Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH TEKSAM II

TENTANG ANALISIS GAS DARAH (AGD)

DI SUSUN OLEH :
NAMA : HANNA VINI FRANS
NIM : B1D119101
KELAS : 2019C

PRODI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTASS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai.
Terimah kasih juga saya ucapkan kepada dosen TEKSAM II yang selalu
memberikan dukungan serta bimbingan sehingga makalah ini dapat tersusun dengan
baik.
Saya berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman untuk para pembaca.
Saya yakin masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini karna
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat
mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembacademi kesempurnaan
makalah ini.

Makassar, 16 febuari 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Tujuan 4
1.3 Rumusan Masalah 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 DEFINISI ANALISA GAS DARAH 6
2.2 ANALISIS GAS DARAH 7
2.3 PETUNJUK PENGAMBILAN 8
2.4 CARA ALENT”S TEST 9
2.5 KOMPLIFIKASI 10
2.6 TEKNIK PENGAMBIILAN 10
2.7 INTERPRESTASI HASSIL AGD 11
2.8 GANGUAN ASAM BASA SEDERHANNA 12
2.9 KESEIMBANGAN ASAM BASA 13
3.1 PENANGANAN GANGUAN ASAM BASA 14
3.2 KLASIFIIKASI GGANGGUAN ASAM BASA 15
3.3 CARA KERJA ALAT 16
3.4 STANNDART OPERASIONAL PROSEDUR 17
3.5 CARA KERJA ALAT 17
3.6 LANGKAH LANGKAH UNTUK MENILAI GASS DARAH 18
3.7. CONTOH KASUS 18
3.8 HAL HAL YANG HASSUR DIPERHATIKAN 18
BAB III PENUTUP
4.1 KESSIMPULAN 19
4.2 SARAN 19
DAFTARPUSTAKA 20
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Analis gas darah  sering digunakan untuk mengidentifikasi gangguan asam –
basa spesifik pada tingkat kompensasi  yang telah terjadi.meskipun biasanya
pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari darah arterial,jika sampel darah arteri
tidak dapat diperoleh suatu sampel vena  campuran dapat juga digunakan.

Di Indonesia hampir 50% penyakit  dalam dilakukan AGD (Analisa Gas


Darah) untuk mendapatkan data penunjang, pada tahun 2007 banyaknya penderita
demam berdarah menambah catatan penderita penyakit dalam yang dilakukan 
AGD (Analisa Gas Darah).

Dari keadaan di atas sangat dibutuhkan peran analis dalam AGD yaitu
Observasi tempat penusukan dari pendarahan, hematom, atau pucat pada bagian
distal. Dengan meningkatnya catatan penderita penyakit dalam yang dilakukan
AGD, maka penulis tertarik untuk mengangkat “Analisa Gas Darah”.  

I.2 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan yang harus dicapai dalam
makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui defenisi dari Analisa Gas Darah.


2. Untuk mengetahui tentang gangguan asam basa sederhana.
3. Untuk mengetahui cara kerja Blood Gas Analyzer.
4. Untuk memahami langka-langkah untuk menilai gas darah.
5. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dalam analisa gas darah.
6. Untuk mengetahui  hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisa gas darah.

1.3 Rumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah:

1. Apa itu analisis gas darah ?


2. Apa itu gangguan asam basa sederhana?
3. Bagaimana cara kerja Blood Gas Analyzer?
4. Bagaimana  langkah-langkah untuk menilai gas darah?
5. Apa  saja faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD?
6. Apa saja  hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisa gas darah?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Analisa Gas Darah

Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui


darah arteri. Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji
dan memantau respirasi klien dan metabolism asam-basa, serta homeostatis
elektrolit.  Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan
sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut
dan menahun. Meskipun biasanya pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari
darah arteri,jika sampel darah arteri tida dapat diperoleh suatu sampel vena
campuran dapat digunakan. Analisa gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas
Analysis) biasanya dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa
yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik.
AGD juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang
harus diketahui dalam pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2,
HCO3-, PO2, dan  SaO2 Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai
pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai:  Keseimbangan asam basa dalam
tubuh, Kadar oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru.
Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pengambilan darah astrup dari arteri radialis,
brakhialis, atau femoralis
 Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan
penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa
hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita
harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data
laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung
pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3
faktor, yaitu:
1.    Mekanisme dapar kimia
2.    Mekansime  pernafasan
3.    Mekanisme ginjal .
PParameter SSampel Arteri SSamplel Vena

PPA 7,35 - 7,45 7,32 – 7,38


PPACo2 35 – 45 mmHg 42 – 50  mmHg
PPAO2 80 – 100 mmHg 40 - mmHg
S Saturasi Oksigen 95 % -100% 75%
KKelebihan/Kekurangan +/-2 +/-2
basa
HHCO3 22- 26 mEq/L 23 – 27 mEq/L
Tabel gas-gas darah normal dari sample arteri dan sample vena campuran
2.2. Analisa Gas Darah
1.   Pengukuran pH Darah
      pH adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen, dan juga
keasaman dan kebasaan darah. Akumulasi ion H+ menjadikan pH turun dan
terjadi asidemia (status asam dalam darah). Ion H+ turun berakibat pH meningkat
sehingga terjadi alkalemia (status alkali dalam darah). Kondisi yang menjadikan
asidemia dan alkalemia dipengaruhi banyak proses fisiologi:
a.         Fungsi pernapasan
b.         Fungsi ginjal
c.         Oksigenasi jaringan
d.         Sirkulasi
e.         Mencerna substansi
f. Kehilangan elektrolit dari gastrointestinal (karena muntah atau diare).

2.   Pengukuran Oksigen Darah


      Ada tiga cara mengukur O2 darah:
a.       Kandungan O2 merupakan jumlah O2 yang terbawa oleh 100 ml darah
b.      PO2 atau tekanan yang diciptakan oleh O2 yang terlarut dalam plasma
c.       Saturasi oksigen hemoglobin yang merupakan pengukuran persentase
O2 yang  dibawa Hb yang berhubungsn dengan jumlah total yang dapat dibawa Hb.
Mayoritas O2 dalam darah dibawa oleh Hb, dan jumlah sangat sedikit dilarutkan
dalam plasma. Persentase saturasi Hb dengan O2 memberikan perkiraan mendekati
jumlah total O2 yang dibawa oleh darah.
2.3  Petunjuk Pengambilan :

a.      Tempat pengambilan darah arteri :

1. Arteri Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s


test) merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk  fungsi arteri
kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila
Allen test negatif.
2. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.
3. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya
bila  terjadi obstruksi pembuluh darah.
4. Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas
tidak dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan
menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan
bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat menyebabkan
kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar, sehingga
dapat terjadi percampuran antara darah   vena dan arteri.
5. Arteri tibialis posterior, dan Arteri dorsalis pedis
Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih
ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang
cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan
arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena
adanya risiko emboli otak

2.4 Cara allen’s test:


Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan
langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya,
lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-
jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test
allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test
allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa
tangan yang lain.
2.5 Komplikasi
Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
1. Perdarahan
2. Cidera syaraf
3. Spasme arteri
a.       Darah Yang diambil 2 cc ditambah 1 Strip
b.      Yang harus diisi dalam blanko pemeriksaan : Identitas pasien, Suhu tubuh
pasien, Hb terakhir dan kalau pasien menggunakan oksigen catat jumlah O2 yang 
digunakan serta cara pemberiannya dan Jenis permintaan.

2.6 Tekhnik Pengambilan :


1. Bentangkan handuk pengalas
2. Letakkan botol infus
3. Tangan pasien diletakkan diatas botol infus, dengan sendi melipat kebelakang.
4. Sedot heparin cair sebanyak 1 cc dan kmudian keluarkan. Heparin hanya
membasahi dinding disposible. Tidak ada sisa o,1 cc dalam disposible, kecuali
yang ada didalam jarum   
5. Raba Nadi dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
6. Pastikan tempat dari nadi yang diraba.
7. Desinfeksi daerah tersebut
8. Desinfeksi kedua jari
9. Pegang disposible seperti memegang pensil
10. Raba kembali Nadi dengan menggunakan kedua yang telah didesinfeksi
11. Tusukan jarum diantara kedsua jari dengan sudut 45 0 mengarah ke jantung.
12. Biarkan Darah sendiiri mengalir ke dalam jarum. Jangan diaspirasi.
13. Cabut jarum dan tusukkan pada karet penutup.
14. Tekan daerah penusukan dengan menggunakan kapas betadine selama 5
menit.
15. Beri etiket dan bawa ke laboraotirum.
2.7 Interpretasi Hasil AGD
Secara singkat, hasil AGD terdiri atas komponen:

a. pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau


alkalosis. Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.
b. PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah
menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2
dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan.
Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg
c. PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme
normal, PCO2 dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi
menggambarkan hipoventilasi dan begitu pula sebaliknya. Pada kondisi
gangguan metabolisme, PCO2 dapat menjadi abnormal sebagai kompensasi
keadaan metabolik. Nilai normal PCO2 adalah 35-45 mmHg
d. HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme, seperti
ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan
begitu pula sebaliknya. HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika ginjal
mengkompensasi gangguan pernafasan agar pH kembali dalam rentang yang
normal. Kadar HCO3- normal berada dalam rentang 22-26 mmol/l
e. Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus
ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada
kondisi PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C 0. BE bernilai
positif menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE bernilai
negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE adalah -2
sampai 2 mmol/l
f. Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen.
Nilai normalnya adalah 95-98 %.

Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat keadaan


yang menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu:
1. Asidosis respiratorik
Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar
HCO3- juga tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut.
Ventilasi alveolar yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti kegagalan otot
pernafasan, gangguan pusat pernafasan, atau intoksikasi obat. Kondisi lain yang juga
dapat meningkatkan PCO2 adalah keadaan hiperkatabolisme. Ginjal melakukan
kompensasi dengan meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat. Setelah terjadi
kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang normal.
2. Alkalosis respiratorik
Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH
meningkat. Kondisi ini sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga banyak
CO2 yang dilepaskan melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk menentukan
penyebab hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau kelainan paru-
paru, dengan memeriksa PaO2. Penyebab hiperventilasi lain diantaranya adalah nyeri
hebat, cemas, dan iatrogenik akibat ventilator. Kompensasi ginjal adalah dengan
meningkatkan ekskresi bikarbonat dan K+ jika proses sudah kronik.
3. Alkalosis metabolik
Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula.
Adanya peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru.
Penyebab yang paling sering adalah iatrogenik akibat pemberian siuretik (terutama
furosemid), hipokalemia, atau hipovolemia kronik dimana ginjal mereabsorpsi
sodium dan mengekskresikan H+, kehilangan asam melalui GIT bagian atas, dan
pemberian HCO3- atau prekursornya (laktat atau asetat) secara berlebihan. Persisten
metabolik alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan ginjal, karena biasanya
ginjal dapat mengkompensasi kondisi alkalosis metabolik.

2.8 Gangguan Asam Basa Sederhana


Gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan
memakai persamaan yang dikenal dengan persamaan Henderson-
Hasselbach. Persamaan asam basa adalah sebagai berikut:
 Persamaan ini menekankan bahwa perbandingan asam dan basa harus 20:1
agar pH dapat dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga
menekankan kemampuan ginjal untuk mengubah bikarbonat basa melalui proses
metabolik, dan kemampuan paru untuk mengubah PaCO2  (tekanan parsial
CO2 dalam darah arteri) melalui respirasi. Nilai normal pH adalah 7, 35- 7,45.
berikut ini adalah gambaran rentang pH:
Perubahan satu atau dua komponen tersebut menyebabkan gangguan asam
dan basa. Penilaian keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah
membutuhkan pendekatan yang sistematis. Penurunan keasaman (pH) darah <
7,35 disebut asidosis, sedangkan peningkatan keasaman (pH) > 7,45  disebut
alkalosis. Jika gangguan asam basa terutama disebabkan oleh komponen respirasi
(pCO2) maka disebut asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila gangguannya
disebabkan oleh komponen HCO3 maka disebut asidosis/alkalosis metabolik.
Disebut gangguan sederhana bila gangguan tersebut hanya melibatkan satu
komponen saja (respirasi atau metabolik), sedangkan bila melibatkan keduanya
(respirasi dan metabolik) disebut gangguan asam basa campuran. 

2.9 Keseimbangan Asam Basa


pH adalah derajat keasaman yang merupakan log negatif dari konsentrasi
ion H+. Konsentrasi ion H+ ini diatur dengan sangat ketat, karena perubahan pada
konsentrasinya akan mempengaruhi hampir semua proses biokimia, termasuk
struktur dan fungsi protein, dissosiasi dan pergerakan ion, serta reaksi kimia obat.
Berbeda dengan ion-ion lain, kadar ion H+ dijaga dalam nanomolar (36-43 nmol/l
~ pH 7,35-7,45).
Sebagian besar asam yang masuk dalam tubuh berasal dari proses respirasi,
yaitu CO2 yang membentuk asam karbonat, sedangkan sisanya berasal dari
metabolisme lemak dan protein. Mekanisme tubuh untuk menjaga pH tetap dalam
rentang normalnya diketahui melalui tiga mekanisme :
a. Kontrol respirasi terhadap PaCO2 oleh pusat pernafasan yang mengatur
ventilasi alveolar. Semakin banyak ion H+ dalam darah, semakin banyak CO2
yang dibuang melalui paru-paru. Mekanisme ini cepat dan sangat efektif
untuk mengkompensasi kelebihan ion H+.
b. Pengontrolan ginjal terhadap bikarbonat dan ekskresi asam-asam non-volatil.
Mekanisme ini relatif lebih lama (jam sampai hari) jika dibandingkan dengan
kontrol respirasi.
c. Sistem buffer oleh bikarbonat, sulfat, dan hemoglobin yang meminimalkan
perubahan asam-basa akut.

3.1 Penanganan Gangguan Keseimbangan Asam Basa

a. Mengembalikan nilai PH pada keadaan normal


b. Koreksi keadaan asidosis repiratorik: Naiknya ventilasi dan
mengoreksi penyebabnya
c. Koreksi keadaan alkalosis respiratorik: turunnya ventilasi dan terapi
penyebab
d. Koreksi keadaan asidosis metabolik:
 Pemberian Bicarbonat IV / oral
 Terapi penyebab
 Koreksi keadaan alkalosis metabolik dengan cara: memberi
KCl dan mengobati penyebab gangguan Keseimbangan asam
basa.

3.2 Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:

1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang
diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan
perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di
mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan
ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal
karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi.
Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya
alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal
akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2
disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade
neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi
Syang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal,
seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan
gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas
normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang
memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan
bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH
7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan
ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal
melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan
tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya
pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak
adekuat serta pH lebih dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60
mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia
yang ada sehingga normal.
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat
meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini
berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of
prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti
konsumsi dan distribusi oksigen.

3.3 Cara Kerja Alat


Fungsi alat  Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar gas dalam
darah (arteri dan vena) yang dapat dilakukan dengan cepat dan teliti dalam waktu 90
detik untuk satu sampel darah.

3.4 Standart operasional prosedur :

1. Nyalakan power ON
2. Setiap pertama kali menghidupkan alat, lalu kalibrasi dengan cara tekan
calibrate kemudian enter. Alat akan melakukan kalibrasi secara otomatis.
3. Apabila ada sample pemeriksaan sebelum melakukan pemeriksaan tekan
status untuk mengetahui kondisi apakah PH, Pco2 dan Po2 kondisinya OK.
Jika OK sample langsung dapat diperiksa. Apabila kondisinya UC (Un
Caliblasi) lakukan kalibrasi yaitu tekan calibrate kemudian enter
4. Apabila alat sudah dalam kondisi ready for analysa berarti alat sudah siap
melakukan pemeriksaan, tekan Analyzer. Selang pengisap sample akan keluar
secara otomatis kemudian masukan sample bersamaan tekan lagi analyzer
sampai sample terhisap secara otomatis selang akan masuk sendiri.
5. Lakukan daftar isian seperti yang terlihat dilayar monitor, sample ID , HB,
suhu badan, jenis sample (0 arteri, 1 vena, 2 kapiler), F102 (volume oksigen
yang dilorelasi dengan persen lihat daftar), kemudian clear 2x.
6. Alat akan menghitung secara otomatis dalam waktu yang relatif cepat hasil
akan keluar melalui printer.
7.
3.5 Cara Kerja Alat
Sampel dimasukkan ke dalam instrumen analisis yang menggunakan
elektroda untuk mengukur konsentrasi ion hidrogen (H +), yang akan diolah
dengan hasil sebagai pH, dan tekanan parsial oksigen [PO2] dan gas
karbondioksida PO2. Alat pengukur elektroda pH terdiri dari kaca khusus
dengan membran selektif permeabel untuk ion hidrogen.
Sebuah listrik potensial bereaksi di permukaan dalam dan luar dari
membran tergantung pada aktivitas log ion hidrogen dalam sampel. Sebuah
elektroda bernama Severinghaus  digunakan untuk mengukur PCO2, prinsip
pengukuran sama seperti untuk ion hidrogen, kecuali bagian ujung elektroda
ditutupi dengan membran yang permeabel terhadap gas, sehingga perubahan pH
dengan karbon dioksida secara proporsional menyebar dari sampel ke
permukaan elektroda.
PO2 diukur dengan menggunakan elektroda polarografi (Clark), oksigen
berdifusi dari sampel ke katoda, di mana oksigen direduksi menjadi ion
peroksida. Elektron berasal dari anoda perak yang teroksidasi, menghasilkan
konsentrasi oksigen yang proporsional di katoda. Sinyal Elektroda tergantung
pada suhu serta konsentrasi, dan semua pengukuran yang dilakukan pada suhu
37 ° C. Karena pada pengukuran pH ,kadar oksigen dan karbon dioksida
hasilnya bergantung pada suhu reaksi maka mungkin perlu disesuaikan dengan
suhu sebenarnya pada pasien.
Alat analisis gas darah portable tersedia yang dapat digunakan langsung
disamping pasien. alat analisis gas darah Darah menghitung konsentrasi
bikarbonat dengan menggunakan rumus: pH = 6.1 + Log bicarbonate/.0306 x
PCO2. Mereka juga menghitung kandungan oksigen, karbon dioksida
total , Base excess  dan persentase saturasi oksigen hemoglobin. Nilai-nilai ini
digunakan oleh dokter untuk menilai tingkat hipoksia dan
ketidakseimbangan asam-basa.

3.6 Langkah-langkah untuk menilai gas darah:


1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia,
dengan dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat
klien mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau
alkalosis   respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang
memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal
meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan
campuran)
2. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang
        berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan
prime bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO 2 normal, meningkat
atau menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam
basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama;
penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan
adanya gangguan asam basa campuran).
3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi
(hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergera
yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam
        basa campuran) .
3.7 Contoh kasus :
Hasil BGA :

1. pH asidosis

2. CO2 asidosis

3. HCO3 normal

4. CO2 sesuai pH sama-sama asidosis sehingga imbalans berupa respiratory


acidosis

5. HCO3 normal maka tidak ada kompensasi

6. pO2 dan O2 sat rendah berarti hypoxemia

Diagnosis BGA : uncompensated respiratory acidosis with hypoxemia

3.8 Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD


1. Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel
darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen
sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
2. Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian
heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak
terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman
heparin.
3. Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup,
ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya
sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak
langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.
4. Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan
tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.  Nilai pH
darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai
PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan
antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai
oksigenasi darah.
3.9 Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
2. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin
untuk
3. mencegah darah membeku
4. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri,
5. berikan   anestesi lokal
6. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui  
kepatenan arteri
7. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat
darah
8. yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah  arteri.
9. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah
tercampur rata dan tidak membeku
10. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih
deras  dari pada vena)
11. Keluarkan  udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup
ujung jarum dengan karet atau gabus
12. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil
13. Segera kirim ke laboratorium ( sito )
BAB III
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Analisis gas darah merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman
(pH), jumlah oksigen dan karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan ini
digunakan untuk menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen
ke dalam sirkulasi darah dan mengambil karbondioksida dari dalam darah
Analisis gas darah meliputi pemeriksaan PO2, PCO3, pH, HCO3, dan saturasi
O2.

4.2  Saran
       Semoga kita selaku analis kesehatan dapat memahami tentang analisa gas darah.
DAFTAR PUSTAKA

Irawan, Hadi. 2000. Uji Laboratorium Klinik. Bandung: Yrama Widya


Supomo, Kuncoro. 1995. Analyzer Blood Gas. Jakarta: D-Medika
Raslan, Widodo. 1998. Analisa Gas Darah. Surakarta : Sindhunata.

Anda mungkin juga menyukai