Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENUGASAN JOURNAL READING

Temuan Rontgen Dada pada Pasien Tuberkulosis Paru yang


Sensitif dan Resisten Obat di Uganda

Disusun untuk Melengkapi Tugas

Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Radiologi

Oleh:

dr. Dwi Angriyana

Pembimbing:

dr. Evi Artsini, Sp. Rad (K)-TR

PPDS I RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN


KEPERAWATAN, UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2024
LEMBAR PENGESAHAN

JOURNAL READING

Temuan Rontgen Dada pada Pasien Tuberkulosis Paru yang


Sensitif dan Resisten Obat di Uganda

Dipersiapkan dan disusun oleh

dr. Dwi Angriyana

Peserta PPDS I Radiologi

Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Pada Tanggal __________________

Disetujui Oleh

Pembimbing

dr. Evi Artsini, Sp. Rad (K)-TR


Temuan Rontgen Dada pada Pasien Tuberkulosis Paru yang Sensitif dan
Resisten Obat di Uganda
Anthony Oriekota, Senai Goitom Serekea, Felix Bongonimb, Samuel Bugezaa,
Zeridah Muyindac

a
Departemen Radiologi dan Radioterapi, Fakultas Kedokteran dan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan, Universitas Makerere, Kampala, Uganda
b
Departemen Mikrobiologi Medis dan Imunologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Gulu, Gulu, Uganda
c
Departemen Radiologi, Rumah Sakit Rujukan Nasional Mulago, Kampala, Uganda

Latar Belakang : Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyebab utama


kematian di seluruh dunia. Radiologi memiliki peran penting dalam
diagnosis TB paru yang sensitif terhadap obat (TB DS) dan TB paru
yang resisten terhadap rifampisin (TB RR). Penelitian ini bertujuan
untuk membandingkan pola gambaran rontgen dada (CXR) dari kasus
TB Paru yang dikonfirmasi secara mikrobiologi pada pasien TB DS dan
TB RR yang dikelompokkan berdasarkan serostatus HIV di Uganda.
Metode : Kami melakukan penelitian retrospektif berbasis rumah sakit
di bangsal TB Rumah Sakit Rujukan Nasional Mulago (MNRH). Semua
peserta memiliki diagnosis TB PARU yang dikonfirmasi secara
mikrobiologis. Temuan CXR yang didapatkan yaitu infiltrat, konsolidasi,
kavitas, fibrosis, bronkiektasis, atelektasis, dan temuan parenkim non
paru lainnya. Semua film diperiksa oleh dua ahli radiologi independen
yang tidak mengetahui diagnosis klinis.
Hasil: Kami menganalisis temuan CXR dari 165 peserta: 139 kasus
TB DS dan 26 kasus TB RR. Mayoritas (n = 118, 71,7%) peserta
seronegatif untuk HIV. Secara keseluruhan, 5/165 (3%) peserta
memiliki CXR yang normal. Tidak ada perbedaan yang signifikan
secara statistik dalam proporsi peserta dengan konsolidasi (74,8%
berbanding 88,5%; p = 0,203), opasitas bronkopneumonia (56,1%
versus 42,3%, p = 0,207) dan kavitas (38,1% versus 46,2%, p =
0,514), pada status sensitifitas terhadap obat TB (TB DS versus TB
RR). Di antara peserta yang terinfeksi HIV, konsolidasi sebagian
besar terjadi di daerah paru tengah pada kelompok TB DS dan di
daerah paru bawah pada kelompok TB RR (42,5% versus 12,8%, p
= 0,66). Peserta yang terinfeksi HIV dengan TB RR memiliki ukuran
kavitas yang secara statistik lebih besar dibandingkan dengan peserta
yang tidak terinfeksi HIV dengan TB RR (7,7 ± 6,8 cm dibandingkan
4,2 ± 1,3 cm, p = 0,004).
Kesimpulan: Kami mengamati bahwa sebagian besar partisipan
memiliki perubahan CXR yang serupa, terlepas dari status sensitivitas
obat TB. Namun, TB RR yang terinfeksi HIV memiliki kavitas yang
lebih besar. Kegunaan diagnostik ukuran kavitas untuk membedakan TB
RR yang terinfeksi HIV dan yang tidak terinfeksi HIV dapat diteliti lebih
lanjut.

Kata kunci : Rontgen dada, TB paru, TB paru yang resisten terhadap


rifampisin (TB RR).

Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyebab utama kematian di
seluruh dunia. Pada tahun 2019, diperkirakan 10 juta orang didiagnosis
dengan TB secara global. Laporan Global TB tahun 2020, WHO melaporkan
1.408.000 kematian dan 467.000 TB yang resisten terhadap rifampisin.
Rontgen dada (CXR) adalah evaluasi radiologis utama untuk
pasien dengan suspek TB atau pasien yang terlah terbukti menderita TB
paru. Ketika dikombinasikan dengan gejala dan tanda klinis, CXR
memiliki sensitivitas yang tinggi dalam diagnosis TB PARU. Namun,
beberapa faktor telah terbukti mempengaruhi temuan CXR pada pasien
dengan TB paru, yaitu infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan
tingkat imunosupresi, pengobatan sebelumnya untuk TB paru, dan profil
mikrobiologi, yaitu drug-sensitive (DS) atau TB RR. Meskipun beberapa
penelitian menunjukkan bahwa TB DS dan TB RR berbeda pada
gambaran CXR baik dari segi morfologi, ukuran, dan lokasi lesi. Namun
penjelasan secara rinci tentang perbedaan CXR TB DS dan TB RR masih
belum dipublikasikan secara luas.
Di antara pasien imunokompeten di Indonesia, pasien dengan TB
RR memiliki gambaran CXR yang sebagian besar berupa gambaran
konsolidasi, infiltrat, kavitas, fibrosis, bronkiektasis, kalsifikasi, kelenjar
getah bening, dengan lesi ekstraparu yang menyertai seperti efusi dan
empiema, dengan lesi berukuran lebih besar biasanya lebih dari satu. Di
sisi lain, pasien DS TB memiliki gambaran infiltrat dan lesi yang
umumnya berukuran lebih kecil.
Di antara pasien TB yang terinfeksi HIV yang resistan terhadap berbagai
jenis obat (MDR) di Afrika Selatan, memiliki gambaran CXR berupa
limfadenopati hilar dan mediastinum, konsolidasi, loss of volume,
bronkiektasis, dan efusi pleura merupakan temuan yang paling sering
dijumpai.
Meskipun CXR tersedia secara luas dan memiliki peran penting
dalam skrining, triase, dan diagnosis TB paru, di Afrika sub-Sahara ,
namun beban TB DS dan TB RR, serta HIV, sangat tinggi, dan literatur
yang ada masih sedikit mengenai kesamaan dan perbedaan gambaran
radiologi pasien TB DS dan TB RR. Meskipun mesin GeneXpert tersedia
secara luas di Uganda untuk mendeteksi resistensi rifampisin, saat ini, tes
sensitivitas obat berbasis kultur untuk profil lengkap pola sensitivitas
terhadap agen anti-tuberkulosis belum tersedia untuk semua pasien di
tempat kami dan bagi mereka yang mendapatkan kesempatan, dibutuhkan
waktu 2 sampai 8 minggu untuk mendapatkan hasilnya. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini, kami berusaha mengatasi kesenjangan ini dengan
menggambarkan temuan CXR pada pasien TB DS dan TB RR dan temuan
yang dikelompokkan berdasarkan status HIV.

Metode
2.1 Desain penelitian
Ini adalah studi komparatif retrospektif berbasis rumah sakit yang
dilakukan di bangsal TB Rumah Sakit Rujukan Nasional Mulago
(MNRH), Kampala, Uganda, antara tanggal 1 Januari 2018 dan 31
Desember 2018. Rumah Sakit Rujukan Nasional Mulago terletak di jalan
bukit Mulago yang berjarak 2 km dari pusat kota Kampala. Bangsal TB di
rumah sakit ini memiliki klinik rawat inap dan rawat jalan untuk pasien
TB. Rumah sakit ini merupakan pusat rujukan dan pengobatan TB RR
terbesar yang melayani sekitar 10 distrik di Uganda tengah dan dianggap
sebagai pusat unggulan. Pada tahun 2018, 137 dan 713 pasien didiagnosis
dengan RR-TB dan DS-TB dengan perbandingan 1:5.

2.2 Populasi penelitian


Rekam medis semua pasien berusia 15 tahun ke atas yang telah
didiagnosis dengan TB paru oleh GeneXpert. Selain itu pasien juga
memiliki CXR frontal dan dirawat di bangsal TB. CXR dengan kualitas
radiografi yang buruk dan adanya tambahan penyakit pernapasan seperti
penyakit obstruktif paru kronis, kanker paru, penyakit paru interstisial,
gagal jantung dan sarkoidosis tidak dimasukkan dalam penelitian. Pasien
yang berusia kurang dari 15 tahun juga tidak diikutsertakan karena
bedaquiline, yang digunakan dalam manajemen TB MDR di Uganda
dikontraindikasikan pada pasien ini. Selain itu, pasien di bawah usia <15
tahun dianggap sebagai kelompok usia anak- anak di Uganda (MNRH).

2.3 Ukuran sampel


Rumus ukuran sampel oleh Kelsey dkk., 1996

N1 ¼ Jumlah pasien dengan TB RO.


N2 Jumlah pasien dengan DS-TB. ¼
z1—α/2 = Standar deviasi normal untuk uji dua ekor berdasarkan
alpha
tingkat 5% (interval kepercayaan 95%) = 1,96.
z1—β = Standar deviasi normal untuk uji satu sisi berdasarkan
tingkat beta 20% (kekuatan 80%) = 0,84.
r = rasio N2 terhadap N1 = 5.

2.4 Ukuran lesi


p1 = Proporsi pasien dengan TB RO yang memiliki lesi besar =
96% [5].
p2 = Proporsi pasien dengan TB-DS yang memiliki lesi besar = 27% [5].

N1 5, N2 = 5x5 Oleh karena itu, ukuran sampel akhir untuk lesi =


5 + 25 = 30.

2.5 Morfologi dan lokasi


p1 = Proporsi pasien TB RO yang memiliki infiltrat paru kanan atas
= 36,6%.
p2 = Proporsi pasien dengan TB-DS yang memiliki infiltrat paru
kanan atas = 66,7%.
N1 ¼ 25, N2 = 5x25 Oleh karena itu, ukuran sampel akhir = 25 + 125
= 150.
Ukuran sampel yang lebih besar dari dua ukuran sampel (n = 150) akan
menjadi ukuran sampel
penelitian ini.
Dengan asumsi tingkat non-respons sebesar 10%, ukuran sampel akhir =
150/0,9 = 167 peserta.
Selama tahun kalender 2018, 137 pasien didiagnosis menderita TB
RR dan 713 pasien menderita TB DS. Rasio yang digunakan adalah
1:5, yang digunakan untuk memilih sampel akhir peserta dengan rasio
yang sama. Penggunaan rumus jumlah sampel di atas, kami
mendapatkan sampel akhir sebanyak 28 kasus TB RR dan 139 kasus
TB DS.

2.6 Prosedur penelitian


Berkas RR-TB dan DS-TB pertama yang didaftarkan dalam
penelitian ini dipilih secara acak dari lima berkas RR-TB dan lima berkas
DS-TB pertama dengan menggunakan kertas suara. Setelah mendaftarkan
berkas pasien pertama untuk setiap kelompok, setiap berkas TB DS
dan TB RR ke-5 lainnya direkrut ke dalam kelompok masing-masing.
Berkas yang tidak diikutsertakan digantikan oleh berkas berikutnya
yang memenuhi syarat. Data dikumpulkan denga menggunakan alat
pengumpulan data terstruktur, data biografi dan riwayat kesehatan yang
relevan.
CXR awal kemudian dibaca secara independen dengan cara yang
sistematis oleh peneliti utama dan dua ahli radiologi senior dan
temuan-temuannya dicatat. Ahli radiologi yang melakukan expertise
radiografi dada dilakukan blinding terhadap informasi klinis termasuk
status sensitivitas obat, sehingga hanya nomor penelitian yang
digunakan untuk mengidentifikasi gambar. Peneliti utama membaca
semua CXR. Salah satu ahli radiologi senior dikonsultasikan jika ada
ketidakjelasan. Kemudian ahli radiologi senior kedua digunakan
sebagai penegah, jika ada ketidaksepakatan antara peneliti utama dan
mantan ahli radiologi senior. CXR ditinjau untuk mengetahui adanya
patologi-patologi yang ditemukan dengan menggunakan alat
pengumpul data terstruktur. Kelainan CXR yang ditemukan seperti
limfadenopati hilar/mediastinum, kekeruhan bronkopneumonik,
konsolidasi segmental/lobar, kavitas, kekeruhan milier, efusi pleura,
bronkiektasis, atelektasis, pita fibrosis, dan pneumotoraks). Selain
gambaran-gambaran tersebut maka masuk dalam kategori normal.
Lokasi lesi dikelompokkan menjadi sisi dan zona. Zona-zona tesebut
adalah bagian atas (antara tulang rusuk anterior pertama dan kedua), bagian tengah
(antara tulang rusuk anterior kedua dan keempat) dan bagian bawah (antara tulang
rusuk anterior keempat dan terakhir). Dimensi terluas dari lesi diambil sebagai
ukurannya. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris HACO yang telah
dikalibrasi oleh pabrik.

2.7 Analisa statistik


Data dimasukkan ke dalam EPIDATA versi 4.4.2 dan kemudian diekspor ke
SPPSS versi 26 untuk dianalisis. Karakteristik pasien dijumlahkan dan diukur
dengan menggunakan rata-rata dan standar deviasi untuk variabel kontinu yang
terdistribusi normal atau median dan rentang untuk variabel kontinu yang tidak
terdistribusi normal. Variabel kategorikal dirangkum menggunakan frekuensi dan
proporsi. Normalitas diuji dengan menggunakan uji Shapiro wilk dan plot
probabilitas distribusi normal. Hasil dari penelitian ini adalah temuan CXR. Variabel
independen utama adalah sensitivitas obat. Perancu potensial dalam penelitian ini
adalah usia, jenis kelamin, status imunologi, dan riwayat pengobatan TB paru. Untuk
menggambarkan temuan CXR TB paru DS-TB dan RR-TB pada pasien di Rumah
Sakit Mulago, kami menggunakan frekuensi dan proporsi. Temuan CXR
dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu Morfologi, ukuran, jumlah zona yang
terkena dan lokasi: masing-masing dengan beberapa variabel indikator. Untuk
membandingkan proporsi temuan CXR pada pasien dengan TB RR dan TB DS, kami
menggunakan uji Chi square untuk jumlah sel di atas 5 atau uji Fischer exact untuk
jumlah sel kurang dari 5. Variabel kontinu seperti usia dikategorikan sesuai dengan
literatur yang ada untuk meningkatkan signifikansi klinis. Rata-rata untuk data
independen dibandingkan dengan menggunakan uji-t independen. Signifikansi
statistik ditetapkan pada p <0,05.

2.8 Definisi diagnostik radiologi


Limfadenopati hilus/mediastinum dideskripsikan sebagai massa nodular di hilus
atau mediastinum. Kekeruhan bronkopneumonik digambarkan sebagai kekeruhan
nodular multipel, tidak terdefinisi dengan baik, konfluen, di bidang paru-paru.
Konsolidasi segmental/lobar digambarkan sebagai peningkatan homo genus pada
atenuasi parenkim paru yang mengaburkan margin pembuluh darah dan dinding
saluran napas. Rongga digambarkan sebagai ruang berisi gas, terlihat sebagai area
lucency atau atenuasi rendah dalam konsolidasi paru. Kekeruhan milier digambarkan
sebagai kekeruhan paru yang banyak, kecil, terpisah-pisah, dan berbentuk bulat
(berdiameter ≤3 mm) yang umumnya berukuran seragam dan terdistribusi secara difus
ke seluruh paru-paru. Efusi pleura digambarkan sebagai kekeruhan pleura dengan tanda
meniskus. Bronkiektasis digambarkan sebagai bronkiolus perifer yang menebal dan
melebar. Atelektasis digambarkan sebagai tanda-tanda yang menunjukkan kolaps lobar
atau segmental. Pita fibrotik digambarkan sebagai pita linier tebal lebih dari 3 mm.
Pneumotoraks digambarkan sebagai area tanpa bronkogram udara di area apikal CXR
yang tegak.

3. Hasil
3.1 Karakteristik peserta penelitian
Sebanyak 165 partisipan, 139 DS dan 26 RR-TB di mana 106 (63,9%) laki-
laki direkrut dalam penelitian ini. Dua peserta tidak diikutsertakan, satu karena tidak
ada informasi penting dan satu lagi karena CXR yang tidak memadai. Secara
keseluruhan, 118 (71,7%) peserta tidak terinfeksi HIV. Dari 118, 103 (87,3%)
memiliki DS dan 15 (12,7%) TB RR. Secara keseluruhan, 37 (22,4%) peserta
memiliki riwayat pengobatan TB sebelumnya dengan 9 orang mangkir dan 3 orang
gagal dalam pengobatan. Proporsi peserta dengan riwayat PTB sebelumnya lebih
tinggi pada kelompok TB RR dibandingkan dengan kelompok TB DS (46,2%
berbanding 18%, p = 0,04). Tabel 1 merangkum karakteristik awal peserta
penelitian.
3.2 Temuan rontgen dada
Terdapat lima (3%) peserta yaitu 3 TB DS dan 2 TB RR, memiliki CXR
yang normal. Namun kelima pasien tersebut memiliki gejala dan 2 diantaranya
menunjukkan resistensi pada rifampisisn (RIF) pada pemeriksaan Xpert MTB/RIF
assay. Gambaran paling umum pada TB paru aktif yaitu konsolidasi (77%, n= 127).
Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam proporsi konsolidasi di
antara peserta RR dibandingkan dengan peserta TB DS (88,5% versus 74,8%, p =
0,2). Gambaran milier pada CXR ditemukan pada 3 pasien (1.8%) dan ketiganya
merupakan TB DS (Tabel 2).
Peserta dengan TB DS memiliki konsolidasi sebagai temuan CXR yang paling
umum (104, 74,8%) dari PTB aktif, diikuti oleh kekeruhan bronkopneumonik (78,
56,1%) dan gigi berlubang (53, 38,1%). Proporsi yang sama antara orang yang tidak
terinfeksi HIV dibandingkan dengan orang yang terinfeksi HIV memiliki gigi
berlubang (41,7 berbanding 27,8%, p = 0,165) (Tabel 3).

Dari 26 peserta dengan TB RR, 23 (88,5%) mengalami konsolidasi, diikuti oleh


gigi berlubang dan kekeruhan bronkopneumonik. Stratifikasi berdasarkan status
HIV, tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam proporsi peserta
yang memiliki gigi berlubang (53,3% untuk HIV negatif dibandingkan 36,4% untuk
HIV positif, p = 0,45) (Tabel 4).

Tabel 4
3.3 Lokalis dan jumlah lesi
Di antara peserta yang tidak terinfeksi HIV, konsolidasi sebagian besar
terjadi pada zona paru bagian atas (47,1% pada DS dibandingkan 9,2% pada RR
TB, p = 0,38) dan zona paru bagian tengah (48,7% pada DS vs 7,6% pada RR TB, p
= 0,27). Opasitas bronkopneumonik sebagian besar terjadi pada zona paru
tengah (37% pada DS dibandingkan 5,9% pada RR p = 0,59).
Dari peserta yang terinfeksi HIV, konsolidasi yang ditemukan terutama di
zona paru tengah (42,5%) pada kelompok TB DS dan di zona paru bawah
(12,8%) pada kelompok TB RR (p = 0,48). Kekeruhan bronkopneumonik
sebagian besar terlihat pada zona paru tengah dan bawah (34% berbanding
32%, p = 0,46) pada kelompok TB DS dan pada tiga zona paru secara sepihak
pada kelompok TB RR.
Jumlah rata-rata zona yang trkena tanda-tanda penyakit aktif sebanding
antara kelompok TB DS dan TB RR (2,7 dan 3 p= 0.46).
Di antara peserta yang terinfeksi HIV, ukuran gigi berlubang secara
statistik lebih besar pada peserta dengan TB RO dibandingkan dengan peserta
yang tidak terinfeksi HIV dengan TB RO (7,7 ± 6,8 cm dibandingkan 4,2 ± 1,3 cm,
p = 0,004). Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam ukuran
rata-rata konsolida (p = 0,8) dan jumlah rata-rata gigi berlubang (p = 0,4) di
antara peserta yang tidak terinfeksi HIV dengan TB RO dibandingkan dengan
peserta yang terinfeksi HIV dengan TB RO. Temuan ekstraparu yang paling
banyak ditemukan adalah efusi pleura diikuti oleh fibrosis dan limfadenopati
dengan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok TB
DS dan TB RR (Tabel 5).
CXR pasien yang tidak terinfeksi HIV dan pasien yang terinfeksi HV dapat
dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Diskusi
Dalam penelitian retrospektif yang bertujuan untuk membandingkan pola
CXR pada partisipan TB DS dan TB RR ini, kami tidak menemukan perbedaan
dalam pemeriksaan radiologi. Temuan CXR yang paling umum pada TB DS adalah
konsolidasi. Pada TB RR, konsolidasi adalah temuan yang paling umum.
Distribusi lesi konsolidatif pada pasien HIV negatif dan HIV positif lebih
banyak di zona atas dan tengah dibandingkan dengan zona bawah. Ukuran
konsolidasi rata-rata lebih tinggi di antara peserta HIV positif dibandingkan
dengna peserta HIV negative namun hasil ini tidak signifikan secara statistic.
Tisak adanya perbedaan dalam presentasi radiologis sesuai dengan penelitian
yang dilakuakn di Indonesia dan penelitian lain dari India pada pasien TB MDR.
Gambaran CXR yang paling umum di antara kelompok TB RR adalah konsolidasi
di daerah paru bagian atas.
Karena mutasi mikobakterium yang didapat selama pengobatan, riwayat
pengobatan sebelumnya secara signifikan lebih tinggi diantara partisipan yang
didiagnosis TB RR yaitu sebanyak 12 pasien (46,2%) dibandingkan dengan TB DS
sebanyak 25 pasien (18%). Sebuah meta analisis yang dilakuakan di Ethiopia
menunjukkan hasil yang serupa.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk emmbandingkan temuan
CXR pada TB DS dan TB RR, dengan fokus khusus pada temuan yang didapatkan
apda pasien TB RR. Selain itu masih sedikit penelitian yang dilakuakn untuk
membandingkan temuan pada orang dewasa dengan koinfeksi HIV.

4.1 TB DS
Kekeruhan bronkopneumonik adalah temuan CXR kedua yang paling
umum dengan distribusi zona paru tengah dan bawah yang didominasi oleh
peserta HIV seronegatif dan HIV seropositif. Kekeruhan bronkopneumonik yang
diikuti konsolidasi dan gigi berlubang merupakan temuan yang paling banyak
ditemukan pada partisipan HIV seronegatif di Indonesia [5]. Temuan serupa
ditemukan pada kelompok seropositif HIV di Afrika Selatan [5,15]. Namun, pada
penelitian di Afrika Selatan, gigi berlubang lebih dominan dibandingkan infiltrat
pada pasien HIV negative.
Di antara kelompok HIV-negatif, mayoritas memiliki konformasi zona atas
diikuti zona tengah dan zona bawah. Selain itu, solidasi yang diikuti dengan
gigi berlubang dan kekeruhan bronkopneumonik merupakan temuan yang paling
banyak ditemukan pada kelompok HIV positif dan HIV seronegatif. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan di antara peserta seropositif HIV di mana
temuan CXR yang paling umum adalah infiltrat dan konsolidasi
bronkopneumonia [5,16]. Pada partisipan seropositif HIV, sebagian besar lesi
berada di daerah paru bagian bawah. Ukuran konsolidasi rata-rata lebih besar
pada partisipan seronegatif HIV dibandingkan dengan partisipan seropositif HIV.
Distribusi zona paru bagian bawah di antara partisipan seropositif HIV juga
terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh penelitian yang serupa dengan
penelitian yang dilakukan oleh Padyana dkk.
Kavitas adalah ciri yang paling jarang ditemukan pada penyakit aktif yang
paling banyak terjadi pada zona paru tengah baik pada peserta HIV seronegatif
maupun HIV seropositif dengan TB RR. Dalam metanalisis yang dilakukan oleh
Xia´ng J dan kawan- kawan, prevalensi gigi berlubang di antara pasien HIV positif
hanya 9%, yang serupa dengan prevalensi rendah pada penelitian ini [13].
Namun, di antara pasien imunokompeten, penyakit gigi berlubang
merupakan temuan yang paling umum pada sebagian besar penelitian [5,13].
Dalam patofisiologi konsolidasi PTB dan kekeruhan bronkopneumonik
mendahului kavitas [17]. Oleh karena itu, para peserta dapat hadir lebih awal
sebelum pembentukan kavitas.

4.2 TB RR
Ukuran kavitas juga lebih besar pada pasien HIV- seropositif
dibandingkan dengan HIV-seronegatif pada kelompok TB RR. Perbedaan ukuran
gigi berlubang di antara kedua kelompok ini tidak lazim karena gigi berlubang
tidak umum terjadi pada orang yang mengalami penekanan kekebalan. Dan
penelitian yang berbeda menunjukkan hal yang berlawanan dengan apa yang
kami temukan dalam penelitian ini.
Rata-rata jumlah zona dengan penyakit aktif pada kelompok TB RR adalah
Chuchottaworn dan rekannya menemukan bahwa 59,8% pasien dengan MDR memiliki keterlibatan lebih dari
dua zona paru.

Penelitian ini menunjukkan bahwa konsolidasi dan kekeruhan


bronkopneumonik merupakan proporsi terbesar temuan CXR pada TB RR dan
TB DS, sedangkan kavitas merupakan temuan yang paling sedikit ditemukan.
Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam proporsi
lesi yang berbeda antara RR TB dan DS TB. Dalam sebuah penelitian yang
menggunakan perhitungan dada tomografi, semua lesi yang berbeda pada PTB
aktif tidak berbeda secara bermakna antara kedua kelompok kecuali proporsi
kavitas yang lebih tinggi pada kelompok TB RR (p = 0,007) [23]. Sebagian besar
penulis menyatakan bahwa rongga tersebut memfasilitasi perkembangan
resistensi terhadap pengobatan antimikroba karena lapisan rongga mencegah
penetrasi obat dan titer bakteri yang tinggi dalam rongga memfasilitasi
perkembangan resistensi [23]. Tidak jelas apakah infeksi primer dengan MDR
menyebabkan pembentukan rongga. Dalam beberapa penelitian, pasien yang
tidak memiliki riwayat infeksi MDR sebelumnya memiliki proporsi gigi berlubang
yang lebih sedikit [13]. Hal ini dapat menjelaskan mengapa gigi berlubang tidak
begitu dominan pada populasi ini karena hanya tiga pasien yang memiliki
riwayat pengobatan yang gagal.
Mayoritas temuan bersifat unilateral pada TB RR dan TB DS tanpa ada
perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan distribusi dengan TB DS yang
menunjukkan distribusi yang lebih bilateral dan disebabkan oleh keterlambatan
diagnosis dan inisiasi pengobatan yang memungkinkan penyebaran penyakit
yang lebih banyak melibatkan kedua paru-paru.
Keterbatasan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini merupakan
penelitian retrospektif yang melihat catatan, sehingga beberapa catatan tidak
lengkap. Penelitian ini merupakan penelitian yang berbasis di rumah sakit dan
hanya pasien dengan CXR yang diikutsertakan dalam penelitian ini sehingga
dapat menimbulkan selection bias.

5. Kesimpulan
Penelitian ini tidak menemukan perbedaan yang bermakna secara statistik
pada pola rontgen dada PTB antara TB RR dan TB DS di antara pasien
imunokompeten. Di antara pasien HIV-positif, ukuran rongga secara signifikan lebih
besar pada TB RR dibandingkan TB DS. Penelitian kami menemukan bahwa CXR tidak
dapat membedakan TB RR dengan TB DS. Oleh karena itu, dokter tidak perlu repot-
repot menggunakan CXR sebagai alat skrining untuk TB RR.

6. Persetujuan etika dan persetujuan untuk berpartisipasi


Pengabaian persetujuan telah diperoleh. Persetujuan etis diperoleh dari komite
Penelitian dan Etika Fakultas Kedokteran Universitas Makerere dan izin
administratif dari Rumah Sakit Rujukan Nasional Mulago.
7. Persetujuan untuk publikasi
Tidak berlaku
8. Ketersediaan data dan materi
Kumpulan data yang digunakan dan/ atau dianalisis selama peenlitian ini
tersedia dari penulis yang bersangkutan berdasarkan permintaan yang wajar.
Pendanaan
Tidak ada pendanaan
Kontribusi penulis
Semua penulis memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
penelitian ini, baik dalam konsepsi, desain penelitian, pelaksanaan, akuisisi data,
analisis dan interpretasi, atau dalam semua bidang ini; mengambil bagian dalam
penyusunan, merevisi atau meninjau ulang secara kritis artikel tersebut;
memberikan persetujuan akhir atas versi yang akan diterbitkan; telah
menyetujui jurnal tempat artikel tersebut dikirimkan; dan setuju untuk
bertanggung jawab atas semua aspek dari pekerjaan tersebut.

Pernyataan kontribusi kepengarangan CRediT


Anthony Oriekot: Konseptualisasi, Perolehan dana, Metodologi, Investigasi,
Administrasi proyek, Sumber daya, Penulisan - draf awal. Senai Goitom Sereke:
Investigasi, Penulisan - draf awal, Penulisan - tinjauan & penyuntingan. Felix
Bongomin: Perangkat lunak, Analisis formal, Kurasi data, Penulisan - tinjauan &
penyuntingan. Samuel Bugeza: Metodologi, Investigasi, Sumber daya, Validasi.
Zeridah Muyinda: Metodologi, Pengawasan, Validasi, Visualisasi.

Conflict of Interest
Para penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kepentingan
finansial yang bersaung atau hubungan pribadi yang dapat memepegarugi hasil
dari penelitian.
Ucapan terima kasih
Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada staf bangsal TB yang secara
aktif mendukung proses mobilisasi berkas dan pengumpulan data peserta
penelitian.

Lampiran dara tambahan


Data tambahan untuk artikel ini dapat ditemukan secara online di https://doi.
org/10.1016/j.jctube.2022.100312
Gambar 1. Foto rontgen dada frontal pasien HIV seronegatif A) Pasien laki-laki berusia 38 tahun dengan TB DS
yang menunjukkan konsolidasi di zona paru kanan atas dan tengah. B) Dari pasien berusia 26 tahun dengan TB DS yang
menunjukkan konsolidasi di zona paru kanan bawah. C) Pasien berusia 26 tahun dengan konsolidasi yang melibatkan zona
paru kiri tengah dan bawah. D) Pasien berusia 34 tahun dengan TB DS yang menunjukkan beberapa rongga lobus atas kiri,
kekeruhan bronkopneumonik di seluruh paru kiri dan paru kanan atas dan tengah. Terdapat juga area bronkiektasis
bilateral.
Gambar 2. Foto rontgen dada frontal pasien seropositif HIV A) Pasien berusia 39 tahun dengan TB DS yang
menunjukkan beberapa kavitas pada zona paru kiri atas dan tengah dan kekeruhan bronkopneumonik yang melibatkan
seluruh bidang paru kiri. B) Dari pasien berusia 42 tahun dengan TB DS dengan kavitas di paru bagian atas bilateral,
bronkiektasis di paru bagian atas dan tengah bilateral, dan kekeruhan bronkopneumonia di paru bagian atas dan tengah
bilateral

Referensi
[1] Fukunaga R, Glaziou P, Harris JB, Date A, Floyd K, Kasaeva T. Epidemiologi tuberkulosis dan kemajuan menuju pencapaian
target global - di seluruh dunia, 2019. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2021;70(12):427-30.
[2] Organisasi Kesehatan Dunia. Laporan tuberkulosis global 2020: ringkasan eksekutif [Internet]. Jenewa: Organisasi Kesehatan
Dunia; 2020 [dikutip 2022 Mar 19]. 11 p. Tersedia dari: https://apps.who.int/iris/handle/10665/337538.
[3] Ubaidi BAA, Ubaidi BAA. Diagnosis Radiologi Tuberkulosis (TB) Paru pada Layanan Primer. [cited 2021 Aug 22]; Tersedia
dari: https:// clinmedjournals.org/articles/jfmdp/jurnal-kedokteran-keluarga-dan-pencegahan- penyakit-jfmdp-4-073.php?
jid=jfmdp.
[4] Liu CH, Li L, Chen Z, Wang Q, Hu YL, Zhu B, dkk. Karakteristik dan hasil pengobatan pasien tuberkulosis MDR dan XDR di
rumah sakit rujukan TB di Beijing: pengalaman 13 tahun. PLoS One. 2011 Apr 29;6(4):e19399.
[5] Icksan AG, Napitupulu MRS, Nawas MA, Nurwidya F. Perbandingan temuan rontgen dada antara tuberkulosis yang resistan
terhadap berbagai jenis obat dan tuberkulosis yang sensitif terhadap obat. J Nat Sci Biol Med 2018;9(1):42-6.
[6] Solsona Peiro´ J, de Souza Galv˜ao ML, Altet Go´mez MN. Lesi fibrotik tidak aktif versus tuberkulosis paru dengan bakteriologi
negatif. Arch Bronconeumol 2014;50(11):484-9.
[7] Brust JCM, Berman AR, Zalta B, Haramati LB, Ning Y, Heo M, dkk. Temuan radiografi dada dan konversi waktu ke kultur
pada pasien dengan tuberkulosis yang resistan terhadap berbagai obat dan HIV di Tugela Ferry, Afrika Selatan. PLoS One.
2013;8(9): e73975.
[8] Story A, Aldridge RW, Abubakar I, Stagg HR, Lipman M, Watson JM, dkk. Penemuan kasus aktif untuk tuberkulosis paru dengan
menggunakan radiografi dada digital bergerak: sebuah studi observasional. Int J Tuberc Lung Dis 2012;16(11):1461-7.
[9] Organisasi Kesehatan Dunia. Kantor Regional untuk Eropa, Observatorium Eropa untuk Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Sagan A,
McDaid D, Rajan S, Farrington J, dkk. Skrining: kapan waktu yang tepat dan bagaimana cara m e l a k u k a n n y a d e n g a n
benar? [Internet]. Copenhagen: Organisasi Kesehatan Dunia. Kantor Regional untuk Eropa; 2020 [dikutip 2021 Des 29]. (Sistem
Kesehatan dan Analisis Kebijakan: ringkasan kebijakan, 35). Tersedia dari: https://apps.who.int/iris/handle/10665/330810.
[10] Jennifer L K, Alice S. W, Alfred S. E, W. Douglas T. Metode dalam Epidemiologi Observasional. Edisi Kedua. Oxford, New York:
Oxford University Press; 1996. 448 p. (Monograf dalam Epidemiologi dan Biostatistika).

Anda mungkin juga menyukai