Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh

Salmonella enterica serotipe typhi dan dikenal dengan nama Salmonella typhi

(S.typhi).(1,2) Demam tifoid masih merupakan beban kesehatan publik yang

signifikan di banyak negara tropis dan berkembang. Insidensi demam tifoid

seluruh dunia menurut data WHO (World Health Organisation) telah diperkirakan

sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal karena demam tifoid

dan 70% kematiannya terjadi di Asia. Di Indonesia berdasarkan data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007) menunjukkan angka prevalensi tifoid yang di

diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,79 %. Angka kesakitan demam tifoid di

Indonesia yang tercatat di buletin WHO 2008 sebesar 81,7 per 100.000.(3,4)

Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena

penyebarannya berkaitan dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan

lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk, status gizi, serta higiene industri

pengolahan makanan yang masih rendah.(5) Penularan demam tifoid terjadi dengan

oral-fecal yaitu melalui makanan dan minuman tercemar tinja yang mengandung

S. typhi.(6)

Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan

laboratorium. Manifestasi klinis demam tifoid bervariasi dan tidak spesifik

sehingga membuat penegakkan diagnosis menjadi sulit.(1, 7-9) Beberapa penyakit

1
2

yang secara klinis sulit dibedakan dengan demam tifoid yang sering menyebabkan

kesalahan diagnosis antara lain demam dengue, malaria, meningitis dan penyakit

demam lainnya. Kecepatan dan ketepatan metode diagnosis akan mempermudah

pengobatan dan mencegah komplikasi yang berat dan fatal.(1,10) Pemeriksaan

laboratorium untuk mendeteksi demam tifoid yaitu pemeriksaan berbasis

bakteriologis, berupa biakan S. typhi, uji serologi untuk mendeteksi antigen-

antibodi S. typhi serta pemeriksaan berbasis biologi molekuler yaitu pemeriksaan

pelacak DNA S. typhi. (1,7,11)

Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan adanya S. typhi.(1,12,13) Kultur

darah merupakan baku emas (gold standar) dalam pemeriksaan demam tifoid.

Stella dkk, dan Lalith dkk menunjukkan hasil sensitivitas kultur darah yakni di

bawah 20 %.(14,15) Keterbatasan penting lainnya dalam kultur darah dengan

adanya antibiotik yang dapat mempengaruhi hasil kultur darah. Selain itu, kultur

darah dapat memakan waktu yang lama untuk isolasi dan identifikasi S.typhi.

Adanya bekuan darah dan volume sampel yang kurang dapat mempengaruhi hasil

kultur darah.(16,17,18) Data dari Peta Bakteri Laboratorium Mikrobiologi RSHS

pada tahun 2014 semester pertama, menunjukkan jumlah pemeriksaan kultur

darah dari 287 pasien dengan hasil kultur darah positif sebanyak 24 pasien (8.4%

dari hasil positif kultur darah), sedangkan untuk hasil kultur darah positif S.typhi

sebanyak 3 pasien (1% dari hasil positif kultur darah), sehingga pemeriksaan gold

standar kultur darah harus ditunjang dengan pemeriksaan lain untuk menegakkan

diagnosis demam tifoid. Selain itu, sensitivitasnya sangat diperlukan dalam

metode pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis. Sensitivitas merupakan


3

proporsi hasil pemeriksaan yang menunjukkan hasil positif baik pada metode

baku emas maupun pada metode yang diuji dibandingkan dengan seluruh hasil

positif pada metode baku emas saja. Sensitivitas digunakan untuk menentukan

tingkat konsentrasi terendah dari suatu substansi yang dapat dideteksi atau

perubahan konsentrasi terkecil suatu substansi yang dapat dideteksi

perubahannya.(19)

Hal ini menyebabkan beberapa peneliti sudah mulai menganjurkan

menggunakan metode molekuler Polymerase Chain Reaction (PCR) sebagai

alternatif lain dalam mendiagnosis demam tifoid. Polymerase chain reaction

(PCR) merupakan teknik untuk membuat salinan DNA oleh enzim DNA

polimerase secara in-vitro.(20-26) Jumlah bakteri yang rendah dalam darah pasien

tifoid (diperkirakan rata-rata 0,3 CFU/mL darah) dapat menghalangi kemajuan

teknis di bidang ini.(27,28) Salah satu metode alternatif yang cepat untuk

mendeteksi Salmonella sp yaitu menggunakan metode Real-time PCR (RT-PCR).

RT-PCR memiliki keuntungan berupa waktu prosesnya relatif lebih singkat, tidak

karsiogenik, tidak dipengaruhi penggunaan antibiotik, sensitivitasnya lebih tinggi

sehingga memungkinkan untuk mendeteksi target dengan konsentrasi rendah, dan

range deteksi yang lebih lebar disertai kurva amplifikasi untuk memudahkan

interpretasi. Keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati pada grafik yang

muncul sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari probe (penanda).(29-33)

Pada tahun 2015 di Amerika, Tennant S.M, dkk, berhasil mengembangkan

metoda RT-PCR untuk mendeteksi S. typhi dan S. paratyphi A dalam darah,

namun hasil sensitivitasnya 40% seperti pada pemeriksaan kultur darah. Ketika
4

DNA template dibuat dari spesimen darah dengan jumlah bakteri yang rendah,

seperti dalam darah pasien demam tifoid, maka kemungkinan hasil dari RT-PCR

PCR adalah negatif palsu.(34) Untuk mengatasi keterbatasan ini, maka digunakan

pra-inkubasi kultur darah sebelum amplifikasi PCR dilakukan. Salah satu metode

untuk meningkatkan sensitivitas dalam mendeteksi S.typhi dari darah adalah

dengan menggunakan oxgall sebagai media kultur selektif.(35) Media kultur ini

unggul dalam menghambat aktivitas bakterisida darah dan kemampuannya dalam

melepaskan bakteri intraseluler.(36) Baru-baru ini, dikembangkan penelitian

metoda blood culture-PCR dengan menggabungkan pre-incubation singkat oxgall

bersama dengan amplifikasi PCR dari S. typhi. Penggabungan oxgall sebagai

media selektif S.typhi dengan metode PCR bertujuan untuk mengurangi waktu

penyelesaian dalam diagnostik dan dapat meningkatkan hasil sensitivitas yang

lebih tinggi.(37,38) Liqing Zhou L, dkk, pada 2016, menunjukkan penggunaan

oxgall pre-incubation selama 6-9 jam dapat meningkatkan jumlah bakteri

sehingga dapat dijadikan diagnosis demam tifoid.(39)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Perbandingan Sensitivitas Metode Real-time PCR Salmonella

sp Sebelum dan Sesudah Penggunaan Oxgall dengan Metode Kultur Darah pada

Pasien Demam Tifoid”


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah

penelitian adalah “Bagaimana perbandingan sensitivitas metode Real-time PCR

Salmonella sp sebelum dan sesudah penggunaan oxgall dengan metode kultur

darah pada pasien demam tifoid?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan sensitivitas

metode Real-time PCR Salmonella sp sebelum dan sesudah penggunaan oxgall

dengan metode kultur darah pada pasien demam tifoid

1.4 Manfaat

1. Bagi peneliti, dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapat

selama pendidikan, serta menambah wawasan pengetahuan mengenai

informasi ilmiah mengenai perbandingan sensitivitas metode Real-time PCR

Salmonella sp sebelum dan sesudah penggunaan oxgall dengan metode

kultur darah pada pasien demam tifoid

2. Bagi masyarakat, dapat memberikan informasi mengenai kemampuan

metode Real-time PCR sebelum dan sesudah penggunaan oxgall dalam

mendiagnosis demam tifoid, sehingga dapat dijadikan rekomendasi sebagai

alternatif diagnosis tifoid secara cepat dengan sensitivitas yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai