Disusun Oleh:
Pembimbing:
I. PENDAHULUAN
Neuromielitis optika (NMO), disebut juga Devic’s disease, adalah penyakit autoimun
yang menyebabkan pembengkakan dan inflamasi terutama pada saraf mata (neuritis optik) dan
medulla spinalis (transverse myelitis) secara berulang atau dengan kata lain terjadi demielinasi
pada serabut saraf optik. Demielinasi adalah gejala robeknya (rusaknya) selubung mielin pada
neuron. Pada beberapa referensi juga menyatakan bahwa sebagian besar kasus penyakit ini
adalah idiopatik dengan proses autoimun dan merupakan kasus yang jarang. Penyebabnya
seringkali idiopatik, pada sebagian besar kasus diduga adanya antibodi aquaporin-4 (AQP4)
yang menjadi penyebab terjadinya penyakit ini. Pada NMO pasien akan mengeluhkan
pandangan kabur secara mendadak disertai dengan gangguan neurologis lain seperti lemahnya
anggota gerak. Prevalensi devic’s disease (neuromielitis optika) adalah wanita sembilan kali
lebih banyak daripada pria. Median onsetnya berkisar umur 39 tahun dan dapat juga terjadi pada
anak-anak dan orang tua.1
Laporan kasus tentang seorang perempuan usia 38 tahun dengan mata kiri kabur
mendadak yang disebabkan karena neuromielitis optika. Penyebab, diagnosis, penatalaksanaan
dan prognosis akan dibahas pada diskusi laporan kasus ini.
2
III. ANAMNESIS (Autoanamnesis, 02-11-2018)
Keluhan utama : Mata kiri kabur mendadak
Riwayat penyakit sekarang :
Empat bulan sebelum masuk ke Rumah Sakit, pasien mengeluh lemas pada kedua
kaki yang dirasakan hilang timbul tetapi membaik dengan mengkonsumsi obat yang
dibelinya sendiri. Satu bulan kemudian pasien mengaku pandangan mata kanan kabur
mendadak, pasien segera memeriksakan diri ke poli mata Rumah Sakit dr.Kariadi dan
didiagnosis menderita mata kanan neuritis optik, sehingga pasien dirawat inap dan mendapat
injeksi metilprednisolon selama tiga hari. Setelah mengalami perbaikan pasien pulang dan
bisa melakukan aktivitas sehari-hari seperti sedia kala.
Tiga hari sebelum masuk Rumah Sakit, pasien mengaku pandangan mata sebelah
kirinya kabur mendadak disertai nyeri pada mata. Keluhan mata merah (-), berair (-),
kotoran mata (-), melihat pelangi disekitar lampu (-), melihat kilatan cahaya sebelumnya
disangkal, melihat bayangan hitam menutupi pandangan (-), melihat ganda (-), silau (-),
pusing berputar (-). Keluhan nyeri punggung, lemas dan kesemutan pada kedua kaki pun
semakin memberat, akhirnya pasien berobat ke poli mata Rumah Sakit dr.Kariadi dan
dirawat inap.
3
Pasien seorang ibu rumah tangga
Pembayaran ditanggung oleh BPJS
Status Generalisata :
Keadaan umum : Baik, composmentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 18 x /menit
t : 36oC
Status Oftalmologi:
MKa MKi
Visus NLP 1 / 60
Koreksi - 1/60 NC
Bulbus okuli Ortoforia, Hirschberg test 00
Palpebra Edema (-), spasme (-) Edema (-), spasme (-)
Sklera Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Konjungtiva Injeksi (-), sekret (-) Injeksi (-), sekret (-)
Kornea Jernih Jernih
COA Van Herick grade III Van Herick grade III
Iris Kripte (+) normal, rubeosis (-) Kripte (+) normal, rubeosis (-)
4
Pupil Bulat, sentral, regular, Ø 8 mm, Bulat, sentral, regular, Ø 6 mm,
refleks pupil (-), RAPD tidak refleks pupil (+) menurun, RAPD
dapat dinilai tidak dapat dinilai
Pemeriksaan Funduskopi
Mata Kanan
Papil : Bulat, batas tegas , CDR tidak dapat dinilai, warna kuning pucat
Vasa : AVR 2/3, crossing phenomena (-), spasme (-), silver wire (-), cooper
wire (-), arteriolosklerosis (-), neovaskularisasi (-), mikoraneurisma (-)
Mata Kiri
Papil : Bulat, batas kurang tegas bagian nasal , CDR 0,5, warna kuning kemerahan
Vasa : AVR 2/3, crossing phenomena (-), spasme (-), silver wire (-), cooper
wire (-), arteriolosklerosis (-), neovaskularisasi (-), mikoraneurisma (-)
Kesan : Funduskopi Mata Kanan Papil Atrofi, Mata Kiri Papil Edema
5
Pemeriksaan Gerak Bola Mata :
o o
o o o o
o o o o
o o o o
o o
Kesan : Bebas kesegala arah (+) nyeri (+) minimal
- PEMERIKSAAN PENUNJANG
6
Pemeriksaan Foto Fundus Color (30-08-2018)
Keterangan : Saat pasien datang ke poli tiga bulan lalu, tanggal 30 Agustus 2018
Kesan : Mata Kanan Papil Edema
Keterangan : Saat pasien datang ke poli tiga hari SMRS, tanggal 2 November 2018
Kesan : Mata Kanan Papil Atrofi, Mata Kiri Papil Edema
7
Pemeriksaan HVFA 24.2 Mata Kiri (30-08-2018)
8
Pemeriksaan OCT Papil Nervus II dan RNFL (30-08-2018)
Kesan : Dari Avg Thickness dijumpai penebalan RNFL mata kanan kesan edema
Tampak Gambaran Papil Edema pada mata kanan
Mata Kiri kesan dalam batas normal
9
Pemeriksaan OCT Papil N.II dan RNFL ( November 2018)
Kesan : Dari Avg Thickness dijumpai penipisan RNFL mata kanan → Atrofi
Tampak Gambaran Papil Edema pada mata kiri
10
Hasil pemeriksaan MRI Brain dengan kontras (01 Agustus 2018)
Kesan :
- Penebalan ringan ireguler nervus optikus kanan disertai perubahan intensitas sinyal →
cenderung proses inflamasi ( Optik neuritis)
- Tak tampak infark, perdarahan maupun SOL intracranial
- Tak tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
11
Hasil MRI Whole Spine dengan Kontras (03 November 2018)
Kesan :
- Lesi hiperintens memanjang tubular intramedulla spinalis setinggi corpus
vertebra thoracal 2-5,masih mungkin suatu myelitis
- Bulging posterocentral pada level diskus intervertebralis cervical 5-6,6-7,
lumbal 3-4 dan lumbal 5-sacrum 1 yang menekan thecal sac, tak tampak
penyempitan foramina neuralis kanan kiri maupun penekanan medulla
spinalis
- Bulging posterocentral dan posterolateral kanan kiri pada level diskus
intervertebralis lumbal 4-5 yang menekah thecal sac dan menyebabkan
penyempitan foramina neuralis kanan kiri
- Tak tampak penyempitan maupun perubahan intensitas sinyal diskus
intervertebralis cervicothorakolumbosacral
12
VI. RESUME
Pemeriksaan Laboratorium :
13
Cholesterol : 277 mg/dl Nilai Normal : < 200 (↑)
Trigliserid : 161 mg/dl Nilai Normal : < 150 (↑)
LDL Direk : 209 mg/dl Nilai Normal : 0-100 (↑)
IX. PENATALAKSANAAN
- Pro Rawat Inap
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Injeksi Metilprednisolone 250 mg/ 6 jam (iv) selama tiga hari
- Injeksi Ranitidin 50 mg/ 12 jam (iv)
14
- Konsul Interna untuk penanganan dislipidemia
X. PROGNOSIS
MKa MKi
Quo ad visam Ad malam Dubia Ad malam
XI. EDUKASI
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penglihatan mata kiri kabur mendadak
disebabkan adanya bengkak pada saraf mata yang disertai adanya peradangan pada saraf
tulang belakang.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa akan dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis guna memberikan terapi yang tepat.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa keadaan yang dialami pasien memiliki
prognosis yang buruk, keadaan biasanya bersifat menetap (tidak dapat membaik) dan sering
mengalami kekambuhan
XII. FOLLOW UP
15
Tanggal Pemeriksaan Tatalaksana
16
04/11/18 Keluhan: Mata kiri buram, nyeri punggung dan lemas - IVFD RL20
Status Oftalmologis: tetes/menit
Visus MKa NLP TIO MKa : 25.8 mmhg - Injeksi
Visus MKi 1 / 60 TIO MKi : 30.4 mmhg Metylprednisolone
Pemeriksaan gerak bola mata : Bebas ke segala arah, 250 mg/ 6 jam (iv)
Nyeri (+) minimal - Injeksi Ranitidin
Tekanan Darah : 130 / 70 50 mg/ 12 jam (iv)
GDS : 159 -Timol ED/12 jam
MKa Palpebra : edema (-), spasme (-) ODS
Konjungtiva : injeksi (-) - Glaukon KCL 1 x
Kornea : jernih 250mg (po)
COA : kesan kedalaman cukup -Simvastatin 1x20mg
Pupil : bulat, sentral, regular Ø8 mm, refleks pupil (-) -Kalk 2x1 tab (po)
Lensa : jernih -Fluoxetin 1x10mg
Fundus refleks(+) -Vit B1,B6,B12 2x1
-Gabapentin 2x100mg
-Konsul Interna
MKi Palpebra : edema (-), spasme (-) untuk plasma
Konjungtiva : injeksi (-) exchange
Kornea : jernih
COA : kesan kedalaman cukup
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil ()
Lensa : jernih
Fundus refleks(+)
17
Tanggal Pemeriksaan Tatalaksana
05/11/18 Keluhan: Mata kiri buram, nyeri punggung dan lemas - IVFD RL20
Status Oftalmologis: tetes/menit
Visus MKa NLP TIO MKa: 30.4 mmhg - Injeksi
Visus MKi 1 / 60 TIO MKi: 30.4 mmhg Metylprednisolone
Pemeriksaan gerak bola mata : Bebas ke segala arah, 250 mg/ 6 jam (iv)
Nyeri berkurang - Injeksi Ranitidin
Tekanan Darah : 140 / 90 50 mg/ 12 jam (iv)
GDS : 117 -Timol ED/12 jam
MKa Palpebra : edema (-), spasme (-) ODS
Konjungtiva : injeksi (-) - Glaukon KCL 2 x
Kornea : jernih 250mg (po)
COA : kesan kedalaman cukup -Simvastatin 1x20mg
Pupil : bulat, sentral, regular Ø8 mm, refleks pupil (-) -Kalk 2x1 tab (po)
Lensa : jernih - Fluoxetin 1x1 tab
Fundus refleks(+) -Vit B1,B6,B12 2x1
-Gabapentin 2x100mg
18
Tanggal Pemeriksaan Tatalaksana
06/11/18 Keluhan: Mata kiri buram, nyeri punggung dan lemas - IVFD RL20
Status Oftalmologis: tetes/menit
Visus MKa NLP TIO MKa : 25.8 mmhg - Injeksi
Visus MKi 1 / 60 TIO MKi : 30.4 mmhg Metylprednisolone
Pemeriksaan gerak bola mata : Bebas ke segala arah, 250 mg/ 8 jam (iv)
Nyeri (-) - Injeksi Ranitidin
Tekanan Darah : 140 / 90 50 mg/ 12 jam (iv)
GDS : 93 -Timol ED/12 jam
MKa Palpebra : edema (-), spasme (-) ODS
Konjungtiva : injeksi (-) - Glaukon KCL 2 x
Kornea : jernih 250mg (po)
COA : kesan kedalaman cukup -Simvastatin 1x20mg
Pupil : bulat, sentral, regular Ø8 mm, refleks pupil (-) -Kalk 2x1 tab (po)
Lensa : jernih - Fluoxetin 1x1 tab
Fundus refleks(+) -Vit B1,B6,B12 2x1
-Gabapentin 2x100mg
MKi Palpebra : edema (-), spasme (-) -Fenofibrat 1x100mg
Konjungtiva : injeksi (-) -Pemasangan Double
Kornea : jernih Lumen untuk TPE
COA : kesan kedalaman cukup -Neuro : Konsul
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil () Rehab Medik
Lensa : jernih untuk fisioterapi
Fundus refleks(+)
19
Tanggal Pemeriksaan Tatalaksana
07/11/18 Keluhan: Mata kiri buram, nyeri punggung dan lemas - IVFD RL20
Status Oftalmologis: tetes/menit
Visus MKa NLP TIO MKa : 17.3 mmhg - Injeksi
Visus MKi 1 / 60 TIO MKi : 25.8 mmhg Metylprednisolone
Pemeriksaan gerak bola mata : Bebas ke segala arah, 250 mg/ 8 jam (iv)
Nyeri (-) - Injeksi Ranitidin
Tekanan Darah : 120 / 80 50 mg/ 12 jam (iv)
GDS : 123 -Timol ED/12 jam
MKa Palpebra : edema (-), spasme (-) ODS
Konjungtiva : injeksi (-) - Glaukon KCL 2 x
Kornea : jernih 250mg (po)
COA : kesan kedalaman cukup -Simvastatin 1x20mg
Pupil : bulat, sentral, regular Ø8 mm, refleks pupil (-) -Kalk 2x1 tab (po)
Lensa : jernih - Fluoxetin 1x1 tab
Fundus refleks(+) -Vit B1,B6,B12 2x1
-Gabapentin 2x100mg
MKi Palpebra : edema (-), spasme (-) -Fenofibrat 1x100mg
Konjungtiva : injeksi (-) -Pro TPE I
Kornea : jernih
COA : kesan kedalaman cukup
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil ()
Lensa : jernih
Fundus refleks(+)
20
Tanggal Pemeriksaan Tatalaksana
08/11/18 Keluhan: Mata kiri buram, nyeri punggung dan lemas - IVFD RL20
Status Oftalmologis: tetes/menit
Visus MKa NLP TIO MKa : 17.3 mmhg - Injeksi
Visus MKi 1 / 60 TIO MKi : 14.6 mmhg Metylprednisolone
Pemeriksaan gerak bola mata : Bebas ke segala arah, 250 mg/ 12 jam (iv)
Nyeri (-) - Injeksi Ranitidin
Tekanan Darah : 100 / 80 50 mg/ 12 jam (iv)
GDS : 126 -Timol ED/12 jam
MKa Palpebra : edema (-), spasme (-) ODS
Konjungtiva : injeksi (-) - Glaukon KCL 2 x
Kornea : jernih 250mg (po)
COA : kesan kedalaman cukup -Simvastatin 1x20mg
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil () -Kalk 2x1 tab (po)
RAPD (+) - Fluoxetin 1x1 tab
Lensa : jernih -Vit B1,B6,B12 2x1
Fundus refleks (+) -Fenofibrat 1x100mg
MKi Palpebra : edema (-), spasme (-) -Gabapentin 2x100mg
Konjungtiva : injeksi (-) -Post TPE I
Kornea : jernih -TENS Punggung
COA : kesan kedalaman cukup
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil (+)
RAPD (-)
Lensa : jernih
Fundus refleks (+)
21
Tanggal Pemeriksaan Tatalaksana
09/11/18 Keluhan: Mata kiri buram, nyeri punggung dan lemas - IVFD RL20
Status Oftalmologis: tetes/menit
Visus MKa NLP TIO MKa : 15.6 mmhg - Injeksi
Visus MKi 1 / 60 TIO MKi : 18.5 mmhg Metylprednisolone
Pemeriksaan gerak bola mata : Bebas ke segala arah, 250 mg/ 12 jam (iv)
Nyeri (-) - Injeksi Ranitidin
Tekanan Darah : 130 / 80 50 mg/ 12 jam (iv)
GDS : 129 -Timol ED/12 jam
MKa Palpebra : edema (-), spasme (-) ODS
Konjungtiva : injeksi (-) - Glaukon KCL 1 x
Kornea : jernih 250mg (po)
COA : kesan kedalaman cukup -Simvastatin 1x20mg
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil () -Kalk 2x1 tab (po)
RAPD (+) - Fluoxetin 1x1 tab
Lensa : jernih -Vit B1,B6,B12 2x1
Fundus refleks (+) -Fenofibrat 1x100mg
MKi Palpebra : edema (-), spasme (-) -Gabapentin 2x100mg
Konjungtiva : injeksi (-) -Pro TPE II
Kornea : jernih
COA : kesan kedalaman cukup
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil (+)
RAPD (-)
Lensa : jernih
Fundus refleks (+)
22
Tanggal Pemeriksaan Tatalaksana
10/11/18 Keluhan: Mata kiri buram, nyeri punggung berkurang - IVFD RL20
Status Oftalmologis: tetes/menit
Visus MKa 1/~LPJ TIO MKa : 18.5 mmhg - Injeksi
Visus MKi 1 / 60 TIO MKi : 20.5 mmhg Metylprednisolone
Pemeriksaan gerak bola mata : Bebas ke segala arah, 125 mg/ 12 jam (iv)
Nyeri (-) - Injeksi Ranitidin
Tekanan Darah : 140 / 90 50 mg/ 12 jam (iv)
GDS : 112 -Timol ED/12 jam
MKa Palpebra : edema (-), spasme (-) ODS
Konjungtiva : injeksi (-) - Glaukon KCL 1 x
Kornea : jernih 250mg (po)
COA : kesan kedalaman cukup -Simvastatin 1x20mg
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil () -Kalk 2x1 tab (po)
RAPD (+) - Fluoxetin 1x1 tab
Lensa : jernih -Vit B1,B6,B12 2x1
Fundus refleks (+) -Fenofibrat 1x100mg
MKi Palpebra : edema (-), spasme (-) -Gabapentin 2x100mg
Konjungtiva : injeksi (-) -Post TPE II
Kornea : jernih -TENS Punggung
COA : kesan kedalaman cukup
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil (+)
RAPD (-)
Lensa : jernih
Fundus refleks (+)
23
Tanggal Pemeriksaan Tatalaksana
11/11/18 Keluhan: Mata kiri buram, nyeri punggung berkurang - IVFD RL20
Status Oftalmologis: tetes/menit
Visus MKa 1/~LPJ TIO MKa : 15.6 mmhg - Injeksi
Visus MKi 1 / 60 TIO MKi : 18.5 mmhg Metylprednisolone
Pemeriksaan gerak bola mata : Bebas ke segala arah, 62,5 mg/ 12 jam
Nyeri (-) - Injeksi Ranitidin
Tekanan Darah : 120 / 80 50 mg/ 12 jam (iv)
GDS : 149 -Timol ED/12 jam
MKa Palpebra : edema (-), spasme (-) ODS
Konjungtiva : injeksi (-) - Glaukon KCL 1 x
Kornea : jernih 250mg (po)
COA : kesan kedalaman cukup -Simvastatin 1x20mg
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil (+) -Kalk 2x1 tab (po)
(), RAPD (+) - Fluoxetin 1x1 tab
Lensa : jernih -Vit B1,B6,B12 2x1
Fundus refleks (+) -Gabapentin 2x100mg
MKi Palpebra : edema (-), spasme (-) -Fenofibrat 1x100mg
Konjungtiva : injeksi (-) -Pro TPE III
Kornea : jernih
COA : kesan kedalaman cukup
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil (+)
RAPD (-)
Lensa : jernih
Fundus refleks (+)
24
Tanggal Pemeriksaan Tatalaksana
12/11/18 Keluhan: Mata kiri buram, nyeri punggung berkurang - IVFD RL20
Status Oftalmologis: tetes/menit
Visus MKa 1/~LPJ TIO MKa : 15.6 mmhg - Injeksi
Visus MKi 1 / 60 TIO MKi : 18.5 mmhg Metylprednisolone
Pemeriksaan gerak bola mata : Bebas ke segala arah, 62,5 mg/ 24 jam
Nyeri (-) - Injeksi Ranitidin
Tekanan Darah : 110 / 70 50 mg/ 12 jam (iv)
GDS : 103 -Timol ED/12 jam
MKa Palpebra : edema (-), spasme (-) ODS
Konjungtiva : injeksi (-) -Gabapentin 2x100mg
Kornea : jernih -Fenofibrat 1x100mg
COA : kesan kedalaman cukup -Simvastatin 1x20mg
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil (+) -Kalk 2x1 tab (po)
(), RAPD (+) - Fluoxetin 1x1 tab
Lensa : jernih -Vit B1,B6,B12 2x1
Fundus refleks (+) -Pro TPE IV
MKi Palpebra : edema (-), spasme (-) -Fisioterapi : TENS
Konjungtiva : injeksi (-) Punggung
Kornea : jernih
COA : kesan kedalaman cukup
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil (+)
RAPD (-)
Lensa : jernih
Fundus refleks (+)
25
Tanggal Pemeriksaan Tatalaksana
13/11/18 Keluhan: Mata kiri buram, nyeri punggung dan lemas.
Status Oftalmologis: -Post TPE IV
Visus MKa 1/~LPJ TIO MKa : 15.6 mmhg -Boleh Pulang
Visus MKi 1 / 60 TIO MKi : 18.5 mmhg -Metilprednisolone
Pemeriksaan gerak bola mata : Bebas ke segala arah, 16mg 2-1-1
Nyeri (-) - Ranitidin tab
Tekanan Darah : 110 / 70 150 mg/ 12 jam
GDS : 103 -Gabapentin 2x100mg
MKa Palpebra : edema (-), spasme (-) -Simvastatin 1x20mg
Konjungtiva : injeksi (-) -Kalk 2x1 tab (po)
Kornea : jernih -Vit B1,B6,B12 2x1
COA : kesan kedalaman cukup
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil (+)
(), RAPD (+)
Lensa : jernih
Fundus refleks (+)
MKi Palpebra : edema (-), spasme (-) -Fisioterapi (TENS
Konjungtiva : injeksi (-) Punggung) lanjut
Kornea : jernih saat Rawat jalan
COA : kesan kedalaman cukup
Pupil : bulat, sentral, regular Ø6 mm, refleks pupil (+)
RAPD (-)
Lensa : jernih
Fundus refleks (+)
26
XIII. DISKUSI
Neuromielitis Optika
Neuromielitis optika (NMO), juga dikenal dengan Devic’s disease, adalah suatu penyakit
autoimun yang menyebabkan pembengkakan dan inflamasi terutama pada saraf mata (neuritis
optik) dan medulla spinalis (transverse myelitis) secara berulang. NMO merupakan kasus yang
jarang ditemui. Di Eropa didapatkan estimasi 1 kasus per 100.000 penduduk. NMO lebih sering
dijumpai pada wanita dan lebih banyak pada ras Afrika dan Asia. Onset usia berkisar 35-45
tahun pada dewasa, dengan rerata 39 tahun. Sebagian besar pasien NMO (60-80%) memiliki
protein yang disebut antibodi aquaporin-4 (AQP4), yang diduga menjadi penyebab dari penyakit
ini.1,2
Epidemiologi
Mayoritas kasus NMO bersifat sporadis,dapat terjadi di semua negara, namun lebih sering
terjadi di populasi Negro, Asia dan India. Prevalensi NMO diperkirakan 1-4,4 per 100 ribu di
dunia barat. Beragam studi di Jepang, Kuba, Denmark, Meksiko, Perancis, Hindia Barat
menunjukkan insidens 0,053-0,4 per 100 ribu penderita /tahun dan prevalensi 0,52-4,4 per 100
ribu. Di USA, prevalensi NMO diprediksi 1-2% dari penderita multiple sclerosis (MS).2
Di masa lalu, banyak (>20%) penderita NMO salah didiagnosis dengan MS, terutama
karena belum tersedia tes NMO-IgG. Perempuan lebih banyak menderita NMO dibanding pria,
dengan rasio 9:1. Onset usia berkisar 35-45 tahun pada dewasa, dengan rerata 39 tahun. Pada
anak-anak, onset sekitar 4,4 tahun.2 Kekambuhan dapat terjadi dalam 3-6 bulan pertama, setelah
sembuh. Untuk NMO berulang, wanita 3-9 kali lebih sering dari pada pria, sedangkan pada
bentuk monofasik rasio wanita:pria 1:1. Kebutaan (minimal satu mata) dapat terjadi setelah
penyakit berlangsung selama 7-8 tahun. Rerata 5-tahun survival dilaporkan 68% di Amerika
Utara selama tahun 1977 hingga 1997; ini jauh berbeda dengan riset terkini yang menyatakan
rerata 5- tahun survival lebih dari 90%. Hanya sebagian penderita mengalami disabilitas minor
dalam kurun waktu 10 tahun.8
27
Patogenesis
Autoantibodi sering terdeteksi di serum penderita NMO relaps atau MT berulang. Tahun
2004, Lennon dan Wingerchuk berhasil mendeteksi adanya NMO-IgG,antibodi spesifik yang
memiliki sensitivitas 73% dan spesifisitas 91% untuk membedakan NMO dari MS. Satu tahun
kemudian, Lennon dkk menemukan bahwa IgG-NMO berikatan secara spesifik terhadap kanal
air AQP4 dan hipotesis inilah yang dianut sebagai pathogenesis NMO hingga saat ini.2
NMO-Ig berasal dari sel-sel B perifer, mengaktivasi komplemen, terlibat dalam proses
induksi inflammatory demyelination dan nekrosis di sel-sel endotel spinal cord . Antibodi
diproduksi oleh sel-sel B di sirkulasi perifer dan melintasi sawar darah-otak. Target antigen
untuk antibodi adalah aquaporin-4 (AQP4). Pengikatan antibodi ke AQP4, menghasilkan
internalisasi dan degenerasi subsequent, yang memicu kelebihan glutamate keluar sel. Hal ini
merusak neuron-neuron dan oligodendrosit. Sel-sel inflamasi ditarik ke jaringan dan
menyebabkan cedera lanjutan.7
Pada NMO, lesi otak cenderung berlokasi di area dengan ekspresi aquaporin-4 tinggi,
seperti: diensefalon, hipotalamus, aquaduktus, serta tampak luas dan udem di korpus kalosum.
Beragam mediator inflamasi nyeri nosiseptif NMO, yaitu: peningkatan kadar ekspresi IL 1-beta
di makrofag atau sel-sel mikroglia teraktivasi yang ada di lesi inflamasi aktif stadium dini,
peningkatan IL-6 di CSF, aktivasi aksis IL 17–IL 8 di CSF, peningkatan HMGB1 (high mobility
group protein B1) di plasma. Pembukaan glutamatergic Ca2+-permeable N methyl daspartate
(NMDA) receptors memicu long-term potentiation (LTP) di sinaps serabut-C, yang
dipertimbangkan sebagai mekanisme seluler kunci terjadinya amplifikasi nyeri jangka panjang
(hiperalgesia).7
AQP4 merupakan protein transmembran yang secara selektif mengatur transport air pada
sel tertentu di otak. AQP4 paling banyak ditemukan di SSP dan diekspresikan di membran
astrosit, berhadapan langsung dengan membrane darah-otak dan darah-cairan serebrospinal.
Peran ini sangat penting untuk fungsi biologis sel seperti transport air transepitelial, terutama
antara darah-otak dan darah-css, migrasi sel dan neuroeksitasi. Ditemukannya autoantibodi
terhadap AQP4 cukup spesifik dalam diagnosis NMO, dimana IgG-AQP4 akan berikatan dengan
podosit astrosit, mengaktifkan komplemen, menyebabkan sitotoksisitas dependen komplemen
(complement dependent cytotoxicity/CDC), Infiltrasi leukosit, pelepasan sitokin, dan kerusakan
28
sawar darah otak. Kaskade ini berakhir sebagai kematian oligodendrosit, hilangnya myelin dan
neuron, lalu muncul sebagai gejala dan tanda klinis demielinisasi pada NMO. 10
Neuritis optik (NO) dan mielitis transversa (MT) adalah patognomonis NMO. NO
biasanya disertai nyeri okuler unilateral atau bilateral (jarang) dan gangguan visus. Potret klinis
lain terkait saraf optik adalah penglihatan kabur, skotoma, atrofi atau edema optic disc , deficit /
hilang lapang pandang, hilangnya penglihatan yang permanen (satu / dua mata). Lesi spinal cord
ada di bagian servikal dan thorakal umumnya bermanifestasi sebagai longitudinally extensive
transverse myelitis (LETM), sepanjang minimal 3 segmen vertebra. Gejala terkait spinal cord
termasuk gangguan motoris dan sensoris. Mielitis yang disebabkan NMO, sering disertai MT
menyeluruh dengan problematika berjalan (berupa tetraplegia / paraplegia), disfungsi sfingter
tingkat sensoris, nyeri dan spasme tonik paroksismal di tubuh dan ekstremitas.4,5
29
Gejala yang dijumpai pada kasus NMO bervariasi, di antaranya 6 :
30
2. NMSOD dengan IgG-AQP4 negatif atau status IgG-AQP4 tidak diketahui
a. Minimal terdapat 2 karakteristik klinis utama yang muncul pada 1 kali relaps atau
lebih dan memenuhi kriteria sebagai berikut ini
- Setidaknya 1 dari karakteristik klinis utama adalah neuritis optik, mielitis
akut dengan long extended transverse myelitis (LETM) atau sindrom area
postrema
- Dissemination in space, yaitu 2 sindrom klinis yang berbeda
- Temuan MRI yang mendukung sindrom tersebut
b. IgG-AQP4 negatif
c. Diagnosis alternatif telah dieksklusi
4. Gambaran MRI pada NMSOD dengan IgG-AQP4 negatif atau tidak diketahui
a. Neuritis optik akut: MRI otak harus
- Normal atau hanya ada lesi substansia alba yang nonspesifik,atau
- Hiperintens pada nervus optikus pada MRI sekuens T2 atau lesi
menyengat gadolinium pada sekuens T1 dengan panjang lebih dari ½
nervus optikus atau melibatkan kiasma optikus
b. Mielitis akut:
- Pada MRI didapatkan lesi pada 3 segmen intramedula spinalis yang
berdekatan (LTEM), atau
31
- Atrofi fokal pada 3 segmen medulla spinalis yang berdekatan pada
pasien dengan riwayat mielitis akut
c. Sindrom area postrema : adanya lesi pada area postrema atau dorsal medulla
d. Sindrom batang otak akut : adanya lesi pada batang otak periependimal
Gambar 2. MRI spine dengan garis hijau menunjukkan transverse myelitis pada
beberapa segmen vertebra4
32
3. Pungsi lumbal5
Pada pemeriksaan LCS dapat dijumpai adanya inflamasi. Ditemukan adanya
lymphomononuclear pleocytosis > 50 sel/µl, neutrofil/eusinofil, dan tidak adanya
oligoclonal bands (OCB).
4. Pemeriksaan oftalmologi :
a. Visus
Didapatkan penurunan visus pada NMO, biasanya lebih berat dibandingkan dengan
multipel sklerosis.
b. Tes lapangan pandang
Defek lapangan pandang yang sering dijumpai yaitu skotoma sentral, selain itu dapat
berupa hemianopsia bitemporal, skotoma parasentral, dan altitudinal.
c. Tes kontras sensitivitas
Didapatkan adanya penurunan kontras pada pasien NMO.
d. Tes Ishihara
Penurunan penglihatan warna dijumpai pada pasien NMO.
e. Optical Coherence Tomography (OCT)
Pada pemeriksaan OCT didapatkan penipisan RNFL.
f. Visual Evoked Potential (VEP)
Dengan VEP dapat diukur kerusakan nervus optikus. Didapatkan gambaran flashing
chessboard pada layar komputer.
33
b. Plasma Exchange
Plasmaferesis terapeutik efektif pada pasien dengan gejala berat yang tidak ada
perbaikan dengan terapi steroid. Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan antibodi
aquaporine-4 dari sirkulasi darah.
c. Intravenous Immunoglobulins (IVIg)
Bekerja mirip dengan plasma exchange, imunoglobulin merupakan bagian dari darah
yang mengandung plasma. IVIg juga digunakan untuk menekan inflamasi dan
mengurangi kadar antibodi dalam darah.
2. Pencegahan serangan
a. Plasmaferesis
b. Intravenous Immunoglobulin (IVIg)
c. Terapi Imunosupresif
1. Azathrioprine dan Steroid
2. Cyclophosphamide
3. Methotrexate
4. Mitoxantrone
5. Mycophenolate mofetil
6. Prednisolone
7. Rituximab
34
Tabel 2. Terapi NMO untuk Pencegahan Relaps11
Obat Dosis
35
XIV. ANALISIS KASUS
Secara epidemiologi neuromielitis optika lebih sering terjadi pada wanita dengan
rentang usia dewasa muda yaitu pada 35-45 tahun, pada kasus ini kejadian neuromielitis
optika terjadi pada pasien seorang perempuan usia 38 tahun dengan gejala penurunan
visus mata kanan dan mata kiri mendadak dan semakin memberat. Dari literatur
disebutkan bahwa neuromielitis optika bisa terjadi unilateral atau bilateral neuritis optik.
Pada pasien ditemukan penurunan visus mendadak pada kedua mata dimana mata kanan
terlebih dahulu menurun tiga bulan sebelumnya dilanjutkan dengan penurunan visus
mendadak pada mata kiri diserta nyeri gerak bola mata minimal.
Dalam mendiagnosa pasien dengan neuromielitis optika dibutuhkan anamnesa,
pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang, pada pasien ini dari anamnesa juga
dijumpai keluhan lemas anggota gerak bawah, parestesia pada kedua kaki dan nyeri
radikuler pada punggung yang dirasakan selama empat bulan dan semakin memberat.
Tiga bulan lalu pasien pernah dirawat di rumah sakit kariadi oleh karena mata kanan
neuritis optik dan mendapat pengobatan selama tiga hari. Berdasarkan teori dijelaskan
bahwa banyak hal yang dapat menjadi penyebab terjadinya neuritis optik yaitu salah
satunya proses diemielinisasi dimana pada kasus ini adalah neuromielitis optika. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya penurunan visus mata kanan NLP dan mata kiri
1/60, gerak bola mata bebas ke segala arah, nyeri gerak bola mata minimal, segmen
anterior mata kanan dan kiri tenang, pupil bulat sentral reguler, diameter pupil mata
kanan 8mm dengan refleks pupil (-), diameter pupil mata kiri 6mm dengan reflek pupil
(+) menurun. Pemeriksaan neurologis didapatkan paraparesis disertai dengan nyeri
radikuler daerah punggung. Dari pemeriksaan funduskopi didapatkan mata kanan papil
atrofi dan mata kiri papil edema. Pemeriksaan warna yaitu ishihara dijumpai adanya
penurunan penglihatan warna dan hasil pemeriksaan kontras sensitivitas yang menurun
pada mata sebelah kiri.
Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu OCT dan RNFL (retinal nerve
fiber layer) papil nervus II, HVFA dan foto fundus warna hingga MRI untuk membantu
menegakkan diagnosis pada pasien ini. Pada pemeriksaan OCT dan RNFL bulan
november didapatkan kesan penipisan retinal nerve fiber layer mata kanan dan edema
36
pada papil Nervus II mata kiri, foto fundus warna juga dijumpai papil atrofi mata kanan
dan papil edema pada mata kiri. Hasil MRI brain kontras dijumpai adanya Nervus II
enchancement yang mendukung suatu gambaran neuritis optik. Hasil MRI whole spine
kontras didapatkan gambaran mielitis. Dari anamnesis, pemeriksaan oftalmologis dan
pemeriksaan penunjang mengarah kepada neuromielitis optika.
Alasan pasien ini di diagnosa banding dengan neuritis optik ec multiple sclerosis
adalah anamnesis pasien didapatkan penurunan visus mendadak yang progresif memberat
serta adanya paraparesis, paresthesia anggota gerak bawah dan nyeri radikuler pada
punggung. Pemeriksaan penunjang juga didapatkan adanya neuritis optik dan mielitis.
Namun pada neuritis optik ec multiple sclerosis tidak didapatkan adanya longitudinally
extensive transverse myelitis (LETM) sepanjang minimal 3 segmen vertebra.
Diagnosis banding yang kedua pada pasien ini adalah NAAION (non arteritic
anterior ischemic optic neuropathy), hal itu dikarenakan pada iskemik optik neuritis juga
dijumpai penurunan visus yang mendadak dengan onset jam sampai beberapa hari,
dimana salah satu faktor resiko terjadinya adalah hiperkolesterolemia. Namun pada
iskemik optik neuropati umumnya terjadi pada usia tua >50 tahun dan tidak dijumpai
nyeri gerak bola mata.
37
Selama perawatan dilakukan monitoring visus dan pemeriksaan neurologis. Selama
sepuluh hari perawatan visus mata kanan pasien sempat mengalami perbaikan dari visus
NLP menjadi 1/~ LPJ, nyeri pada gerak bola mata berkurang, keluhan nyeri pada
punggung pasien pun berkurang.
Hal yang perlu diperhatikan dan dipelajari dari kasus pasien ini adalah ketika kita
menemukan kasus atypical neuritis optik datang sudah dengan kondisi visus buruk dan
tidak membaik dengan pemberian injeksi steroid perlu dicurigai adanya kemungkinan
neuromielitis optika mengingat kejadian ini banyak terjadi pada orang asia dan wanita usia
dewasa muda.
Prognosis ad visam mata kanan dan mata kiri pada pasien ini adalah dubia ad malam
karena adanya penurunan visus yang cukup berat serta progresif dan tidak mengalami
perbaikan yang signifikan dengan pemberian injeksi metilprednisolon dosis tinggi dan
therapeutic plasma exchange. Prognosis ad sanam pada pasien ini dubia ad malam karena
adanya kemungkinan serangan berulang dan progresif memburuk pada kasus NMO.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. J. avino Peter, Md, V. danesh-Meyer Helen. Color atlas & synopsis of clinical
ophthalmology Wills Eye Institute Neuro-Ophthalmology second edition. Neuromyelitis
Optica. Lippincot Williams & Wilkins, A Wolters Kluwer Business 2012 : 74-75.
2. Pereira WL, Reiche EM, Kallaur AP, et al. Epidemiological, clinical, and immunological
characteristics of neuromyelitis optica: A review. J Neurol Sci 2015;355(1-2):7-17.
3. Wingerchuk DM, Lennon VA, Pittock SJ, et al. Revised diagnostic criteria for
neuromyelitis optica. Neurology 2006; 66: 1485–1489.
4. De Seze J, Stojkovic T, Ferriby D, et al. Devic’s neuromyelitis optica: clinical,
laboratory, MRI and outcome profile. J Neurol Sci 2002; 197: 57–61.
5. Wingerchuk DM, Hogancamp WF, O’Brien PC, et al. The clinical course of
neuromyelitis optica (Devic’s syndrome). Neurology 1999; 53: 1107–1114.
6. Sellnera J, M. Boggildb, M. Clanet, et al. EFNS guidelines on diagnosis and management
of neuromyelitis optica. European Journal of Neurology 2010, 17: 1019–1032.
7. Lucchinetti CF, Guo Y, Popescu BF, et al. The pathology of an autoimmune
astrocytopathy: lessons learned from neuromyelitis optica. Brain Pathol 2014;24(1):83-
97.
8. Iyer A, Elsone L, Appleton R, et al. A review of the current literature and a guide to the
early diagnosis of autoimmune disorders associated with neuromyelitis optica.
Autoimmunity 2014;47(3):154-61.
9. Wingerchuk DM, Banwell B, Bennett JL, et al. International consensus diagnostic criteria
for neuromyelitis optica spectrum disorders. Neurology 2015;85(2):177-89.
10. Bukhari W, Barnett MH, Prain K, et al. Molecular pathogenesis of neuromyelitis optica.
Int J Mol Sci 2012;13(10):12970-93.
11. Padapoulos M,Bennet JL, Verkman AS. Treatment of neuromyelitis optica: state of the
art and emerging therapies.Nat Rev Neurol.2014;10(9):493-506.
12. Wingerchuk DM, Lennon VA, Lucchinetti CF, Pittock SJ, Weinshenker BG. The
spectrum of neuromyelitis optica. Lancet Neurol 2007;6:805-15.
39