(Duchenne Muscular
Dystrophy)
MODUL PEDIATRI
KELOMPOK B D3
2021
NAMA KELOMPOK
Uslifah Izmarilda
3 Yusrianti 4 Aulia Aviola
(151810213027)
(151810213023)
DEFINISI DMD
Distrofi muskular Duchenne adalah suatu
penyakit otot herediter yang disebabkan
oleh mutasi genetik pada gen dystropin
yang diturunkan secara x-linked resesif
mengakibatkan kemero-sotan dan
hilangnya kekuatan otot secara progresif.
EPIDEMIOLOGI DMD
Hampir 1 kasus dari 3300 kelahiran hidup bayi laki-
laki. Bentuk paling sering dari penyakit ini adalah
x-linked resesif (ibu carrier), 70% dari kasus pria
dengan kelainan ini mewarisi mutasinya dari ibu
yang membawa satu salinan gen DMD hampir 30%
kasus terjadi mutasi spontan.
• Komplikasi Respirasi
• Gangguan Menelan
Apabila otot faring ikut mengalami gangguan, pasien dapat kesulitan menelan dan
berisiko mengalami malnutrisi. Selain itu, komplikasi ini akan mempermudah
terjadinya pneumonia aspirasi (Yiu EM et al, 2008).
• Hipertermia Maligna
Hubungan antara hipertermia maligna dengan DMD belum diketahui dengan jelas,
tetapi pasien DMD memiliki risiko mengalami hipertermia maligna apabila terpapar
dengan anestesi inhalasi seperti halothane atau succinylcholine (Yiu EM et al, 2008).
STATUS
KLINIS
PASIEN
KETERANGAN UMUM
PENDERITA :
• No Register : 1001012020*******
• Nama : An. A
• Umur : 8 Tahun
• Jenis Kelamin : Laki-Laki
• Agama : Islam
• Alamat : Surabaya
• Pekerjaan :-
DATA-DATA MEDIS RUMAH
SAKIT :
Diagnosa :
locomotor disturbance ec DMD
Catatan Medis :
Pasien baru rujukan dari poli anak dengan diagnosa DMD dikonsulkan ke tim
rehabilitasi medik untuk dilakukan EMG dan fisioterapi.
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan EMG: CMAP: N.Peroneus kiri low amplitude
N.Peroneus kanan low amplitude
SNAP:N.Suralis kanan dan kiri normal responsr
M. Rectus Fem kanan aktvts spontan(-), neurogenic MUAP
M.Tib.ant kana aktvts spontan(-),neurogenic MUAP
M.deltoid kiri: aktvts spontan(-), neurogenic MUAP
Impression: secara neurofisiologi klinis suatu muscle disease
Pemeriksaan USG: Saat ini parenkim hepar tampak baik, tak tampak tanda
tanda sirosis hepatitis
DATA-DATA MEDIS RUMAH
SAKIT :
Hasil Konsultasi
dr. Rehabilitasi medik : berikan tindakan fisioterapi berupa
breathing exc aktif, AROM exc AGA/AGB D/S, AAROM exc ankle
dorsoflexor D/S dan hip extensor D, koreksi postur, strengthening
exercise dengan bermain sesuai toleransi pasien
Tindakan Medis
Terapi Invasif :
Riwayat pemakaian obat :
ACTYLCYSTEIN 200 MG ( 02/02/2021)
VIT B1 50 MG TABLET ( 02/02/2021)
VIT B6 10 MG ( 02/02/2021)
Curcuma Tablet ( 01/04/2021)
PEMERIKSAAN FISIOTERAPI :
A. Heteroanamnesis (01/04/2021)
KU : Riwayat Natal :
Pasien sering terjatuh sejak 1 tahun yang lalu, saat Lahir SC, BBL : + 3300 gr.
berjalan atau berlari tiba tiba terjatuh, semakin menangis kuat, sianosis (-)
lama semakin sering jatuh. Bila ingin berdiri dari Riwayat pasca natal :
posisi duduk harus mencani pegangan, pasien imunisasi lengkap, kejang
juga sering terjatuh ketika menggunakan toilet demam saat usia 1th 3 bulan
jongkok. Pasien bisa bersepeda tetapi tidak kejang 5 menit (MRS 4hari)
sejauh dulu, pasien lebih mudah capek, di sekolah RPD : -
mengikuti pelajaran olahraga yang ringan saja. RPK : sepupu laki laki 2 orang
Pasien tidak mengeluh nyen / tebal kesemutan. ( meninggal saat SMA dan SMP,
Riwayat Perkembangan : sama lelaki tidak bisa berjalan,
Milestone : angkat kepala (bulan), tengkurap (5 dan meninggal karena sesak )
bulan), duduk (9 bulan), merangkak (9 bulan), jalan RPP : -
(1 tahun 8 bulan)
RPS :
Riwayat Antenatal :
Anak ke 1, hamil usia 37 th, rutin kontrol di dokter
Sp. OG, USG (), vitamin (+)
B. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan Tanda Vital Inspeksi (01/04/2021)
(01/04/2021) Statis :
Kesadaran :456 Calf pseudo hipertrofi +/+
Tensi : 90/60 MmHg Hiperlordosis +
Nadi : 80x/menit Winging scapula +
Temperatur : 36,0ºC Dinamis :
Tinggi Badan : 112 cm wadling gait +
Berat Badan : 15 kg Gower sign +
RR : 16x/menit Palpasi
Hamstring tightness +/+
Ilotibial tightness +/+
Pemeriksaan Gerak Pemeriksaan MMT (1) Gluteus medius :
Gerak aktif : (01/04/2021) 6/6
(1) Upper trapezius : (2) Tibialis anterior :
Ekstremitas Atas : Normal
11/11 3/3
Ekstremitas Bawah : Terbatas (3) Abdominalis : 11/11
pada gerakan dorso fleksi ankle (2) Lower trapezius : Total: 255/ 308x100%=
11/11
Gerak Pasif : (3) Rhomboideus : 11/11 82,79%
Ekstremitas Atas : Normal (4) Deltoideus : 11/11 Pemeriksaan Reflek :
Ekstremitas bawah : Normal (5) Pectoralis : 11/11 (01/04/2021)
Pemeriksaan Khusus (FT. A/FT. (6) Triceps brachii : Fisiologis : BPR +2/+2,
B/FT. C/FT. D) 11/11 TPR +2/+2. KPR +2/+2,
Pemeriksaan ROM (01/04/2021) (7) Serratus ant : 11/11 APR +2/+2
Ankle dorso, plantar D/S :
(8) Lattisimus dorsi : Patologis : Babinski (-) ,
11/11 Hoffman tromner (-)
S: 20° -0° -45° / 10° -0° -45° (9) Iliopsoas : 9/9
Normal :( S : 20° – 0° – 45° / 20° – (10) Quadrisep : 6/6
0° - 45° ) (11) Gluteus maximus : Pemeriksaan skala
3/6 nyeri (WBS)
(01/04/2021)
Nyeri gerak : 4
Nyeri diam : 0
Borg Scale
13 : Somewhat hard
TES TIUP
Pasien tidak dapat meniup lilin sepanjang lengan anak itu sendiri.
Normalnya dapat meniup lilin ± 75 cm atau sepanjang lengan anak itu
sendiri.
TES HITUNG
Pasien dapat melakukan Tes hitung 1 – 25 dengan cara yang :
bersangkutan disuruh mengambil nafas dalam, lalu mulai menghitung
tanpa mengambil nafas dalam lagi.
Pemeriksaan fungsional (01/04/2021):
North Star Ambulatory Assessment (NSAA)
Total = 12/ 34= 35,2%
Pemeriksaan fungsional (01/04/2021):
Brooke and Vignos scales
10. Edukasi
Tujuan : untuk memudahkan kegiatan
pasien dalam bersosial mapun
beraktifitas.
PELAKSANA
AN :
BREATHING EXERCISE :
a. Yoga Breathing Exercise
1. Kapalabhati
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien
Posisi Pasien : Duduk dengan nyaman
dengan tulang punggung lurus dan
kedua tulang duduk sejajar
menyentuh permukaan lantai
Pelaksanaan : Tarik nafas secara
pasif (tanpa usaha berarti, tidak
terlalu dalam) dan membuang nafas
dengan lebih cepat dan kuat dari
biasanya dengan paksaan.
2. Uddiyana
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien
Posisi Pasien : Duduk dengan
nyaman dengan tulang punggung
lurus dan kedua tulang duduk
sejajar menyentuh permukaan
lantai
Pelaksanaan : Apnea setelah
ekspirasi paksa, diikuti oleh
ekspansi toraks (dicapai tanpa
menghirup) dan penutupan glotis
secara sukarela
3. Agnisara
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien
Posisi Pasien : Duduk dengan
nyaman dengan tulang punggung
lurus dan kedua tulang duduk
sejajar menyentuh permukaan
lantai
Pelaksanaan : Terdiri dari
kontraksi maksimal diikuti dengan
proyeksi abdomen selama apnea
setelah ekspirasi paksa
b. Deep Breathing Exercise
Posisi Terapis : Terapis berdiri di depan pasien
agak menyamping, ke 2 tangan terapis diletakkan
pada bagian lateral dari lower costae.
Posisi Pasien : Duduk bersandar pada bantal
Pelaksanaan :
Pasien diminta untuk inspirasi sedalam mungkin
melalui hidung, mengeluarkan melalui mulut
(mencucu) secara rileks.
Anjurkan pasien untuk mengulang latihan tiap jam
pada siang hari. (saat pasien tidak tidur)
Bila pasien sudah dapat melakukan latihan deep
breathing, latihan nafas dapat di tingkatkan ke
teknik latihan nafas yang lebih sulit.
Dosis :
Repetisi : 3 – 5 x pengulangan tiap session,
istirahat 1 – 2 menit (3 – 4 session).
Durasi : 10 – 15 menit.
Frekuensi : 3 – 5 x/hari.
Assisted Coughing atau
‘Huffing’
Posisi Terapis : Berada di samping pasien
Posisi Pasien : Duduk dengan nyaman
Pelaksanaan :
Pasien diminta untuk melakukan inspirasi maksimal 2 kali , yang
ke 3 inspirasi lalu tahan napas dan batukkan dengan kuat 2 x.
Terapis dapat membantu mengembangkan dada di wilayah ini
dengan meletakkan tangan mereka di atas tulang rusuk
bagian bawah.
KOMPRES HANGAT
Tujuan :
mengontrol nyeri dan bengkak dengan memperlambat aliran darah .
Pelaksanaan :
1. Balutkan kain pada hot pack untuk mencegah kontak langsung hot
pack dengan kulit
2. Aplikasi kan ke pasien
3. Tanya apa yang dirasakan pasien
Dosis :
4-6 kali setiap hari selama tidak lebih dari 20 menit setiap kali.
Stretching Exercise
1. Stretch for the Ankles
Posisi Terapis : Berada di samping pasien.
Posisi Pasien : Pasien berbaring terlentang dengan
nyaman dan rileks.
Pelaksanaan :
• Letakkan satu tangan di telapak kaki dengan
jari mengarah ke tumit.
• Pegang tumit dengan kuat tapi lembut di antara
jari dan ibu jari.
• Pegang lutut lurus dengan tangan lainnya tetapi
jangan menekannya.
• Dengan lembut, tapi kuat, tarik tumit ke bawah,
seolah mencoba membuat kaki lebih panjang,
dan dorong bagian depan kaki ke atas ke sudut
kanan (dorsofleksi) atau sejauh mungkin.
• Tahan selama 15-20 detik.
2. Stretch for the Knees
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien.
Posisi Pasien : Pasien berbaring
terlentang dengan nyaman dan
rileks.
Pelaksanaan :
• Tekuk satu kaki sehingga
pinggul dan lutut berada pada
sudut 90º.
• Luruskan lutut secara bertahap
dengan menjaga paha tetap
stabil.
• Kaki lainnya harus tetap rata.
3. Stretch for the Hips (A)
Posisi Terapis : Berdiri di belakang dan
letakkan satu tangan di panggul pasien
untuk menahannya dan selipkan tangan
yang lain di bawah paha bawah kaki
bagian atas.
Posisi Pasien : Pasien berbaring di satu
sisi dengan kaki bagian bawah ditekuk
dan kaki bagian atas lurus.
Pelaksanaan :
• Tarik kaki ke belakang ke arah terapis,
jadi regangkan fleksor pinggul di
sepanjang bagian depan sendi
pinggul.
• Pastikan panggul stabil dan gunakan
tubuh terapis untuk menstabilkan
punggung bawah pasien.
• Ulangi peregangan di sisi lain.
3. Stretch for the Hips (B)
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien.
Posisi Pasien : Pasien berbaring
terlentang dengan nyaman dan
rileks.
Pelaksanaan :
• Kaki yang tidak direntangkan
ditekuk ke arah dada dan
dipegang dalam posisi itu oleh
terapis atau, jika memungkinkan,
oleh pasien.
• Letakkan tangan terapis tepat di
atas lutut kaki yang akan
diregangkan dan berikan tekanan
ke bawah.
• Ulangi dengan kaki lainnya.
3. Stretch for the Hips (C)
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien.
Posisi Pasien : Pasien tengkurap dengan
nyaman dan rileks.
Pelaksanaan :
Letakkan tangan yang paling dekat
dengan kepala pasien dengan kuat di
pantat pasien dan tekan ke bawah.
Gunakan tangan yang lain untuk
memegang di bawah paha kaki yang
paling dekat dengan anda dan angkat
kaki sejauh mungkin.
Catatan :
• Menggunakan skala vignos atau instrumen lain untuk menentukan stadium
penyakit sangat penting untuk mengidentifikasi efek terapi fisik akuatik
pada berbagai tahapan penyakit dan memverifikasi efek intervensi ini di
masa mendatang. Selain itu, north star ambulatory assessment harus
digunakan (Cordeiro, 2019).