Anda di halaman 1dari 14

TUGAS INDIVIDU

ANALISA TINDAKAN SKILL LABORATORIUM

ANALISA GAS DARAH (AGD)

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pengampu : Ns. Ainnur Rahmawati, M.Kep.

Disusun Oleh :

Rika Desiana Lydia Sari

(20101440118063)

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO

SEMARANG

2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian AGD (Analisa Gas Darah)


Analisa Gas Darah ( AGD ) atau sering disebut Blood Gas Analisa
( BGA ) merupakan pemeriksaan penting untuk penderita sakit kritis yang
bertujuan untuk mengetahui atau mengevaluasi pertukaran Oksigen ( O2),
Karbondiosida ( CO2) dan status asam-basa dalam darah arteri.
Analisa gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis)
biasanya dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa
yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik.
Komponen dasar AGD mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2, HCO3 dan BE
(base excesses/kelebihan basa).
Analisis Gas Darah (AGD) merupakan bagian penting untuk
mendiagnosis dan mengelola status oksigenasi dan keseimbangan asam
basa pasien. Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan perawatan intensif (ICU)
menggunakan AGD sebagai bagian tak terpisahkan dari penilaian status
klinis pasien. Dalam pemeriksaan AGD khususnya, pengumpulan dan
penanganan spesimen darah arteri yang tidak tepat dapat menghasilkan
hasil yang keliru. Pada pemeriksaan AGD salah satu kesalahan pra-analitik
adalah mixing sampel yang tidak sesuai standar. Tujuan penelitian ini
adalah membuktikan adanya perbedaan hasil parameter AGD antara
sampel yang dilakukan mixing sesuai dengan standar Clinical and
Laboratory Standards Institute (CLSI) dan yang tidak sesuai standar CLSI.
Pemeriksaan gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam
penanganan pasien-pasian penyakit berat dan menahun. Pemeriksaan
analisa gas darah dikenal juga pemeriksaan ASTRUP yaitu suatu
pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Gas darah
arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga keseimbagan asam
basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar biokarbonat, saturasi
oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa.
Pemantauan pertukaran gas dapat  dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Pemantauan invasive (kateter arteri, punksi arteri, punksi vena, dan
punksi kapiler)
b. Pemantauan non invasive (pulse oximetry, monitor
transkutaneus, monitor karbondioksida end-tidal)

B. Tujuan pemeriksaan AGD :


Sebuah analisa AGD mengevaluasi seberapa efektif paru-paru y7ang
memberikan oksigen ke darah. Tes ini juga menunjukkan seberapa baik
paru-paru dan ginjal yang berinteraksi untuk menjaga pH darah normal
(keseimbangan asam-basa). Penelitian ini biasanya dilakukan untuk
menilai penyakit khususnya pernapasan dan kondisi lain yang dapat
mempengaruhi paru-paru, dan sebagai pengelolaan pasien untuk terapi
oksigen (terapi pernapasan) . selain itu, komponen asam basa dari uji tes
dapat memberikan informasi tentang fungsi ginjal. Adapun tujuan lain dari
dilakukan pemeriksaan analisa gas darah, yaitu :
1. Menilai fungsi respirasi (ventilasi)
2. Menilai kapasitas oksigenasi
3. Menilai keseimbangan asam basa
4. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
5. Efisensi pertukaran O2 dan CO2
6. Untuk mengetahui kadar CO2 dalam tubuh
7. Memperoleh darah arterial untuk analisa darah gas atau test diagnostik
yang lain.

C. Indikasi Analisa Gas Darah


Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu
1. Pasien dengan penyakit  obstruksi paru kronik
Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan
aliran udara pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible
ataupun reversible parsial. Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis
kronis dan emfisema, tetapi bisa juga gabungan antar keduanya.
2. Pasien dengan edema pulmo
Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan
cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam
paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-
persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang
buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru"
ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang
berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk
sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran
alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang
interstisiel alveolar dan perubahan dalarn jaring- jaring kapiler ,
terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat-
akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam
paru-.paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan
surfaktan , yang mengarah pada kolaps alveolar . Komplians paru
menjadi sangat menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya
adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional,
hipoksia berat dan hipokapnia.
4. Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering
berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa
gejala pendahuluan (Santoso, 2005).
5. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem  dimana
alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang
bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi
radang dan dengan penimbunan cairan.Pneumonia disebabkan oleh
berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau
parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit
lain seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.
6. Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah
arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu
curah jantung, volume darah, dan pembuluh darah. Jika salah satu dari
ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan
kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi hipoperfusi
jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel
sehingga seringkali menyebabkan kematian pada pasien.
7. Post pembedahan coronary arteri baypass
Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon inflamasi
sistemik pada derajat tertentu dimana hal tersebut ditandai dengan
hipotensi yang menetap, demam yang bukan disebabkan karena
infeksi, DIC, oedem jaringan yang luas, dan kegagalan beberapa organ
tubuh. Penyebab inflamasi sistemik ini dapat disebabkan oleh suatu
respon banyak hal, antara lain oleh karena penggunaan
Cardiopulmonary Bypass (Surahman, 2010).
8. Resusitasi cardiac arrest
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan
oleh beberapa faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik
(perdarahan yang banyak, sengatan listrik,kekurangan oksigen akibat
tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat), kelainan
bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot
jantung) dan obat-obatan.
Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension
pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan
berhenti. Berhentinya peredaran darahmencegah aliran oksigen untuk
semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi
akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral
atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan
kesadaran dan berhenti bernapas normal.
Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani
dalam 5 menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian dalam 10 menit.
Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani dengansegera,
kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian
mungkin bisa dicegah.

D. Kontraindikasi
Pada pasien yang daerah arterialnya mengalami :
a. Amputasi
b. Contractures
c. Infeksi
d. Dibalut dan cast
e. Mastektomi
f. Arteriovenous shurt

E. Komplikasi yang bisa terjadi:


1. Trombosis arteri: menyebabkan iskemik dan kematian jaringan
2. Hematoma: dicegah dengan penekanan selama 3-5 menit pada
luka. Penanganan jika terjadi hematoma dengan kompres hangat.
3. Perdarahan: lokasi luka perlu dievaluasi terutama pada pasien
dengan pemeriksaan koagulasi yang memanjang atau
mendapatkan obat antikoagulan.
BAB II
ISI

A. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan analisa gas darah
meliputi (McCann, 2004) :
1. 1 buah syringe disposible 2,5 ml
2. 1 buah jarum no. 25 (untuk penusukan arteri radialis, bracialis,
dan arteri dorsalis pedis)
3. 1 buah jarum n0. 22 (untuk arteri femoralis atau untuk orang
yang gemuk)
4. Gabus/karet sebagai penutup jarum
5. Alkohol swab atau kapas betadine
6. 2 lembar kain kasa steril
7. Bila perlu anastesi lokal dengan lidokain 1%
8. Bengkok, plester, gunting
9. Kantong plastik es/kontainer bila pengiriman jauh
10. Heparin injeksi 5000 IU/ml
B. Tahap Pre Interaksi
1. Cek catatan medis dan perawatan
2. Cuci tangan
3. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan (lihat Persiapan Alat)
C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam, panggil klien serta mengenalkan diri.
2. Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan pemeriksaan Analisa
Gas Darah (AGD)
D. Tahap Kerja
1. Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya.
2. Menjaga privasi
3. Memilih daerah yang akan difungsi
4. Menyiapkan posisi pasien:
a. Arteri radialis
- Ekstensi tangan, ganjal dengan bantal
kecil/gulungan handuk kecil.
- Arteri harus benar-benar teraba untuk memastikan
lokalisasinya, yaitu 1,5 cm di atas pergelangan
tangan.
b. Arteri dorsalis pedis
- Pasien boleh flat/fowler
c. Arteri bracialis
- Posisi pasien semi fowler/terlentang, ekstensikan
lengan siku pada posisi supine
- Lokasi penusukan di bawah lengan siku.
d. Arteri femoralis supine
- Lokasi penusukan pada lekukan inguinal
5. Raba kembali arteri untuk memastikan adanya pulsasi daerah
yang akan ditusuk sesudah dibersihkan dengan kapas betadine
secara sirkuler, setelah 30 detik kita ulangi dengan kapas alkohol
dan tunggu kering.
6. Bila perlu obat anastesi lokal gunakan spuit 1 cc yang sudah diisi
dengan obat intracutan dan sebelum obat dimasukan, terlebih
dahulu aspirasi untuk mencegah masuknya obat ke dalam
pembuluh darah.
7. Lokalisasi arteri yang sudah dibersihkan difiksasi oleh tangan
kiri, dengan cara kulit ditegakkan dengan kedua jari penunjuk
dan jari tengah, sehingga arteri yang akan ditusuk berada
diantara dua jari tersebut.
8. Spuit yang sudah diheparinisasi pegang seperti memegang pensil
dengan tangan kanan, jarum ditusukkan ke dalam arteri yang
sudah terfiksasi tadi:
a. Pada arteri medialis posisi jarum ± 45°
b. Pada arteri bracialis posisi jarum ± 60°
c. Pada arteri femoralis posisi jarum ± 95°
9. Seketika arteri ditusuk, tekanan arteri akan mendorong
penghisapan spuit sehingga darah akan mudah mengisi spuit,
tetapi kadang-kadang darah tidak tidak langsung keluar. Kalau
terpaksa dapat menghisapnya secara perlahan-lahan untuk
mencegah hemolisis. Bila tusukan tidak berhasil jarum jangan
dicabut, tarik perlahan-lahan sampai jarum ada di bawah kulit
kemudian tusukan boleh diulang lagi ke arah denyutan.
10. Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan
usahakan posisi pemompa spuit tetap untuk mencegah
terhisapnya udara ke dalam spuit dan segera gelembung udara
dikeluarkan dari spuit.
11. Ujung jarum segera ditutup dengan gabus/karet.
12. Bekas tusukan fungsi arteri tekan dengan kapas alkohol campur
betadine:
a. Pada arteri radialis dan dorsalis pedis selama 5 menit
b. Pada arteri femoralis selama 7-10 menit
c. Jika pasien mendapatkan antikoagulan tekan selama 15 menit
13. Lokalisasi tusukan tutup dengan kapas dan betadine steril.
14. Putar syringe 4-5 kali putaran agar darah tercampur dengan
heparin.
15. Memberi etiket laboratorium dan mencantumkan nama pasien,
ruangan, tanggal dan jam pengambilan.
16. Bila pengiriman/pemeriksaannya jauh, darah dimasukkan
kantong plastik yang diberi es (ice box) supaya pemeriksaannya
tidak terpengaruh suhu udara luar.
17. Kembali mencuci tangan.
18. Rapikan alat-alat.
E. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi klien
2. Memberikan reinforcemen
3. Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Cuci tangan
5. Pendokumentasian

Peringatan Analisa Gas Darah


Ada beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan. Salah satunya adalah gangguan pembuluh darah,
seperti penyakit arteri perifer atau terbentuknya saluran abnormal
(fistula) pada pembuluh arteri, baik yang timbul karena penyakit atau
sengaja dibuat untuk akses cuci darah (cimino). Pada keadaan tersebut,
sebaiknya sampel darah arteri diambil dari tempat lain. Selain itu, bila
ada gangguan setempat pada tempat pengambilan darah, seperti
infeksi, luka bakar, atau bekas luka, juga diharapkan berhati-hati
sebelum melakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan
analisis gas darah
Penderita gangguan pembekuan darah, baik karena penyakit atau
karena pemberian obat, seperti antikoagulan, berisiko menimbulkan
hematoma setelah tindakan pengambilan darah. Terdapat juga kondisi-
kondisi yang menyulitkan perawat atau dokter untuk mengambil sampel
darah dari pembuluh arteri, misalnya bila pasien kurang kooperatif,
memiliki denyut nadi yang lemah, atau tremor.
BAB III
ANALISA TINDAKAN

A. Tujuan dan Manfaat Pemeriksaan AGD


Sebuah analisis ABG mengevaluasi seberapa efektif paru-paru
yang memberikan oksigen ke darah . Tes ini juga menunjukkan seberapa
baik paru-paru dan ginjal yang berinteraksi untuk menjaga pH darah
normal (keseimbangan asam-basa). Peneliatian ini biasanya dilakukan
untuk menilai penyakit khususnya pernapasan dan kondisi lain yang dapat
mempengaruhi paru-paru, dan sebagai pengelolaan pasien untuk terapi
oksigen (terapi pernapasan). Selain itu, komponen asam-basa dari uji tes
dapat memberikan informasi tentang fungsi ginjal.Adapun tujuan  lain dari
dilakukannya pemeriksaan analisa gas darah,yaitu :
1. Menilai fungsi respirasi (ventilasi).
2. Menilai kapasitas oksigenasi
3. Menilai keseimbangan asam-basa
4. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
5. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
6. Untuk mengetahui kadar CO2 dalam tubuh
7. Memperoleh darah arterial untuk analisa gas darah atau test
diagnostik yang lain.

B. Risiko Analisa Gas Darah


Prosedur analisa gas darah jarang menimbulkan efek samping.
Efek samping yang umumnya dialami pasien adalah rasa nyeri atau iritasi
di area suntik ketika proses pengambilan darah.
Efek samping lain yang mungkin dialami pasien setelah menjalani
prosedur AGD, antara lain:
1. Perdarahan atau pembengkakan di area suntikan.
2. Penggumpalan darah di bawah kulit (hematoma).
3. Pusing.
4. Pingsan.
5. Infeksi pada area kulit yang disuntik.
Analisa gas darah umumnya dilakukan untuk :
1. Memeriksa fungsi organ paru yang menjadi tempat sel darah merah
2. mengalirkan oksigen dan karbon dioksida dari dan ke seluruh
tubuh.
3. Memeriksa kondisi organ jantung dan ginjal, serta gejala yang
disebabkan oleh gangguan distribusi oksigen, karbon dioksida atau
keseimbangan pH dalam darah,
4. Pada pasien penurunan kesadaran, gagal nafas, gangguan
metabolik berat.
5. Tes ini juga dilakukan pada pasien yang sedang menggunakan alat
bantu napas untuk memonitor efektivitasnya.

C. Efek Samping Analisa Gas Darah


Keuntungan utama dari analisa gas darah adalah dokter mampu
mendapatkan data yang akurat terhadap kandungan kadar darah pasien.
Hasil tes juga tergolong cepat didapat dan tidak terlalu mahal, sehingga
bisa dijangkau oleh masyarakat banyak.
Setiap tes yang menggunakan jarum memiliki beberapa risiko, termasuk
pendarahan, infeksi, dan memar. Pasien kemungkinan akan merasakan
rasa sakit saat jarum disuntikkan.

D. AGD tidak perlu dilakukan apabila:


1. Hasil tidak akan memberikan pengaruh pada tindakan medis
selanjutnya.
2. Mengikuti prosedurpemeriksaan yang ada, bukan karena adanya
indikasi
3. Masih terdapat cara lain yang lebih mudah untuk mendapatkan
hasil yang diinginkan
4. Komplikasi yang timbul daripada hasil AGD yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Joyce LeFever Kee. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium &

Diagnostik, Edisi 6. Jakarta :  EGC

Laboratorium Patologi Klinik FK-UGM. 1995. Tuntunan Praktikum

Hematologi, Bagian Patologi Klinik FK-UGM. Yogyakarta : FK-UGM

R. Gandasoebrata. 1992. Penuntun Laboratorium Klinik. Bandung :  Dian

Rakyat

Pagana KD and Pagana TJ. 2018. Mosby’s Manual Of Diagnostic and

Laboratory Tests, Sixth Edition. Elsevier Missouri

https://www.smarterhealth.id/diagnosis/analisa-gas-darah/
GAMBAR :

Anda mungkin juga menyukai