Anda di halaman 1dari 7

MODUL PEMBELAJARAN

MATA KULIAH PILIHAN (INTERPRETASI AGD)


PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

PENGAJAR :Ns. Abdul Lutfbis, S.Kep., M.Kep

UNIVERSITAS YATSI MADANI


Jl. Aria Santika No.40 A, Kelurahan Margasari, Kecamatan Karawaci, Kota
Tangerang-Banten
Case Study
Seorang pasien dengan ciri-ciri sulit bernafas mendadak dan perasaan tercekik, kuku
sianosis, warna kulit pucat, denyut nadi melemah dan cepat, serta vena leher menegang,
datang ke laboratorium dengan lembar permintaan pemeriksaan analisa gas darah
TINJAUAN TEORI
Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui darah arteri.
Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji dan memantau respirasi
klien dan metabolism asam-basa, serta homeostatis elektrolit. Analisa gas darah (AGD) atau
BGA (Blood Gas Analysis) biasanya dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan
asambasa yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik. AGD
juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang harus diketahui dalam
pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2, HCO3-, PO2, dan SaO2.
Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai: Keseimbangan asam basa dalam tubuh,
Kadar oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas
darah penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui
pengambilan darah astrup dari arteri radialis, brakhialis, atau femoralis.

Lokasi pengambilan darah arteri:


1. Arteri Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test) merupakan
pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi arteri kecuali terdapat banyak bekas
tusukan atau haematoem juga apabila Allen test negatif.
2. Arteri Dorsalis Pedis merupakan pilihan kedua.
3. Arteri Brachialis merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila terjadi
obstruksi pembuluh darah.
4. Arteri Femoralis merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat
diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh
tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat
menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar, sehingga
dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri.
5. Arteri tibialis posterior, dan Arteri dorsalis pedis Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya
tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral
yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis
atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak

Cara allen’s test:


Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada
arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada
arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam
15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap
pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut
dan periksa tangan yang lain.
Tabel gas-gas darah arteri normal

Interpretasi Hasil AGD


Secara singkat, hasil AGD terdiri atas komponen:
 pH atau ion H+ menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau alkalosis. Nilai
normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.
 PO2 adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan hipoksemia
dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan
perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg
 PCO2 menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme normal, PCO2
dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi menggambarkan hipoventilasi dan
begitu pula sebaliknya. Pada kondisi gangguan metabolisme, PCO2 dapat menjadi abnormal
sebagai kompensasi keadaan metabolik. Nilai normal PCO2 adalah 35-45 mmHg
 HCO3- menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme, seperti ketoasidosis.
Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan begitu pula sebaliknya. Parameter
Sampel Arteri Ph 7,35 - 7,45 PaCo2 35 – 45 mmHg PaO2 80 – 100 mmHg Saturasi Oksigen
95 % -100% Kelebihan/kekurangan Basa + / - 2 HCO3 22- 26 mEq/L 35 Keperawatan
Medikal Bedah I 35 HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika ginjal mengkompensasi
gangguan pernafasan agar pH kembali dalam rentang yang normal. Kadar HCO3- normal
berada dalam rentang 22-26 mmol/l
 Base excess (BE) menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus ditambahkan
dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada kondisi PCO2 = 40 mmHg
dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C0 . BE bernilai positif menunjukkan kondisi alkalosis
metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai
normal BE adalah - 2 sampai 2 mmol/l
 Saturasi O2 menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai normalnya
adalah 95-98 %.

Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat keadaan yang


menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu:
Asidosis respiratorik
Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar HCO3- juga
tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut. Ventilasi alveolar yang
inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti kegagalan otot pernafasan, gangguan pusat
pernafasan, atau intoksikasi obat. Kondisi lain yang juga dapat meningkatkan PCO2 adalah
keadaan hiperkatabolisme. Ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan ekskresi H+
dan retensi bikarbonat. Setelah terjadi kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang
normal.
Alkalosis respiratorik
Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH meningkat.
Kondisi ini sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga banyak CO2 yang dilepaskan
melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk menentukan penyebab hiperventilasi tersebut
apakah akibat hipoksia arteri atau kelainan paru-paru, dengan memeriksa PaO2. Penyebab
hiperventilasi lain diantaranya adalah nyeri hebat, cemas, dan iatrogenik akibat ventilator.
Kompensasi ginjal adalah dengan meningkatkan ekskresi bikarbonat dan K+ jika proses
sudah kronik.
Alkalosis metabolik
Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula. Adanya
peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru. Penyebab yang
paling sering adalah iatrogenik akibat pemberian siuretik (terutama furosemid), hipokalemia,
atau hipovolemia kronik dimana ginjal mereabsorpsi sodium dan mengekskresikan H+,
kehilangan asam melalui GIT bagian atas, dan pemberian HCO3- atau prekursornya (laktat
atau asetat) secara berlebihan. Persisten metabolik alkalosis biasanya berkaitan dengan
gangguan ginjal, karena biasanya ginjal dapat mengkompensasi kondisi alkalosis metabolik.
Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat
dikeluarkan melalui ventilasi.
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH,
seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal
belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas
normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan
kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit
kritis.
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan
dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada
intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi
yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada
bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di
bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan
ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis
metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi
terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih
dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih
dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah
diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga
normal.
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan
tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat
menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan
oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan
distribusi oksigen.
Cara membaca BGA
Komplikasi
1. Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
2. Perdarahan
3. Cidera syaraf
4. Spasme arteri
 Darah Yang diambil 2 cc ditambah 1 Strip
 Yang harus diisi dalam blanko pemeriksaan : Identitas pasien, Suhu tubuh pasien, Hb
terakhir dan kalau pasien menggunakan oksigen catat jumlah O2 yang digunakan serta cara
pemberiannya dan Jenis permintaan.
GAS DARAH ARTERI
Persiapan Alat dan Bahan
AGD kit:
1. Spuit 3ml
2. dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak- anak) dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa
3. Heparin
4. Yodium-povidin
5. Penutup jarum (gabus atau karet)
6. Kasa steril
7. Kapas alkohol
8. Plester dan gunting
9. Pengalas
10. Sarung tangan sekali pakai
11. Obat anestesi lokal jika dibutuhkan
12. Wadah berisi es
13. Kertas label untuk nama
14. Bengkok
Prosedur pelaksanaan
1. Cek identitas pasien. Beritahu pasien bahwa anda akan melakukan pengambilan sampel
AGD dan jelaskan tujuan serta prosedurnya. Beritahukan bahwa spesimen akan diambil dari
arteri, jaga privasi klien, dan atur posisi klien dalam posisi supinasi atau semi fowler.
2. Siapkan peralatan. Beri label syringe dengan nama pasien, nomor ruangan, nama dokter,
tanggal dan waktu pengambilan, inisial pelaksana AGD. Beri heparin pada spuit.
3. Lakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan untuk meminimalkan penyebaran
mikroorganisme.
4. Membersihkan kulit di area tusukan dengan kapas alcohol. Tangan klien harus ditekuk
sedikit atau letakkan handuk kecil yang digulung di bawah pergelangan tangan. Hal ini
membawa arteri radial lebih dekat ke permukaan. Ekstensi berlebihan pada pergelangan
tangan harus dihindari karena dapat menutup jalan denyut nadi.
5. Palpasi denyutan dengan telunjuk dan jari tengah. Setelah menemukan sensasi denyutan
terkuat, sedikit fiksasi arteri dengan telunjuk dan jari tengah. Hal ini akan mencegah arteri
berubah posisi ketika dilakukan tusukan.
6. Suntikan harus dengan sudut 45° atau kurang di tangan berlawanan, seperti memegang
pensil atau sebuah anak panah. Penempatan paralel dekat jarum tersebut akan meminimalkan
trauma arteri dan memungkinkan serat otot polos untuk menutup lubang tusukan setelah
jarum ditarik.
7. Sementara memfiksasi arteri dan dengan sudut jarum mengarah ke atas, masukkan jarum
ke tepat di bawah permukaan kulit. Sekarang dorong jarum perlahan-lahan sampai terlihat
denyut berkedip darah di pusat jarum. Berhenti dan pertahankan posisi ini sampai terkumpul
2-3 cc darah dalam alat suntik.
8. Jika jarum masuk terlalu jauh, tarik perlahan-lahan sampai mengalir darah ke jarum suntik.
Seharusnya tidak perlu ada aspirasi darah ke jarum suntik sebab tekanan arteri akan mengisi
otomatis alat suntik. Hanya dalam jika digunakan jarum gauge kecil (misalnya 25 gauge),
atau pasien hipotensi, sebaiknya dilakukan aspirasi jarum suntik.
9. Setelah mendapatkan jumlah darah yang diinginkan, tarik jarum dan terapkan tekanan ke
area tusukan dengan ukuran 4 × 4. Setelah tekanan diterapkan selama 2 menit, periksa area
untuk perdarahan, aliran, atau rembesan darah. Jika ada, terapkan tekanan sampai pendarahan
terhenti. Waktu kompresi lama akan diperlukan untuk pasien pada terapi antikoagulan atau
yang memiliki gangguan perdarahan.
10. Lepaskan jarum dari alat suntik. Jarum tidak boleh disumbat, bengkok, atau sengaja
dirusak karena bahaya tusukan diri. Semua jarum harus ditempatkan dalam wadah tahan
tusukan (umumnya dikenal sebagai wadah benda tajam).
11. Sangat penting bahwa gelembung udara yang dikeluarkan dari spuit gas darah karena
dapat mengubah hasil gas darah. Pegang jarum suntik tegak lurus dan tekan jarum suntik
dengan lembut sehingga gelembung udara naik ke bagian atas jarum suntik sehingga dapat
dikeluarkan. 42 Keperawatan Medikal Bedah I 42
12. Cap jarum suntik dan letakkan spuit dalam kantong es (mendinginkan sampel akan
mencegah metabolisme lebih lanjut dari darah). Pasang slip laboratorium untuk tas, dan bawa
sampel ke laboratorium. Jika akan menganalisis sampel, harus dilakukan sesegera mungkin.
13. Lepas sarung tangan dan lakukan cuci tangan untuk mencegah penyebaran
mikroorganisme.
Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai