Anda di halaman 1dari 22

HIPOKSIA

Rabu, 13 Maret 2013

Hipoksia adalah suatu keadaan di saat tubuh sangat kekurangan oksigen sehingga sel gagal melakukan metabolisme secara efektif. Berdasarkan penyebabnya hipoksia dibagi menjadi 4 kelompok, yakni : hipoksia hipoksik, hipoksia anemic, hipoksia stagnan dan hipoksia histotokik. Jenis Hipoksia Hipoksik, adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena kurangnya oksigen yang masuk paru-paru. Sehingga oksigen tidak dapat mencapai darah, dan gagal untuk masuk dalam sirkulasi darah. Kegagalan ini bisa disebabkan adanya sumbatan / obstruksi di saluran pernapasan, baik oleh sebab alamiah atau oleh trauma/ kekerasan yang bersifat mekanik, seperti tercekik, penggantungan, tenggelam dan sebagainya. Jenis kedua adalah Hipoksia Anemic, yakni keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah (hemoglobin) tidak dapat mengikat atau membawa oksigen yang cukup untuk metabolisme seluler. Seperti, pada keracunan karbon monoksida (CO), karena afinitas CO terhadap hemoglobin jauh lebih tinggi dibandingkan afinitas oksigen dengan hemoglobin. Jenis Hipoksia Stagnan, adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah (hemoglobin) tidak mampu membawaoksigen ke jaringan oleh karena kegagalan sirkulasi, seperti pada heart failure atau embolisme, baik emboli udara vena maupun emboli lemak. Sedangkan Hipoksia Histotokik, ialah keadaan hipoksia yang disebabkan karena jaringan yang tidak mampu menyerap oksigen, salah satu contohnya pada keracunan sianida. Sinida dalam tubuh akan menginaktifkan beberapa enzim

oksidatif seluruh jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferric heme group dari oksigen yang dibawa darah. Source : Elizabeth, J. Corwin. 2009. Buku Saku Patifisioloogi Edisi Revisi 3. Jakarta : EGC

Febri Irawanto - ilmu kita

Beranda My Profil Tukar link Atau Backlink Galeri Febri Irawanto Ringtone Lucu, Ringtone Gokil, Ringtone Menarik Do... Donasi

Search

Modul Penyakit Hipoksia dan Sianosis


21.52 Febri Irawanto No comments HIPOKSIA DAN SIANOSIS 1. HIPOKSIA Fungsi utama sistem kardiopulmonal adalah mendistribusikan oksigen (dan substrat lain) ke dalam sel dan mengambil karbondioksida (dan produk metabolic lainnya) dari sel. Fungsi ini tergantung dari intaknya sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi serta tersedianya udara inspirasi yang mengandung oksigen dalam jumlah adekuat. Perubahan tegangan oksigen dan karbondioksida serta perubahan konsentrasi intraeritrosit dari komponen fosfat organik, terutama asam bifosfogliserat, menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksigen. Bila terjadi hipoksia (hipoksemia) akibat gagal nafas, maka Pa O2 menurun, Pa CO2 biasanya meninggi, dan kurva disosiasi Hb-O2 bergeser ke kanan. Hipoksemia arterial [dalam hal ini turunnya saturasi oksigen darah arteri (SaO2)] dan sianosis lebih jelas terlihat bila penurunan PaO2 terjadi akibat penyakit paru

dibandingkan bila turunnya PaO2 terjadi akibat berkurangnya fraksi oksigen udara inspirasi (FIO2). Pada penyakit paru, PaCO2 menurun secara sekunder akibat hiperventilasi yang diinduksi oleh keadaan anoksia dan kurva disosiasi HbO2 bergeser ke kiri. 1.1 Penyebab hipoksia 1. Anemia (anemic hypoxia). 2. Intoksikasi gas karbonmonoksida (CO). 3. Hipoksia respiratorik. 4. Hipoksia sekunder karena daerah tinggi (high altitude hypoxia) 5. Hipoksia sekunder karena pntasan ekstrapulmoner dari kanan ke kiri 6. Hipoksia sirkulatorik. 7. Hipoksia Organ khusus. 8. Kebutuhan oksigen meningkat 9. Penggunaan oksigen yang tidak sesuai. 1. Hipoksia karena anemia (anemic hypoxia) Berkurangnya konsentrasi hemoglobin dalam darah berhubungan dengan berkurangnya kapasitas darah mengangkut oksigen. Pada anemic hypoxia, PaO2 adalah normal. Namun sebagai konsekuensi turunnya konsentrasi hemoglobin, jumlah absolut oksigen yang diangkut per unit volume darah akan berkurang. Saat darah yang anemis ini melewati kapiler, sejumlah oksigen dilepaskan; pada saat ini PaO2 darah vena akan menurun di bawah tingkat normal. 2. Intoksikasi karbonmonoksida (CO) Hemoglobin yang terikat dengan karbonmonoksida (karboksi-hemoglobin (COHb)) tidak mampu mengangkut oksigen. Adanya CO-Hb, menggeser kurva disosiasi Hb-O2 ke kiri, sehingga oksigen hanya mampu dilepaskan pada tegangan yang lebih rendah. Dengan terbentuknya CO-Hb, turunnya kapasitas angkut oksigen akan menaikkan derajat hipoksia jaringan yang lebih berat bila dibandingkan dengan turunnya hemoglobin pada anemia biasa. 3. Respiratory Hypoxia Pada penyakit paru stadium lanjut, biasa ditemukan darah arteri tanpa saturasi. Penyebab respiratory hypoxia tersering adalah : a). Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi, yaitu terjadi akibat perfusi dari alveoli yang miskin ventilasi. b). Hipoventilasi yang berhubungan dengan peninggian PaCO2. Kedua bentuk respiratory hypoxia ini dapat dikenali karena biasanya akan membaik setelah pemberian oksigen selama beberapa menit. c). Shunting aliran darah melalui paru dari kanan ke kiri oleh perfusi dari bagian paru tanpa ventilasi (Misalnya pada atelektasis paru atau shunting melalui hubungan arteri-vena pada paru). Menurunnya PaO2 hanya dapat sedikit diperbaiki dengan FIO2 100 %.

4. Hipoksia sekunder karena ketinggian Ketika seseorang mendaki pada ketinggian 3000 meter dengan cepat, Pa O2 alveolar turun menjadi kira-kira 60 mmHg, dan dapat muncul gangguan memori dan gangguan serebral lainnya. Pada ketinggian di atas 3000 meter, saturasi arteri turun dengan cepat dan gejala-gejala yang timbul lebih serius. Pada ketinggian 5000 meter, orang yang tidak terlatih tidak mampu lagi berfungsi secara normal. 5. Hipoksia sekunder akibat shunting ekstrapulmoner dari kanan ke kiri Secara fisiologis, penyebab hipoksia ini mirip dengan shunting intrapulmoner dari kanan ke kiri yang disebabkan oleh kelainan jantung congenital seperti Tetralogi Fallot, transposisi dari arteri-arteri besar, dan sindroma Eisenmenger. Sebagaimana shunting dari kanan ke kiri melalui paru, PaO2 tidak dapat dikembalikan ke tingkat normal dengan pemberian oksigen 100 %. 6. Circulatory Hypoxia Hipoksia disebabkan karena menurunnya perfusi jaringan; PaO2 di vena dan jaringan menurun. Namun seperti pada anemic hypoxia, PaO2 normal. Circulatory hipoxia yang menyeluruh terjadi pada gagal jantung dan sebagian besar syok. 7. Hipoksia organ khusus Penurunan sirkulasi pada organ tertentu yang mengakibatkan hipoksia sirkulatorik lokalisata dapat disebabkan oleh obstruksi arterial organic atau akibat vasokonstriksi, seperti yang terjadi di ekstremitas atas pada fenomena Raynaud. Hipoksia iskemik yang disertai kepucatan jaringan terjadi pada penyakit obliterasi arteri organik. Hipoksia setempat juga dapat terjadi dari obstruksi vena serta sebagai resultan dari kongesti dan berkurangnya aliran darah arteri. Edema, yang mana akan memperbesar jarak difusi oksigen dalam mencapai sel, juga dapat menyebabkan hipoksia setempat. Dalam upaya menjaga perfusi yang adekuat pada organ-organ penting, terjadi konstriksi yang akan menurunkan perfusi ekstremitas pada penderita dengan gagal jantung atau syok hipovolemik. 8. Hipoksia karena meningkatnya kebutuhan Oksigen Bila peningkatan konsumsi oksigen pada jaringan tanpa disertai peningkatan perfusi, hipoksia jaringan akan terjadi dan PaO2 darah vena akan menurun. Biasanya gambaran klinis penderita dengan hipoksia akibat peningkatan metabolisme agak berbeda dari hipoksia jenis lainnya; kulit teraba hangat dan kemerahan karena peningkatan aliran darah kutaneus yang melepaskan banyak panas dan sianosis menjadi tidak terlihat. Contoh klasik dari peningkatan kebutuhan oksigen jaringan adalah olahraga. Peningkatan kebutuhan ini dipenuhi oleh beberapa mekanisme yang terjadi secara serentak, yaitu : a. meningkatnya cardiac output dan ventilasi, yang akan mengangkut oksigen ke jaringan b. aliran darah akan dialirkan terutama ke otot-otot yang terlibat dengan merubah resistensi vaskuler pada circulatory beds, secara langsung dan atau secara refleks. Meningkatnya ekstraksi oksigen dari darah dan peningkatan perbedaan oksigen arteri dan vena. c. Menurunnya pH jaringan dan darah kapiler sehingga oksigen mampu lebih

banyak dilepaskan dari Hb. Bila semua kapasitas ini dilampaui, hipoksia khususnya pada otot tertentu tersebut akan terjadi. 9. Penggunaan oksigen yang tidak sesuai. Sianida dan beberapa racun lainnya yang mirip menyebabkan hipoksia seluler. Jaringan tidak mampu menggunakan oksigen, sebagai konsekuensinya darah vena cenderung memiliki tegangan oksigen yang tinggi. Keadaan ini dinamakan hipoksia histotoksik. 1.2 Akibat hipoksia Gangguan pada susunan saraf pusat khususnya di pusat-pusat yang lebih tinggi, adalah akibat hipoksia yang penting. Hipoksia akut menyebabkan gangguan pertimbangan, inkoordinasi motorik, dan gambaran klinis menyerupai alkoholisme akut. Bila hipoksia terjadi untuk waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan, mengantuk, apatis, kurang mampu memusatkan perhatian, lambat berpikir, dan menurunnya kapasitas kerja. Ketika hipoksia menjadi makin berat, pusat-pusat di batang otak akan dipengaruhi, dan kematian terjadi karena gagal nafas. Akibat berkurangnya PaO2, resistensi serebrovaskuler menurun dan aliran darah ke otak meningkat, sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan oksigen ke otak. Namun bila turunnya PaO2 disertai hiperventilasi dan turunnya PaCO2, resistensi serebrovaskular meningkat dan aliran darah ke otak menurun, sehingga hipoksia makin luas. Hipoksia juga menyebabkan konstriksi arteri pulmoner, yang selanjutnya mengakibatkan shunt darah dari daerah yang miskin ventilasi ke daerah paru yang ventilasinya lebih baik. Namun hipoksia juga meningkatkan resistensi vascular paru dan afterload ventrikel kanan. Glukosa secara normal akan dipecah menjadi asam piruvat. Selanjutnya pemecahan piruvat dan pembentukan ATP (Adenosin trifosfat) membutuhkan oksigen, keadaan hipoksia meningkatkan piruvat yang diubah menjadi asam laktat yang selanjutnya tidak dapat diubah lagi, mengakibatkan asidosis metabolic. Energi total yang dihasilkan dari pemecahan karbohidrat akan banyak berkurang dan jumlah energi yang dibutuhkan untuk produksi ATP menjadi tidak cukup. Komponen penting dari sistim respirasi dalam merespon hipoksia terdapat di selsel kemosensitif di carotid dan aortic bodies, dan di pusat respirasi batang otak. Stimulasi sel-sel ini karena hipoksia akan meningkatkan ventilasi dengan pelepasan CO2 dan pada akhirnya terjadi alkalosis respiratorik. Ketika alkalosis respiratorik terjadi bersamaan dengan asidosis respiratorik karena produksi asam laktat, bikarbonat serum akan menurun. Berkurangnya PaO2 jaringan menyebabkan vasodilatasi local dan vasodilatasi difus yang terjadi pada hipoksia menyeluruh, meningkatkan cardiac output. Pada pasien dengan didasari penyakit jantung , kebutuhan jaringan perifer untuk meningkatkan cardiac output dalam keadaan hipoksia dapat mencetuskan gagal

jantung kongestif. Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik, PaO2 yang menurun akan memperberat iskemi miokard dan selanjutnya memperburuk fungsi ventrikel kiri. Salah satu dari mekanisme kompensasi yang penting pada hipoksia kronik adalah meningkatnya konsentrasi Hb dan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi, dalam hal ini terjadi polisitemia sekunder karena produksi eritropoetin.

2. SIANOSIS Sianosis merupakan warna kebiruan pada kulit dan membran mukosa sebagai akibat dari peningkatan jumlah Hb yang tereduksi (lebih dari 50 g/L atau 5 g/dL) atau derivat Hb pada pembuluh darah kecil di daerah tertentu. Sianosis terutama terlihat jelas di bibir, dasar kuku, daun telinga, dan tonjolan tulang pipi. Sianosis khususnya bila baru saja terjadi lebih sering terlihat oleh anggota keluarga pasien daripada pasien itu sendiri.Kulit yang kemerahan karena polisitemia vera harus dibedakan dari sianosis yang sebenarnya.Flush berwarna merah ceri disebabkan oleh CO-Hb. Derajat sianosis dipengaruhi pigmen kulit dan ketebalan kulit, serta warna dan keberadaan kapiler kulit. Deteksi klinik yang akurat mengenai timbulnya dan derajat sianosis adalah sulit, yang dibuktikan melalui studi oksimetris. Sebagai contoh, sianosis sentral dapat dibuktikan ketika SaO2 sudah menurun sampai 85 %. Pada kasus lain, pada orang berkulit gelap, sianosis sentral dapat tidak terdeteksi sampai saturasi oksigen turun menjadi 75 %. Pada orang berkulit gelap, pemeriksaan membran mukosa pada rongga mulut dan konjungtiva, lebih membantu daripada pemeriksaan kulit untuk mendeteksi sianosis. Peningkatan jumlah Hb yang tereduksi pada pembuluh darah mukokutan yang menyebabkan sianosis, dapat berasal baik dari peningkatan jumlah darah vena sebagai akibat dilatasi venula dan ujung-ujung vena pada kapiler, maupun dari berkurangnya SaO2 darah kapiler. Pada umumnya sianosis menjadi jelas bila konsentrasi rata-rata dari Hb yang tereduksi pada pembuluh darah kapiler melebihi 4 gr/dl. Untuk menimbulkan sianosis, yang lebih berperan adalah jumlah absolut Hb yang tereduksi daripada jumlah relatifnya. Dengan demikian, pada penderita dengan anemia berat, jumlah relatif dari Hb yang tereduksi pada darah vena dapat sangat banyak bila dibandingkan dengan jumlah total Hb dalam darah. Namun karena konsentrasi Hb turun, jumlah Hb yang tereduksi tetap kecil dan karenanya, pasien denagn anemia berat dan bahkan dengan desaturasi arteri yang jelas, tidak tampak sianosis. Makin tinggi kandungan total Hb, makin besar tendensi terjadinya sianosis. Dengan demikian, pasien dengan polisitemia yang jelas cenderung untuk menjadi sianosis pada tingkat SaO2 yang lebih tinggi dibandingkan pasien dengan nilai hematokrit normal.

Kongesti pasif lokal, yang menyebabkan peningkatan jumlah total Hb yang tereduksi dalam pembuluh darah di daerah tersebut, dapat menyebabkan sianosis. Sianosis juga ditemukan ketika Hb nonfungsional seperti met-Hb atau sulf-Hb dijumpai dalam darah. Sianosis dapat dibedakan menjadi tipe sentral dan perifer. a) Pada tipe sentral, SaO2 menurun atau dijumpai derivat Hb yang abnormal. Membran mukaosa dan kulit, keduanya dipengaruhi. b) Sianosis perifer berhubungan dengan melambatnya aliran darah dan banyaknya ekstraksi O2 yang abnormal dari darah arteri yang saturasinya normal. Hal ini sebagai akibat dari vasokonstriksi dan berkurangnya aliran darah perifer, seperti yang terjadi pada paparan dingin, syok, congestive failure, dan penyakit pembuluh darah perifer (PVD). Sering pada keadaan ini, membran mukosa rongga mulut atau bawah lidah tidak terlibat. Membedakan gambaran klinis antara sianosis sentral dan perifer tidak selalu mudah. Pada keadaan seperti syok kardiogenik disertai dengan edema paru mungkin terjadi campuran kedua tipe sianosis ini. 2.1 Sianosis sentral 2.1.1 Saturasi oksigen arteri yang menurun. a. Menurunnya tekanan atmosfir ketinggian b. Terganggunya fungsi paru i. Hipoventilasi alveolar ii. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi paru (perfusi dari alveoli yang hipoventilasi) iii. Difusi oksigen yang terganggu c. Shunt anatomik i. Tipe tertentu penyakit jantung congenital ii. Fistula arterio-venous pulmoner iii. Shunt-shunt kecil intrapulmoner multipel. d. Hemoglobin dengan afinitas oksigen yang rendah. 2.1.2 Abnormalitas Hemoglobin a. Methemoglobinemia herediter, didapat b. Sulfhemoglobinemia - didapat c. Karboksihemoglobinemia (bukan sianosis yang sesungguhnya) 2.2 Sianosis perifer 2.2.1 Berkurangnya cardiac output 2.2.2 Paparan dingin 2.2.3 Redistribusi aliran darah dari ekstremitas 2.2.4 Obstruksi arterial 2.2.5 Obstruksi vena Berkurangnya SaO2 berasal dari menurunnya PaO2. Menurunnya PaO2 dapat

terjadi dari menurunnya FiO2 tanpa disertai kompensasi yang memadai berupa hiperventilasi alveolar untuk mempertahankan PO2 alveoler. Pada ketinggian 2500 m, sianosis tidak berat.Tetapi sianosis akan menjadi berat pada ketinggian 5000 m. Alasan untuk perbedaan ini menjadi jelas dengan melihat bentuk S dari kurva disosiasi Hb-O2. Pada ketinggian 2500 m, FiO2 kira-kira 120 mmHg, PO2 alveoler mendekati 80 mmHg dan SaO2 hampir normal. Tetapi pada ketinggian 5000 m, FIO2 dan PO2 alveoler berturut-turut kira-kira 85 dan 50 mmHg, dan SaO2 hanya kira-kira 75%. Keadaan ini menyisakan 25% dari Hb darah arteri dalam bentuk tereduksi, jumlah yang berhubungan dengan sianosis tanpa anemia. Dengan cara serupa, Hemoglobin mutan dengan afinitas O2 yang rendah (Hb Kansas) menyebabkan turunnya saturasi O2 dan pada akhirnya terjadi sianosis sentral. Gangguan fungsi paru yang serius melalui perfusi pada area paru yang tidak terventilasi atau miskin ventilasi (hipoventilasi alveolar) adalah penyebab sianosis sentral yang sering. Kondisi ini dapat terjadi baik akut seperti pada pneumonia luas atau edema paru maupun kronik disertai penyakit paru kronik (misalnya emfisema). Pada yang terjadi secara kronik, biasanya timbul polisitemia sekunder dan jari tabuh. Namun pada banyak tipe penyakit paru kronik dengan fibrosis dan obliterasi dari capillary vascular bed, sianosis tidak terjadi karena pada area yang tidak terventilasi, karena pada daerah ini hanya terjadi relatif sedikit perfusi. Penyebab lain turunnya SaO2 adalah shunting dari darah vena sistemik ke sirkuit arteri. Penyakit jantung congenital tertentu berhubungan dengan sianosis. Karena aliran darah berasal dari tempat bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah, untuk menghasilkan shunt dari kanan ke kiri pada defek kardiak,harus ada lesi obstruktif distal dari defek atau peningkatan resistensi vaskuler paru. Lesi kardiak congenital tersering yang berhubungan dengan sianosis pada dewasa adalah Tetralogi Fallot (kombinasi VSD dan obstruksi pulmonary outflow tract). Makin berat obstruksi, makin tinggi derajat shunting dari kanan ke kiri yang menyebabkan sianosis. Pada pasien dengan PDA, hipertensi pulmonal, dan shunt dari kanan ke kiri, terjadi sianosis diferensial, yaitu sianosis pada ekstremitas bawah (bukan pada ekstremitas atas). Fistula arterio-venous pulmoner dapat congenital atau didapat, soliter atau multiple, mikroskopik atau masif. Beratnya sianosis akibat adanya fistula ini tergantung dari ukuran dan jumlahnya. Pada telangiektasi hemoragik herediter, kadang-kadang juga bisa terjadi sianosis.Penurunan SaO2 dan sianosis juga bisa terjadi pada sirosis; agaknya sebagai akibat fistula arterio-venosa pulmoner atau anastomosis vena porta dan vena pulmonalis. Pada penderita dengan shunt kardiak atau pulmoner dari kanan ke kiri, beratnya sianosis relatif tergantung dari ukuran shunt terhadap aliran sistemik sebagaimana pada saturasi Hb-O2 darah vena. Dengan meningkatnya ekstraksi O2 dari darah sewaktu kerja otot, darah vena yang kembali ke jantung kanan lebih tidak

tersaturasi daripada saat istirahat, dan dengan shunting darah atau lintasannya melalui paru yang tidak mengalami oksigenasi normal, sianosis akan makin luas. Juga karena resistensi vascular sistemik menurun dengan latihan, pada pasien penyakit jantung congenital dan defek septal, shunt dari kanan ke kiri semakin diperberat dengan latihan. Polisitemia sekunder sering terjadi pada pasien dengan O2 arteri miskin saturasi dan menyebabkan sianosis. Sianonis dapat terjadi dari sejumlah kecil methemoglobin yang beredar dalam sirkulasi dan sejumlah yang lebih kecil sulf-Hb. Walaupun keduanya adalah penyebab sianosis yang tidak lazim, kedua pigmen Hb yang abnormal ini harus dicari dengan metoda spektroskopi bila penyebab sianosis tidak dapat dijelaskan dengan malfungsi sistem sirkulasi/respirasi.Pada umumnya, tidak terbentuk jari tabuh. Diagnosis methemoglobinemia dapat diduga bila darah penderita tetap berwarna coklat setelah dikocok dalam tabung reaksi dan terpapar udara. Kemungkinan etiologi terseringnya adalah vasokonstriksi generalisata karena paparan udara/air dingin. Ketika cardiac output rendah, seperti pada gagal jantung kongestif berat atau syok, vasokonstriksi kulit terjadi sebagai mekanisme kompensasi, sehingga darah dialirkan terutama ke daerah-daerah prioritas seperti SSP dan jantung, dan terjadi sianosis yang berhubungan dengan ekstremitas yang dingin. Walaupun saturasi darah arteri normal, volume darah yang mengalir ke kulit berkurang dan turunnya PO2 pada ujung vena dari kapiler menyebabkan sianosis. Obstruksi arteri pada ekstremitas seperti pada embolus, atau konstriksi arteriol seperti pada vasospasme akibat dingin (fenomena Raynaud) pada umumnya menyebabkan kepucatan dan dingin yang bisa berkaitan dengan sianosis. Obstruksi vena seperti pada tromboflebitis, melebarkan plexus vena subpapiler sehingga memperberat sianosis. 2. 3 Pendekatan Pasien Dengan Sianosis. Hal-hal di bawah ini penting untuk mencari penyebab sianosis : 1. Anamnesis, khususnya onset (sianosis sejak lahir biasanya berhubungan dengan penyakit jantung congenital) dan mungkin paparan obat-obatan/bahan kimia yang mempengaruhi terbentuknya jenis Hb yang abnormal. 2. Perbedaan klinis antara sianosis sentral dan perifer; melalui pemeriksaan fisik/radiografik terhadap adanya kelainan sistem respirasi atau kardiovaskuler. Pijatan/penekanan atau penghangatan ekstremitas yang sianotik, akan meningkatkan aliran darah perifer dan akan memperbaiki sianosis perifer, tetapi tidak sianosis sentral.

3. Ada atau tidaknya jari tabuh Clubbing tanpa sianosis sering ditemukan pada pasien dengan endokarditis

infektif dan colitis ulseratif. Clubbing juga dapat terjadi pada orang sehat berhubungan dengan pekerjaan. Kombinasi sianosis dan clubbing sering terjadi pada penderita penyakit jantung kongenital dan shunting dari kanan ke kiri; kadang-kadang dijumpai pada penderita penyakit paru seperti abses paru atau fistula arteri-vena pulmonalis. Sianosis perifer atau sentral yang akut tidak berhubungan dengan jari tabuh. 4. Penentuan PaO2, SaO2, dan pemeriksaan spektroskopi, serta pemeriksaan darah untuk mencari jenis hemoglobin abnormal.

Pustaka 1. Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition, page 209 - 211. 2. Harrisons Manual of Medicine 16th Edition, page 192 - 193 Posted in: Penyakit

[Anastesi] Hipoksia
14.54.00 Anestesi No comments

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tujuan akhir pernapasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi oksigen, karbondioksida dan ion hidrogen dalam cairan tubuh. Kelebihan karbondioksida atau ion hidrogen mempengaruhi pernapasan terutama efek perangsangan pusat pernapasannya sendiri, yang menyebabkan peningkatan sinyal inspirasi dan ekspirasi yang kuat ke otot-otot pernapasan. Akibat peningkatan ventilasi pelepasan karbondioksida dari darah meningkat, ini juga mengeluarkan ion

hidrogen dari darah karena pengurangan karbondioksida juga mengurangi asam karbonat darah.1 PO2 darah yang rendah pada keadaan normal tidak akan meningkatkan ventilasi alveolus secara bermakna sampai tekanan oksigen alveolus turun hampir separuh dari normal. Sebab dari berkurangnya efek perubahan tekanan oksigen pada pengaturan pernapasan berlawanan dengan yang disebabkan oleh mekanisme yang mengatur karbondioksida dan ion hidrogen. Peningkatan ventilasi yang benar-benar terjadi bila PO2 turun mengeluarkan karbondioksida dari darah dan oleh karena itu mengurangi tekanan PCO2, pada waktu yang sama konsentrasi ion hidrogen juga menurun. Berbagai keadaan yang menurunkan transpor oksigen dari paru ke jaringan termasuk anemia, dimana jumlah total hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen berkurang, keracunan karbondioksida, sehingga sebagian besar hemoglobin menjadi tidak mampu mengangkut oksigen, dan penurunan aliran darah ke jaringan dapat di sebabkan oleh penurunan curah jantung atau iskemi lokal jaringan.1 Perubahan tegangan oksigen dan karbondioksida serta perubahan konsentrasi intraeritrosit dari komponen fosfat organik, terutama asam 2,3 bifosfat (2,3-BPG) men yebabkan pergeseran kurva disosiasi oksigen. Bila hasil hipoksia sebagai akibat gagal pernapasan, PaCO2 biasanya meningakat, dan kurva disosiasi oksigen bergeser ke kanan. Dalam kondisi ini, persentase saturasi hemoglobin dalam darah arteri pada kadar penurunan tegangan okmsigen alveolar (PaO2) yang diberikan. Akibat dari hipoksia, terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat. Hipoksia akaut akan menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran klinis yang mempunyai gambaran pada alkoholisme akut. Kalau

keadaan hipoksia berlangsung lama mengakibatkan gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah pusat batang otak akan terkena, dan kematian biasanya disebabkan oleh gagal pernapasan. Bila penurunan PaO2 disertai hiperventilasi dan penurunan PaCO2, resistensi serebro-vasculer meningkat, aliran darah serebral meningkat dan hipoksia bertambah.2 Pengaruh hipoksia stagnant tergantung pada jaringan yang dipengaruhi. Pada hipoksia, otak dipengaruhi pertama kali.3Di otak terdapat pusat pernapasan yang merupakan sekelompok neuron yang tersebar luas dan terletak bilateral (dari kiri ke kanan) medula oblongata dan pons. Ada tiga kelompok neuron utama: (1) kelompok neuron pernapasan dorsal terletak di bagian dorsal medulla, yang menyebabkan inspirasi, (2) kelompok pernapasan ventral yang terletak di ventrolateral medulla yang menyebabkan ekspirasi atau inspirasi tergantubg pada kelompok neuron yang dirangsang, (3) pusat pneumotaksik, terletak di bagian superior belakang pons yang membantu kecepatan dan pola pernapasan.1 neuronneuron kelompok pernapasan dorsal memegang peranan penting dalam mengontrol pernapasan.

II.1 Definisi Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai di bawah tingkat fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh darah memedai.4,5

II.2 Etiologi

Hipoksia dapat terjadi karena defisiensi oksigen pada tingkat jaringan akibatnya sel-sel tidak cukup memperoleh oksigen sehingga metabolisme sel akan terganggu. Hipoksia dapat disebabkan karena:(1) oksigenasi paru yang tidak memadai karena keadaan ekstrinsik, bisa karena kekurangan oksigen dalam atmosfer atau karena hipoventilasi (gangguan syaraf otot), (2) penyakit paru, hipoventilasi karena peningkatan tahanan saluran napas atau compliance paru menurun. Rasio ventilasi perfusi tidak sama (termasuk peningkatan ruang rugi fisiologik dan shunt fisiologik). Berkurangnya membran difusi respirasi, (3) shunt vena ke arteri (shunt dari kanan ke kiri pada jaringan), (4) transpor dan pelepasan oksigen yang tidak memedai (inadekuat). Hal ini terjadi pada anemia, penurunan sirekulasi umum, penurunan sirkulasi lokal (perifer, serebral, pembuluh darah jantung), edem jaringan, (5) pemakaian oksigen yang tidak memedai pada jaringan, misal pada keracunan enzim sel, kekurangan enzim sel karena defisiensi vitamin B.1 Gagal pernapasan dapat akut dapat didefinisikan sebagai kurangnya PO2 dari 50 mmHg dengan atau tanpa PCO2 lebih dari 50 mmHg. Hipoksia dapat disebabkan oleh gagal kardiovaskuler misalnya syok, hemoglobin abnormal, penyakit jantung, hipoventilasi alveolar, lesi pirau, masalah difusi, abnormalitas ventilasiperfusi, pengaruh kimia misal karbonmonoksida, ketinggian, faktor jaringan lokal misal peningkatan kebutuhan metabolisme, dimana hipoksia dapat menimbulkan efek-efek pada metabolisme jaringan yang selanjutnya menyebabkan asidosis jaringan dan mengakibatkan efek-efek pada tanda vital dan efek pada tingkat kesadaran.6 Gagal napas selalu disertai hipoksia. Beberapa kasus umum gagal pernapasan adalah: (1) syaraf pusat, segala sesuatu yang menimbulkan depresi

pada pusat napas akan menimbulkan gangguan napas misalnya obatobatan(anestesia, narkotik, tranquiliser),trauma kepala, radang otak, strok, neoplasma. (2) syaraf tepi: a. Jalan napas, sumbatan jalan napas akan menganggu ventilasi dan oksigenasi, tetapi setelah sumbatan jalan napas bebas masih tetap ada gangguan ventilasi maka harus di cari penyebab yang lain. b. Paru, kelainan di paru seperti radang, aspirasi, atelektasis, edem, contusio, dapat menyebabkan gangguan napas. c. Rongga pleura, normalnya rongga pleura kosong dan bertekanan negatif, tetapi biula sesuatu yang menyebabkan tekanan menjadi positif seperti udara (pneumothorak), cairan (fluidothorak), darah (hemothorak) maka paru dapat terdesak dan timbul gangguan napas. d. Dinding dada, patah tulang iga yang multipel apalagi segmental akan menyebabkan nyeri waktu inspirasi dan terjadinya flail chest sehingga terjadi hipoventilasi sampai atelektasis paru, scleroderma, kyphoscoliosis. e. Otot napas, otot inspirasi utama adalah diafragma dan interkostal eksternus. Bila ada kelumpuhan otot-otot tersebut misal karena sisa obat pelumpuh otot, myastenia gravis, akan menyebabkan gangguan napas. Tekanan intra abdominal yang tinggi akan menghambat gerak diafragma. f. Syaraf, kelumpuhan atau menurunnya fungsi syaraf yang mengnervasi otot interkostal dan diafragma akan menurunkan kemampuan inspirasi sehingga terjadi hipoventilasi. Misalnya: Blok subarachnoid yang terlalu tinggi, cedera tulang leher, Guillain Barre Syndrome, Poliomyelitis.

(3) Percabangan neuromuscular misalnaya otot yang relaksasi, keracunan organophospat. (4) Post operasi misal bedah thorak, bedah abdomen.7,8 Dalam anestesi, gagal pernapasan/sumbatan jalan napas dapat disebabkan oleh tindakan operasi itu sendiri misalnya karena obat pelumpuh otot, karena muntahan,/lendir, suatu penyakit,(koma, stroke, radang otak), trauma/kecelakaan (trauma maksilofasial, trauma kepala, keracunan).8

II.3 Macam Hipoksia Hipoksia di bagi dalam 4 tipe : (1) hipoksia hipoksik (anoksia anoksik), dimana PO2 darah arteri berkurang, (2) hipoksia anemik, dimana PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut oksigen berkurang, (3) hipoksia stagnant atau iskemik, dimana aliran darah ke jaringan sangat lambat sehingga oksigen yang adekuat tidak di kirim ke jaringan walaupun PO2 konsentrasi hemoglobin normal, (4) hipoksia histotoksik dimana jumlah oksigen yang dikirim ke suatu jaringan adalah adekuat tetapi oleh karene kerja zat yang toksik sel-sel jaringan tidak dapat memakai oksigen yang disediakan.3

II.4 Diagnosis Setiap keluhan atau tanda gangguan respirasi hendaknya mendorong di lakukannya analisis gas-gas darah arteri. Saturasi hemoglobin akan oksigen (SaO2) kurang dari 90% yang biasanya sesuai dengan tegangan oksigen arterial (PaO2) kurang dari 60 mmHg sangat mengganggu oksigenasi CO2 arterial (PaCO2) hingga lebih dari 45-50 mmHg mengandung arti bahwa ventilasi alveolar sangat terganggu. Kegagalan pernapsan terjadi karena PaCO2 kurang dari

60mmHg pada udara ruangan, atau pH kurang dari 7,35 dengan PaCO2 lebih besar dari 50mmHg. Dimana daya penyampaian oksigen ke jaringan tergantung pada: (1) sistem pernapasan yang utuh yang akan memberikan oksigen untuk menjenuhi hemoglobin, (2) kadar hemoglobin, (3) curah jantung dan microvascular, (4) mekanisme pelepasan oksihemoglobin.9

II.5 Patofisiologi Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita trauma kepal/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otototot termasuk otot lidah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia yang relaks, menyebabkan isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalan napas oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia oleh aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah menurun atau hilang.8 Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan ventilasi. Kegagalan oksigenasi dapat disebabkan oleh: (1) ketimpangan antara ventilasi dan perfusi. (2) hubungan pendek darah intrapulmoner kanan-kiri. (3) tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau karena tercampur darah yang mengandung oksigen rendah. (4) gangguan difusi pada membran kapiler alveoler. (5) hipoventilasi alveoler. Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35. Kegagalan ventilasi terjadi bila minut ventilation berkurang secara tidak wajar atau bila tidak dapat meningkat dalam

usaha memberikan kompensasi bagi peningkatan produksi CO2 atau pembentukan rongga tidak berfungsi pada pertukaran gas (dead space). Kelelahan otot-otot respirasi /kelemahan otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma tidak mampu membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan ventilasi yang sudah cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan otot-otot inspirasi seringkali mendahului penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang berakibat kenaikan PaCO2. Tahap awal berupa pernapasan yang dangkal dan cepat yang diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi yang tidak terkoordinsiberupa alterans respirasi (pernapasan dada dan perut bergantian), dan gerakan abdominal paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi) dapat menunjukan asidosis respirasi yang sedang mengancam dan henti napas.9 Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama adalah membuka jalan napas dan menjaganya agar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari penyebab lain.penyebab lain yang terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan napas yang bebas, kekuatan otot inspirasi yang kuat, dinding thorak yang utuh, rongga pleura yang negatif dan susunan syaraf yang baik.Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan terjadi hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat menurunkan kesadran dan menekan pusat napas bila disertai hipoksemia keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat napas akan

menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan memberikan ventilasi dan oksigensi. Gangguan ventilasi dan oksigensi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan fungsi jantung. Parameter ventilasi : PaCO2 (N: 35-45 mmHg), ETCO2 (N: 25-35mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2 (N: 80-100 mmHg), Sa O2 (N: 95-100%).8

II.6 Penatalaksanaan Penilaian dari pengelolaan jalan napas harus dilakukan dengan cepat, tepat dan cermat. Tindakan ditujukan untuk membuka jalan napas dan menjaga agar jalan napas tetap bebas dan waspada terhadap keadaan klinis yang menghambat jalan napas.Penyebab sumbatan jalan napas yang tersering adalah lidah dan epiglotis, muntahan, darah, sekret, benda asing, trauma daerah maksilofasial. Pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran maka lidah akan jatuh ke belakang menyumbat hipofarings atau epiglotis jatuh kebelakang menutup rima glotidis. Dalam keadaan seperti ini, pembebasan jalan napas dapat dilakukan tanpa alat maupun dengan menggunakan jalan napas buatan. Membuka jalan napas tanpa alat dilakukan dengan cara Chin lift yaitu dengan empat jari salah satu tangan diletakkan dibawah rahang ibu jari diatas dagu, kemudian secara hati-hati dagu diangkat ke depan. Bila perlu ibu jari dipergunakan untuk membuka mulut/bibir atau dikaitkan pada gigi seri bagian bawah untuk mengangkat rahang bawah. Manuver Chin lift ini tidak boleh menyebabkan posisi kepala hiperekstensi. Cara Jaw Thrust yaitu dengan mendorong angulus mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-jari kedua tangan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas, kedua ibu jari membuka mulut dan kedua telapak tangan menempel pada

kedua pipi penderita untuk melakukan immobilisasi kepala. Tindakan jaw thrust buka mulut dan head tilt disebut airway manuver.8 Jalan napas orofaringeal. Alat ini dipasang lewat mulut sampai ke faring sehingga menahan lidah tidak jatuh menutup hipofarings. Jalan napas nasofaringeal. Alat di pasang lewat salah satu lubang hidung sampai ke faring yang akan menahan jatuhnya pangkal lidah agar tidak menutup hipofaring. Untuk sumbatan yang berupa muntahan, darah, sekret, benda asing dapat dilakukan dengan menggunakan alat penghisap atau suction. Ada 2 macam kateter penghisap yang sering digunakan yaitu rigid tonsil dental suction tip atau soft catheter suction tip. Untuk menghisap rongga mulut dianjurkan memakai yang rigid tonsil/dental tip sedangkan untuk menghisap lewat pipa endotrakheal atau trakheostomi menggunakan yang soft catheter tip. Jangan menggunakan soft catheter tip lewat lubang hidung pad penderita yang den gan fraktur lamina cribosa karena dapat menembus masuk rongga otak. Harus diperhatikan tata cara penghisapan agar tidak mendapatkan komplikasi yang dapat fatal. Benda asing misalnya daging atau patahan gigi dapat dibersihkan secara manual dengan jari-jari. Bila terjadi tersedak umumnya nyantoldidaerah subglotis, dicoba dulu dengan cara back blows, abdominal thrust.8

KESIMPULAN Fungsi utama sistem respirasi adalah menjamin pertukaran O2 dan CO2. Bila terjadi kegagalan pernapasan maka oksigen yang sampai ke jaringan akan mengalami defisiensi akibatnya sel akan terganggu proses metabolismenya. Terjadinya Hipoksia banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya karena

tindakan anestesi (anestesi yang terlalu dalam, sisa obat pelemas otot, obat narkotik), suatu penyakit (radang otak, radang syaraf, stroke, tumor otak, edema paru, gagal jantung, miastenia gravis), trauma/kecelakaan (cedera kepela, cedera tulang leher, cedera thorak, keracunan obat). Prinsip penanganan hipoksia adalah dengan membebaskan jalan napas dengan mencari penyebabnya, bisa dengan cara Chin lift, Jaw thrust, jalan napas orofaringeal, jalan napas nasofaringeal, atau dengan suction.

DAFTAR PUSTAKA 1. Guyton, 1994.,Pernapasan, Pengangkutan Oksigen dan Karbondioksida di dalam Darah dan Cairan Tubuh,Pengaturan Pernapasan, hal: 181-207, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed.7, Bag.II, Cet.I., EGC, Jakarta. 2. Kurt J.I et all, 1999.,Hipoksia, Polisitemia dan Sianosis, hal: 208-212, Horrison, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Vol. I, EGC, Jakarta. 3. Ganong M.D., 1988, Penyesuaian Pernapasan Pada Orang Sehat dan Sakit, Hipoksia, hal: 586-597,Fisiologi Kedokteran,ed.10,Cet.IV,EGC, Jakarta 4. Rima dkk., 1996, Hipoksia, Kamus Kedokteran Dorlan, hal: 898, cet.II, EGC, Jakarta. 5. Sylvia A.P., Lorraine M.W., 1995, Tanda dan Gejala Penyakit Pernapasan, Hiperkapnea dan Hipokapnea, hal: 685, Fisiologis Proses-proses Penyakit, ed. 4, Buku II, EGC, Jakarta. 6. Carolyn M.H., Barbara M.G., 1995, Gagal Pernapasan Akut, hal: 563, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, ed.VI, Vol. I, EGC, Jakarta.

7. T.E. O.H.,1985, Respiratory Failure-General Principles, Oksigen Therapy, hal: 67-76, Intensive Care Manual, ed. 2, Sydney, London, Boston, Durban, Singapore, Toronto Wellington. 8. Karjadi W., 2000, Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran, Sumbatan Jalan Napas, Gawat Napas Akut, hal: 17-34, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 9. Michele W.M.D., Alison W.M.D., 1995, Pedoman Pengobatan, Kegagalan Respirasi Akut, hal: 277-302, ed. 1, Cet.1, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.

Hipoksia

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mudah lelah, lesu tak bersemangat dan tubuh merasa pegal linu dan gampang jatuh sakit. Bila mengalami semua atau sebagian keluhan ini, waspadalah. Ini adalah istilah medis menggambarkan tubuh kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen sama sekali bukan kondisi yang baik Karen aoksigen adalah senyawa penting pembentuk energi bagi tubuh. Anda tak punya tenaga yang cukup sehingga aktifitas dan rutinitas terganggu. Prosesnya berlangsung cepat. Mula-mula wajah korban pucat, tubuhnya terasa lemas, lalu tiba-tiba saja ambruk tidak sadarkan diri. Pingsan terjadi karena otak kekurangan pasokan oksigen. Penyebabnya cukup banyak. Bisa karena tubuh terlalu lelah.

Terlalu lama beristirahat dengan posisi tidur lalu mendadak berdiri untuk melakukan aktifitas juga bisa mengundang pingsan. Karena pada saat itu tubuh masih lemah dan organ-organ yang bekerja menjaga keseimbangan tubuh belum berfungsi sempurna. Faktor ketegangan emosi dan mengenakan pakaian ketat yang menekan leher juga bisa mengakibatkan pingsan karena aliran darah ke otak berkurang sementara darahlah yang bertugas mengantarkan oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh termasuk otak. Untuk mengatasi pingsan, korban harus dibaringkan, ganjal kakinya dengan bantal atau benda lain sehingga posisi kepala lebih rendah dari kaki. Cara ini membantu melancarkan aliran oksigen ke otak.

Anda mungkin juga menyukai