Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Demam tifoid merupakan infeksi yang mengancam nyawa,
disebabkan oleh Salmonella enterica serovar Typhi (disebut juga
Salmonella Typhi) yaitu suatu bakteri Gram-negatif enterik
(Enterobaeteriaceae) berbentuk batang, tidak berspora, memiliki kapsul
dan flagel, dan bersifat patogen fakultatif intraseluler. 1,2,3 Penyakit demam
typhoid memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi di seluruh dunia,
memberikan beban ekonomi untuk biaya pengawasan, pencegahan, dan
pengobatan di negara-negara maju dan negara-negara berkembang,
seperti negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara, sebagian Afrika dan
Amerika Latin.4,5,6 Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia yang timbul secara sporadik endemik dan ditemukan sepanjang
tahun. Insidensi demam tifoid di Indonesia cukup tinggi akibat tingginya
urbanisasi, kontaminasi sumber air, resistensi antibiotik, dan penegakkan
diagnosis terlambat, dan vaksinasi yang belum tersedia di sebagian besar
fasilitas pelayanan kesehatan.1,7
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama di
dunia. Lazim di temukan di berbagai belahan dunia yang memiliki
keterbatasan akses ke sarana air bersih dan kurangnya sanitasi, seperti di
India, Nepal, Pakistan.5 Diseluruh dunia, terdapat 9 juta kasus demam
tifoid dan dengan total 110.000 kasus kematian (2019). Negara-negara
yang memiliki insidensi tinggi (100/100.000 populasi per tahun) terletak di
Asia Tenggara dan Asia bagian selatan serta di area pulau-pulau
Pasifik.1,6 Populasi anak merupakan populasi tertinggi kejadian demam
tifoid.1,7
Dosis infeksi atau jumlah S. typhi yang menyebabkan seseorang
sakit bervariasi antara 103 sampai 106 sel. Salmonella typhi harus mampu
bertahan hidup di lambung yang mempunyai pH rendah untuk menginfeksi

1
usus halus. Makanan atau minuman yang terkontaminasi menjadi
perantara S. typhi masuk ke dalam usus halus. Dalam usus halus, S, typhi
menempel pada sel mukosa kemudian menginfeksi mukosa. S. typhi
masuk ke dalam epitelium mukosa dengan cara enterosit, kemudian
menembus dinding usus sehingga mencapai folikel usus halus.
Selanjutnya melalui saluran limfe mesenterik masuk ke aliran darah
secara sistemik (disebut bakteremia ke-1) lalu mencapai retikulo endotelial
dan jaringan tubuh. Dari sana, bakteri kembali masuk ke aliran darah
sistemik (disebut bakteremia ke-2) dan gejala klinis menjadi tampak.
Waktu inkubasi adalah antara 7 sampai 14 hari dan waktu ini tergantung
dari jumlah bakteri, virulensi, dan respon daya tahan tubuh manusia
(Christenson 2013; Lee et al. 2015).
Demam tifoid adalah penyakit demam akut yang mengancam jiwa.
Tanpa perawatan, tingkat fatalitas kasus demam typhoid dapat mencapai
10-30%, fatalitas akan turun menjadi 1-4% apabila dilakukan terapi.
Secara klinis, demam tifoid sulit dibedakan dari beberapa penyakit infeksi
lainnya, seperti infeksi virus dengue, malaria, meningitis, TB paru, dan
penyakit demam lainnya. Gejala umum penyakit ini yaitu demam
berkelanjutan, menggigil dan perut terasa sakit. Gejala tersebut sangat
umum sehingga penegakan diagnosis demam typhoid cukup sulit
dilakukan. Maka, diperlukan pemeriksaan yang dapat menunjang
diagnosis penyakit. Kecepatan dan ketepatan metode diagnostik yang
digunakan akan mempermudah pengobatan dan mencegah komplikasi
yang berat dan fatal.1,7,8 Metode deteksi Salmonella yang diinginkan
mempunyai sensitifitas untuk mendeteksi satu sel dalam sampel, cepat,
spesifik, dan akurat.9
Diagnosis demam tifoid yang akurat sangat penting bukan hanya
untuk mendiagnosis etiologi tetapi juga mengidentifikasi individu yang
berpotensi menjadi karier.10 Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan
diagnosis penyakit ini antara lain pemeriksaan kultur, serologis, molekuler,
serta pemeriksaan penunjang lain.

2
Pemeriksaan kultur baik darah, urin, feses, empedu, dan sumsum
tulang merupakan pemeriksaan yang telah ditetapkan sebagai baku emas
untuk diagnosis demam typhoid, namun seringkali memberikan hasil
negatif dan juga pengerjaannya membutuhkan waktu dan biaya yang
cukup besar. Adapun hasil negatif disebabkan beberapa faktor antara lain
pemakaian antibiotik sebelum pengambilan spesimen, waktu pengambilan
sampel serta transportasi yang lama sehingga sensitivitas pemeriksaan
juga menurun.8,11,12
Biakan empedu dari darah dapat mendeteksi sampai 70% kasus
demam tifoid pada minggu pertama sakit tanpa pemakaian antibiotik
sebelumnya. Biakan dari aspirasi sumsum tulang lebih sensitif, dapat
mendeteksi hampir 80-95% kasus tifoid, bahkan pada mereka yang sudah
mendapat terapi antibiotik sebelumnya. Namun cara ini jarang dilakukan
karena bersifat invasif. Biakan dari urin maupun feses menyokong
diagnosis klinik, namun hasil positif jarang ditemukan dan memerlukan
pemeriksaan yang berulang-ulang.8,11,12 Metode kultur mempunyai
spesifisitas yang tinggi tetapi sensitifitasnya rendah sekitar 50% sehingga
memerlukan pengembangan teknik diagnosis yang lain untuk
meningkatkan sensitifitasnya.13,14
Pemeriksaan Widal yang selama ini banyak digunakan dalam
diagnosis demam tifoid, telah terbukti mempunyai sensitifitas dan
spesifisitas rendah, sehingga tidak lagi direkomendasikan. Pemeriksaan
Tubex dan Typhidot merupakan pemeriksaan serologis yang memiliki
keunggulan dalam mendiagnosis penyakit demam typhoid dibandingkan
dengan uji lain karena pemeriksaan tersebut cepat, mudah dilakukan dan
terjangkau harganya untuk negara berkembang dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang cukup baik.15,16,17
Tubex TF merupakan suatu rapid test in vitro semi kuantatif dengan
metode inhibition magnetic binding immunoasay (IMBI) yang dapat
mendeteksi IgM yang spesifik terhadap antigen O9 Salmonella enterica
Serovar Typhi yang terdapat dalam serum penderita. Interpretasi dari hasil

3
pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif yaitu dengan membandingkan
warna yang timbul pada hasil reaksi pemeriksaan dengan wama standar
yang memiliki skor yang terdapat pada kit Tubex TF. 15 Menurut penelitian
dari Islam et al (2016), uji Tubex memiliki sensitivitas 66,7% dan
spesifisitas 88,6%.18 Kekurangan metode ini antara lain adalah reaksi
silang dengan antigen lain, variasi antigen, sensitifitas untuk beberapa
sampel dalam matriks.9,19
Uji terbaru yang juga cepat dalam mendiagnosis demam typhoid
adalah Typhidot (dot enzyme immunosorbent assay) yang mendeteksi
antibodi IgM dan IgG terhadap antigen Salmonella typhi. 16,17 Pemeriksaan
serologis Typhidot merupakan suatu pemeriksaan serologi yang
didasarkan pada deteksi antibodi spesifik IgM maupun IgG pada membran
luar protein /OMP Salmonella enterica Serovar Typhi. Pemeriksaan
menggunakan suatu membran nitroselulosa yang diisi 50-kDa spesifik
protein dan antigen kontrol. Deteksi antibodi IgM menunjukkan tahap awal
infeksi pada demam tifoid akut, deteksi IgG dan IgM menunjukkan tengah
fase demam tifoid, sedangkan adanya peningkatan IgG menandakan
infeksi yang lebih lanjut.
Pada infeksi primer IgM dapat terdeteksi pada hari ke 3-4,
sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi lebih awal pada hari
ke-2.20 Hasil positif pada pemeriksaan Typhidot didapatkan 2-3 hari
setelah infeksi. Namun, tes ini mungkin negatif palsu selama minggu ke-2
kedua penyakit akibat penurunan kadar IgM.21-23 Walaupun kultur
merupakan pemeriksaan gold standar, perbandingan kepekaan Typhidot
dibandingkan dengan metode kultur masih lebih baik. Nilai prediktif negatif
(NPV) yang tinggi dari tes ini akan berguna di daerah dengan endemisitas
tinggi.24
Metode molekuler menggunakan probe DNA spesifik untuk antigen
Vi gen salmonella typhi dan polymerase chain reaction (PCR) untuk
deteksi gen Salmonella typhi flagella. Amplifikasi asam nukleat dari isolasi
bakteri Salmonella typhi menjadi pemeriksaan dengan nilai sensitivitas

4
yang sangat baik, yakni mencapai 90%.25 Pemeriksaan molekuler tidak
umum dikerjakan karena mahal dan membutuhkan pengaturan
laboratorium yang sangat khusus, tidak semua laboratorium terfasilitasi
PCR.8
Beberapa penelitian didapatkan bahwa penderita demam tifoid
mengalami keadaan leukositosis dan eosinopenia. Walaupun tidak
spesifik sebagai penanda adanya infeksi Salmonella typhi, namun
pmeriksaan penunjang dapat dijadikan sebagai parameter pendukung
dalam diagnosis.26 Pemeriksaan kimia darah juga didapati adanya
peningkatan AST dan ALT hingga 2 – 3 kali lipat nilai normal.27
Membandingkan pemeriksaan tubex dengan typhidot perlu dilakukan
karena pemeriksaan typhidot juga mudah didapat dan murah dengan hasil
yang cepat. Juga memiliki sensitif dan spesifisitas yang baik. Sehingga
dapat menjadi pilihan selain pemeriksaan tubex.
Sulawesi Selatan khususnya merupakan daerah endemis demam
tifoid Belum prnah dilakukan penelitian membandingkan tubex dan
typhidot dengan kultur darah sebagai baku emas di Sulawesi Selatan dan
masih sedikit yang meneliti diluar sulsel.
Penelitian mengenai pemeriksaan tubex dibandingkan dengan hasil kultur
pada demam tifoid sudah banyak dilakukan. Tetapi khususnya di Sulawesi
Selatan belum pernah ada penelitian mengenai Tubex dengan kultur
demam tifoid. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan.

Penelitian sebelumnya :
Sulsel
Penelitian membandingkan tubex dengan widal
Penelitian membandingkan widal dengan kultur

Diluar Sulsel

5
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
Bagaimana efektivitas pemeriksaan Tubex dan Typhidot dibandingkan dengan
kultur darah sebagai baku emas pemeriksaan diagnosis demam typhoid pada
anak di Makassar ?

I.3 Tujuan Penelitian


I.3.1 Tujuan Umum
Menilai efektivitas pemeriksaan Tubex dan Typhidot dibandingkan dengan kultur
darah sebagai baku emas pemeriksaan diagnosis demam tifoid pada anak di
Makassar.

I.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga
negatif pemeriksaan Tubex TF dalam mendiagnosis demam tifoid.
2. Mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga
negatif pemeriksaan Typhidot dalam mendiagnosis demam tifoid.
3. Mengetahui perbandingan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan
Tubex TF dengan Typhidot dibandingkan dengan pemeriksaan
kultur darah dalam mendiagnosis demam tifoid.
4. Mengetahui angka kejadian infeksi demam tifoid pada masa
lampau.
5. Menentukan cut-off point titer Tubex TF dalam mendiagnosis
demam Tifoid.

I.4 Hipotesis
Pemeriksaan Typhidot lebih sensitif dan spesifik dibandingkan pemeriksaan
Tubex TF dalam mendiagnosis demam tifoid secara cepat dan tepat.

I.5 Manfaat Penelitian

6
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu
meningkatkan pengetahuan kita tentang berbagai metode yang
digunakan dalam diagnosis demam tifoid.
2. Memberikan informasi baru tentang efektivitas pemeriksaan tubex
dan typhidot dalam diagnosis demam tifoid khususnya pada
populasi di Sulawesi Selatan.
3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk membandingkan
efektivitas pemeriksaan modalitas typhidot IgG/IgM dengan
Typhidot-M
4. Manfaat untuk pengembangan / pemecahan masalah medis
5. Manfaat untuk data penelitian selanjutnya dibidang infeksi dan
penyakit tropis khususnya mengenai penyakit demam tifoid pada
anak di Sulawesi Selatan.

Anda mungkin juga menyukai