Anda di halaman 1dari 29

I

PEMERIKSAAN CD4 MENGGUNAKAN ALAT BD FACT DI LABORATORIUM IMUNOLOGI


RSUD ABDOEL WAHAB SJAHRANIE

PROPOSAL

OLEH :

ISKAWATI

1903025

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS

WIYATA HUSADA SAMARINDA

2021

I
PEMERIKSAAN CD4 MENGGUNAKAN ALAT BD FACT COUNT DI LABORATORIUM
IMUNOLOGI RSUD ABDOEL WAHAB SJAHRANIE

PROPOSAL MINI

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Diploma Analis Kesehatan (Amd. A.K)

Oleh :

ISKAWATI

NIM : 1903025

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA

SAMARINDA

iii
iv

2021

iv
DAFTAR ISI
BAB I 1

PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 4

1. Tujuan Umum 4

2. Tujuan Khusus 4

D. Manfaat Penelitian 4

BAB II 5

TINJAUAN TEORI 5

A.TINJAUAN TEORI

1. HIV/AIDS 5

2. CD4 6

B. PEMANTAPAN MUTU IMUNOLOGI 8

1. PEMANTAPAN MUTU INTERNAL8

2. PEMANTAPAN MUTU EKSTERNAL 11

3. TAHAP PRA ANALITIK 12

4. TAHAP ANALITIK 13

5. TAHAP PASCA ANALITIK 14

C. Good Laboratory Practice (GLP) 14

D. K3LABORATORIUM 16

iv
BAB III 19

METODE PENELITIAN 19

A. Tempat dan waktu penelitian 19

B. Alat dan bahan 19

C. Prinsip kerja metode 19

D. Prosedur pemeriksaan 20

E. Nilai rujukan 20

DAFTAR PUSTAKA 21

v
vi
1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pertama kali ditemukan di Amerika Serikat di


kelompok homoseksual pada tahun 1981.1 Penyakit ini disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang merupakan golongan retrovirus. Pada tahun 1994 AIDS
menjadi epidemik di seluruh dunia dan prevalensinya meningkat dari tahun ke tahun. Saat
ini AIDS telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia.2,3 Pada tahun 2003 tercatat
4091 kasus HIV/AIDS baru di Indonesia dan meningkat menjadi 3859 kasus HIV/AIDS baru
pada tahun 2006.3 Virus HIV merupakan virus RNA dengan membran fosfolipid dan memiliki
glikoprotein 120 (gp 120) dan gp 41 di permukaan membrannya. HIV ditularkan melalui
percampuran (kontak) darah, permukaan mukosa dan lewat ibu ke anak melalui jalan lahir
dan air susu ibu.4,5 Virus HIV menjangkiti (infeksi) sel yang mengungkapkan (ekspresikan)
CD4 seperti monosit/makrofag, sel mikroglia otak, sel dendritik dan sel limfosit T CD4 atau
sel T helper. Antigen gp 120 di permukaan HIV berikatan dengan penerima (receptor) CD4 di
permukaan sel sasaran (target). Selanjutnya virus tersebut akan masuk ke dalam sel melalui
ikatan gp 120 dan penerima CD4. Pengukuran CD4 yang cermat (akurat) dan terpercaya
(reliable) sangat penting untuk mengetahui sistem imun seseorang yang terjangkiti HIV.
Patogenesis AIDS dalam penurunan T-limfosit tercermin di penerima CD4. Penurunan
jumlah CD4 yang berkembang (progressive) berhubungan dengan peningkatan penyulit
(komplikasi) klinis. Oleh karena itu, tingkat CD4 disarankan (rekomendasikan) dipantau
setiap 3 sampai 6 bulan.2,6 Pengukuran jumlah CD4 telah digunakan sebagai ujung (point)
membuat keputusan dalam mencegah pneumonia disebabkan oleh Pneumocystis carinii,
pengobatan (terapi) antiviral dan untuk memantau kemanjuran (efficacy) pengobatan.6
Jumlah CD4 juga digunakan sebagai penunjuk penentuan yang tepat (indikator prognostik)
bagi penderita HIV, dan saat ini termasuk salah satu patokan (kriteria) untuk dilakukan
pencegahan (profilaksis) awal peluang jangkitan (infeksi oportunistik) berat yang merupakan
penyulit jangkitan (komplikasi infeksi) HIV. Jumlah CD4 juga digunakan untuk membuat
golongan (kategori) HIV dengan keadaan (kondisi) klinis dan pengawasan (surveilen).

Sejak tahun 1994, pemeriksaan CD4 telah berkembang luas. Kebanyakan laboratorium
mengukur jumlah mutlak (absolut) CD4 dalam darah utuh (whole blood) dengan cara
membuat pelantar ganda (multiplatform). 6,7 Saat ini sitometri alir (flow cytometry)
merupakan alat yang digunakan untuk membedakan sel atau partikel berdasarkan tebaran
(scattering) sinar. Alat berfungsi mengukur beberapa ciri (karakteristik) sel secara serentak
2

(simultan), termasuk: ukuran, kebutiran (granularity), fluorochrome dan kekuatan pendar


fluor (intensitas fluoresence). Sitometri alir menggunakan tebaran (scatter) sinar sel yang
dialirkan satu persatu melalui sinar laser yang kemudian dipenguatkan (amplifikasi) dan
diubahkan (konversikan) menjadi isyarat gana (signal digital) serta dapat dirajah (plot) dalam
bentuk diagram tebar (scattergram). 1,5,6 Teknik immunophenotyping merupakan teknik
untuk menemukan (deteksi) antigen penentu (determinan) di permukaan WBCs dengan
menggunakan antigen khusus (spesifik) antibodi monoklon (monoklonal) yang ditandai
(label) dengan zat warna pendar fluor (flouresence) atau fluorochrom. Sel yang ditandai
tersebut dianalisis dengan sitometri alir.6 Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah
CD4 yang berhubungan dengan stadium HIV di penderita HIV positif di Pusat Pelayanan
Khusus RSUP H. Adam Malik yang mendapat pengobatan anti retroviral (ART).

Pemeriksaan CD4 merupakan tolok ukur (parameter) yang sangat penting untuk memantau
(monitoring) keadaan penderita yang terjangkiti HIV, sehingga dapat dicegah ke dalam
keadaan yang lebih buruk. Pemeriksaan CD4 digunakan untuk mengetahui perkembangan
penyakit, masa penyakit, bilamana mulai dilakukannya pengobatan dan untuk memantau
kemajuan tindakan tersebut. Didasari telitian ini dapat disarankan: 1) perlu diteliti lebih
lanjut sehubungan jumlah CD4 dan juga hubungannya dengan masa penyakit, sehingga
dapat digunakan sebagai tolok ukur (parameter) untuk memantau perkembangan masa
penyakit. 2) perlu diteliti lebih lanjut jumlah CD4 setelah diobati ART, sehingga
perkembangan penyakit dapat diketahui. 3) pemeriksaan CD4 sebaiknya dilakukan untuk
semua penderita HIV

Didasari uji penasaban yang dilakukan antara jumlah CD4 dengan variabel faktor
kebahayaan (risiko), jenis kelamin dan umur penderita, ternyata tidak didapatkan adanya
penasaban antara variabel tersebut di atas.

Flow cytometry adalah standar yang paling diterima untuk enumerasi CD4 T-limfosit karena
akurasi, presisi, dan reproduktifitasnya (8, 9). Flow cytometry dapat dilakukan menggunakan
metode dual-platform (DP) atau single-platform (SP) (8-12). Pendekatan DP menggunakan
dua instrumen: flow cytometer (FCM) untuk menghasilkan persen CD4+ T-limfosit di antara
total limfosit dan hematology analyzer untuk menghitung jumlah limfosit absolut yang
diperoleh dari persen limfosit dalam jumlah total sel darah. Hitung CD4 T-limfosit absolut
kemudian diturunkan dengan mengalikan persen CD4 T-limfosit dengan jumlah limfosit
absolut. Di sisi lain, pendekatan SP menghasilkan jumlah CD4 T-limfosit absolut tanpa
memerlukan penganalisis sel hematologi.Hitungan ini diturunkan dari rasio kejadian CD4 T-
limfosit dengan sejumlah mikrobeads fluoresen yang diketahui yang dicampur dengan
volume darah utuh yang diwarnai CD4 yang diketahui.

Pemeriksaan jumlah limfosit T cluster of differentiation 4 (CD4) secara umum digunakan


sebagai penanda derajat defisiensi imun sedangkan viral load ribonucleic acid Human
3

Immunodeficiency Virus (RNA HIV) sebagai penanda aktivitas infeksi HIV (Lima et al., 2009).
Peningkatan viral load akan menyebabkan virus menyebar ke seluruh tubuh sehingga
memungkinkan virus untuk menginfeksi limfosit T CD4 dan makrofag di jaringan limfoid
perifer. Limfosit T CD4 yang terinfeksi akan mengalami destruksi akibat efek sitopatik virus
sehingga jumlah limfosit T CD4 yang beredar di sirkulasi akan menurun, berbeda dengan
makrofag yang lebih tahan terhadap efek sitopatik yang ditimbulkan oleh virus. Makrofag
memiliki faktor restriksi seperti tetherin yang dapat menghalangi pelepasan progenitor virus
dari sel yang terinfeksi.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahkan dalam penelitian ini yaitu : “BAGAIMANA HASIL DARI PEMERIKSAAN CD4
MENGGUNAKAN METODE FLOWCYTOMETRI” ?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui diagnosis apakah penderita hiv itu membaik atau memburuk

Tujuan Khusus

Untuk mengetahui hasil pemeriksaan cd4 menggunakan alat bd facs count di RSUD
Abdoel Wahab Sjahranie

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah CD4 yang berhubungan dengan stadium HIV
di penderita HIV positif di RSUD Abdoel Wahab Sjahranie.

Manfaat Penelitian

Untuk Menambah wawasan pengetahuan dan informasi mengenai pemeriksaan cd4


menggunakan metode flowcytometri.
4
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN TEORI

HUMAN IMMUNODEFISIENSI VIRUS/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus Yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia yaitu pada sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi.
Infeksi virus dalam tubuh perlahan menurunkan jumlah dan kualitas sel-sel pertahanan
tubuh terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang
berada di permukaan sel limfosit.Dengan berkurangnya jumlah CD4 dalam tubuh,maka sel
sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk
ke tubuh manusia juga berkurang . Virus terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2 dan
masing-masing mempunyai berbagai subtype. Masing-masing subtipe secara evolusi cepat
mengalami mutasi. HIV-1merupakan grup yang paling banyak menimbulkan kelainan dan
lebih ganas di seluruh dunia Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, jumlah CD4
berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yangterganggu,
jumlah CD4 semakin lama akan semakin menurun. Virus terdapat dalam cairan tubuh ODHA
dan bila kontak dengan cairan tersebut, seseorang dapat terinfeksi HIV. Namun, virus tidak
terbukti beresiko menularkan infeksi melalui saliva, air mata, cairan serebrospinal dan urin.
Hal ini dikarenakan kadar virus HIV yang sangat rendah. HIV lebih banyak ditularkan melalui
transfusi darah, injeksi dengan alat suntik yang terkontaminasi, penggunaan peralatan tindik
yang tidak steril, penggunaan napza suntik,hubungan seksual, serta pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu HIV positif.

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome.

“Acquired” : tidak diturunkan dan dapat menularkan kepada orang lain

“Immune” : sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit

“Deficiency” : berkurangnya kurang atau tidak cukup

“Syndrome” : kumpulan tanda dan gejala penyakit

AIDS merupakan kumpulan gejala atau sindroma berkurangnya pertahanan diri akibat
menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Virus tersebut pertama
menyerang limfosit T-Helper dan makrofag yang mempunyai reseptor CD4 dalam tubuh.
Padahal sel-sel tersebut memiliki peran penting dalam sistem imunitas manusia. AIDS

5
6

melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh, sehingga akhirnya berdatangan


berbagai jenis penyakit lain.

CD4

Sel CD4 adalah jenis sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian yang penting
dari sistem kekebalan tubuh kita. Sel CD4 kadang kala disebut sebagai sel-T. Ada dua macam
sel-T. Sel T-4, yang juga disebut CD4 dan kadang kala sel CD4+, adalah sel ‘pembantu’. Sel T-
8 (CD8) adalah sel ‘penekan’, yang mengakhiri tanggapan kekebalan. Sel CD8 juga disebut
sebagai sel ‘pembunuh’, karena sel tersebut membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi
virus.

Pemeriksaan CD4 merupakan tolok ukur (parameter) yang sangat penting untuk memantau
(monitoring) keadaan penderita yang terjangkiti HIV, sehingga dapat dicegah ke dalam
keadaan yang lebih buruk. Pemeriksaan CD4 digunakan untuk mengetahui perkembangan
penyakit, masa penyakit, bilamana mulai dilakukannya pengobatan dan untuk memantau
kemajuan tindakan tersebut. Didasari telitian ini dapat disarankan: 1) perlu diteliti lebih
lanjut sehubungan jumlah CD4 dan juga hubungannya dengan masa penyakit, sehingga
dapat digunakan sebagai tolok ukur (parameter) untuk memantau perkembangan masa
penyakit. 2) perlu diteliti lebih lanjut jumlah CD4 setelah diobati ART, sehingga
perkembangan penyakit dapat diketahui. 3) pemeriksaan CD4 sebaiknya dilakukan untuk
semua penderita HIV..

Sel CD4 dapat dibedakan dari sel CD8 berdasarkan protein tertentu yang ada di permukaan
sel. Sel CD4 adalah sel-T yang mempunyai protein CD4 pada permukaannya. Protein itu
bekerja sebagai ‘reseptor’ untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor CD4 itu seperti kunci
dengan gembok.

HIV umumnya menulari sel CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian dari sel itu. Waktu sel
CD4 menggandakan diri (bereplikasi) untuk melawan infeksi apa pun, sel tersebut juga
membuat tiruan HIV.

Setelah kita terinfeksi HIV dan belum mulai terapi antiretroviral (ART), jumlah sel CD4 kita
semakin menurun. Ini tanda bahwa sistem kekebalan tubuh kita semakin rusak. Semakin
rendah jumlah CD4, semakin mungkin kita akan jatuh sakit.

Ada jutaan keluarga sel CD4. Setiap keluarga dirancang khusus untuk melawan kuman
tertentu. Waktu HIV mengurangi jumlah sel CD4, beberapa keluarga dapat diberantas. Kalau
itu terjadi, kita kehilangan kemampuan untuk melawan kuman yang seharusnya dihadapi
oleh keluarga tersebut. Jika ini terjadi, kita mungkin mengalami infeksi oportunistik – lihat
Lembaran Informasi (LI) 500.
7

Contoh kecil darah kita diambil. Darah ini dites untuk menghitung beberapa tipe sel. Jumlah
sel CD4 tidak langsung diukur. Malahan, laboratorium membuat hitungan berdasarkan
jumlah sel darah putih, dan proporsi sel tersebut yang CD4. Oleh karena itu, jumlah CD4
yang dilaporkan oleh tes CD4 tidak persis.

Karena jumlah CD4 penting untuk menunjukkan kekuatan sistem kekebalan tubuh,
diusulkan kita melakukan tes CD4 setiap 3-6 bulan. Namun setelah kita mulai ART dan
jumlah CD4 kita sudah kembali normal, tes CD4 dapat dilakukan setiap 9-12 bulan.

Hasil tes dapat berubah-ubah, tergantung pada jam berapa contoh darah diambil, kelelahan,
dan stres. Sebaiknya contoh darah kita diambil pada jam yang sama setiap kali dites CD4,
dan juga selalu memakai laboratorium yang sama.

Infeksi lain dapat sangat berpengaruh pada jumlah CD4. Jika tubuh kita menyerang infeksi,
jumlah sel darah putih (limfosit) naik. Jumlah CD4 juga naik. Vaksinasi dapat berdampak
serupa. Kalau akan melakukan tes CD4, sebaiknya kita menunggu dua minggu setelah pulih
dari infeksi atau setelah vaksinasi.

Hasil tes CD4 biasanya dilaporkan sebagai jumlah sel CD4 yang ada dalam satu milimeter
kubik darah (biasanya ditulis mm3). Jumlah CD4 yang normal biasanya berkisar antara 500
dan 1.600.

Karena jumlah CD4 begitu berubah-ubah, kadang lebih cocok kita lihat persentase sel CD4.
Jika hasil tes melaporkan CD4% = 34%, ini berarti 34% limfosit kita adalah sel CD4.
Persentase ini lebih stabil dibandingkan jumlah sel CD4 mutlak. Angka normal berkisar
antara 30-60%. Setiap laboratorium mempunyai kisaran yang berbeda. Belum ada pedoman
untuk keputusan pengobatan berdasarkan CD4%, kecuali untuk anak berusia di bawah lima
tahun

Jumlah CD4 mutlak di bawah 200 menunjukkan kerusakan yang berat pada sistem
kekebalan tubuh. Walau CD4% mungkin lebih baik meramalkan perkembangan penyakit HIV
dibandingkan CD4 mutlak, jumlah CD4 mutlak tetap dipakai untuk menentukan kapan ART
sebaiknya dimulai.

Kadang kita juga diusulkan untuk melakukan tes CD8. Namun sama sekali tidak jelas
bagaimana hasil tes CD8 dapat ditafsirkan. Oleh karena itu, tidak ada manfaat mengeluarkan
biaya untuk tes CD8.

Jumlah CD4 adalah ukuran kunci kesehatan sistem kekebalan tubuh. Semakin rendah
jumlahnya, semakin besar kerusakan yang diakibatkan HIV. Jika kita mempunyai jumlah CD4
di bawah 200, atau persentase CD4 di bawah 14%, kita dianggap AIDS, berdasarkan definisi
Kemenkes.
8

Jumlah CD4 dipakai bersama dengan viral load untuk meramalkan berapa lama kita akan
tetap sehat. Lihat LI 125 untuk informasi lebih lanjut tentang tes viral load.

Jumlah CD4 juga dipakai untuk menunjukkan kapan beberapa macam pengobatan termasuk
ART sebaiknya dimulai.

Memantau keberhasilan ART: Umumnya jumlah CD4 akan mulai naik segera setelah kita
mulai ART. Namun kecepatan sangat beragam, dan kadang pelan. Bila jumlah CD4 di bawah
50 waktu kita mulai ART, jumlah CD4 kita mungkin tidak akan meningkat menjadi normal (di
atas 500). Yang penting jumlah naik; kita sebaiknya tidak terlalu berfokus pada angka.
Sebaliknya, bila jumlah CD4 mulai menurun lagi setelah naik, mungkin itu adalah tanda
bahwa ART kita mulai gagal, dan mungkin rejimen harus diganti.

Jumlah CD4 yang lebih tinggi adalah lebih baik. Namun, jumlah CD4 yang normal tidak tentu
berarti sistem kekebalan tubuh benar-benar pulih.

Penyakit dan Kematian ‘Non-AIDS’

Sekarang, karena Odha umumnya hidup lebih lama berkat ART, ada lebih banyak penelitian
mengenai penyebab penyakit dan kematian lain. Penyebab kematian ‘non-AIDS’ ini
termasuk penyakit hati, kanker tidak terkait AIDS dan penyakit jantung. Secara keseluruhan,
kematian ini menurun. Namun penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara
jumlah CD4 yang lebih rendah dan risiko kematian.

1. Jumlah CD4 berkisar dari 500–1.200 sel/mm3

Nilai normal CD4 ini dapat diartikan bahwa sistem imun tidak
terpengaruh secara signifikan dengan infeksi HIV.

2. Jumlah CD4 lebih besar dari 350, kurang dari 500 sel/mm 3

Menunjukkan sistem kekebalan tubuh mulai melemah. Jika Anda


didiagnosis dengan HIV, dokter akan memberikan obat antiretrovial
(ARV).

Selama pasien HIV menjalani pengobatan antiretroviral (ARV), jumlah


sel imun ini bisa meningkat dan mulai stabil seiring waktu.

PEMANTAPAN MUTU IMUNOLOGI


9

PEMANTAPAN MUTU INTERNAL

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR IMUNOSEROLOGI

Unsur penting dalam menjaga keseragaman dalam hasil laboratorium adalah standar
opersional prosedur (SOP) yang merinci semua tahap prosedur laboratorium (termasuk
tindakan pencegahan keselamatan) dan digunakan oleh semua petugas dilaboratorium. SOP
ini harus mencakup instruksi untuk mengumpulan, trasport dan penyimpanan spesimen.
Selain itu untuk menyiapkan, menyimpanan reagen dan melakukan tes. Bahan kontrol dan
kalibrator yang digunakan harus terdaftar. Selain itu SOP bersisi petunjuk untuk penggunaan
bahan kontrol atau kalibrator dan intruksi perbaikan jika terjadi hasil out of control.

PEMILIHAN PROSEDUR IMUNOSEROLOGI

Tujuan dari PMI imunoserologi adalah untuk meningkatkan kualitas hasil pada pemeriksaan
laboratorium bidang imunoserologi, sehingga dapat dibuat interpretasi klinik yang sesuai
berdasarkan hasil laboratorium tersebut. PMI dalam bidang imunserologi memilki tantangan
karena kompleksitas dari setiap metode imunoserologi. Variabilitas ini ditimbulkan dari
berbagai tahapan, termasuk sumber antigen, antibodi yang dideteksi, sistem deteksi
antibodi, konjugasi dan variasi metodologi. Akurasi dan presisi sangat penting, akurasi
berarti bahwa suatu pemeriksaan memberikan hasil yang benar, menggambarkan
konsentrasi analit yang sesungguhnya. Sedangkan presisi berarti bahwa kombinasi dari
reagen, alat dan faktorfaktor lain yang berpengaruh bisa memberikan hasil yang
reproducible.

PENGUMPULAN SPESIMEN

Darah yang lisis tidak cocok untuk pemeriksaan imunoserologi. Selalu dianjurkan untuk
menghindari faktor-faktor yang menyebabkan hemolisis. Spesimen mengandung yang
presipitat harus disentrifugasi sebelum pengujian. Penyebab hemolisis yang dapat
dihindari : 1. Pengambilan sampel darah melalui jarum suntik yang terlalu kecil 2.
Memaksakan pengisapan darah di spuit selama pengumpulan darah 3. Guncangan darah
yang kuat dari spuit, terutama melalui jarum 4. Sentrifugasi spesimen darah dengan
kecepatan tinggi sebelum pembekuan 5. Pembekuan dan pencairan darah 6. Tabung kotor
mengandung sisa deterjen 7. Air dalam semprit atau tabung
10

BAHAN KONTROL

Kinerja pemeriksaan dipantau dengan bahan kontrol. Serum antigenik yang diketahui
jumlah antibodinya tersedia dan digunakan secara rutin. Beberapa bahan kontrol tersedia
secara komersial. Umumnya dalam volume kecil, dan tersedia sebagai komponen dalam kit
tetapi dimaksudkan untuk digunakan hanya untuk kit tersebut. Beberapa mungkin tersedia
dalam jumlah lebih besar. Serum yang bisa digunakan sebagai bahan kontrol harus dalam
keadaan tetap steril untuk menghindari stabilitas. Secara umum setiap prosedur
pemeriksaan harus memiliki serum kontrol normal (negatif), serum kontrol positif kuat, dan
serum kontrol positif lainnya yang reaktif pada konsentrasi kritis (borderline positive). Bahan
kontrol dengan konsentrasi analit yang rendah harus disertakan. Bahan kontrol yang
direkomendasikan oleh produsen tes tertentu harus selalu digunakan. Serum yang
digunakan sebagai bahan kontrol harus distandarisasi oleh standar internasional. Bahan
kontrol yang termasuk dalam kit komersial tidak dikalibrasi satu sama lain dan seringkali
tidak boleh saling dipertukarkan. Pembekuan dan pencairan ulang bahan kontrol harus
dihindari. Beberapa pabrik memproduksi bahan kontrol dengan rentang target yang relatif
lebar. Untuk menentukan rentang nilai QC permulaan dengan reagen tersebut, rentang nilai
dari pabrik harus dibagi 6 untuk memperkirakan simpangan baku, jika tidak rentang nilai
tersebut menjadi terlalu lebar.

REAGEN IMUNOSEROLOGI

Mutu reagen diperlukan untuk kualitas pemeriksaan. Perubahan reagen harus dicatat.
Sebelum reagen baru digunakan untuk pengujian spesimen maka harus diuji secara paralel
dengan reagen sebelumnya, bahan kontrol untuk memastikan bahwa diperoleh reaksi yang
konsisten. Hasil yang didapat mencerminkan sensitivitas dan spesifisitas reagennya dan
rekomendasi penggunaan, penyimpanan, dan preparasi dan tanggal kedaluwarsa dicatat.
Kualitas reagen yang benar ditunjukan dengan adanya reaksi yang diharapkan pada tabung.
Berikut validasi prosedur dan reagen imunoserologi yang dapat dilakukan dengan : 1. Harus
memiliki proses verifikasi kinerja prosedur yang tepat. 2. Harus memiliki proses verifikasi
bahwa reagen akan bereaksi positif dengan zat yang diuji. 3. Harus memiliki proses verifikasi
bahwa reagen tidak akan bereaksi jika tidak ada zat yang diuji.

ALAT GELAS DAN INSTRUMEN

Semua alat gelas yang digunakan dalam tes imunoserologi harus bersih dan bebas dari
deterjen. Alat gelas dikalibrasi harus diperiksa ketepatannya. Akurasi dan presisi harus
11

terpenuhi saat peralatan digunakan. Spesifikasi pabrikan harus diperiksa dan memenuhi
kriteria. Instrumen dan peralatan harus dipantau secara rutin. Seperti suhu wahterbath,
inkubator, lemari es, dan freezer harus diperiksa secara berkala dan terawat. Pemeliharaan
harus dilakukan dan catatan disimpan secara teratur oleh individu yang terlatih dan sudah
familiar dengan peralatan tersebut. Instrumen yang digunakan untuk pengukuran termasuk
spektrofotometer, dilutor, dan mikropipet harus dikalibrasi secara teratur.

PERFORMEN PEMERIKSAAN

Bahan kontrol harus disertakan dalam semua tes yang dilakukan di laboratorium dan dapat
digunakan untuk memvalidasi prosedur, instrumen dan peralatan pemeriksaan. Kebanyakan
kit serologi sekarang ini sudah disertai bahan kontrol, pengguna harus mematuhi petunjuk
dari pabriknya. Namun, penggunaan bahan kontrol independen juga didorong dalam ISO
15189: 2012 untuk memberikan penilaian independen terhadap kinerja sistem. Prosedur
umum PMI imunoserologi dilakukan sebagai berikut: 1. Pemilihan bahan kontrol yang sesuai
2. Uji bahan kontrol dalam 20 pengujian dicoba terpisah 3. Tentukan mean (nilai target) dan
standar deviasi (SD) dari bahan kontrol 4. Buat diagram kontrol Shewart dengan mean dan
±1SD, ±2SD dan ±3SD sertakan bahan kontrol di setiap uji coba berikutnya dan plot hasilnya
pada diagram kontrol 5. Penentuan validitas masing-masing uji yang dijalankan dengan
menerapkan aturan Westgard.

KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN

Ketidakpastian pengukuran merupakan indikasi kuantitatif dari kualitas suatu hasil, yang
dapat didefinisikan sebagai "parameter yang terkait dengan hasil pengukuran yang dicirikan
dengan dispersi nilai yang dapat dikaitkan dengan pengukuran". Sebuah pengukuran adalah
kuantitas yang ingin diukur. Penting untuk interpretasi hasil yang benar dan menjadi penting
saat hasil uji mendekati batas yang ditentukan. Baik ISO 17025: 2005 dan ISO 15189: 2012
menguraikan persyaratan khusus untuk laboratorium untuk mengevaluasi dan melaporkan
ketidakpastian pengukuran. Kuantitas ketidakpastian juga memungkinkan penilaian
reliabilitas bila membandingkan hasil dari laboratorium yang berbeda, atau dengan nilai
referensi standar. Informasi ini bisa mencegah pengulangan tes yang tidak perlu.
Laboratorium didorong untuk mengukur ketidakpastian dalam pekerjaan rutin untuk menilai
kualitas hasil tes dan untuk mengetahui kapan hasilnya mendekati batas yang ditentukan.

PEMANTAPAN MUTU EKSTERNAL (PME)

External Quality Assessment (EQA) atau Pemantapan Mutu Eksternal (PME) merupakan
kegiatan yang diselenggarakan secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang
12

bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium dalam bidang
pemeriksaan tertentu. PME hendaknya dilakukan secara teratur dengan mengikuti program
yang dilaksanakan oleh organisasi independen atau yang telah ditetapkan. Beberapa
program PME diwajibkan, baik yang diwajibkan oleh badan akreditasi atau menurut hukum.
Program PME dapat diselenggarakan pada tingkat yang berbeda regional, nasional dan
internasional.Dalam skala internasional, akreditasi laboratorium klinis menggunakan
standard ISO 15189:2003 mewajibkan laboratonium mengikuti Uji Profisiensi. Hasil
laboratorium dijaga kerahasiaannya, dan umumnya hanya diketahui oleh laboratorium yang
berpartisipasi dan penyedia PME. Tujuan PME ialah untuk mengawasi kualitas hasil tes
dalam sebuah laboratorium kesehatan, mengidentifikasi masalah, dan membuat langkah
koreksi terhadap masalah yang teridentifikasin.

Uji Profisiensi Uji

Profisiensi menurut ISO/IEC 43-1: 1997 adalah perbandingan antar laboratorium yang
disusun secara teratur untuk menilai kinerja laboratorium analitik dan kompetensi personil
laboartorium. Sedangkan menurut CLSI uji profiseinsi merupakan sebuah program dimana
beberapa sampel dikirim secara berkala ke anggota dari sekelompok laboratorium untuk
analisis dan / atau identifikasi; dimana masing-masing hasil laboratorium dibandingkan
dengan laboratorium lain dalam kelompok dan/ atau dengan nilai yang ditetapkan, dan
dilaporkan ke laboratorium yang berpartisipasi. Dalam proses uji profisiensi, laboratorium
menerima sampel dari penyedia pengujian. Penyedia ini mungkin merupakan organisasi
(profit atau non-profit) dibentuk khusus untuk memberikan uji profisiensi. Penyedia uji
profisiensi diantaranya adalah laboratorium rujukan pusat, badan kesehatan pemerintah,
dan produsen kit atau instrumen. Uji ini dapat dilakukan 3-4 kali dalam setahun.

Pemeriksaan Ulang atau Uji Ulang (Rechecking/Retesting)

Metode ini dilakukan dimana hasil pemeriksaan suatu laboratorium kesehatan diperiksa
ulang oleh laboratorium rujukan, dan sampel yang ada telah diuji ulang antar laboratorium.
Metode ini digunakan untuk rapid tes HIV. Pemeriksaan HIV dengan metode rapid tes
memiliki tantangan khusus, karena sering dilakukan bukan oleh laboratorium kesehatan ,
dan orang yang tidak terlatih dalam bidang laboratorium kesehatan . Selain itu, kitnya sekali
pakai dan tidak dapat melakukan metode pengendalian mutu seperti yang digunakan
laboratorium kesehatan . Oleh karena itu, uji ulang beberapa sampel menggunakan metode
yang berbeda seperti enzyme immunoassay (EIA) atau ELISA (enzyme-linked
immunosorbent assay) dapat membantu menilai kualitas pengujian HIV metode rapid tes.

On-site Evaluation (Evaluasi di tempat)

Metode ini biasanya dilakukan, ketika sulit melakukan uji profisiensi atau untuk
menggunakan metode pengecekan ulang / pengujian ulang. Kunjungan berkala oleh
13

evaluator untuk pemeriksaan laboratorium kesehatan merupakan jenis PME dapat


digunakan ketika saat metode PME lain tidak layak atau efektif. Sekali lagi, metode ini paling
sering digunakan untuk penilaian pemeriksaan BTA, dan rapid tes HIV.

TAHAP PRA ANALITIK

Kegiatan tahap pra analitik adalah serangkaian kegiatan laboratorium sebelum pemeriksaan
spesimen, yang meliputi:

1. Persiapan pasien

2. Pemberian identitas spesimen

3. Pengambilan dan penampungan spesimen

4. Penanganan spesimen

5. Pengiriman spesimen

6. Pengolahan dan penyiapan spesimen

Kegiatan ini dilaksanakan agar spesimen benar-benar representatif sesuai dengan

keadaan pasien, tidak terjadi kekeliruan jenis spesimen, dan mencegah tertukarnya
spesimen- spesimen pasien satu sama lainnya

Kendali Mutu

Tujuan pengendalian tahap pra analitik yaitu untuk menjamin bahwa spesimen- spesimen
yang diterima benar dan dari pasien yang benar pula serta memenuhi syarat yang telah
ditentukan.

Kesalahan yang terjadi pada tahap pra analitik adalah yang terbesar, yaitu dapat mencapai
60% - 70%. Hal ini dapat disebabkan dari spesimen yang diterima laboratorium tidak
memenuhi syarat yang ditentukan. Spesimen dari pasien dapat diibaratkan seperti bahan
baku yang akan diolah. Jika bahan baku tidak baik, tidak memenuhi persyaratan untuk
pemeriksaan, maka akan didapatkan hasil/ output pemeriksaan yang salah. Sehingga
penting sekali untuk mempersiapkan pasien sebelum melakukan pengambilan spesimen.
Spesimen yang tidak memenuhi syarat sebaiknya ditolak, dan dilakukan pengulangan
pengambilan spesimen agar tidak merugikan laboratorium.

TAHAP ANALITIK
14

Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap analitik meliputi:

1. Pemeriksaan spesimen

2. Pemeliharaan dan Kalibrasi alat

3. Uji kualitas reagen

4. Uji Ketelitian - Ketepatan

Tujuan pengendalian tahap analitik yaitu untuk menjamin bahwa hasil pemeriksaan

spesimen dari pasien dapat dipercaya/ valid, sehingga klinisi dapat menggunakan hasil
pemeriksaan laboratorium tersebut untuk menegakkan diagnosis terhadap pasiennya.

Walaupun tingkat kesalahan tahap analitik (sekitar 10% - 15%) tidak sebesar tahap pra
analitik, laboratorium tetap harus memperhatikan kegiatan pada tahap ini. Kegiatan tahap
analitik ini lebih mudah dikontrol atau dikendalikan dibandingkan tahap pra analitik, karena
semua kegiatannya berada dalam laboratorium. Sedangkan pada tahap pra analitik ada
hubungannya dengan pasien, yang kadang-kadang sulit untuk dikendalikan.

Laboratorium wajib melakukan pemeliharaan dan kalibrasi alat baik secara berkala atau
sesuai kebutuhan, agar dalam melaksanakan pemeriksaan spesimen pasien tidak mengalami
kendala atau gangguan yang berasal dari alat laboratorium. Kerusakan alat dapat
menghambat aktivitas laboratorium, sehingga dapat mengganggu performa/ penampilan
laboratorium yang pada akhirnya akan merugikan laboratorium itu sendiri.

Untuk mendapatkan mutu yang dipersyaratkan, laboratorium harus melakukan uji ketelitian
– ketepatan. Uji ketelitian disebut juga pemantapan presisi, dan dapat dijadikan indikator
adanya penyimpangan akibat kesalahan acak (random error). Uji ketepatan disebut juga
pemantapan akurasi, dan dapat digunakan untuk mengenali adanya kesalahan sistemik
Kendali Mutu

(systemic error). Pelaksanaan uji ketelitian – ketepatan yaitu dengan menguji bahan kontrol
yang telah diketahui nilainya (assayed control sera). Bila hasil pemeriksaan bahan kontrol
terletak dalam rentang nilai kontrol, maka hasil pemeriksaan terhadap spesimen pasien
dianggap layak dilaporkan.

TAHAP PASCA ANALITIK


15

Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap pasca analitik yaitu sebelum hasil
pemeriksaan diserahkan ke pasien, meliputi:

1. Penulisan hasil

2. interpretasi hasil

3. Pelaporan Hasil

Seperti pada tahap analitik, tingkat kesalahan tahap pasca analitik hanya sekitar 15% -

20%. Walaupun tingkat kesalahan ini lebih kecil jika dibandingkan kesalahan pada tahap pra
analitik, tetapi tetap memegang peranan yang penting. Kesalahan penulisan hasil
pemeriksaan pasien dapat membuat klinisi salah memberikan diagnosis terhadap
pasiennya. Kesalahan dalam menginterpretasikan dan melaporkan hasil pemeriksaan juga
dapat berbahaya bagi pasien.

Ketiga tahap kegiatan laboratorium ini sama-sama penting untuk dilaksanakan sebaik
mungkin, agar mendapatkan hasil pemeriksaan yang berkualitas tinggi, mempunyai
ketelitian dan ketepatan sehingga membantu klinisi dalam rangka menegakkan diagnosa,
pengobatan atau pemulihan kesehatan pasien yang ditanganinya.

C . Good laboratory practice (GLP)

GLP atau “Good Laboratory Practice” adalah suatu cara pengorganisasian laboratorium
dalam proses pelaksanaan pengujian, fasilitas, tenaga kerja dan kondisi yang dapat
menjamin agar pengujian dapat dilaksanakan, dimonitor, dicatat dan dilaporkan sesuai
standar nasional/internasional serta memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan.
Penerapan GLP bertujuan untuk meyakinkan bahwa data hasil uji yang dihasilkan telah
mempertimbangkan perencanaan dan pelaksanaan yang benar, praktek pengambilan
sampel yang baik, praktek melakukan analisa yang baik, praktek melakukan pengukuran
yang baik, praktek mendokumentasikan hasil pengujian/data yang baik, dan praktek
menjaga akomodasi dan lingkungan kerja yang baik. Dengan demikian, laboratorium
pengujian yang menerapkan GLP dapat menghindari kekeliruan atau kesalahan yang
mungkin timbul, sehingga menghasilkan data yang tepat, akurat dan tak terbantahkan, yang
pada akhirnya dapat dipertahankan secara ilmiah maupun secara hukum.
16

Perencanaan dan pelaksanaan yang benar mencakup organisasi, manajemen, dan personel.
Organisasi dan manajemen dengan uraian yang jelas mengenai susunan, fungsi, tugas dan
tanggung jawab serta wewenang bagi para pelaksananya diperlukan tahap awal
melaksanakan GLP. Selain itu, penempatan personel dalam organisasi laboratorium harus
disesuaikan dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat.

Praktek pengambilan sampel yang baik berarti terdapatnya prosedur dalam pengambilan
suatu bagian dari substansi untuk keperluan pengujian dari contoh yang mewakili
kumpulannya.pengambilan sampel harus mempertimbangkan beberapa hal lain seperti
petugas pengambil contoh, peralatan yang digunakan, lokasi dan titik pengambilan contoh,
frekuensi pengambilan contoh, hingga keselamatan kerja.

Praktek melakukan analisa yang baikmerupakan  prosedur teknis tertentu untuk


melaksanakan pengujian. Tanpa metode laboratorium tidak mungkin melaksanakan
kegiatan pengujian, pengukuran atau kalibrasi. Karena itu, laboratorium harus
menggunakan metode dan prosedur yang tepat untuk semua jenis pengujian yang sesuai
dengan ruang lingkupnya. Metode yang digunakan pada pengujian haruslah metode yang
telah divalidasi sebelum metode tersebut digunakan. Validasi metode adalah konfirmasi
dengan cara menguji suatu metode dan melengkapi bukti-bukti yang objektif apakah
metode tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai tujuan tertentu.

Praktek melakukan pengukuran yang baik berarti laboratorium harus dilengkapi dengan
peralatan dan instrumentasi yang sesuai agar pengujian yang dilakukan dapat
dipertanggungjawabkan hasilnya. Peralatan dan instrumentasi yang digunakan harus sesuai
dengan tugas dan ruang lingkup pengujian dan mampu mencapai akurasi yang disyaratkan,
serta memenuhi spesifikasi yang relevan dengan pengujian.  Peralatan dan instrumentasi
yang tersedia harus diinspeksi secara periodik, dijaga kebersihan, distel dan dikalibrasi.

Praktek mendokumentasikan hasil pengujian/data yang baik terkait dengan penganagan


rekaman. Rekaman data hasil uji, pemrosesan, serta penerbitan laporan hasil uji merupakan
unsur yang sangat penting dalam keseluruhan proses pengujian. Seluruh rekaman data yang
berhubungan dengan pengujian harus mudah dibaca, didokumentasikan, dan dipelihara
sedemikian rupa sehingga rekaman tersebut dapat mudah diperoleh kembali dengan cepat
sampai batas waktu yang ditentukan.

Praktek menjaga akomodasi dan lingkungan kerja yang baik terkait dengan desain, kondisi
serta pemeliharaan laboratorium. Laboratorium harus mempunyai ukuran, konstruksi, lokasi
dan sistem pengendalian yang memadai agar dapat memenuhi tugas dan fungsi
laboratorium. Desain yang tidak tepat dan fasilitas laboratorium yang kurang terawat dapat
mengurangi mutu data hasil uji dan atau kalibrasi, operasional kegiatan laboratorium,
kesehatan dan keselamatan, serta moralitas personel laboratorium. Pemeliharaan kondisi
akomodasi dan lingkungan laboratorium yang baik, selain untuk mencapai keabsahan mutu
17

data juga dapat melindungi personel laboratorium dari bahaya bahan kimia, kebakaran,
serta bahaya lain yang timbul.

D . K3 laboratorium

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam
hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antara Negara pada era globalisasi dan
pasar bebas WTO dan GATT tahun 2020 yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota,
termasuk Indonesia (Saranaung dan Johan, 2013). Untuk mewujudkan perlindungan
masyarakat pekerja Indonesia, maka telah ditetapkan visi Indonesia sehat 2010 dengan
berdasar Departemen Kesehatan RI tahun 2002 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di
masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh
pelayanan kesehatan yang bermutu  secara  adil  dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (Sukriati, 2013). Masalah Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung jawab dari
semua pihak terutama pengusaha tenaga kerja dan masyarakat (Respati dan Novrianti,
2014).

Penyelenggaraan program K3 merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada tenaga


kerja yang bertujuan mewujudkan produktivitas kerja yang optimal serta melindungi tenaga
kerja dari risiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatannya. Tempat kerja wajib
menyelenggarakan upaya kesehatan kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
No.23/1992 tentang kesehatan, bahwa apabila tempat kerja tersebut memiliki risiko bahaya
kesehatan dan atau mempunyai pekerja paling sedikit 100 orang. Dalam penyelenggaraan
program K3 tidak terlepas dari peranan manajemen melalui pendekatan yang berbentuk
kebijakan pihak pengelola dalam penerapan K3 (Mauliku, 2011).

Potensi bahaya terdapat hampir di setiap tempat dimana dilakukan suatu aktivitas,
termasuk di laboratorium. Apabila potensi bahaya tersebut tidak dikendalikan dengan tepat,
maka akan dapat menyebabkan sakit, cidera, dan bahkan kecelakaan yang serius. Pada
tahun 2012 disetiap harinya terdapat 9 orang peserta Jamsostek yang meninggal akibat
kecelakaan kerja, terdapat 103.000 kasus kecelakaan kerja pada tahun 2012 menurut
Metronews.com, Jakarta, 28 Februari 2013 (Saranaung dan Johan, 2013). Kecelakaan kerja
dapat terjadi di setiap tipe laboratorium dan biasanya melibatkan tenaga kerja yang bekerja
di dalam bangunan dan peralatan laboratorium serta masyarakat sekitar. Berdasarkan
permasalahan tersebut, maka upaya untuk mencegah dan mengurangi resiko yang mungkin
timbul akibat proses pekerjaan perlu segera dilakukan, sehingga kesehatan dan keselamatan
kerja dapat tercapai (Fathimahhayati dkk, 2015). Kecelakaan dalam kerja dapat disebebkan
oleh kelelahan yang menurut Aisbet (2007) dalam Nisa dan Tri merupakan masalah yang
dapat mengancam kualitas hidup, konsentrasi dapat menurun karena kelelahan pada saat
18

bekerja yang nantinya akan mengakibatkan kecelakaan kerja terjadi (Nisa dan Tri, 2013).
Keselamatan kerja di laboratorium perlu diinformasikan secara cukup (tidak berlebihan) dan
relevan untuk mengetahui sumber bahaya di laboratorium dan akibat yang ditimbulkan
serta cara penanggulangannya. Dimana laboratorium merupakan ruangan yang dirancang
sesuai dengan  kebutuhan  untuk melakukan aktifitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Anonim1, 2011). Hal tersebut
perlu dijelaskan berulang ulang agar lebih meningkatkan kewaspadaan dan menjaga
keselamatan orang disekitarnya (Sunarto, 2010).

Berikut APD yang wajib di gunakan pada saat memasuki laboratorium

Masker

Kacamata pelindung

Sarung tangan

Penutup kepala

Sendal/sepatu lab

Jas lab/apron
19

BAB III

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di RSUD Abdoel Wahab Sjahranie sekitar bulan Oktober -
Desember

Alat dan Bahan

Persiapan Alat dan Bahan

Yellow type

Vortex tabung

WBC (Whole Blood Cell)


20

Tabung BD Trucount

Persiapan Sampel

ID sampel dicocokan dengan joblist pasien.

Sampel diceklist pada buku penerimaan sampel imunologi

Sampel dicentrifugasi 3 ̶ 5 menit 3000 rcf untuk melihat Mikropipet

Blue type

apakah darah lipemik, lisis atau beku. Kemudian darah dihomogenkan kembali.

Disiapkan alat dan reagen yang digunakan

Prinsip Kerja Metode

Flow cytometri adalah pengukuran (metri) jumlah dan sifat-sifat sel (cyto) yang dibungkus
oleh aliran cairan (flow) melalui celah sempit yang ditembus oleh seberkas sinar laser.
Setiap sel yang melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh
instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada
permukaan sel maupun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi dengan
menggunakan satu atau lebih probe.

Prosedur Pemeriksaan

Penulisan kode pada sampel

Penulisan kode yang sama pada tabung BD Trucount

Pemipetan 20 ul BD Tritest CD3/CD4/CD45

Di masukkan dalam tabung BD Trucount

Pemipetan 50ul darah sampel

Dimasukkan dalam tabung BD Trucount

Di homogenkan
21

Inkubasi ruang gelap 15 menit

Pemipetan lysing 450ul

Dimasukkan ke dalam tabung BD Trucount

Dihomogenkan

Inkubasi 15 menit

Deperiksa menggunakan alat BD FAC5Calibur

Sebelum analisa sampel alat di washing dengan aquadest

Sampel dimasukkan pada probe sampel

Nilai Rujukan

CD4 absolute : 410 – 1590 sel/µl

CD4 % : 31 – 60 sel/µl

Menurun : 200 – 409 sel/µl

Sangat Menurun : < 199 sel/µl

Pada bayi

CD4 absolut : ≥ 1500 sel/µl

CD4 % : ≥ 25 %

Pada usia 1-5 tahuns

CD4 absolut : ≥ 1000 sel/µl

CD4% : ≥ 25 %.
22

DAFTAR PUSTAKA

Arora, Sunil, and Avinash A. De Sousa. "Plasma viral load, CD4 count and HIV associated
dementia." Natl J Med Res 3.1 (2013)

Nasronudin. HIV&AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan Sosial. Surabaya: Airlangga
University Press. 2007.

Zunke P, Waran M, Tyagi A. A Study of Prevalence of Anemia among HIV Patients and its
Correlation with Clinical Stage of Aids, CD4 Count and Antiretroviral Therapy. International
Journal of Medical Science and Clinical Inventions 4(2): 2698–2701, 2017.
23

23

Anda mungkin juga menyukai