Anda di halaman 1dari 15

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Ghandy Irawan
No. ID dan Nama Wahana : RSUD A.M. Parikesit – Tenggarong
Topik : Duchene Distrofi Otot
Tanggal (kasus) : 12/07/2017
Nama Pasien : DA/ 5 tahun No. RM: 07129117
Tempat presentasi : RSUD A.M. Parikesit Tenggarong
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr.Ibnoe Soedjarto, M.Si.Med., Sp.S
Obyek presentasi :
Deskripsi :
 Tiba-tiba jalan merangkak
 Demam (+), nyeri kedua kaki sejak 1 minggu yang lalu
Tujuan: Menegakkan diagnosis patah tulang
Data Pasien: Nama : DA/ 5 tahun No.Registrasi:
Nama klinik RSUD A.M. Parikesit Tenggarong

1. IDENTITAS
Nama : DA
Umur : 5 tahun
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Tenggarong
MRS : 12 Juli 2017 melalui Poliklinik Anak
RM : 07129117

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Tiba-tiba jalan merangkak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke klinik RSUD Aji Muhammad parikesit dengan keluhan tiba-tiba
anak jalan dengan merangkak sejak satu hari sebelumya. Sebelum keluhan anak dapat
berjalan dengan normal, berlari, duduk, dan beraktivitas tanpa kesulitan serta
hambatan. Pasien tidak mengalami benturan atau trauma pada anggota tubuh. Riwayat
keluhan serupa sebelumnya tidak ada. Riwayat pada keluarga inti, saudara orang tua,
dan kakek-nenek tidak ada.
Pasien mempunyai keluhan nyeri pada kedua kaki sejak 1 minggu yang lalu.
Keluhan nyeri mulai dari paha hingga ke ujung jari kaki. Kelemahan pada anggota
gerak kedua kaki, pasien untuk berdiri dari posisi duduk harus dibantu dengna
diberikan pegangan. Kelemahan dirasakan 6 bulan, tapi memberat dalam 5 hari
terakhir. Terdapat keluhan demam 2 hari, batuk dan pilek tidak ada, dan kejang tidak
ada.
Pasien lahir dari anak ke dua dengan lahir normal dengan dibantu bidan, berat
badan lahir 3000 gram. Selama kehamilan ibu tidak mempunyai keluhan, pada saat
proses melahirkan pun tidak mengalami kendala.
Kebiasaan : bukan perokok aktif maupun pasif.
Riw. Penyakit Dahulu : kelainan jantung dan asma tidak ada.
Riw. Penyakit Keluarga : tidak tahu
Riw. Alergi : obat-obatan dan makanan tidak ada.

3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : E4V5M6
Berat Badan : 13 kg
Tinggi Badan : 105 cm
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Respirasi : 21 x/menit
Suhu : 37.3 0C
SpO2 : 98% dengan udara bebas
Mata : anemis -/-, ikterus -/-
Leher : KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
Thorax :I : pengembangan dada simetris
Pe : sonor
Pa : nyeri tekan (-)
A : ronki wheezing

Cor : S1 S2 tunggal, Reguler, Murmur (-), Gallop (-)


Abdomen : distensi (-), BU (+), defans muskular (-), ascites (-)
Ekstremitas : akral hangat (+), waktu pengisian kapiler < 2 detik, oedema (-)
Status lokalis :
 Kekuatan 4‫׀‬4
3‫׀‬3
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 12/07/2017
Hb 11.3 gr/dl 12 – 14
Leukosit 8.400 /mm3 5.000 – 10.000
Granulosit 52.1 % 50 – 70
Limfosit 39.2 % 20 – 40
Monosit 5.7 % 2–8
Hematokrit 34 % 37 – 43
Trombosit 493.000 /mm3 150.000 – 450.000
Natrium 136 mmol/L 135-155
Kalium 4.6 mmol/L 3.4-5.3
Klorida 103 mmol/L 96-106

5. DIAGNOSIS
 Suspek duchene distrofi otot dd delay development

6. PENATALAKSANAAN
 IVFD D5 ½ Normal Saline 0.9%, 15 tetes/menit.
 Rawat bersama dokter spesialis Saraf

7. FOLOW-UP
12/ S Nyeri kedua kaki (+) ↓, demam (-), batuk-pilek (-), Infus D5 ½ NS 0.9%, 15 tpm.
07/ BAB-BAK dbn
17 O TD 110/70 mmHg, nadi 102 x/m reguler-kuat Raber dr. Ibnoe, Sp.S:
angkat, pernapasan 21 x/m, T 37.3º C Pro cek kreatinin kinase
KU: baik, kesadaran CM. Raber dr. Indah, Sp.KFR
Anemia (-), ikterik (-)
S1 S2 tunggal regular, ves (+/+), whe (-/-), rho (-/-)
distensi (-), Bu (+) N, nyeri tekan (-)
akral hangat

A Suspek duchene distrofi otot dd delay development


13/ S Kaki terasa lemah, butuh tenaga tambahan untuk Infus D5 ½ NS 0.9%, 15 tpm.
07/ berdiri dari posis duduk Pro cek kreatinin kinase
17 O TD 110/70 mmHg, nadi 98 x/m reguler-kuat angkat, Strengthning exercise
pernapasan 20 x/m, T 36º C
KU: baik, kesadaran CM.
Anemia (-), ikterik (-)
S1 S2 tunggal regular, ves (+/+), whe (-/-), rho (-/-)
distensi (-), Bu (+) N, nyeri tekan (-)
akral hangat

A Suspek duchene distrofi otot dd delay development


Myopati suspek duchene distrofi otot
15/ S Kaki terasa lemah, butuh tenaga tambahan untuk Infus D5 ½ NS 0.9%, 15 tpm.
07/ berdiri dari posis duduk Syrup Elkana 1x1 cth
17 O TD 90/60 mmHg, nadi 98 x/m reguler-kuat angkat, Pro cek kreatinin kinase
pernapasan 22 x/m, T 36.7º C Strengthning exercise
KU: baik, kesadaran CM.
Anemia (-), ikterik (-)
S1 S2 tunggal regular, ves (+/+), whe (-/-), rho (-/-)
distensi (-), Bu (+) N, nyeri tekan (-)
akral hangat
kekuatan : 555 ‫ ׀‬555
444 ‫ ׀‬4444

A Suspek duchene distrofi otot dd delay development


Myopati suspek duchene distrofi otot
DUCHENNE DISTROFI OTOT
DEFINISI
Duchenne muscular dystrophy adalah penyakit X-linked otot yang bersifat progresif
akibat tidak terbentuknya protein distropin. Penyakit ini mengenai anak laki-laki dan
prose distrofi otot sudah dimulai sejak lahir, munculnya kelemahan berjalan pada awal
dekade kedua,dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Diagnosis pasti dari
penyakit ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan analisis DNA atau pemeriksaan
distrofin. Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu pasien untuk mampu
lebih lama berjalan dan duduk.1,2
Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan penyakit distrofi muskular
progresif, bersifat herediter, dan mengenai anak laki-laki. Insidensi penyakit itu relatif
jarang, hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran bayi laki-laki. Penyakit tersebut
diturunkan melalui X-linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan perempuan
hanya sebagai karier. Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom
X, lokus Xp21.2 yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin.
Perubahan patologi pada otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan
disebabkan oleh penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer.3,4
Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427
kDa,dan terdiri dari 3685 asam amino. Penyebab utama proses degeneratif pada DMD
kebanyakan akibat delesi pada segmen gen yang bertanggung jawab terhadap
pembentukan protein distrofin pada membran sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan
protein tersebut dalam jaringan otot. 2,3
Erb pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia muscularis
progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih lengkap mengenai
atrofi muskular progresif pada anak-anak. Becker mendeskripsikan penyakit muscular
dystrophy yang dapat diturunkan secara autosomal resesif, autosomal dominant atau X-
linked resesif. Hoffman et al menjelaskan bahwa kelainan protein distrofin merupakan
penyebab utama DMD dan Becker Muscular Dystrophy (BMD).5,6

ETIOLOGI
Kelainan gen yang menyebabkan distrofi otot Duchenne berbeda dengan kelainan
gen yang menyebabkan distrofi otot Becker, tetapi keduanya terjadi pada gen yang sama.
Gen ini bersifat resesif dan dibawa oleh kromosom X.1,3
Seorang wanita bisa membawa gen ini tetapi tidak menderita penyakitnya karena
kromosom X yang normal dapat mengkompensasi kelainan gen dari kromosom X yang
lainnya. Setiap laki-laki yang menerima kromosom X yang cacat akan menderita
penyakit ini.1,3
Anak laki-laki yang menderita distrofi otot Duchenne mengalami kekurangan
protein otot yang penting, yaitu distrofin, yang diduga berperan dalam mempertahankan
struktur sel-sel otot. 20-30 diantara 100.000 bayi laki-laki yang lahir, menderita distrofi
otot Duchenne.1,3
Anak laki-laki yang menderita distrofi otot Becker menghasilkan distrofin tetapi
ukurannya terlalu besar dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Penyakit ini terjadi pada 3 dari setiap 100.000 anak laki-laki.1,3

PATOFISIOLOGI
Duchenne distrofi otot disebabkan oleh mutasi gen distrofin di lokus Xp21. Distrofin
bertanggung jawab untuk menghubungkan sitoskeleton dari setiap serat otot yang
mendasari lamina basal (matriks ekstraselular) melalui kompleks protein yang
mengandung banyak subunit. Tidak adanya distrofin memungkinkan kelebihan kalsium
untuk menembus sarcolemma (membran sel). Perubahan dalam jalur sinyal
menyebabkan air masuk ke dalam mitokondria yang kemudian meledak. Dalam distrofi
otot rangka, disfungsi mitokondria menimbulkan amplifikasi stres-induced sinyal
kalsium sitosol dan amplifikasi dari stres akibat reaktif oksigen spesies-(ROS) produksi.
Dalam kompleks Cascading proses yang melibatkan beberapa jalur dan tidak jelas
dipahami, meningkatkan stres oksidatif dalam kerusakan sel sarcolemma dan akhirnya
menyebabkan kematian sel. Serat otot mengalami nekrosis dan akhirnya diganti dengan
adiposa dan jaringan ikat.5
Duchenne distrofi otot diwariskan dalam pola X-linked resesif. Wanita biasanya
akan menjadi pembawa untuk penyakit sementara laki-laki akan terpengaruh. Biasanya,
pembawa perempuan akan menyadari mereka membawa mutasi sampai mereka memiliki
anak yang terkena dampak. Putra seorang ibu pembawa memiliki kesempatan 50% dari
mewarisi gen cacat dari ibunya. Putri seorang ibu pembawa memiliki kesempatan 50%
menjadi pembawa atau memiliki dua salinan normal gen. Dalam semua kasus, sang ayah
juga akan melewati Y normal untuk anaknya atau X normal untuk putrinya. Pembawa
Perempuan kondisi X-linked resesif seperti DMD, dapat menunjukkan gejala tergantung
pada pola mereka X-inaktivasi.5
Duchenne distrofi otot disebabkan oleh mutasi pada gen distrofin, yang terletak pada
kromosom X. Penyakit ini memiliki kejadian 1 di 4.000 laki-laki yang baru lahir. Mutasi
dalam gen distrofin baik dapat diwariskan atau terjadi secara spontan selama transmisi
germline.5

GEJALA KLINIK
Gejala utama dari Duchenne distrofi otot, gangguan neuromuskuler progresif, adalah
kelemahan otot yang berhubungan dengan pengecilan otot dengan otot menjadi yang
pertama terkena dampak, terutama yang mempengaruhi otot-otot pinggul, daerah
panggul, paha, bahu, dan otot betis . Kelemahan otot juga terjadi pada lengan, leher, dan
daerah lain, tetapi tidak sedini dibagian bawah tubuh. Betis sering diperbesar.4,5
Gejala biasanya muncul sebelum usia 6 dan mungkin muncul pada awal masa
kanak-kanak. Canggung cara berjalan, melangkah, atau berjalan. (Pasien cenderung
untuk berjalan pada kaki depan mereka, karena suatu tonus betis peningkatan juga,
berjalan kaki adalah adaptasi kompensasi untuk kelemahan ekstensor lutut.) Sering jatuh,
Kelelahan, Kesulitan dengan keterampilan motorik (berlari dan melompat).4,5
Peningkatan Lumbar lordosis, menyebabkan pemendekan otot fleksor hip. Ini
memiliki efek pada postur keseluruhan dan cara berjalan, melangkah, atau berjalan. Otot
kontraktur tendon achilles dan paha belakang merusak fungsi karena serat otot
mempersingkat dan fibrosis terjadi pada jaringan ikat. Progresif kesulitan berjalan. Serat
otot deformitas. Pseudohypertrophy (pembesaran) dari lidah dan otot betis. Jaringan otot
akhirnya digantikan oleh jaringan lemak dan ikat, maka pseudohypertrophy panjang.4,5,6
Risiko tinggi gangguan neurobehavioral (misalnya, ADHD), gangguan belajar
(disleksia), dan non-progresif kelemahan dalam keterampilan kognitif tertentu (terutama
memori jangka pendek verbal), yang diyakini sebagai hasil dari distrofin atau
disfungsional dalam otak. Akhirnya kehilangan kemampuan untuk berjalan biasanya
pada usia 12 tahun. Cacat tulang Skeletal cacat termasuk scoliosis dalam beberapa
kasus.5,6

PEMERIKSAAN FISIK
 Jika penderita anak laki-laki mengalami Duchenne distrofi otot, kondisi dapat
diamati secara klinis dari saat ia mengambil langkah pertamanya. Ini menjadi
semakin sulit untuk anak untuk berjalan, kemampuannya untuk berjalan biasanya
benar-benar hancur antara waktu anak itu adalah 9 sampai 12 tahun.5,6
 Kebanyakan pria terpengaruh dengan DMD menjadi dasarnya “lumpuh dari leher ke
bawah” pada usia 21.5
 wasting otot mulai di kaki dan panggul, kemudian berlanjut ke otot-otot bahu dan
leher, diikuti dengan hilangnya otot lengan dan pernapasan otot.5
 Pembesaran Otot betis (pseudohypertrophy) cukup jelas. Cardiomyopathy adalah
umum, tetapi perkembangan gagal jantung kongestif atau aritmia (denyut jantung
tidak teratur) hanya sesekali.5
 Tanda Gowers‘ positif mencerminkan penurunan lebih parah dari otot-otot
ekstremitas bawah. Anak membantu dirinya untuk bangun dengan ekstremitas atas:
pertama dengan naik untuk berdiri di atas lengan dan lutut, dan kemudian “berjalan”
tangan kakinya untuk berdiri tegak.5
 Anak yang terkena biasanya lebih mudah lelah dan kurang memiliki kekuatan secara
keseluruhan dari rekan-rekan mereka.5

Contoh klinis pasien dengan DMD

LABORATORIUM
 Pemeriksaan laboratorium darah tepi biasanya tidak memiliki kelainan.
 Pemeriksaan kimia darah, Creatine kinase (CPK-MM) tingkat dalam aliran darah
yang sangat tinggi.7
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN
 Pemeriksaan radiologis (foto x-ray tulang belakang)

Contoh foto Radiologi tulang belakang pasien dengan DMD memperlihatkan Skoliosis
Torakolumbal

 Pemeriksaan elektromiografi (EMG) menunjukkan kelemahan yang disebabkan oleh


kerusakan jaringan otot bukan oleh kerusakan saraf .
 Analisis DNA darah menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) yang
dilakukan menurut cara Chamberlain, Beggs dan Kunkell.8 Dari ketiga cara tersebut
di atas, cara Chamberlain adalah cara yang berhasil menunjukkan delesi pada ekson
45 gen distrofin, sedangkan kedua cara lain tidak dapat mendeteksi delesi.8
 Sebuah otot biopsi (imunohistokimia atau imunoblotting) atau tes genetik (tes darah)
menegaskan tidak adanya distrofin , meskipun perbaikan dalam pengujian genetik
sering membuat hal ini tidak perlu.8

DIAGNOSIS
 Tes DNA Isoform otot-spesifik dari gen distrofin terdiri dari 79 ekson , dan tes DNA
dan analisis biasanya dapat mengidentifikasi jenis tertentu dari mutasi ekson atau
ekson yang terpengaruh. Tes DNA menegaskan diagnosis dalam banyak kasus.6
 Biopsi Otot Jika tes DNA gagal untuk menemukan mutasi, otot biopsi uji dapat
dilakukan. Sebuah contoh kecil dari jaringan otot yang diekstrak (biasanya dengan
pisau bedah bukan jarum) dan pewarna diterapkan yang mengungkapkan adanya
distrofin. Tidak adanya lengkap dari protein menunjukkan kondisi. Selama beberapa
tahun terakhir tes DNA telah dikembangkan yang mendeteksi lebih dari banyak
mutasi yang menyebabkan kondisi tersebut, dan biopsi otot tidak diperlukan seperti
yang sering untuk mengkonfirmasi kehadiran itu Duchenne.6
 Tes prenatal DMD dilakukan oleh gen X-linked resesif. Laki-laki hanya memiliki
satu kromosom X, sehingga satu salinan gen bermutasi akan menyebabkan DMD.
Ayah tidak bisa lewat X-linked ciri pada anak-anak mereka, sehingga mutasi
ditularkan oleh ibu. Jika ibu carrier, dan karena itu salah satu dari dua kromosom X
memiliki mutasi DMD, ada kemungkinan 50% bahwa anak perempuan akan
mewarisi mutasi itu sebagai salah satu dari dua kromosom X, dan menjadi carrier.
Ada kemungkinan 50% bahwa seorang anak laki-laki akan mewarisi mutasi itu
sebagai satu kromosom X-nya, dan karena itu telah DMD. Tes prenatal dapat
mengetahui apakah janin mereka memiliki mutasi yang paling umum, dan pilihan
dapat dilakukan untuk melakukan aborsi. Ada banyak mutasi yang bertanggung
jawab untuk DMD, dan beberapa belum teridentifikasi, sehingga pengujian genetik
hanya bekerja ketika anggota keluarga dengan DMD memiliki mutasi yang telah
diidentifikasi. Chorion villus sampling (CVS) dapat dilakukan pada 11-14 minggu,
dan memiliki risiko 1% keguguran. Amniosentesis dapat dilakukan setelah 15
minggu, dan memiliki risiko 0,5% keguguran. Pengambilan sampel darah janin
dapat dilakukan pada sekitar 18 minggu. Pilihan lain dalam kasus tidak jelas hasil tes
genetik adalah otot janin biopsi.7

DIAGNOSIS BANDING
 Distrofi Otot Becker, Gejalanya menyerupai distrofi otot Duchenne, tetapi lebih
ringan. Gejala pertama kali muncul pada usia 10 tahun. Ketika mencapai usia 16
tahun, sangat sedikit penderita yang harus duduk di kursi roda dan lebih dari 90%
yang bertahan hidup sampai usia 20 tahun.6
 Distrofi Otot Landouzy-Dejerine diturunkan melalui gen autosomal dominan;
karena itu hanya 1 gen abnormal yang bisa menyebabkan penyakit dan bisa terjadi
baik pada pria maupun wanita. Penyakit ini biasanya mulai timbul pada usia 7-20
tahun. Yang selalu terkena adalah otot wajah dan bahu, sehingga penderita
mengalami kesulitan dalam mengangkat lengannya, bersiul atau menutup matanya
rapat-rapat. Beberapa penderita juga mengalami kelemahan pada tungkai bawahnya,
sehingga sulit menekuk kaki ke arah pergelangan kaki (footdrop, kaki terkulai).
Kelemahan yang terjadi biasanya tidak terlalu berat dan penderita memiliki harapan
hidup yang normal. 6
 Miopati mitokondrial merupakan penyakit otot turunan yang terjadi jika gen yang
salah di dalam mitokondria (sumber energi untuk sel) diturunkan melalui sitoplasma
pada sel telur ibu. Mitokondria membawa gennya sendiri. Pada proses pembuahan
sperma tidak memberikan mitokondrianya, maka semua gen mitokondria berasal
dari ibu. Karena itu penyakit ini tidak pernah diturunkan dari bapak. Penyakit ini
kadang menyebabkan kelemahan pada sekelompok otot saja, misalnya pada otot
mata (oftalmoplegia).7

PENATALAKSANAAN
Pemberian kortikosteroid, seperti prednisolon pada pasien DMD dapat
mempertahankan fungsi dan kekuatan otot, serta memperlambat proses degenerasi
penyakit. Mekanisme kortikosteroid dalam memperlambat proses degenerasi otot masih
belum jelas. Efek samping pemberian kortikosteroid adalah peningkatan berat badan,
retardasi pertumbuhan, hirsutisme dan osteoporosis. Pada pasien tersebut tidak diberikan
kortikosteroid karena sudah terjadi proses degenerasi otot-otot skeletal yang berat serta
mempertimbangkan adanya efek samping pemakaian kortikosteroid.5
Latihan fisik berupa fisioterapi dan pemakaian alat bantu dapat diberikan. Untuk
mencegah kontraktur plantar fleksi yang berpengaruh pada keseimbangan dan cara
berjalan, dapat diberikan latihan stretching heel-cord dan pemakaian ankle foot orthosis
(AFO) pada waktu malam. Tetapi pemakaian alat ortosis atau stretching tidak dapat
mencegah terjadinya kontraktur. Ketika kontraktur tendo achilles bertambah berat dan
mempengaruhi ambulasi, maka dapat dilakukan lengthening tendon achilles.5
Pemakaian knee ankle foot orthosis (KAFO) digunakan saat otot quadriceps mulai
lemah yang disertai berkembangnya fleksi kontraktur lutut sehingga membantu pasien
untuk dapat berdiri dan berjalan. Alat tersebut dapat digunakan pada pasien dengan knee
flexion contracture <30°. Pada fleksi kontraktur lutut yang melebihi 30° sampai 40°,
tindakan pembedahan tidak bermanfaat karena tidak akan tercapai koreksi fungsional
yang berarti.2 Masalah paling penting di bidang ortopedi pada pasien dengan DMD
adalah terjadinya deformitas tulang belakang, yang biasanya mulai timbul pada usia 11
sampai 13 tahun. Deformitas tersebut akan menyebabkan restriksi fungsi paru yang
makin lama makin menurun, dan diperburuk dengan kelemahan otot yang progresif.
Pada 90%-95% pasien dengan DMD yang mengalami skoliosis, terapi terbaik adalah
melakukan fusi spinal dengan fiksasi internal secara dini. Bila kurvatur telah mencapai
sudut Cobb sebesar 20°-30° maka tindakan fusi spinal harus segera dilakukan tanpa
ditunda.5
Pada pasien DMD biasanya terdapat hipotonia saluran cerna, yang menyebabkan
pengosongan lambung menjadi sulit sehingga memerlukan pemasangan nasogastric tube
untuk aspirasi cairan lambung.6
Dengan berjalannya waktu, maka proses degenerasi otot skeletal terus berlangsung,
sehingga pasien akan mengalami masalah multisistem. Fungsi paru akan terus memburuk
setelah fusi spinal karena proses distrofi progresif otot pernafasan, termasuk otot
diafragma. Selain itu dapat terjadi gangguan fungsi jantung. Dalam hal ini latihan
respirasi tidak memberikan keuntungan yang berarti. Bantuan ventilasi dengan
menggunakan nasal mask pada malam hari dengan end-expiratory pressure akan
membantu mencegah pneumonia dan dekompensasi pulmonal. Tanpa dukungan
ventilator, pasien biasanya meninggal dalam usia 20 tahun.6

KOMPLIKASI
Pasien dengan Duchenne distrofi otot dengan gejala pseudohyperthrophy memiliki
otot yang berfungsi lemah dan buruk lama kelamaan akan menimbulkan komplikasi:4
 Otot Skelet, mulai mengalami deformitas dan anak semakin tidak bisa bergerak dan
akhirnya terbatas gerakannya pada kursi roda
 Otot Jantung, sering terkena dan 50% anak yang terkena mengalami gagal jantung
 Upaya pernafasan secara progresif terganggu berkaitan dengan dysfungsi diafragma
dan otot pernafasan lainnya serta ketidakmampuan pengembangan dada akibat
kifosis yang dialaminya
 Otot Polos, dapat menyebabkan gangguan sistem gastrointestinal.
 Kematian, biasanya terjadi akibat komplikasi pernafasan atau jantung pada usia 20-
an atau lebih muda.

PROGNOSIS
Duchenne distrofi otot adalah penyakit progresif yang pada akhirnya mempengaruhi
semua otot sukarela dan melibatkan otot-otot jantung dan pernapasan dalam tahap-tahap
selanjutnya. Harapan hidup saat ini diperkirakan sekitar 25, tetapi ini bervariasi dari
pasien ke pasien. Kemajuan terbaru dalam kedokteran memperluas kehidupan mereka
yang menderita. Kampanye Muscular Dystrophy, yang merupakan amal Inggris
terkemuka yang berfokus pada semua penyakit otot, menyatakan bahwa “dengan standar
yang tinggi dari laki-laki perawatan medis muda dengan Duchenne distrofi otot sering
hidup sehat hingga usia 30-an”.8
Dalam kasus yang jarang terjadi, orang-orang dengan DMD telah terlihat untuk
bertahan hidup ke dalam empat puluhan atau awal lima puluhan, dengan menggunakan
posisi yang tepat di kursi roda dan tempat tidur, dukungan ventilator (melalui
trakeostomi atau corong), izin saluran napas, dan obat jantung, jika diperlukan.8

PENCEGAHAN
Seseorang yang menderita distrofi otot Duchenne atau Becker dianjurkan untuk
melakukan konsultasi genetik untuk mengetahui kemungkinan mewariskan rantai
penyakit ini kepada anaknya.7
DAFTAR PUSTAKA

1. Larry E. Davis, M.D, Molly K. King, M.D, Jessica L. Schultz M.D, Fundamentals of
Neurologic Disease, 2005, Demos Medical Publishing.
2. Eva L. Feldman, Wolfgang Grisold, James W.Russell, Udo A. Zifko,
Atlas of Neuromuscular Disease, 2005, Springer Wien New York.
3. Iain Wilkinson, Graham Lennox, Essential Neurology, 4th edition, Blackwell
Publishing.
4. Khema R. Sharma, Mark A. Mynhier, Robert G.Miller, Muscular fatigue in
Duchenne muscular dystrophy, Neurology 1995;45;306-310.
5. Katharine Bushby, Richard Finkel, David J Birnkrant, Laura E Case, Paula R
Clemens, Linda Cripe, Ajay Kaul, Kathi Kinnet, Craig McDonald, Shree Pandya,
James Poysky, Frederic Shapiro, Jean Tomezsko, Carolyn Conctantin, Diagnosis
and management of Duchenne muscular dystrophy, part 1 : diagnosis and
pharmacological ana psychosocial management, Lancet Neurol 2010; 9; 77-93.
6. Twee T Do, Muscular Dystrophy, http://emedicine.medscape.com/article/1259041.
7. Catherine Haberland, Clinical Neuropathology, 2007, Demos Medical Publishing.
8. Georgianne L Arnold, Phenylketonuria, http://emedicine.medscape.com/article

Anda mungkin juga menyukai