Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adlah komponen
lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil
panas. Kuman ini dapat hidup lama di air yang kotor, makanan tercemar, dan alas tidur yang kotor. Siapa
saja dan kapan saja dapat menderita penyakit ini. Termasuk bayi yang dilahirkan dari ibu yang terkena
demam tifoid. Lingkungan yang tidak bersih, yang terkontaminasi dengan Salmonella typhi merupakan
penyebab paling sering timbulnya penyakit tifus. Kebiasaan tidak sehat seperti jajan sembarangan, tidak
mencuci tangan menjadi penyebab terbanyak penyakit ini. Penyakit tifus cukup menular lewat air seni atau
tinja penderita. Penularan juga dapat dilakukan binatang seperti lalat dan kecoa yang mengangkut bakteri
ini dari tempat-tempat kotor.
Masa inkubasi penyakit ini rata-rata 7 sampai 14 hari. Manifestasi klinik pada anak umumnya bervariasi.
Demam adalah gejala yang paling utama di antara semua gejala klinisnya. Pada minggu pertama, tidak
ada gejala khas dari penyakit ini. Bahkan, gejalanya menyerupai penyakit infeksi akut lainnya. Gejala yang
muncul antara lain demam, sering bengong atau tidur melulu, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan
menurun, sakit perut, diare atau justru sembelit (sulit buang air besar) selama beberapa hari. Peningkatan
suhu bertambah setiap hari. Setelah minggu kedua, gejala bertambah jelas. Demam yang dialami semakin
tinggi, lidah kotor, bibir kering, kembung, penderita terlihat acuh tidak acuh, dan lain-lain.
S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Setelah mencapai usus, Salmonella typhosa
menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES,
terjadilah bakteriemi II. Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal
(patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler,
inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll. Imunulogi. Humoral lokal, di usus diproduksi IgA
sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik,
diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk
membunuh Salmonalla intraseluler
Banyak orang yang tidak terlihat sakit tapi berpotensi menyebarkan penyakit tifus. Inilah yang disebut
dengan pembawa penyakit tifus. Meski sudah dinyatakan sembuh, bukan tidak mungkin mantan penderita
masih menyimpan bakteri tifus dalam tubuhnya. Bakteri bisa bertahan berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun. Sebagian bakteri penyebab tifus ada yang bersembunyi di kantong empedu. Bisa saja bakteri ini
keluar dan bercampur dengan tinja. Bakteri ini dapat menyebar lewat air seni atau tinja penderita.
Manifestasi klinis
Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan
sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid
berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.
1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi, sehingga pada
minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari.
2. Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali,
splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.
3. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma.
Berbagai tanda dan gejala yang bisa timbul :
demam tinggi dari 39° sampai 40 °C (103° sampai 104 °F) yang meningkat secara perlahan
tubuh menggigil
denyut jantung lemah (bradycardia)
badan lemah (“weakness”)
sakit kepala
nyeri otot myalgia
kehilangan nafsu makan
konstipasi
sakit perut
pada kasus tertentu muncul penyebaran vlek merah muda (“rose spots”)
Penyakit yang mirip (Diagnosis Banding)
Influenza
Malaria
Bronchitis
Sepsis
Broncho Pneumonia
I.S.K (Infeksi Saluran kencing)
Gastroenteritis (infeksi Saluran Cerna: muntah atau diare)
Keganasan : – Leukemia
Tuberculosa – Lymphoma
Diagnosis
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat oleh pemeriksaan
laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih dilakukan berbagai penelitian yang menggunakan berbagai
metode diagnostik untuk mendapatkan metode terbaik dalam usaha penatalaksanaan penderita demam tifoid
secara menyeluruh
Berbagai metode diagnostik masih terus dikembangkan untuk mencari cara yang cepat, mudah dilakukan
dan murah biayanya dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Hal ini penting untuk membantu usaha
penatalaksanaan penderita secara menyeluruh yang juga meliputi penegakan diagnosis sedini mungkin
dimana pemberian terapi yang sesuai secara dini akan dapat menurunkan ketidaknyamanan penderita,
insidensi terjadinya komplikasi yang berat dan kematian serta memungkinkan usaha kontrol penyebaran
penyakit melalui identifikasi karier.
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat
kelompok, yaitu : pemeriksaan darah tepi; pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; uji
serologis; dan pemeriksaan kuman secara molekuler.
Identifikasi kuman melalui isolasi atau biakan
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah,
urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis
penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,
sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.
Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam
tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan
meliputi jumlah darah yang diambil; perbandingan volume darah dari media empedu; dan waktu
pengambilan darah.
1. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintetstinal
1. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan
sindrom uremia hemoltilik.
3. Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.
4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-
Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
Pada anak-anaka dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi
pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna.
Pencegahan
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi. Termasuk cara
umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat
menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah).
Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar
Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling)
minuman/makanan. (Darmowandowo, 2006)
Vaksinasi tifoid sangat dianjurkan untuk mencegah penyakit. Apalagi jika si kecil terkenal doyan jajan. Juga,
anak balita yang sudah pandai �nenangga�, atau yang belum bisa cebok dengan benar. Vaksinasi harus
diperkuat setiap 3 tahun. Ini karena setelah kurun waktu itu, kekebalan terhadap penyakit tifus akan
berkurang. Umumnya, seusai divaksinasi, tubuh akan kebal, atau kalupun terkena maka penyakit yang
menyerang tidak sampai membahayakan anak
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang diinaktivasi (kuman yang
mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan
secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanta
direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi,
orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium.
Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari dua tahun.
Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu
sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap
dua tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit.
Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari 6 tahun. Empat
dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan
sekurang-kurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk
bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-orang yang masih memiliki resiko terjangkit.
Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus menunggu. Yang tidak boleh
mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat
diberi dosis vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya. Orang yang
tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi
berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki
sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan
vaksin tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang
menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan dengan obat-obatan yang
mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan
orang yang mendapatkan perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh
diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik.
Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem serius seperti reaksi alergi yang
parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem
serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan yang
dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang per 100) kemerahan
atau pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi
ringan yang dapat terjadi adalah demam atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-
muntah atau ruam-ruam (jarang terjadi).
PENDAHULUAN
Lingkungan yang bersih adalah lingkungan yanhg sehat. Apabila lingkungan sehat maka bakteri dan virus akan
lebih sedikit berkembang biak disana. Begitupun dengan bakterisalmonella typhi penyebab demam tifod akan
lebih banyak terdapat pada lingkungan yang kotor dan tingkat perilaku hidup bersih sehat sangat kurang
sehingga kuman tersebut akan banyak terdapat disana. Kurangnya menjaga kebersihan lingkungan dan
rendahnya kesadaran mastarakat dalam berperilaku hidup bersih sehat akan menjadi bimerang bagi masyarakat
itu sendiri, khususnya lingkungan mereka akan lebih rentan terkena penyakit.
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
Thypi.Kuman Salmonella Typi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu
food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar
kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk kedalam
lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian
distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial.
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah bagaimana pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem gastrointestinal khususnya pada pasien demam tifoid.
1. Tujuan Penulisan
2. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mempelajari dan memahami konsep materi mengenai sistem gastrointestinal dan
gangguannya, khusunya mengenai demam tifoid.
1.3 Tujuan Khusus
7. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien yang menderita
demam tifoid.
8. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan kepada pasien yang menderita demam
tifoid.
10. Mampu menyebutkan dan memahami anatomi serta fisiologi sistem gastrointestinal.
1.4 Manfaat
1. Keilmuan / Teori
Menambah ilmu pengetahuan terutama dalam keperawatan keluarga yang berhubungan dengan penyakit
demam tifoid.
Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tanda-tanda dan gejala serta penyebab penyakit demam tifoid di
masyarakat sehingga dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit tersebut.
BAB II
ISI
1. 1. Definisi
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi(Arief Maeyer, 1999
).
Tifoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan
oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara oral melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada
sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum.
(Soegeng Soegijanto, 2002)
Susunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulus
(lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor (usus besar ), rektum dan anus. Pada kasus demam
tifoid, salmonella typi berkembang biak di usus halus (intestinum minor). Intestinum minor adalah bagian dari
sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya ± 6 m,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari :
lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang
(muskulus longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum disebut juga usus dua belas jari,
panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari
bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit yang disebut papila vateri. Pada papila vateri
ini bermuara saluran empedu (duktus koledikus) dan saluran pankreas (duktus wirsung/duktus pankreatikus).
Dinding duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut
kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan
panjang ± 2 meter dari ileum dengan panjang 4 – 5 m. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding
abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesenterika superior,
pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk mesenterium. Sambungan
antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium
ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis
atau valvula baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tidak masuk kembali ke dalam
ileum.
Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel, termasuk banyak leukosit. Disana-sini terdapat beberapa
nodula jaringan limfe, yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ilium terdapat kelompok-kelompok nodula itu.
Mereka membentuk tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang panjangnya
satu sentimeter sampai beberapa sentimeter. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan
merupakan tempat peradangan pada demam usus (tifoid). Sel-sel Peyer’s adalah sel-sel dari jaringan limfe dalam
membran mukosa. Sel tersebut lebih umum terdapat pada ileum daripada yeyenum. ( Evelyn C. Pearce, 2000).
Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung dalam usus halus melalui dua saluran, yaitu
pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisi
lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama jaringan limfoid seluruhnya diliputi
membran dasar dan ditutupi oleh epitelium.
Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang di absorbsi ke
dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan
oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan. Fungsi usus halus :
1. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran
– saluran limfe.
Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan. Enzim
yang bekerja ialah :
2.Etiologi
Penyebab demam tifoid dan demam paratifoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi B danS.paratyphi C.
(Arjatmo Tjokronegoro, 1997). Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam tifoid
dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Kuman Salmonella typi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan
limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran
limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-
kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman salmonella typi lain
mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.
Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.
Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi
kemudian berdasarkan penelitian ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab
utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin salmonella typi berperan pada
patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella
typi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang
sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang meradang.
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi. Perbedaaan
ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu
gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas
dengan komplikasi dan kematian hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalamanpun
dapat mengalami kesulitan membuat diagnosis klinis demam tifoid.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F
yaitu food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan
muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut
dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang
yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman
masuk kedalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke
usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak,
lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-selretikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa,
usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia.Tetapi
berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama
demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karenamembantu proses inflamasi
lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypidan endotoksinnya merangsang sintetis dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung
jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalamkeadaan asimtomatis.
(Soegeng soegijanto, 2002).
Patway
4. Manifestasi Klinik
1. Masa tunas 10 – 20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika
2. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,
3. Demam. Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak
tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien
terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali
4. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan.
5. Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai
somnolen, jarang terjadi stupor atau koma (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan).
6. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam.
5.Komplikasi
1. a. Komplikasi Intestinal
I. Pendarahan usus
1. b. Komplikasi ektra-intestinal
2. Komplikasi kardiovaskuler
3. Komplikasi darah
4. Komplikasi paru
6. Komplikasi ginjal
7. Komplikasi neuropsikiatrik
Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, lebih sering ditemukan
dalam urine dan feces dalam waktu yang lama.
Pemeriksaan widal
Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis thypoid abdominalis secara pasti.
Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya. (diperlukan darah vena
sebanyak 5 cc untuk kultur dan widal)
b. Pemeriksaan sumsum tulang belakang
Terdapat gambaran sumsum tulang belakang berupa hiperaktif Reticulum Endotel System (RES) dengan adanya
sel makrofag.
Pasien thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan, observasi dan diberikan
pengobatan yakni :
Isolasi pasien.
Desinfeksi pakaian.
Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah, anoreksia dan
lain-lain.
Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat total),
kemudian boleh duduk jika tidak panas lagi, boleh berdiri kemudian berjalan diruangan.
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas, susu 2 gelas sehari, bila kesadaran
pasien menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik
dapat juga diberikan makanan biasa.
c. Obat
Cloramphenicol
Cloramphenicol masih merupakan obat utama untuk pengobatan thypoid.
Dosis untuk anak : 50 – 100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3 hari bebas panas/minimal 14 hari.
Kotrimaksasol
Dosis untuk anak : 8 – 20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari bebas panas/minimal 10 hari.
Bila terjadi ikterus dan hepatomegali : selain Cloramphenicol juga diterapi dengan ampicillin 100 mg/kg
1. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
1. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing
kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan
hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala
kebutuhan klien dibantu.
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan
serta tidak terdapat suatu waham paad klien.
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest
total.
h) Pola penanggulangan stress
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410 C, muka kemerahan.
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada
abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan,
dispnea.
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii.
5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
6. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu
tubuh.
3. Intervensi Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan, dispnea.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3X24 jam pola napas efektif
Intervensi keperawatan
R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan peningkatan kebutuhan oksigen
R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan
1. Dorong penggunaan teknik napas dalam
1. Kolaborasi
R/: Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia. Bila pernapasan/oksigenasi tidak adekuat, ventilasi
mekanik sesuai kebutuhan.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, suhu tubuh normal.
Intervensi Keperawatan
R/: Pemberian kompres dapat menyebabkan peralihan panas secara konduksi dan membantu tubuh untuk
menyesuaikan terhadap panas
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik menghambat
pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
Intervensi keperawatan
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri
dipersepsikan.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan otot-otot.
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
1. Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi, aktivitas hiburan
yang tepat
1. Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam, pola tidur efektif
Intervensi Keperawatan
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami, memudahkan intervensi
selanjutnya
1. Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung sebelum tidur
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam, tidak terjadi defisit volume cairan
Kriteria hasil : Tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi Keseimbangan intake dan output dengan urine normal
dalam konsentrasi jumlah
Intervensi Keperawatan
1. Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek dari
kehilangan cairan
1. Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah
1. Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan yang hilang
f. Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, nausea,
intake inadekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam kekurangan nutrisi tidak
terjadi
Intervensi keperawatan
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi selanjutnya
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
1. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan klien
1. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung gas/asam,
pedas
R/: dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan
nutrisi
1. Kolaborasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, pola eliminasi kembali normal
Intervensi Keperawatan
R/: Sebagai data dasar gangguan yang dialami, memudahkan intervensi selanjutnya
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan fekalit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, persepsi sensori dipertahankan
Intervensi Keperawatan
R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi pasien
R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan meningkatkan resiko cedera
1. Kolaborasi
R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan sebelum intervensi
terapeutik dapat dimulai
i. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, tidak terjadi kelemahan
Intervensi Keperawatan
R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan kenyamanan
Intervensi keperwatan :
R/: Membantu dalam mengantisipasi / merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
1. Anjurkan klien dan keluarga untuk tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut klien
R/: Kebersihan mulut dapat meningkatkan kenyamanan dan selera makan dan kesehatan pencernaan.
1. Anjurkan orang tua klien untuk mengganti pakaian klien setiap hari
1. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang pentingnya menjaga kebersihan diri
R/: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif klien dan keluarga dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan
E. Evaluasi
Bebas demam
Mukosa lembab
1. Tidak terjadi gangguan pola tidur dengan kriteria:
1. Gangguan persepsi sensori teratsi ditandai dengan tidak terjadi gangguan kesadaran
Konsistensi lunak
1. Kelemahan tearatasi ditandai dengan klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari secara mandiri
1. Gangguan personal hygiene teratasi ditandai dengan klien tampak rapi dan tampak segar
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 2), Jakarta, Salemba Medika.
Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 1), Jakarta, Salemba Medika.
Nursalam dkk, (2005), Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta, Salemba Medika.
Pearce C, (2004), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta, PT. Gramedia.
Saifuddin, (2006), Anatomi Fisilogi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Share this:
Twitter1
Facebook5
Berikan Balasan
12 SARAF (NERVUS)
A RSIP
Februari 2013
K A TE G ORI
Uncategorized
M E TA
Mendaftar
Masuk log
RSS Entri
RSS Komentar
Blog di WordPress.com.