RESPIRASI II
Gerakan Pernafasan dari Berbagai Keadaan
Anggota Kelompok:
1. Moch. Nova Wibawa (B04180003) _______
2. Cahya Jupisa (B04180013) _______
3. Zakiy Al Azmi (B04180017) _______
4. Dita Pratama Putri (B04180019) _______
5. Bintang Aditia Tri Wibowo* (B04180023) _______
6. Zahratul Jannah (B04180036) _______
Tujuan Praktikum
Metode
A. Pengaruh Sikap Badan Menelan dan Berbicara pada Gerakan-Gerakan Nafas
Abdominal dan Torakal.
Steograf dipasang melingkar pada dada sehingga gerakan-gerakan
pernafasan menyebabkan perbedaan tekanan dalam ruang di rangkaian stetograf.
Naik-turunnya penulis pada tabur Marey mencerminkan gerakan-gerakan napas
yang dapat direkam pada kimograf. Subyek dibiarkan tidur terlentang selama 5
menit, lalu dibuat rekaman. Subyek dibiarkan untuk duduk selama 5 menit lalu
dibuat rekaman. Subyek dibiarkan untuk berdiri dengan tenang selama 5 menit,
lalu dibuat rekaman. Stetograf lain dipasang melingkari abdomen saat subyek
masih berdiri. Gerakan napas abdomen dan dada direkam secara bersamaan.
Stetograf yang melingkari perut dilepaskan. Subyek diberi air minum (satu teguk)
dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Gerakan napas biasa direkam, kemudian
subyek disuruh untuk menelan air tersebut sewaktu ia melakukan inspirasi.
Percoban diulangi akan tetapi subyek menelan air pada saat ekspirasi. Setelah
didapat rekaman normal, subyek disuruh membaca dengan suara perlahan-lahan,
dan dibuat rekaman lalu dibandingkan dengan suara-suara yang ia ucapkan.
Rekaman waktu dibuat di bawah masing-masing rekaman di atas dan dipelajari
juga kurva gerakan-gerakan nafas, frekuensi, amplitudo fase inspirasi dan
ekspirasi dan dicatat hasilnya pada lembar kerja yang telah disediakan.
Sistem pernapasan pada manusia dapat terjadi secara involuntary atau tidak
sadar dan secara voluntary atau secara sadar. Manusia dalam kedaan normal
bernapas menggunakan menaknisme pernapasan costoabdominal secara
involuntary. Mekanisme pernapasan costoabdominal melibatkan otot-otot
thoracal, os costae, otot-otot abdominal, dan diapraghma (Simarmata 2016).
Pergerakan otot-otot thoracal dan abdominal tersebut saat bernapas menimbul
gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan dapat berbeda seiring perbedaan sikap
badan. Gerakan pernapasan bisa direkam menggunakan stetograf yang
dihubungkan dengan tambur marey dan kimograf sebagai alat penulis. Gelombang
gerakan pernapasan yang terekam menunjukan frekuensi napas yang berbeda
beda sesuai dengan sikap badan.
Hasil menunjukkan bahwa frekuensi pernapasan pada parameter posisi
duduk saat pernapasan normal yaitu sebanyak 16 kali/menit lebih besar dari pada
tidur yaitu sebanyak 12 kali/menit. Hal ini disebabkan pada saat posisi tidur otot-
otot thoracal dan otot-otot abdominal seluruhnya berelaksasi. Pada posisi
telentang (tidur) OP mengalami dua proses fisiologis yang dapat menekan
pernapasan yaitu peningkatan volume darah dalam rongga thoraks dan kompreksi
dada. Akibatnya, proses pertukaran udara pada OP saat berbaring telentang tidak
berlangsung secara maksimal (Annisa 2013). Sedangkan pada parameter posisi
berdiri saat pernapasan normal, frekuensi pernapasan OP meningkat dari pada
posisi tidur dan duduk. Menurut literatur hal tersebut disebabkan pada tubuh yang
berdiri, otot-otot kaki akan berkontraksi sehingga diperlukan tenaga untuk
menjaga tubuh tetap tegak berdiri. Keadaan tersebut menyebabkan kebutuhkan
akan suplai O2 meningkat untuk pembentukan energi (Wibawa 2008).
Siklus respirasi (satu kali pernapasan) terdiri dari 2 fase, yaitu inspirasi
(saat menghirup oksigen masuk kedalam tubuh) dan ekspirasi (saat karbon
dioksida dipompa keluar dari tubuh). Mekanisme berbicara dan pernapasan tidak
bisa dipisahkan. Frekuensi pernapasan saat berbicara lebih rendah dari pada saat
bernapas normal tanpa berbicara. Sebab pada saat berbicara kita membutuhkan
hembusan udara untuk menggetarkan pita suara sehingga timbulah suara. Pada
umumnya kita bicara diawali dengan fase inspirasi, dan saat fase ekspirasi kita
mulai untuk berbicara/ membaca. Lamanya kita berbicara bergantung pada udara
yang dikeluarkan untuk menghasilkan suara. Saat berbicara/ membaca, udara
masuk melalui rongga hidung dan sedikit demi sedikit akan di keluarkan melalui
laring yang terdapat pita suara sehingga tercipta suara saat kita berbicara (Asih
2004). Hal tersebut dibuktikan dengan hasil rekaman frekuensi pernapasan OP
yaitu sebanyak 8 kali/menit pada fase inspirasi dan sebanya 6 kali/menit pada saat
fase ekspirasi.
Hasil praktikum menunjukkan bahwa frekuensi pernapasan saat minum
terjadi lebih lambat dari frekuensi pernapasan normal saat tidak minum. Sebab
pada saat minum atau menelan makanan, epiglottis akan menutup saluran
pernapasan agar air atau makanan tidak masuk ke saluran pernapasan. Hal
tersebut terjadi secara involuntary yang telah diatur disistem syaraf (Putra 2017).
Sehingga frekuensi pernapasan akan melambat agar tidak tersedak. Hal ini
dibuktikan pada OP frekuensi pernapasan saat minum sebanyak 12 kali/menit saat
inspirasi dan 8 kali/menit saat ekspirasi atau lebih lambat dibanding frekuensi
pernapasan normal saat tidak minum.
Hasil pengamatan pada parameter kerja fisik atau lari menunjukkan frekuensi
pernapasan OP menjadi lebih cepat, yaitu 52 kali/menit. Hal ini terjadi sebab saat
tubuh melakukan kerja fisik yang berat, tubuh akan membutuhkan banyak O 2
untuk pembentukan ATP, sehingga O2 yang beredar di pembuluh darah akan
diedarkan ke sel-sel (khusunya sel otot) secara cepat. Pada saat terjadi kelelahan,
tubuh akan mengirimkan impuls ke otak untuk sistem pernapasan bahwa tubuh
kekurangan O2 dan peningkatan kadar CO2 , sehingga frekuensi pernapasan akan
meningkat (cepat) untuk mencukupi kebutuhhan O2 tubuh (Saminan 2012).
Simpulan
Daftar Pustaka
Agustin E.2016. Menentukan karakteristik dinamika fluida pada laju aliran
pernapasan. Jurnal Kedokteran Diponegoro.5(4): 1930-1936.
Annisa R. 2013. Pengaruh perubahan posisi terhadap pola nafas pada pasien
gangguan pernafasan. Jurnal Keperawatan Universitas Riau. 5(2): 292-303.
Asih NGY dan Effendi C. 2004. Keperawatan Medical Bedah Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Kedokteran EGC.
Oviera A. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pada
pekerja industri pengolahan kayu di pt. X Jepara. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 4(1):267-276.
Putra HA. 2017. Analisis sirkulasi udara pada sistem pernafasan manusia
menggunakan metode volume hingga. Jurnal Kadikma. 8(2): 95-104.
Saminan. 2012. Pertukaran udara o2 dan co2 dalam pernapasan. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. 12(2):122-126.
Simarmata TF.2016. Perbandingan frekuensi pernapasan sebelum dan sesudah
step exercise berdasarkan indeks massa tubuh pada siswa/i kelas xii SMAN 5
Medan tahun ajaran 2015-2016. Jurnal Kedokteran Methodist. 9(1): 8-13.
Syaifudin H. 2001.Fisiologi Sistem Pernapasan Manusia. Jakarta: Media Medika.
Wibawa A. 2008. “Hubungan antara posisi tubuh terhadap volume statis paru”.
Skripsi. FIK. Fisioterapi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Lampiran