Anda di halaman 1dari 66

DMD

(Duchenne Muscular
Dystrophy)
MODUL PEDIATRI
KELOMPOK B D3
2021
NAMA KELOMPOK

Luthfi Arifudin Caraka Dewi


1 Putra 2 Cahyatri
(151810213009) (151810213018)

Uslifah Izmarilda
3 Yusrianti 4 Aulia Aviola
(151810213027)
(151810213023)
DEFINISI DMD
Distrofi muskular Duchenne adalah suatu
penyakit otot herediter yang disebabkan
oleh mutasi genetik pada gen dystropin
yang diturunkan secara x-linked resesif
mengakibatkan kemero-sotan dan
hilangnya kekuatan otot secara progresif.
EPIDEMIOLOGI DMD
Hampir 1 kasus dari 3300 kelahiran hidup bayi laki-
laki. Bentuk paling sering dari penyakit ini adalah
x-linked resesif (ibu carrier), 70% dari kasus pria
dengan kelainan ini mewarisi mutasinya dari ibu
yang membawa satu salinan gen DMD hampir 30%
kasus terjadi mutasi spontan.

Di dunia diperkirakan mencapai 15,9 sampai 19,5


per 100.000 kelahiran hidup. Pada laki-laki,
prevalensi DMD diperkirakan berkisar antara 0,1–
1,8 per 10.000 individu.
ETIOLOGI DMD
Mutasi pada gen dystropin pada kromosom X
berupa delesi, duplikasi dan mutasi titik (point
mutations)

Tidak dihasilkannya protein dystropin


atau terjadi defisiensi dan kelainan
struktur dystropin.
Kira-kira 60% pasien distrofi muskular Duchenne
terjadi mutasi secara delesi dan 40% merupakan
akibat mutasi-mutasi kecil dan penduplikasian.
PATOFISIOLOGI DMD
Distrofin adalah protein sitoskeletal besar yang memfasilitasi interaksi
antara sitoskeleton, membran sel, dan matriks ekstraseluler. Itu terletak di
membran plasma di jaringan otot dan non-otot. Distrofin merupakan bagian
penting dari dystrophin-glycoprotein complex (DGC), yang berperan penting
sebagai unit struktural otot. Pada Duchenne Muscular Dystrophy (DMD),
protein distrofin dan dystrophin-glycoprotein complex (DGC) hilang,
menyebabkan kerapuhan dan permeabilitas membran yang berlebihan,
disregulasi homeostasis kalsium, kerusakan oksidatif. Faktor-faktor ini
memainkan peran penting dalam nekrosis sel otot. Seiring bertambahnya usia
pasien Duchenne Muscular Dystrophy (DMD), kapasitas regeneratif otot
tampaknya habis, dan jaringan ikat dan adiposa secara bertahap
menggantikan serat otot (Venugopal & Pavlakis, 2020).
KLASIFIKASI MUSKULAR
DISTROFI
1. Becker
2. Congenital
3. Duchenne
4. Distal
5. Emery-Dreifuss
6. Facioscapulohumeral
7. Limb Girdle
8. Myotonic
9. Oculopharyngeal
Gejala Klinis
Gejala Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) biasanya baru
muncul pada usia anak-anak sekitar dua hingga enam
tahun. Penderita terlihat normal pada masa bayi. Gejala
DMD bervariasi, meliputi:
• Kesulitan berjalan atau bahkan tidak bisa berjalan sama
sekali.
• Betis yang membesar.
• Tidak bisa belajar (terjadi pada sepertiga penderita
dmd).
• Kurangnya perkembangan keterampilan motorik.
• Kondisi fatik atau kelelahan berat.
• Kelemahan pada tangan, kaki, panggul, dan leher yang
KOMPLIKASI
• Komplikasi Muskuloskeletal
pasien mengalami kifosis, lordosis , skoliosis. Fraktur tulang panjang
sering dialami karena terjatuh, dan osteoporosis juga sering
dilaporkan(Yiu EM et al, 2008).

• Komplikasi Respirasi

Pada kondisi progresif, otot pernapasan dapat ikut terganggu


sehingga pasien mungkin membutuhkan ventilator. Kapasitas vital
pasien meningkat hingga usia 10 tahun, tetapi setelahnya akan mulai
menurun 8-12% per tahun. Ketika kapasitas vital mencapai kurang dari 1
L, risiko kematian dalam 1-2 tahun berikutnya turut meningkat (Yiu EM
et al, 2008).
• Komplikasi Kardiovaskular
Distrofi otot dapat mengurangi efisiensi kerja otot jantung (kardiomiopati) yang
dapat mulai terlihat pada usia 10 tahun ke atas dan dapat berakhir pada gagal
jantung. Pasien juga sering mengalami aritmia, termasuk premature ventricular
beats dan
complex or sustained ventricular ectopy (Yiu EM et al, 2008).

• Gangguan Menelan
Apabila otot faring ikut mengalami gangguan, pasien dapat kesulitan menelan dan
berisiko mengalami malnutrisi. Selain itu, komplikasi ini akan mempermudah
terjadinya pneumonia aspirasi (Yiu EM et al, 2008).

• Hipertermia Maligna
Hubungan antara hipertermia maligna dengan DMD belum diketahui dengan jelas,
tetapi pasien DMD memiliki risiko mengalami hipertermia maligna apabila terpapar
dengan anestesi inhalasi seperti halothane atau succinylcholine (Yiu EM et al, 2008).
STATUS
KLINIS
PASIEN
KETERANGAN UMUM
PENDERITA :
• No Register : 1001012020*******
• Nama : An. A
• Umur : 8 Tahun
• Jenis Kelamin : Laki-Laki
• Agama : Islam
• Alamat : Surabaya
• Pekerjaan :-
DATA-DATA MEDIS RUMAH
SAKIT :
Diagnosa :
locomotor disturbance ec DMD
Catatan Medis :
Pasien baru rujukan dari poli anak dengan diagnosa DMD dikonsulkan ke tim
rehabilitasi medik untuk dilakukan EMG dan fisioterapi.
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan EMG: CMAP: N.Peroneus kiri low amplitude
N.Peroneus kanan low amplitude
SNAP:N.Suralis kanan dan kiri normal responsr
M. Rectus Fem kanan aktvts spontan(-), neurogenic MUAP
M.Tib.ant kana aktvts spontan(-),neurogenic MUAP
M.deltoid kiri: aktvts spontan(-), neurogenic MUAP
Impression: secara neurofisiologi klinis suatu muscle disease
Pemeriksaan USG: Saat ini parenkim hepar tampak baik, tak tampak tanda
tanda sirosis hepatitis
 
DATA-DATA MEDIS RUMAH
SAKIT :
Hasil Konsultasi
dr. Rehabilitasi medik : berikan tindakan fisioterapi berupa
breathing exc aktif, AROM exc AGA/AGB D/S, AAROM exc ankle
dorsoflexor D/S dan hip extensor D, koreksi postur, strengthening
exercise dengan bermain sesuai toleransi pasien
Tindakan Medis
Terapi Invasif :
Riwayat pemakaian obat :
ACTYLCYSTEIN 200 MG ( 02/02/2021)
VIT B1 50 MG TABLET ( 02/02/2021)
VIT B6 10 MG ( 02/02/2021)
Curcuma Tablet ( 01/04/2021)
PEMERIKSAAN FISIOTERAPI :
A. Heteroanamnesis (01/04/2021)
KU : Riwayat Natal :
Pasien sering terjatuh sejak 1 tahun yang lalu, saat Lahir SC, BBL : + 3300 gr.
berjalan atau berlari tiba tiba terjatuh, semakin menangis kuat, sianosis (-)
lama semakin sering jatuh. Bila ingin berdiri dari Riwayat pasca natal :
posisi duduk harus mencani pegangan, pasien imunisasi lengkap, kejang
juga sering terjatuh ketika menggunakan toilet demam saat usia 1th 3 bulan
jongkok. Pasien bisa bersepeda tetapi tidak kejang 5 menit (MRS 4hari)
sejauh dulu, pasien lebih mudah capek, di sekolah RPD : -
mengikuti pelajaran olahraga yang ringan saja. RPK : sepupu laki laki 2 orang
Pasien tidak mengeluh nyen / tebal kesemutan. ( meninggal saat SMA dan SMP,
Riwayat Perkembangan : sama lelaki tidak bisa berjalan,
Milestone : angkat kepala (bulan), tengkurap (5 dan meninggal karena sesak )
bulan), duduk (9 bulan), merangkak (9 bulan), jalan RPP :  -
(1 tahun 8 bulan)
RPS :
Riwayat Antenatal :
Anak ke 1, hamil usia 37 th, rutin kontrol di dokter
Sp. OG, USG (), vitamin (+)
B. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan Tanda Vital Inspeksi (01/04/2021)
(01/04/2021) Statis :
Kesadaran :456 Calf pseudo hipertrofi +/+
Tensi : 90/60 MmHg Hiperlordosis +
Nadi : 80x/menit Winging scapula +
Temperatur : 36,0ºC Dinamis :
Tinggi Badan : 112 cm wadling gait +
Berat Badan : 15 kg Gower sign +
RR : 16x/menit Palpasi
Hamstring tightness +/+
Ilotibial tightness +/+
Pemeriksaan Gerak Pemeriksaan MMT (1) Gluteus medius :
Gerak aktif : (01/04/2021) 6/6
(1) Upper trapezius : (2) Tibialis anterior :
Ekstremitas Atas : Normal
11/11 3/3
Ekstremitas Bawah : Terbatas (3) Abdominalis : 11/11
pada gerakan dorso fleksi ankle (2) Lower trapezius : Total: 255/ 308x100%=
11/11
Gerak Pasif : (3) Rhomboideus : 11/11 82,79%
Ekstremitas Atas : Normal (4) Deltoideus : 11/11 Pemeriksaan Reflek :
Ekstremitas bawah : Normal (5) Pectoralis : 11/11 (01/04/2021)
Pemeriksaan Khusus (FT. A/FT. (6) Triceps brachii : Fisiologis : BPR +2/+2,
B/FT. C/FT. D) 11/11 TPR +2/+2. KPR +2/+2,
Pemeriksaan ROM (01/04/2021) (7) Serratus ant : 11/11 APR +2/+2
Ankle dorso, plantar D/S :
(8) Lattisimus dorsi : Patologis : Babinski (-) ,
11/11 Hoffman tromner (-)
S: 20° -0° -45° / 10° -0° -45° (9) Iliopsoas : 9/9
Normal :( S : 20° – 0° – 45° / 20° – (10) Quadrisep : 6/6
0° - 45° ) (11) Gluteus maximus : Pemeriksaan skala
3/6 nyeri (WBS)
(01/04/2021)
Nyeri gerak : 4
Nyeri diam : 0
Borg Scale

13 : Somewhat hard
TES TIUP
Pasien tidak dapat meniup lilin sepanjang lengan anak itu sendiri.
Normalnya dapat meniup lilin ± 75 cm atau sepanjang lengan anak itu
sendiri.

TES HITUNG
Pasien dapat melakukan Tes hitung 1 – 25 dengan cara yang :
bersangkutan disuruh mengambil nafas dalam, lalu mulai menghitung
tanpa mengambil nafas dalam lagi.
Pemeriksaan fungsional (01/04/2021):
North Star Ambulatory Assessment (NSAA)
Total = 12/ 34= 35,2%
Pemeriksaan fungsional (01/04/2021):
Brooke and Vignos scales

Brooke scale for upper extremities: grade 1


Interpretasi : Starting with arms at the sides, the patient can abduct the arms in a
full circle until they touch above the head
Vignos scale for lower extremities: grade 4
Interpretasi : Walks unassisted and rises from chair but cannot climb stairs
DIAGNOSA FISIOTERAPI
(01/04/2021) :
Problem Kapasitas Fisik : Problem Kemampuan Fungsional :
1. Terdapat nyeri gerak pada 1. Kesulitan berdiri
ankle dorsofleksi 2. Terdapat kesulitan berjalan dan berlari
2. Penurunan ROM ankle 3. Kesulitan naik tangga
dorso fleksi 4. Jalan berjinjit
3. Penurunan kekuatan otot 5. Kesulitan saat toileting
AGB 6. Kesulitan melompat
4. Terdapat tightness pada
otot hamstring dan iliotibial Problem Partisipasi Sosial :
5. Pasien mudah Lelah 7. Memiliki keterbatasan untuk bermain
6. Terdapat winging scapula dengan teman seusianya
8. Memiliki keterbatasan untuk mengikuti
kegiatan sekolah terutama olahraga
TUJUAN FISIOTERAPI
(01/04/2021) :
Tujuan Jangka Pendek : Tujuan Jangka Panjang :
1. Mengurangi nyeri 1. Meningkatkan kemampuan
2. Mengurangi tightness pada berdiri
otot hamstring dan iliotibial 2. Meningkatkan kemampuan
3. Meningkatkan ROM dorso berjalan dan berlari
fleksi ankle 3. Meningkatkan kemampuan
4. Meningkatkan kekuatan otot naik turun tangga
4. Meningkatkan kemampuan
5. Memperbaiki postur
toileting
6. Mencegah penurunan
ekspansi thorak
RENCANA TINDAKAN :
3. Kompres Hangat atau dingin
1. Breathing exc Tujuan: Untuk mengatasi nyeri saat ankle
a. Yoga Breathing Exercise dorsoflexi
Tujuan : 4. Stretching exercise
Untuk meningkatkan fungsi Tujuan :
pernafasan pada pasien (Rodrigues, • Untuk mencegah terjadinya kontraktur
• Untuk menurunkan kekakuan otot
et al., 2014)
• Meningkatkan sirkulasi darah ke otot
b. Deep Breathing Exercise • Membantu mempertahankan panjang
Tujuan : otot dari waktu ke waktu
Membantu mengembangkan paru- • Mengurangi nyeri
paru sepenuhnya dan menempatkan ( Muscular Dystrophy UK, 2015)
paru-paru, otot pernapasan, dan 5. Aktif AROM exc AGA/AGB D/S
dinding dada melalui ROM yang baik Tujuan: mempertahankan ROM yang
(Simonds, 2007) sudah normal, meningkatkan ROM yang
mengalamai penurunan (Alemdaroğlu, I et
2. Assisted coughing atau ‘huffing’ al, 2015).
Tujuan : 6. AAROM exc ankle dorsoflexor D/S dan
Membersihkan sekresi pada saat hip extensor D
infeksi dada (Simonds, 2007) Tujuan: meningkatkan ROM yang
RENCANA TINDAKAN :
7. Koreksi postur 8. Strengthening exercise
a. Push Up Plus Tujuan : meningkatkan dan
Tujuan : Penguatan otot serratus mempertahankan mobilitas sendi
anterior untuk mengurangi derajat dan kekuatan otot hip ext, knee ext,
winging scapula. ankle df, shoulder abd, elbow ext,
b. Scapular Bracing wrist ext, radial dan ulnar dev, serta
Tujuan : Membantu mengurangi meningkatkan kemampuan
derajat winging scapula. fungsional.
c. AFO
Tujuan : Streching ekstremitas
bawah untuk membantu mengurangi
kontraktur plantar fleksi yang
progresif, meningkatkan jarak
berjalan, meningkatkan kecepatan
berjalan dan panjang langkah,
mengurangi nyeri Calf Muscle (W.
Bromwich et al., 2011)
RENCANA TINDAKAN :
9. Aquatic therapy
Tujuan :
Meningkatkan kemampuan batuk
peak cough flow / PCF (Huguet-rodr
and Arias-bur, 2020 )
Meningkatkan kemampuan
fungsional (Huguet-rodr and Arias-
bur, 2020 )
meningkatkan sosialisasi, relaksasi,
kualitas hidup, dan persepsi diri
pada anak (Atamturk and Atamturk,
2018)

10. Edukasi
Tujuan : untuk memudahkan kegiatan
pasien dalam bersosial mapun
beraktifitas.
PELAKSANA
AN :
BREATHING EXERCISE :
a. Yoga Breathing Exercise
1. Kapalabhati
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien
Posisi Pasien : Duduk dengan nyaman
dengan tulang punggung lurus dan
kedua tulang duduk sejajar
menyentuh permukaan lantai
Pelaksanaan : Tarik nafas secara
pasif (tanpa usaha berarti, tidak
terlalu dalam) dan membuang nafas
dengan lebih cepat dan kuat dari
biasanya dengan paksaan.
2. Uddiyana
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien
Posisi Pasien : Duduk dengan
nyaman dengan tulang punggung
lurus dan kedua tulang duduk
sejajar menyentuh permukaan
lantai
Pelaksanaan : Apnea setelah
ekspirasi paksa, diikuti oleh
ekspansi toraks (dicapai tanpa
menghirup) dan penutupan glotis
secara sukarela
3. Agnisara
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien
Posisi Pasien : Duduk dengan
nyaman dengan tulang punggung
lurus dan kedua tulang duduk
sejajar menyentuh permukaan
lantai
Pelaksanaan : Terdiri dari
kontraksi maksimal diikuti dengan
proyeksi abdomen selama apnea
setelah ekspirasi paksa
b. Deep Breathing Exercise
Posisi Terapis : Terapis berdiri di depan pasien
agak menyamping, ke 2 tangan terapis diletakkan
pada bagian lateral dari lower costae.
Posisi Pasien : Duduk bersandar pada bantal
Pelaksanaan :
Pasien diminta untuk inspirasi sedalam mungkin
melalui hidung, mengeluarkan melalui mulut
(mencucu) secara rileks.
Anjurkan pasien untuk mengulang latihan tiap jam
pada siang hari. (saat pasien tidak tidur)
Bila pasien sudah dapat melakukan latihan deep
breathing, latihan nafas dapat di tingkatkan ke
teknik latihan nafas yang lebih sulit.
Dosis :
Repetisi : 3 – 5 x pengulangan tiap session,
istirahat 1 – 2 menit (3 – 4 session).
Durasi : 10 – 15 menit.
Frekuensi : 3 – 5 x/hari.
Assisted Coughing atau
‘Huffing’
Posisi Terapis : Berada di samping pasien
Posisi Pasien : Duduk dengan nyaman
Pelaksanaan :
Pasien diminta untuk melakukan inspirasi maksimal 2 kali , yang
ke 3 inspirasi lalu tahan napas dan batukkan dengan kuat 2 x.
Terapis dapat membantu mengembangkan dada di wilayah ini
dengan meletakkan tangan mereka di atas tulang rusuk
bagian bawah.
KOMPRES HANGAT
Tujuan :
mengontrol nyeri dan bengkak dengan memperlambat aliran darah .
Pelaksanaan :
1. Balutkan kain pada hot pack untuk mencegah kontak langsung hot
pack dengan kulit
2. Aplikasi kan ke pasien
3. Tanya apa yang dirasakan pasien

Dosis :
4-6 kali setiap hari selama tidak lebih dari 20 menit setiap kali.
Stretching Exercise
1. Stretch for the Ankles
Posisi Terapis : Berada di samping pasien.
Posisi Pasien : Pasien berbaring terlentang dengan
nyaman dan rileks.
Pelaksanaan :
• Letakkan satu tangan di telapak kaki dengan
jari mengarah ke tumit.
• Pegang tumit dengan kuat tapi lembut di antara
jari dan ibu jari.
• Pegang lutut lurus dengan tangan lainnya tetapi
jangan menekannya.
• Dengan lembut, tapi kuat, tarik tumit ke bawah,
seolah mencoba membuat kaki lebih panjang,
dan dorong bagian depan kaki ke atas ke sudut
kanan (dorsofleksi) atau sejauh mungkin.
• Tahan selama 15-20 detik.
2. Stretch for the Knees
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien.
Posisi Pasien : Pasien berbaring
terlentang dengan nyaman dan
rileks.
Pelaksanaan :
• Tekuk satu kaki sehingga
pinggul dan lutut berada pada
sudut 90º.
• Luruskan lutut secara bertahap
dengan menjaga paha tetap
stabil.
• Kaki lainnya harus tetap rata.
3. Stretch for the Hips (A)
Posisi Terapis : Berdiri di belakang dan
letakkan satu tangan di panggul pasien
untuk menahannya dan selipkan tangan
yang lain di bawah paha bawah kaki
bagian atas.
Posisi Pasien : Pasien berbaring di satu
sisi dengan kaki bagian bawah ditekuk
dan kaki bagian atas lurus.
Pelaksanaan :
• Tarik kaki ke belakang ke arah terapis,
jadi regangkan fleksor pinggul di
sepanjang bagian depan sendi
pinggul.
• Pastikan panggul stabil dan gunakan
tubuh terapis untuk menstabilkan
punggung bawah pasien.
• Ulangi peregangan di sisi lain.
3. Stretch for the Hips (B)
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien.
Posisi Pasien : Pasien berbaring
terlentang dengan nyaman dan
rileks.
Pelaksanaan :
• Kaki yang tidak direntangkan
ditekuk ke arah dada dan
dipegang dalam posisi itu oleh
terapis atau, jika memungkinkan,
oleh pasien.
• Letakkan tangan terapis tepat di
atas lutut kaki yang akan
diregangkan dan berikan tekanan
ke bawah.
• Ulangi dengan kaki lainnya.
3. Stretch for the Hips (C)
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien.
Posisi Pasien : Pasien tengkurap dengan
nyaman dan rileks.
Pelaksanaan :
Letakkan tangan yang paling dekat
dengan kepala pasien dengan kuat di
pantat pasien dan tekan ke bawah.
Gunakan tangan yang lain untuk
memegang di bawah paha kaki yang
paling dekat dengan anda dan angkat
kaki sejauh mungkin.

Catt. : pada pasien hiperlordosis


ditambahkan ganjalan bantal pada
4. Iliotibial stretch (A)
Posisi Terapis : Berdiri di sisi
berlawanan dari kaki yang akan
diregangkan.
Posisi Pasien : Pasien tengkurap
dengan nyaman dan rileks.
Pelaksanaan :
• Letakkan tangan yang paling dekat
dengan kepala pasien dengan kuat
di pantat pasien dan tekan ke
bawah.
• Gunakan tangan yang lain untuk
memegang di bawah paha kaki
yang paling jauh dari dan angkat
kaki sejauh mungkin lalu tarik ke
arah anda.
4. Iliotibial stretch (B)
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien
Posisi Pasien : Pasien berbaring
miring dengan kaki terentang paling
atas dan lutut lurus, lalu kaki yang
berada di bawah tertekuk.
Pelaksanaan :
• Gunakan tangan dan kaki untuk
stabilisasi pelvis.
• Gerakkan kaki paling atas sejauh
mungkin ke belakang dengan
lembut.
• Berikan tekanan kuat ke bawah
di lutut.
5 Stretch for the Elbows
Posisi Terapis : Berdiri di sisi yang
sama dengan siku yang akan
diregangkan.
Posisi Pasien : Pasien berbaring
terlentang dengan nyaman dan rileks.
Pelaksanaan :
• Pegang lengan atas dengan kuat di
satu tangan sambil menjaga
telapak tangan pasien menghadap
ke atas.
• Pegang pergelangan tangan
dengan tangan yang lain dan
berikan tekanan lembut ke bawah
untuk meluruskan siku.
6. Stretch for the Elbow and Wrist
Posisi Terapis : Berdiri di sisi yang sama
dengan siku yang akan diregangkan.
Posisi Pasien : Pasien berbaring terlentang
dengan nyaman dan rileks.
Pelaksanaan :
• Pegang lengan atas dengan kuat di satu
tangan sambil menjaga telapak tangan
pasien menghadap ke atas.
• Turunkan tangan yang lain untuk
memegang tangan pasien tersebut.
Genggaman harus seolah-olah sedang
berjabat tangan tetapi dengan jari-jari
terulur ke pergelangan tangan.
• Jaga bahu tetap diam dan dengan siku
ditekuk 90º, cukup putar lengan bawah
sehingga tangan pasien menghadap ke
atas.
7. Stretch for the Wrist, Elbow and Fingers
(A)
Posisi Terapis : Berdiri di sisi yang sama
dengan siku yang akan diregangkan.
Posisi Pasien : Pasien berbaring terlentang
dengan nyaman dan rileks.
Pelaksanaan :
• Gunakan satu tangan untuk menopang
lengan bawah di dekat sendi
pergelangan tangan. Jaga siku pasien
tetap lurus.
• Letakkan telapak tangan yang lain di
telapak tangan pasien.
• Gerakkan pergelangan tangan ke
belakang, coba jaga agar jari-jari
tetap lurus (jika terlipat dan ditekuk
akan mengurangi regangan pada
tendon yang kencang di pergelangan
7. Stretch for the Wrist, Elbow and
Fingers (B)
Posisi Terapis : Berdiri di sisi yang
sama dengan siku yang akan
diregangkan.
Posisi Pasien : Pasien berbaring
terlentang dengan tangan di pinggir
bed.
Pelaksanaan :
• Pegang lengan atas dengan satu
tangan.
• Letakkan tangan yang lain di bawah
telapak tangan dan jari-jari tangan
pasien dan luruskan siku, jaga agar
pergelangan tangan pasien tetap
tertekuk dan jari-jari terulur.
8. Self-Stretch for the Calf
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien.
Posisi Pasien : Pasien berdiri
menghadap ke dinding.
Pelaksanaan :
• Kaki belakang dan lutut harus
tetap lurus dengan tumit di lantai,
jari-jari kaki mengarah ke dinding.
• Pasien mencondongkan tubuh ke
arah dinding, dengan menjaga
bagian bawah tetap masuk,
sampai pasien bisa merasakan
peregangan di betis kaki
belakang.
9. Self-Stretch for the Knees (A)
Posisi Terapis : Berada di samping pasien.
Posisi Pasien : Pasien duduk di lantai atau
permukaan yang keras dengan pinggul
menempel ke dinding dan posisi tulang
punggung lurus mungkin.
Pelaksanaan :
• Satu kaki direntangkan di depan, sedikit
ke satu sisi, dengan lutut selurus
mungkin, jari-jari kaki harus mengarah
ke atas.
• Kaki lainnya ditekuk sehingga kaki
menyentuh paha bagian dalam dari kaki
lurus.
• Duduk dalam posisi ini akan
meregangkan otot hamstring kaki yang
lurus, tetapi peregangan dapat
ditingkatkan dengan mencondongkan
tubuh ke depan.
9. Self-Stretch for the Knees (B)
Posisi Terapis : Berada di samping
pasien.
Posisi Pasien : Pasien berbaring
telentang di ambang pintu atau di
samping sebuah tiang.
Pelaksanaan :
• Pasien menempatkan kaki untuk
direntangkan pada rangka pintu
atau tiang.
• Lutut sedikit ditekuk dan bagian
bawahnya dekat dengan dinding.
• Kaki lainnya lurus ke lantai.
• Luruskan lutut.
AROM Exc AGA/AGB D/S
Posisi pasien : Duduk
Posisi terapis : Disamping pasien
Pelaksanaan :
• Minta pasien untuk melakukan gerakan
yang di instruksikan oleh terapi secara aktif
baik sisi kiri maupun kanan secara
bergantian.
• Shoulder : fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,
internal dan eksternal rotasi
• Elbow : fleksi, ekstensi, supinasi, pronasi
• Wrist: flexi extensi, radial deviasi, ulnar
deviasi
• Hip: fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,
internal dan eksternal rotasi
• Knee: fleksi, ekstensi
• Ankle: dorsoflexi, plantarflexi, inversi, eversi
Dosis : 8x repetisi
AAROM Exc Ankle Dorsoflexor
D/S
Posisi pasien : Telantang
Posisi terapis : Disamping pasien
Pelaksanaan :
• Minta pasien untuk melakukan
gerakan Ankle dorsoflexi tanpa
ada tahanan tetapi dengan
sedikit bantuan baik sisi kiri
maupun kanan
Dosis : 8x repetisi
AAROM Exc Hip Extensor
D
Posisi pasien : Duduk
Posisi terapis : Disamping pasien
Pelaksanaan :
• Minta pasien untuk melakukan
gerakan hip extensi tanpa ada
tahanan tetapi dengan sedikit
bantuan sisi kanan
Dosis : 8x repetisi
Koreksi Postur
1. Push Up Plus
Posis Terapis : Disamping pasien.
Posisi Pasien : Kneeling.
Pelaksanaan :
• Arahkan pasien dalam posisi
pushup kneeling.
• Terapis membantu pasien untuk
membentuk posisi pushup plus
dengan mengarahkan pasien untuk
menekan area lantai dan terapis
membantuk membentuk posisi
membulatkan punggung.
• Arahkan pasien untuk melakukan
gerakan.
Dosis : 10-15x, 3x repitisi (Normand, 2016).
2. Scapular Bracing
Posis Terapis : Membantu
memasangkan brace.
Posisi Pasien : Berdiri.
Tujuan : Membantu mengurangi
derajat winging scapula.
Pelaksanaan :
• Pasien menggunakan brace
dengan dibantu dengan terapis.
Dosis : dipakai 12 jam sehari selama
aktivitas dan berlangsung selama 6
bulan (Vastamaki et. al, 2015).
3. Ankle Foot Orthosis (AFO)
Posis Terapis : Membantu
memasangkan AFO.
Posisi Pasien : duduk rilek dengan
lutut fleksi ( calf muscle rileks )
Pelaksanaan :
1. Pasien menggunakan AFO
dengan dibantu terapis.
Dosis : Dipakai saat tidak sedang
berjalan pada malam hari atau siang
hari.
Strengthening Exercise
Dynamic Leg and Arm Training
Posisi Terapis : Disamping pasien
untuk mengarahkan.
Posisi Pasien : Duduk.
Pelaksanaan :
• Terapis mengarahkan pasien
anak untuk mengayuh seperti
mengayuh sepeda menggunakan
kaki dan lengan.
Dosis : 30 menit (15 menit latihan kaki
dan 15 menit latihan lengan, dapat
diselingi istirahat), 5x seminggu
dengan capaian 700-1000 putaran
selama anak tidak merasa lelah
(Jansen, et al., 2010).
Aquatic Teraphy
Tata laksana :
Posisi terapis : selalu disamping pasien
Pelaksanaan :
1. Latihan Meluncur
• Minta dia mengatupkan tangannya di atas
kepala dan mendorong dinding untuk melihat
seberapa jauh dia bisa meluncur dengan satu
tarikan napas atau sampai tubuhnya
mengapung ke permukaan.
• Untuk mengurangi beban pada bahu, minta dia
meletakkan tangannya di samping sebelum
mendorong dari dinding. 
• Saat meluncur dia bisa berpura-pura
berenang seperti hiu, katak, lumba-lumba, ular,
dll untuk mendapatkan lebih banyak mobilitas
ke berbagai arah (naik / turun / samping) dan
membuatnya lebih menyenangkan.
2. Latihan Kontrol Nafas

• Meminta pasien untuk mengambil napas sebanyak


mungkin sebelum memainkan salah satu aktivitas
berikut.
• Cari mainan kolam renang di bawah air tetapi alih-
alih berenang dalam atau jauh untuk
mengambilnya, letakkan mainan tersebut dalam
jangkauan lengan dan beri dia perintah bahwa dia
harus mengambilnya. Misalnya: katakan, “Ke bawah
dan ambil cincin merah, kuning, lalu cincin jingga
naik”. 
• Berlatihlah membuat gelembung di bawah air
sampai nafas habis. Untuk aktivitas kontrol napas,
lihat apakah dia bisa mengeluarkan satu
gelembung besar dalam satu waktu.
3. Latihan Rileksasi dan Peregangan
• Meminta pasien melakukan
peregangan calf muscle dan
hamstring.
• Sambil mengapung menghadap ke
atas, lakukan gerakan seperti “snow
angel" secara perlahan dan dengan
berbagai macam gerakan dari bahu
dan pinggulnya.
• Sementara dia mengambang
dengan tangan di atas kepalanya,
pegang tangannya dan tarik dia
perlahan-lahan melintasi kolam
dalam garis zig-zag menciptakan
gerakan seperti ular pada
Dosis :
45 menit direkomendasikan dua kali seminggu, rata-rata selama 21 minggu dan dengan suhu
air rata-rata 32,7 ° C (Cordeiro, 2019)

Catatan :
• Menggunakan skala vignos atau instrumen lain untuk menentukan stadium
penyakit sangat penting untuk mengidentifikasi efek terapi fisik akuatik
pada berbagai tahapan penyakit dan memverifikasi efek intervensi ini di
masa mendatang. Selain itu, north star ambulatory assessment harus
digunakan (Cordeiro, 2019).

• Seiring perkembangan penyakit, ada peningkatan risiko perubahan paru


dan jantung. Oleh karena itu, penting untuk memantau dan menilai individu2
ini secara berkala, serta menentukan tindakan keamanan untuk pasien ini
(cordeiro, 2019)
Edukasi
Memberikan Edukasi kepada pasien dan orangtua pasien . Dengan cara
akomodasi ( penyesuaian diri ) harus ditentukan di sekolah untuk
memungkinkan hal-hal berikut ini (Poysky, 2021) :
• Modifikasi aktivitas yang mungkin berbahaya bagi otot (misalnya,
pendidikan jasmani adaptif);
• Kompensasi untuk berkurangnya energi atau kelelahan (mis., Berjalan jauh );
• Menangani keamanan (misalnya, aktivitas taman bermain);
• Menangani aksesibilitas (misalnya, teknologi pendukung dan naik tangga);
• Layanan pendidikan khusus harus diberikan kepada anak-anak DMD
dengan perhatian tambahan pada pembelajaran, perilaku, dan psikososial.
• Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan DMD di antara personel
sekolah.
Edukasi untuk keluarga pasien:
• Saat di rumah tetap melatih arom aarom,
kompres hangat, dll
• Memakaikan AFO
• Menyesuaikan fasilitas aktifitas fungsional
pasien di rumah
EVALUASI ( 12/04/2021)
S : kekuatan otot masih tetap, terdapat peningkatan ROM dorsoflexi ankle,
masih terdapat tightness pada otot iliotibial dan hamstring, masih
kesulitan untuk berdiri, masih belum dapat melompat
Pemeriksaan MMT (1) lattisimus dorsi: 11/11
O: (12/04/2021) (2) Iliopsoas: 9/9
(1) Upper trapezius: 11/11 (3) Quadrisep: 6/6
Kesadaran :456 (2) lower trapezius: 11/11 (4) gluteus maximus:
3/6
Tensi : 90/60 MmHg (3) Rhomboideus: 11/11
(5) gluteus medius: 6/6
(4) Deltoideus: 11/11
Nadi : 80x/menit (5) Pectoralis: 11/11 (6) tibialis anterior: 3/3
(6) triceps brachii: 11/11 (7) Abdominalis: 11/11
Temperatur : 36,0ºC Total: 255/ 308x100%=
(7) serratus ant: 11/11
Tinggi Badan : 112 cm 82,79%
Berat Badan : 15 kg
RR : 16x/menit
EVALUASI
Pemeriksaan skala nyeri (WBS)
(12/04/2021)
Nyeri gerak: 3
Nyeri diam: 0
Borg scale: 13somewhat hard
NSAA: Total = 12/ 34= 35,2%
Brook scale for upper extremities: grade 1
Interpretasi : Starting with arms at the sides, the patient can abduct the arms
in a full circle until they touch above the head
Vignos scale for lower extremities: grade 4
Interpretasi : Walks unassisted and rises from chair but cannot climb stairs
A: DMD duchenne muscular distrophy
P: breathing exc, stretching exc, arom exc, aarom exc, koreksi postur,
stregthneing exc, aquatic therapy, edukasi
PROGNOSA
Quo ad vitam : bonam (baik)
Quo ad functionam : malam
(buruk)
Quo ad sanam : malam (buruk)
Quo ad cosmeticam : malam
(buruk)
RESUME
Pasien laki laki an. A berusia 8 tahun dengan
diagnosis DMD memiliki problema kapasitas fisik,
kemampuan fungsional, dan partisipasi sosial.
Diberikan intervensi fisioterapi berupa breathing
exc, stretching exc, arom exc, aarom exc, koreksi
postur, strengthening exc, aquatic therapy, edukasi.
Didapatkan hasil evaluasi peningkatan rom ankle
dan penurunan nyeri gerak dorsofleksi menjadi 3.
PERTANYAAN
1. Srimawati KEL C : komplikasi apa saja kedepannya dalam
kondisi pasien tsb ?
2. Maratus KEL.D : apabila pasien tidak dapat berenang apa
upaya yg dilakukan FTX ?
3. Faricha KEL A : apa penyebab dari psidhohipertropy pada
pasien ini ?
4. Aulia dwi KEL E : apakah pasien ini tergolong pasien DMD
yang memiliki progresifitas tinggi ?
Terima Kasih!
Do you have any questions?
youremail@freepik.com
+91 620 421 838
yourcompany.com
CREDITS: This presentation template was
created by Slidesgo, including icons by Flaticon,
infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai