Darah dalam kapiler terus-menerus berubah susunan dan

warnanya karena terjadinya pertukaran gas.

Pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk membantu menegakkan

diagnosis penyakit. Agar hasil pemeriksaan laboratorium akurat dan dapat

dipercaya harus dilakukan pengendalian terhadap pra analitik, analitik, dan pasca

analitik. Tahap pra analitik: persiapan pasien, pengambilan sampel darah,

persiapan sampel, penyimpanan sampel, persiapan kertas kerja. Tahap

analitik:persiapan alat, kalibrasi alat, pengolahan sampel, interpretasi hasil. Tahap

pasca analitik: pencatatan hasil dan pelaporan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud Analisa Gas Darah ?

2. Apakah tujuan pemeriksaan analisa gas darah ?

3. Apa saja komponen-komponen evaluasi analisa gas darah ?

4. Apakah yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa ?

5. Apa saja gangguan dan penyebab gangguan keseimbangan asam basa ?

6. Indikasi apa saja sehingga dilakukan Analisa Gas Darah ?

2
7. Bagaimana cara pemeriksaan analisa gas darah ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu Analisa Gas Darah

2. Mengetahui tujuan pemeriksaan analisa gas darah

3. Mengetahui komponen-komponen evaluasi analisa gas darah

4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa

5. Mengetahui gangguan dan penyebab gangguan keseimbangan asam

basa

6. Mengetahui indikasi pemeriksaan Analisa Gas Darah

7. Mengetahui cara pemeriksaan analisa gas darah

1.4 Manfaat

Menambah pengetahuan tentang analisa gas darah, pemeriksaannya

dan QCnya.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Analisa Gas Darah

Analisa Gas Darah (AGD) atau Blood Gas Analisa (BGA) merupakan

pemeriksaan penting penderita sakit kritis atau seseorang yang mempunyai

penyakit komplikasi untuk mengetahui atau mengevaluasi pertukaran

oksigen, karbondiosida, dan status asam-basa dalam darah arteri.

2.2 Tujuan pemeriksaan analisa gas darah

Analisa gas darah atau dalam ilmu keperawatan disebut dengan

“Astrup”, biasanya dilakukan bertujuan untuk :

1. Menilai atau mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa dalam

tubuh, baik yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau

gangguan metabolik

2. Menilai kadar oksigenasi dan kadar karbondioksida dalam darah

3. Sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat

yang akut dan menahun

4. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel

5. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.

6. Sebagai tindakan pemantauan dalam pemberian obat anestetik.

2.3 Komponen-komponen Evaluasi Analisa Gas Darah

Komponen dasar evaluasi AGD mencakup :

1. pH (Status asam basa)

pH darah mewakili seluruh keseimbangan asam (asidosis)

4
dan basa (alkalosis) yang diproses di dalam tubuh. Hal ini

ditentukan dengan menghitung perbandingan rasio komponen

metabolik (HCO3-) dan respirasi (CO2) dari keseimbangan asam

basa (Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).

Secara umum, asidemia adalah kondisi dimana pH darah

turun hingga kurang dari 7,35 dan alkalemia jika pH darah lebih

dari 7,45 (7,4 adalah netral) (Dorland,2004). Berdasarkan

persamaan Henderson-Hasselbach, pH dapat ditentukan dengan

rasio konsentrasi HCO3- dengan konsentrasi CO2 yang

terlarut dalam cairan ekstrasel.

HCO3 − (metabolik)
𝑝𝐻 =
αPCO2 (respiratorik)

Dalam rumus tersebut, α adalah koefisien solubilitas

untuk karbondioksida dan setara dengan 0,03(Irizarry dkk, 2009).

Perubahan pH akan sejalan dengan gangguan utama yang terjadi

Proses perubahan pH darah ada dua macam, yaitu :

1) Bersifat respiratorik, karena adanya tekanan parsial CO2 yang

disebabkan gangguan respirasi

2) Bersifat metabolik, karena adanya perubahan konsentrasi

bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme

2. Tekanan parsial oksigen (PO2)

3. Tekanan parsial karbondioksida (PCO2)

PCO2 menyediakan informasi mengenai ventilasi atau komponen

respirasi dalam keseimbangan asam basa. Ventilasi alveoli

5
didefinisikan sebagai volume udara per unit waktu yang

mencapai alveoli, tempat dimana pertukaran gas dengan darah

pulmonal terjadi.

Hipoventilasi ditandai dengan adanya peningkatan PCO2

(>45 mmHg) akibat retensi CO2 dalam darah. CO2 merupakan

asam volatil, sehingga jika terjadi retensi CO2 akan

menyebabkan respiratori asidosis. Ringkasnya, respiratori

asidosis terjadi akibat beberapa aspek kegagalan ventilasi,

dimana sejumlah normal CO2 dihasilkan oleh jaringan tidak

dapat diekskresikan dengan baik melalui menit ventilasi alveolar.

Penyebab umum terjadinya hipoventilasi berupa hal-hal yang

mempengaruhi sistem saraf respirasi (misal : anestesia, sedasi),

mekanisme pernapasan (misal : hernia diafragma, penyakit rongga

pleura) atau aliran udara yang melalui saluran nafas (misal :

obstruksi saluran nafas atas ataupun bawah) ataupun alveoli.

Hiperventilasi ditandai dengan menurunnya PCO2, sebagai

akibat CO2 telah dibuang dari alveoli, yang mana menyebabkan

respiratori alkalosis (PCO2<35 mmHg). Penyebab terjadinya

hiperventilasi karena hipoksemia, penyakit pulmonal, nyeri,

cemas, dan ventilasi manual atau mekanik yang berlebihan.

Hiperventilasi juga dapat terjadi sebagai akibat kompensasi dari

saniturasi metabolik.

6
4. Saturasi oksigen (SO2)

Oksigenasi (3 dan 4) harus tetap diperiksa pada pasien

berpenyakit kritis, meskipun tidak secara langsung mempengaruhi

keseimbangan asam basa. Hipoksemia mengacu pada berkurangnya

oksigen dalam darah arteri, ditandai dengan nilai PaO2 dibawah 80

mmHg. Kondisi hipoksemia dapat mengancam nyawa dan nilai PaO2

dibawah 60 mmHg membutuhkan intervensi terapi segera.

5. Konsentrasi bikarbonat (HCO3-)

Nilai rujukan untuk HCO3- adalah 22–28 mmol/L (arteri).

Nilai yang kurang dari normal, dapat mengindikasikan asidosis

metabolik sedangkan jika nilainya lebih besar mengindikasikan

alkalosis metabolik.

Metabolik asidosis dapat disebabkan oleh peningkatan

pembentukan ion hidrogen (H+) dari faktor endogen (misal: laktat,

keton) atau asam yang bersifat eksogen (misal: ethylene glycol,

salisilat) dan oleh inabilitas ginjal untuk mengekskresikan H+ dari

protein diet (gagal ginjal). Peningkatan H+ dalam tubuh dibuffer oleh

penurunan HCO3-, mengakibatkan penurunan rasio HCO3-:PCO2

sehingga menurunkan pH. Selain itu, asidosis metabolik dapat

disebabkan oleh kehilangan bikarbonat secara langsung melalui

saluran gastrointestinal (diare) atau ginjal (asidosis renal tubular)

7
atau yang lebih jarang akibat pemberian cairan intravena yang agresif

yang tidak mengandung bikarbonat ataupun prekursor bikarbonat

(misal: saline). Metabolik alkalosis dapat terjadi akibat kehilangan H+

(muntah) atau dari peningkatan HCO3- (pemberian sodium bikarbonat,

alkalosis hipokloremia akibat penggunaan loop diuretic) (Irizarry dkk,

2009).

6. BE (base excesses/kelebihan basa)

Merupakan konsentrasi basa yang dapat tertitrasi pada suatu

larutan untuk mencapai pH 7.40 pada tekanan CO2 (pCO2) 40 mmHg.

2.4 Keseimbangan Asam Basa

Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah

dan cairn tubuh lainnya Satuan derajat keasaman adalah pH, pH 7,0 adalah

netral, pH> 7,0 adalah basa/alkali dan pH dibawah 7,0adalah asam. Suatu

asam kuat memmiliki pH yang sangat rendah(hampir 1,0), sedangkan suatu

basa kuat memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0). Darah memiliki pH

antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara

seksama krena perubahan pH yang sangat kecilpun dapat memberikan efek

yang serius terhadap beberapa organ.

Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan

asam basa darah:

8
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk

ammonia.

Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau basa yang

dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.

2. Tubuh menggunakan penyangga pH/buffer dalam darah sebagai

pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH

darah. Suatu penyangga pH yang paling penting dalam darah

menggunakan bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada

dalam keseimbangan dengan CO2 (suatu komponen asam). Jika lebih

banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan

lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit CO2. Jika lebih banyak basa

yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak

CO2 dan lebih sedikit bikarbonat

3. Pembuangan CO2

CO2 adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus

menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa CO2 ke paru-paru dan

di paru-paru CO2 tsb dikeluarkan/dihembuskan. Pusat pernapasan di otak

mengatur jumlah CO2 yang dihembuskan dengan mengendalikan

kecepatan dan kedalaman pernapasan. Jika pernapasan meningkat, kadar

CO2 darah menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika pernapasan

menurun, kadar CO2 darah meningkat dan darah menjadi lebih asam.

9
Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernapasan, maka pusat

pernapasan dadn paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi menit.

2.5 Gangguan Keseimbangan Asam Basa

1. Asidosis

Adalah keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung asam atau

terlalu sedikir mengandung basa dan sering menyebabkan menurunnya

pH darah.

2. Alkalosis

Adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung basa

atau terlalu sedikit mengandung asam dan kadang menyebabkan

meningkatnya pH darah.

Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih

merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan

alkalosis merupakan petunjuk dari adanya masalah metabolisme yang

serius.

Asidosis dan alkalosis dibagi dua tergantung dengan penyebabnya,

yaitu :

1) Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik, karena adanya perubahan

konsentrasi bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme, yaitu

ketidakseimbangan dalam pembuangan asam dan basa oleh ginjal.

10
2) Asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, karena adanya tekanan

parsial CO2 yang disebabkan gangguan respirasi terutama oleh

penyakit paru-paru atau kelainan pernapasan.

Asidosis meningkatkan kadar konsentrasi K dalam darah, sehingga

fungsi sel dan enzim tubuh memburuk, kemudian mengakibatkan aritmia

ventrikuler. Alkalosis akan menurunkan konsentrasi K dalam darah,

sehingga afinitas Hb-O2 meningkat. Akibatnya pelepasan O2 ke jaringan

sulit sehingga terjadi hipoksemia.

Kenaikan pCO2 akan mengakibatkan koma dan aritmia serta

vasodilatasi pembuluh darah. Bila hal ini terjadi di otak maka aliran darah

ke otak akan meningkat dan mengakibatkan kenaikan tekanan intra

cranial. Penurunan pCO2 (<25 mmHg) akan mengakibatkan

11
vasokonstriksi pembuluh darah, sehingga aliran darah ke jaringan turun.

Bila hal ini terjadi di otak, maka akan terjadi hipoksemia otak. Dalam

gangguan keseimbangan asam basa, tubuh melakukan proses yang

disebut dengan kompensasi. Kompensasi adalah proses mengatasi

gangguan asam-basa primer (gangguan utama yang menyebabkan

perubahan pH) oleh gangguan asam-basa sekunder (normalisasi rasio

HCO3-:PCO2) yang bertujuan membawa pH darah mendekati pH

normal. Kompensasi ini dilakukan oleh penyangga/buffer tubuh, alat

respirasi dan organ ginjal. Yang perlu diketahui dan digaris bawahi dari

proses dalam tubuh ini, kompensasi ini tidak pernah membawa pH ke

rentang normal.

Secara khas, perubahan pH didapatkan dari satu komponen (misal:

metabolik) akan dilawan oleh komponen lain (respirasi) untuk menjaga

rasio yang sesuai dari metabolik terhadap kontribusi respirasi untuk

keseluruhan pH. Sebagai contoh, dengan asidosis metabolik, konsentrasi

HCO3- menurun, karenanya menurunkan rasio HCO3-: PCO2 dan

menyebabkan acidemia (pH <7.35). Secara singkat, kompensasi tubuh

dengan menurunkan PCO2 atau hiperventilasi bertujuan untuk

mempertahankan rasio (↓HCO3-,↓PCO2). Dengan kata lain, komponen

respirasi mengkompensasikan asidosis metabolik dengan usaha

meningkatkan pH menjadi netral. Kompensasi fisiologis jarang

12
menyelesaikan abnormalitas asam basa primer secara lengkap dan

tidak pernah mengakibatkan overkompensasi. Karenanya, pH akan

berdeviasi dari netral meski dengan kompensasi adekuat, meskipun

masih dalam rentangan acuan pasien dengan gangguan asam basa

ringan(Irizarry dkk, 2009).

Gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh dapat

disebabkan karena:

1. Gangguan fungsi pernafasan

2. Gangguan fungsi ginjal

3. Tambahan beban asma/basa dalam tubuh secara abnormal

4. Kehilangan asma/basa dari dalam tubuh secara abnormal

2.6 Indikasi Analisa Gas Darah

Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :

1. Pasien kritis / Critical care

Penyakit kritis adalah setiap proses penyakit yang menyebabkan

ketidakstabilan fisiologis yang mengarah ke arah kecacatan atau

kematian dalam beberapa menit atau jam. Perburukan dari sistem

neurologis dan kardiorespirasi umumnya langsung mengancam nyawa.

Untungnya ketidakstabilan tersebut dapat terdeteksi lebih awal dengan

melakukan pengamatan klinis sederhana terhadap penyimpangan dari

batas normal pada tingkat kesadaran, laju pernafasan, denyut jantung,

tekanan darah dan produksi urin.

13
Karena pasien dengan kondisi penyakit kritis sangat berisiko

untuk mengalami komplikasi, dokter di ruang terapi intensif (RTI) harus

tetap waspada terhadap manifestasi dini disfungsi organ, komplikasi

terapi, potensi interaksi obat dan data premonitor lainnya. Pasien dengan

penyakit yang mengancam nyawa di RTI seringkali mengalami

kegagalan organ lain karena gangguan hemodinamik, efek samping

terapi dan menurunnya fungsi organ, terutama pada pasien usia

lanjut atau debilitated kronis.

2. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik

Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan

aliran udara pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible

ataupun reversible parsial. Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis

kronis dan emfisema, tetapi bisa juga gabungan antar keduanya.

3. Pasien dengan edema pulmo

Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan

cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam

paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-

persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),

berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.

Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru" ketika

menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.

14
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang

berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic

pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk

sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.

4. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)

ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran

alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang

interstisiel alveolar dan perubahan dalarn jaring- jaring kapiler , terdapat

ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat-akibat

kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-

.paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan,

yang mengarah pada kolaps alveolar . Komplians paru menjadi sangat

menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan

karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan

hipokapnia.

5. Infark miokard

Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung

yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering

berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala

pendahuluan

15
6. Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana

alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung

jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan

dengan penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh berbagai

macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit.

Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik

dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker

paru atau penggunaan alkohol.

7. Pasien syok

Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah

arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.

Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu

curah jantung, volume darah dan pembuluh darah. Jika salah satu dari

ketiga faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan

kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi hipoperfusi

jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel

sehingga seringkali menyebabkan kematian pada pasien.

8. Post pembedahan coronary arteri baypass

Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon

inflamasi sistemik pada derajat tertentu dimana hal tersebut ditandai

dengan hipotensi yang menetap, demam yang bukan disebabkan karena

16
infeksi, DIC, oedem jaringan yang luas, dan kegagalan beberapa organ

tubuh. Penyebab inflamasi sistemik ini dapat disebabkan oleh suatu

respon banyak hal, antara lain oleh karena penggunaan

Cardiopulmonary Bypass (Surahman, 2010).

9. Resusitasi cardiac arrest

Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan

oleh beberapa faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik

(perdarahan yang banyak, sengatan listrik,kekurangan oksigen akibat

tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat),

kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau

otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah

tamponade jantung dan tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti

jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran

darahmencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ

tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen,

termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,

menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas

normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak

ditangani dalam 5 menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian dalam 10

menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani dengansegera,

kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian

mungkin bisa dicegah.

17
2.7 Pemeriksaan Analisa Gas Darah

Analisa Gas Darah ( AGD ) atau yang disebut dengan Arterial Blood Gas

(ABG) analysis atau Blood Gas Analisa (BGA) adalah sebuah pemeriksaan

atau tes yang mengukur jumlah oksigen dan karbondioksida dalam darah, dan

keasaman (pH) dalam darah.

1. Pra-analitik

a. Alat-Alat :

a) Spuit Disposable 2.5 cc

b) Perlak/alas

c) Antikoagulan Heparin / Lithium Heparin

d) Kapas alkohol

e) Bak spuit

f) Bengkok

g) Penutup udara dari karet

h) Wadah berisi es (baskom atau kantong plastik)

i) Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi : nama,

tanggal dan waktu, apakah menerima O2, bila ya berapa liter dan

dengan rute apa

b. Persiapan spesimen : darah arteri

Ciri-ciri darah arteri : teraba denyutan, lokasi tusukan lebih dalam,

warna darah lebih terang dan darah akan mengalir sendiri ke dalam

semprit

18
c. Lokasi pengambilan spesimen

1) Radial Artery (RA) / Arteri Radialis

Merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk

fungsi arteri kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau hematome

juga apabila Allen test negatif. Arteri yang berada di pergelangan

tangan pada posisi ibu jari. Terdapat sirkulasi kolateral (suplai

darah dari beberapa arteri). Kesulitannya ukuran arteri kecil, sulit

memperoleh kondisi pasien dengan curah jantung yang rendah.

2) Brachial Artery / Arteri Brachialis

Arteri yang berada pada medial anterior bagian antecubital

fossa, terselip diantara otot bisep. Ukuran arteri besar sehingga

mudah dipalpasi dan ditusuk. Sirkulasi kolateral cukup, tetapi tidak

sebanyak RA. Kesulitannya letak arteri lebih dalam, letaknya dekat

dengan basillic vein dan syaraf median, kemungkinan terjadi

hematoma.

19
3) Femoral Artery / Arteri Femoralis

Arteri yang paling besar untuk AGD. Berada pada permukaan

paha dalam di dalam, di sebelah lateral tulang pubis. Dapat

dilakukan AGD sekalipun pada pasien dengan curah jantung yang

rendah. Kesulitannya sirkulasi kolateral sedikit sehingga mudah

terjadi infeksi pada tempat pengambilan, sulit untuk bekerja aseptis,

pada orang tua (gangguan pada dinding arteri sebelah dalam),

letaknya dekat dengan vena paha (salah tusuk).

4) Pada bayi : Arteri kulit kepala dan arteri tali pusat.

5) Pada orang dewasa : Arteri dorsalis pedis.

Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika masih

ada alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi kolateral yang cukup

20
untuk mengatasi bila terjadi spasme atau thrombosis. Sedangkan arteri

temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya resiko

emboli ke otak.

d. Pengambilan Darah Arteri Radialis :

1. Beri tahu pasien tujuan pengambilan darah

2. Pasang alas/perlak pada lokasi yang akan diambil darah

3. Usahakan agar lengan dalam posisi abduksi dengan telapak

tangan menghadap ke atas dan pergelangan tangan ekstensi 30

agar jaringan lunak terfiksasi oleh ligamen dan tulang. Bila

perlu bagian bawah pergelangan dapat diganjal dengan bantal

kecil

4. Jari pemeriksa diletakkan di arteri radialis (proksimal dari

lipatan kulit telapak pergelangan) untuk meraba denyut nadi

agar dapat memperkirakan letak dan kedalaman pembuluh

darah

5. 1 ml heparin diaspirasi ke dalam spuit, sehingga dasar spuit

basah dengan heparin dan kelebihan heparin dibuang melalui

jarum, dilakukan secara perlahan sehingga pangkal jarum

penuh dengan heparin dan tidak ada gelembung udara

6. Pastikan denyutan/pulpasi dari arteri terbesar kemudian

dengan memakai tangan kiri antara telunjuk dan jari tengah

21
beri batas daerah yang akan ditusuk, dan titik maksimum

denyut ditemukan

7. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis, bersihkan tempat

tersebut dengan kapas alkohol

8. Setelah melakukan tindakan sepsis/antisepsis, jarum 5-10 mm

ditusukkan pada daerah distal dari jari pemeriksa dengan

menekan arteri. Jarum ditusukkan dengan membentuk sudut

30o dengan permukaan lengan dengan posisi lubang

jarum/bevel menghadap ke atas

9. Jarum yang masuk ke arteri akan menyebabkan torak semprit

terdorong oleh tekanan darah

10. Pada pasien hipotensi, torak akan ditarik perlahan (jangan

terlalu cepat karena akan menghisap udara), indikasi satu-

satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya

pemompaan darah dalam spuit dengan kekuatan sendiri

11. Sejumlah darah yang diperlukan terpenuhi (minimal 1 ml),

cabut jarum dengan cepat dan di tempat tusukan jarum

lakukan penekanan dengan jari selama 5 menit untuk

mencegah keluarnya darah dari pembuluh arteri (10 menit

untuk pasien yang mendapat antikoagulan)

22
12. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit,

putar spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan

heparin

13. Spuit diberi label dan tempatkan dalam es atau air es/termos

berisi air es dan es batu [semprit dibungkus plastik agar air

tidak masuk dalam semprit, keaadan dingin (4oC) bertujuan

memperkecil terjadinya perubahan biokimiawi proses

metabolism yang akan meningkatkan CO2 kemudian langsung

dibawa ke laboratorium

e. Pengambilan Darah Arteri Brakhialis

1. Arteri brakhialis letaknya lebih dalam daripada arteri radialis

yaitu di fosa antecubiti. Pengambilan dari arteri brakhialis

harus dilakukan dengan memperhatikan letak syaraf, jangan

sampai mencederai nervus medius yang letaknya

berdampingan dengan arteri brakhialis

2. Lengan pasien dalam keadaan ekstensi maksimal, siku

dihiperekstensikan setelah meletakkan handuk di bawah siku

3. Raba denyut arteri brakhialis dengan jari

4. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis

5. Tusukkan jarum dengan sudut 45o dan lubang jarum

menghadap ke atas, 5-10 mm distal dari jari pemeriksa yang

menekan pembuluh darah

23
6. Setelah pengambilan, tekan daerah tusukan selama 5 menit

atau lebih hingga perdarahan berhenti

Catatan : Penambahan lithium heparin 240-250 unit tiap 1 cc darah.

2. Analitik

Sampel darah arteri diperiksa dengan menggunakan alat BGA.

3. Pasca Analitik

1. Langkah-Langkah Mengevaluasi Hasil

Langkah-langkah yang dianjurkan untuk mengevaluasi nilai gas

darah arteri adalah sebagai berikut :

a. Evaluasi pH

pH <7,35 = asidosis

pH >7,45 = alkalosis

pH = 7,4 = normal

pH normal dapat menunjukkan gas darah yang benar-benar

normal atau pH yang normal ini mungkin suatu indikasi

ketidakseimbangan yang terkompensasi. Ketidakseimbangan yang

terkompensasi adalah suatu ketidakseimbang dimana tubuh

mampu memperbiki pH baik dengan perubahan respiratorik

maupun metabolik (tergantung pada masalah utama).

b. Menentukan penyebab primer gangguan dengan mengevaluasi

PaCO2 dan HCO3 yang hubungannya dengan pH

a) pH >7,4 = alkalosis

24
- Jika PaCO2< 40 mmHg : gangguan primer adalah

alkalosis respiratorik (situasi ini timbul jika pasien

mengalami hiperventilasi dan lebih banyak CO2 yang

dikeluarkan)

- Jika HCO3 >24 mEq/L : gangguan primer adalah

alkalosismetabolik (situasi ini timbul jika tubuh

memperoleh terlalu banyak bikarbonat, suatu substansi

alkali, bikarbonat adalah basa, atau bagian alkali dari

sistem buffer asam karbonik bikarbonat)

b) pH <7,4 = asidosis

- Jika PaCO2 >40 mmHg : gangguan utama adalah asidosis

respiratorik (situasi ini timbul jika pasien mengalami

hipovalensi dan karenanya menahan terlalu banyak CO2,

suatu substansi asam)

- Jika HCO3 <24 mEq/L : gangguan primer adalah asidosis

metabolik (situasi ini timbul jika kadar bikarbonat dalam

tubuh turun, baik karena kehilangn langsung bikarbonat

atau karena penambahan asam seperti asam laktat atau

keton

c. Menentukan apakah kompensasi telah terjadi

25
Hal ini dengan melihat nilai selain gangguan primer. Jika nilai

ini bergerak kearah yang sama dengan nilai primer, kompensasi

sedang berjalan.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemeriksaan analisa gas darah merupakan pemeriksaan penting

penderita sakit kritis atau seseorang yang mempunyai penyakit komplikasi

untuk mengetahui atau mengevaluasi pertukaran oksigen, karbondiosida, dan

status asam-basa dalam darah.

Tujuan pemeriksaan analisa gas darah adalah :

1. Menilai atau mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh


2. Menilai kadar oksigenasi dan kadar karbondioksida dalam darah
3. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
4. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
5. Sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang
akut dan menahun
6. Sebagai tindakan pemantauan dalam pemberian obat anestetik.
Komponen-komponen dasar evaluasi AGD mencakup :

1. pH (Status asam basa)


2. Tekanan parsial oksigen (PO2)
3. Tekanan parsial karbondioksida (PCO2)\
4. saturasi oksigen (SO2)
5. Konsentrasi bikarbonat (HCO3-)
6. BE (base excesses/kelebihan basa)

27
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Ketut Jayati Utami. Tesis. Korelasi Positif Nilai Analisis Gas Darah Vena
Sentral Dengan Analisis Gas Darah Arteri Pada Pasien Kritis Di Ruang
Terapi Intensif. 2014: Universtas Udayana Denpasar. Diakses dari
www.pps.unud.ac.id/thesis/.../unud-990-2054943610-tesis%20utami.pdf
pada hari Selasa, 27 Oktober 2015.

Delost, Maria. 2014. Blood Gas and Critical Care analyte Analysis Chapter 6.
Diakses dari pada hari Selasa, 27 Oktober 2015.

Edijanto. Analisis Asam Basa : Cara Interpretasi Dan Contoh Kasus. Surabaya : Unair.

Afifah, Efy. Pemeriksaan Astrup/Analisa Gas Darah. Jakarta: UI. Diakses dari
staff.ui.ac.id/system/files/users/afifah/material/agd.pdf pada hari Sabtu, 02
Desember 2017

Aisiyah, Nurul. 2013. Analisa Gas Darah. Diakses dari

http://nurulbutterfly.blogspot.co.id/2013/06/analisa-gas-darah-agd.html pada
hari Senin, 5 Oktober 2015

Elsah, Ratnadilla. 2014. Analisa Gas Darah. Diakses dari


http://ratnadillaelsah.blogspot.co.id/2014/10/analisa-gas-darah.html pada
pada hari Senin, 5 Oktober 2015

Pras, A. 2012. 6 Langkah Mudah Membaca Analisa Gas Darah. Diakses dari
http://thisisyourway.blogspot.co.id/2012/12/6-langkah-mudah-membaca-
analisa-gas.html pada hari Senin, 5 Oktober 2012.

28

Anda mungkin juga menyukai