Anda di halaman 1dari 12

SYSTEMATIC REVIEW: EFEKTIVITAS UJI TUBEX

DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) UNTUK


DIAGNOSIS DEMAM TIFOID

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh:
Ilda Rumfot
1611304040

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
SYSTEMATIC REVIEW: EFEKTIVITAS UJI TUBEX
DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) UNTUK
DIAGNOSIS DEMAM TIFOID

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar


Sarjana Terapan Kesehatan
Program Studi Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medis
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh:
Ilda Rumfot
1611304040

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
EFEKTIVITAS UJI TUBEX DAN POLYMERASE
CHAIN REACTION (PCR) UNTUK DIAGNOSIS
DEMAM TIFOID 1)
Ilda Rumfot2), Nazula Rahma Shafriani3)
ABSTRAK
Latar Belakang: Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi. Bakteri Salmonella typhi adalah bakteri gram negatif,
bentuk batang, tidak membentuk spora memiliki kapsul dan flagel. Pemeriksaan
Tubex merupakan pemeriksaan serologis yang memiliki keunggulan dalam
mendiagnosis penyakit demam tifoid dibandingkan dengan uji lain karena
pemeriksaan tersebut, memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik.
Sedangkan Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) mendeteksi DNA
(asam nukleat) gen flagelin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi
asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction. Kultur
darah merupakan pemeriksaan yang telah ditetapkan sebagai baku emas untuk
diagnosis demam tifoid.
Tujuan: Menilai efektivitas pemeriksaan Tubex dan Polymerase Chain Reaction
(PCR) untuk diagnosis demam tifoid.
Metode Penelitian: Metode penelitian ini adalah systematic review/literature
review dengan menggunakan data sekunder atau literatur berupa jurnal yang
memenuhi kriteria dan relevan dengan masalah penelitian. Kriteri jurnal yang
digunakan yaitu jurnal publikasi tahun 2010-2020 yang akses full text dalam format
pdf. Strategi penelusuran literatur dilakukan dengan menggunakan kata kunci yang
mengacu pada pola kerangka alat pencari yaitu PICO (Population/Patient,
Intervention, Comparison, Outcome). Kata kunci yang digunakan adalah Tifoid
Fever, Tubex, Blood Culture, Sensitivity Specificity dan Fever, PCR, Blood
Culture, Sensitivity Specificity.
Hasil Penelitian: Hasil penelusuran literatur diperoleh 10 jurnal yang terdapat nilai
sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan Tubex dan Polymerase Chain Reaction
(PCR). Data dari 10 jurnal tersebut diolah dan didapatkan nilai sensitivitas dan
spesifisitas Tubex adalah 73,6% dan 92,98%. Sedangkan nilai sensitivitas dan
spesifisitas Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah 53,8% dan 93,9%.
Simpulan: Pemeriksaan Tubex dan Polymerase Chain Reaction (PCR) memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik apabila dibandingkan dengan kultur
darah sebagai baku emas pemeriksaan demam tifoid. Pemeriksaan Tubex dan
Polymerase Chain Reaction (PCR) lebih baik dalam spesifisitasnya.
Saran: Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efektivitas metode Tubex
dibandingkan dengan PCR dan Kultur Darah sebagai baku emas pemeriksaannya.
Kata kunci : Demam tifoid, Tubex, PCR, Kultur Darah, Sensitivitas, Spesifisitas
Kepustakaan : 43 buah (2001-2019)
_____________________________________
Keterangan:
1)
Judul skripsi
2)
Mahasiswa Teknologi Laboratorium Medis Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
3)
Dosen Teknologi Laboratorium Medis Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
THE EFFECTIVENESS OF TUBEX AND POLYMERASE
CHAIN REACTION (PCR) TESTS TO DIAGNOSE THE
TYPHOID FEVER1)
Ilda Rumfot2), Nazula Rahma Shafriani3)
ABSTRACT
Background: Typhoid fever is a systemic infectious disease caused by the bacteria
of Salmonella typhi. Salmonella typhi is a gram-negative bacterium, rod-shaped,
does not form a spore, and has a capsule and flagellum. Tubex examination is a
serological test that has supremacy in diagnosing typhoid fever compared to other
tests because it has good sensitivity and specificity. Meanwhile, the examination of
Polymerase Chain Reaction (PCR) detects DNA (Nucleic acids) flagellin gene of
S.typhi bacterial in the blood using nucleic acid hybridization or DNA amplification
by a polymerase chain reaction. Blood culture is the test that has been set as the
golden basic in the diagnosis of typhoid fever.
Aim: The study aimed to assess the effectiveness of Tubex and Polymerase Chain
Reaction (PCR) in diagnosing typhoid fever.
Method: A review was done at his research method is a systematic review /
literature review using secondary data or literature in the form of journals that meet
the criteria and are relevant to the research problem. The journal criterion used is
the published journals in 2010-2020 which accesses full text in pdf format. The
literature search strategy is carried out. The literature search strategy is carried out
using keywords that refer to the search tool framework pattern, namely PICO
(Population / Patient, Intervention, Comparison, Outcome). The key words used
were Typhoid Fever, Tubex, Blood Culture, Sensitivity Specificity and Fever, PCR,
Blood Culture, Sensitivity Specificity.
Result: The result of the literature search was gotten 10 journals which consisted
of sensitivity value, the specificity of Tubex examination, and Polymerase Chain
Reaction (PCR). The data of 10 journals were analyzed and got the sensitivity and
specificity values of Tubex equal to 73,6% and 92,9%. Meanwhile, sensitivity and
specificity values of Polymerase Chain Reaction (PCR) were 53,8% and 93,9%.
Conclusion: The examination of Tubex and Polymerase Chain Reaction (PCR)
examination has a fairly good sensitivity and specificity when compared to blood
culture as the gold standard for examining typhoid fever. Tubex and Polymerase
Chain Reaction (PCR) examinations are better in specificity. Suggestion: It is
suggested to do further research about the effectiviness of Tubex method compared
to PCR and blood culture as the blood culture in the tests.
Keywords : Typhoid Fever, Tubex, PCR, Blood Culture, Sensitivity,
Specificity References : 43 References (2001-2019)

Information:
1) Title
2) Student of Medical Laboratory Technology at Universitas‘Aisyiyah Yogyakarta
3) Lecturer of Medical Laboratory Technology at Universitas‘Aisyiyah Yogyakart
PENDAHULUAN digunakan, namun spesifisitas dan
sensitivitasnya masih sangat rendah
Demam tifoid adalah penyakit sehingga tidak dianjurkan untuk
infeksi sistemik yang disebabkan diagnosis demam tifoid.
oleh bakteri Salmonella typhi. Pemeriksaan serologis yang
Bakteri Salmonella typhi adalah memiliki sensitivitas dan spesifisitas
bakteri gram negatif, bentuk batang, lebih baik dari uji widal adalah uji
tidak membentuk spora memiliki Tubex. Sedangkan uji Polymerase
kapsul dan flagel. Penyakit demam Chain Reaction (PCR) mendeteksi
tifoid masih merupakan masalah DNA (asam nukleat) gen flagelin
kesehatan masyarakat negara bakteri S. typhi dalam darah dengan
berkembang di dunia, termasuk teknik hibridisasi asam nukleat
Indonesia. Hal ini berkaitan erat (Surya, 2007).
dengan kebersihan perorangan, Pemeriksaan Tubex adalah
makanan dan minuman yang sudah pemeriksaan laboratorium yang
terkontaminasi, sanitasi lingkungan mendeteksi immunoglobulin M
yang kurang baik, serta persediaan dalam melawan antigen spesifik O9
air minum yang kurang memenuhi Salmonella typhi. Tes ini
persyaratan kesehatan (Playfair dan menggunakan metode aglutinasi
Chain, 2009). kompetitif semi kuantitatif dengan
Menurut World Health partikel berwarna sebagai tolak ukur
Organization (WHO, (2017) sekitar penegakan diagnosis (Ame, et al.,
11-20 juta orang jatuh sakit akibat 2012). Pemeriksaan Tubex
demam tifoid dan antara 128.000 sensitivitasnya mampu ditingkatkan
hingga 161.000 orang meninggal melalui penggunaan partikel
setiap tahunnya. Pada tahun 2015 berwarna, sedangkan spesifisitasnya
ada 17 juta kasus penyakit demam ditingkatkan dengan penggunaan
tifoid dan paratifoid terjadi secara antigen O9, antigen ini spesifik dan
global terutama di Afrika sub- khas pada Salmonella serogrup D.
Sahara, Asia Selatan dan Asia Tes ini mendeteksi adanya antibodi
Tenggara dengan beban dan insiden IgM. Respon terhadap antigen O9
terbesar yang terjadi di Asia Selatan berlangsung cepat karena antigen O9
(Nadyah, 2014). Indonesia bersifat imunodominan yang
merupakan negara endemik demam mampu merangsang respon imun.
tifoid. Diperkirakan terdapat 800 Hal ini menguntungkan, sebab
penderita per 100.000 penduduk deteksi anti‐O9 dapat dilakukan
setiap tahunnya yang ditemukan lebih cepat, yaitu pada hari ke 4‐5
sepanjang tahun (Widyono, 2011). (infeksi primer) dan hari ke 2‐3
Pemeriksaan laboratorium (infeksi sekunder) (Widodo, 2009).
untuk menegakkan diagnosis Pemeriksaan Polymerase
demam tifoid diantaranya adalah uji Chain Reaction (PCR) yang
tubex, uji Polymerase Chain diidentifikasi adalah antigen Vi yang
Reaction (PCR), kultur darah, uji spesifik untuk S. typhi. Studi di
widal, typhidot IgG dan IgM, Papua Nugini menunjukkan bahwa
Enzyme Linked Immunosorbent PCR sebaiknya dilakukan bersama
Assay (ELISA). Uji Widal dengan kultur darah sebagai gold
merupakan uji yang masih sering
standard untuk evaluasi diagnosis Penelitian Walter, L., et al
demam tifoid. Kelebihan PCR (2019), nilai sensitivitas pemeriksan
adalah kemampuannya mendeteksi tubex yaitu 88,9% dan nilai
organisme viable pada pasien yang spesifisitas pemeriksaan tubex yaitu
mendapatkan pengobatan antibiotik 97,6%. Menurut penelitian
(Murzalina., 2019).
Sharo, Mt., et al (2017) diagnosis demam tifoid dan bila
didapatakan nilai sensitivitas ingin mendeteksi DNA (asam
pemeriksaan PCR yaitu 40% dan nukleat) gen flagelin bakteri S. typhi
nilai spesfisistas pemeriksaan PCR dalam darah dengan teknik
yaitu 100%. Sensitivitas dan hibridisasi asam nukleat atau
spesifisitas tersebut didapatkan dari amplifikasi DNA menggunakan
hasil perbandingan dengan kultur metode PCR . Oleh karena itu, studi
darah Salmonella typhi sebagai baku komparatif pemeriksaan Tubex dan
emas pemeriksaan diagnosis demam PCR dalam mendiagnosis penyakit
tifoid. (Marleni, 2012; WHO, 2003) demam tifoid penting untuk
Berdasarkan data tentang dilakukan. Hasil Penelitian ini
jumlah kasus demam tifoid, baik diharapkan dapat memberikan
dilihat dari insiden maupun jumlah informasi kepada tenaga kesehatan,
kematiannya maka diagnosis dini khususnya Tenaga Laboratorium
demam tifoid sangat penting. Medis agar mengetahui
Diperlukan pemeriksaan yang perbandingan metode Tubex dan
memiliki akurasi tinggi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
waktu yang efisien dalam penegakan dalam mendiagnosis penyakit
demam tifoid

METODE PENELITIAN dan hasil) selanjutnya dilihat adanya


Desain Metode penelitian ini hubungan untuk melaporkan hasil
adalah systematic review. Systematic penelitian mengenai Efektivitas Uji
review adalah salah satu metode yang Tubex dan Polymerase Chain
menggunakan review, evaluasi Reaction (PCR) untuk Diagnosis
terstruktur, pengklasifikasian, dan Demam Tifoid.
pengkategorian dari evidence based- Jurnal yang diinklusi
evidence based yang telah dihasilkan kemudian diolah menggunakan
sebelumnya. Sumber data penelitian software SPSS 26 untuk mengetahui
ini adalah sumber data sekunder, yang nilai mean, median, standar
berasal dari literatur yang diperoleh deviation, minimum dan maximum
melalui internet database (Google dari nilai sensitivitas, spesifisitas
Scholar dan PubMed) publikasi mulai pemeriksaan Tubex dan Polymerase
tahun 2010-2020 minimal 10 jurnal Chain Reaction (PCR).
yng akses full text dalam format pdf.
Identifikasi literatur dilakukan
dengan kriteria eligibilitas PICO HASIL DAN PEMBAHASAN
(masalah, intervensi, perbandingan 1. Efektivitas Metode Tubex
Berdasarkan jurnal yang pemeriksaan senstivitas dan
direview, didapatkan 5 jurnal hasil spesifisitas. Data jurnal
pemeriksaan Tubex diringkas
pada tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3 Matriks Sintesis Literatur Pemeriksaan Tubex

Penulis Tahun Negara Sensitivitas Spesifisitas


(%) (%)
Kamran, K., et al 2017 Pakistan 41,86 95,7
Andrew, T., et al 2015 Zimbawe 100 94,1
Valentine, S., et al 2012 Papua 77,3 87,4
Nugini
Walter, L., et al 2019 Kenya 88,9 97,6
Kamrul, I., et al 2016 Bangladesh 60,2 89,9

SD, minimum dan maximum dari


Data hasil rerata nilai sensivitas hasil pemeriksaan Tubex yaitu
dan spesifisitas dari 5 jurnal yang nilai sensitivitas dan spesfisitas
direview diolah menggunakan yang disajikan pada tabel 4.4
Software SPSS 26 untuk dibawah ini:
mengetahui nilai mean, median,

Tabel 4.4 Analisis efektivitas pemeriksaan Tubex berdsarkan Jurnal yang


direview

Pengukuran Sensitivitas Spesifisitas


Mean 73,6 92,98
Median 77,3 94,1
SD 23,07 4,23
Minimum 41,9 87,4
Maximum 100,0 97,6

sedangkan partikel lain bersifat


Pemeriksaan Tubex adalah spesifik yang dilapisi S.typhi LPS
pemeriksaan yang menggunakan (Nugraha, et al., 2012).
metode inhibition assay atau uji Nilai rata-rata dari rerata 5
penghambatan yaitu untuk jurnal literatur yang disintesis
mendeteksi anti-O9 dari pasien berdasarkan olah data jurnal yang
demam tifoid berdasarkan direview menggunakan Software
kemampuan antibodi dalam SPSS 26, didapatkan rerata
menghambat ikatan spesifik sensitivitas pemeriksaan Tubex
antara sepasang mikrosfer. Salah yaitu 73,6±23,0 (CI:60 – 96,7).
satu partikel yaitu berupa Rata-rata dari rerata sensitivitas
indikator yang berwarna biru dari 5 jurnal literatur yaitu
yang dilapisi oleh antibodi 73,6%. Standar deviasi yaitu
monoklonal spesfik O9 23,0. Nilai standar deviasi
digunakan untuk menghitung jumlah sebaran data, sehingga
jumlah sebaran data, sehingga didapatkan hasil rentang sebaran
didapatkan hasil rentang sebaran data yaitu 88,7 sampai 97,2.
data yaitu 60 sampai 96,7. Hasil Hasil tersebut menandakan
tersebut menandakan, kemampuan rata-rata
kemampuan rata-rata pemeriksaan Tubex untuk
pemeriksaan Tubex dalam menyatakan pasien yang tidak
memberikan hasil positif pada terinfeksi salmonella sebagai
pasien yang terkena demam hasil negatif berkisar antara
tifoid berkisar antara 60% sampai 88,7% sampai 97,2%. Sehingga
96,7%. Sehingga 3,3% sampai 2.8% sampai 11,3% pasien
40% pasien demam tifoid akan demam tifoid akan terdeteksi
terdeteksi negatif palsu oleh positif palsu oleh pemeriksaan
pemeriksaan Tubex. Tubex. Hasil sensitivitas dan
Berdasarkan olah data jurnal spesifisitas Tubex memiliki
yang direview menggunakan rentang nilai yang cukup jauh
Software SPSS 26, didapatkan yaitu dari 60-96,7% untuk
spesifisitas rerata pemeriksaan sensitivitas dan 88,7-97,2%
Tubex yaitu 92,9±4,2 (CI: 88,7- untuk spesifisitas. Hal tersebut
97,2). Rata-rata spesifisitas dari 5 dikarenakan pengambilan data
jurnal literatur Tubex yaitu dari rerata 10 jurnal nilai
92,98%. Standar deviasi yaitu sensitivitas dan spesifisitas
4,23. Nilai standar deviasi memiliki hasil yang berbeda-
digunakan untuk menghitung beda di setiap penelitian.

2. Efektivitas Metode Polymerase spesifisitas. Data jurnal


Chain Reaction (PCR) pemeriksaan Polymerase Chain
Berdasarkan jurnal yang Reaction (PCR) diringkas pada
direview, didapatkan 5 jurnal tabel 4.5 sebagai berikut:
hasil pemeriksaan senstivitas dan
Tabel 4.5 Matriks Sintesis Literatur Pemeriksaan PCR
Penulis Tahun Negara Sensitivitas Spesifisitas
(%) (%)
Thomas, CD., et al 2017 Inggris 70 90,5
Sharon, MT., et al 2015 Pakistan 40 97,5
Tran Vu TN., et al 2010 Nepal 53,9 100
Vithiya, G., et al 2014 India 40 90,7
Stephane,., et al 2019 Bangladesh 65 91

mengetahui nilai mean, median,


Data hasil sensivitas dan SD, minimum dan maximum dari
spesifisitas dari 5 jurnal yang hasil pemeriksaan Polymerase
direview diolah menggunakan Chain Reaction (PCR) yaitu nilai
Software SPSS 26 untuk
sensitivitas dan spesfisitas yang ini:
disajikan pada tabel 4.6 dibawah

Tabel 4.6 Analisis efektivitas pemeriksaan PCR berdasarkan jurnal yang


direview
Pengukuran Sensitivitas Spesifisitas
Mean 53,8 93,9
Median 53,9 91
SD 13,86 4,48
Minimum 40 90,5
Maximum 70 100

Berdasarkan olah data jurnal Reaction (PCR) terendah pada


yang direview menggunakan peneltian Vithiya, G., et al (2014)
Software SPSS 26 dengan yaitu 63% dan nilai spesifisitas
menghitung rata-rata dari rerata 5 pemeriksaan PCR tertinggi pada
jurnal literatur PCR, didapatkan penelitian Tran, Vu TN., et al
sensitivitas pemeriksaan (2010) yaitu 100%. Berdasarkan
Polymerase Chain Reaction olah data jurnal yang direview
(PCR) yaitu 53,8±13,86 menggunakan Microsoft Excel
(CI:39,94 – 67,66). Rata-rata 2013 dengan menghitung rata-
sensitivitas dari rerata 5 jurnal rata dari rerata 5 jurnal literatur
literatur PCR yaitu 53,8%. PCR, didapatkan spesifisitas
Standar deviasinya yaitu 13,86. pemeriksaan Polymerase Chain
Nilai standar deviasi digunakan Reaction (PCR) yaitu 93,9±4,47
untuk menghitung jumlah (CI: 89,43 - 98,37). Rata-rata
sebaran data, sehingga spesifisitas dari rerata 5 jurnal
didapatkan hasil rentang sebaran literatur PCR yaitu 93,9%.
data yaitu 39,94 sampai 67,66. Standar deviasinya yaitu 4,47.
Nilai tersebut artinya Nilai standar deviasi digunakan
kemampuan rata-rata untuk untuk menghitung jumlah
menyatakan pasien yang sebaran data, sehingga
terinfeksi salmonella typhi didapatkan hasil rentang sebaran
sebagai hasil positif pada data yaitu 89,43 sampai 98,37.
pemeriksaan Polymerase Chain Nilai tersebut artinya
Reaction (PCR) berkisar antara kemampuan rata-rata untuk
39,94% sampai 67,66%. menyatakan pasien yang tidak
Sehingga 32,34% sampai 60% terinfeksi salmonella typhi
pasien demam tifoid akan sebagai hasil negaif pada
terdeteksi negatif palsu oleh pemeriksaan Polymerase Chain
pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) berkisar antara
Reaction (PCR). 89,43% sampai 98,37%.
Hasil literatur jurnal yang Sehingga 1,63% sampai 10,57%
direview nilai spesifisitas pasien demam tifoid akan
pemeriksaan Polymerase Chain terdeteksi positif palsu oleh
pemeriksaan Polymerase Chain
Reaction (PCR).
3. Perbandingan Metode Tubex Hasil dari pemeriksaan Tubex
dan Metode Polymerase Chain dan PCR berbeda-beda,
Reaction (PCR) Sebagai dikarenakan adanya bias pada
Diagnosa Demam Tifoid penelitian. Menurut Bonita
Rata-rata sensitivitas dan (2006), bias terdiri dari bias
spesifisitas dari rerata 10 jurnal seleksi, bias informasi dan bias
pemeriksaan Tubex dan PCR recall (mengingat kembali).
didapatkan nilai senstivitas rata- Sebuah penelitian bisa menjadi
rata dari rerata 5 jurnal Tubex bias pada saat memilih subjek–
lebih tinggi yaitu (73,6%) subjek penelitian (bias seleksi)
dibandingkan sensitivitas disebabkan kesalahan dalam
pemeriksaan Polymerase Chain mengelompokkan responden
Reaction (PCR) yang hanya (kelompok kasus atau kontrol).
(53,8%). Sedangkan pemeriksaan Bias dapat juga terjadi karena
Polymerase Chain Reaction informasi yang salah, atau
(PCR) memiliki nilai rata-rata disebabkan kesalahan mengingat
spesifisitas (93,9%) dan Tubex informasi pada kedua kelompok
memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Cara mengukur
spesifisitas (92,98%). Spesifisitas variabel pada penelitian, faktor
Tubex dan PCR dapat dikatakan perancu yang tidak dikendalikan
baik karena nilainya mendekati dengan baik dapat meningkatkan
100%, sedangkan untuk bias pada penelitian (Last, 2001).
sensitivitas Tubex dan PCR cukup
baik.
spesifisitas cukup baik apabila
SIMPULAN dibandingkan dengan kultur darah
Berdasarkan hasil penelitian sebagai baku emas pemeriksaan
dan pembahasan yang telah diuraikan demam tifoid.
tentang efektivitas pemeriksaan SARAN
Tubex dan Polymerase Chain Dari hasil penelitian,
Reaction (PCR) untuk diagnosis pembahasan dan kesimpulan yang
demam tifoid, peneliti dapat menarik didapat, maka saran yang dapat
kesimpulan bahwa pemeriksaan disampaikan, yaitu untuk penelitian
Tubex memiliki Sensitivitas 73,6% selanjutnya dapat meneliti tentang
dan Spesifisitas 92,8%. Pemeriksaan efektivitas efetivitas pemeriksaan
Polymerase Chain Reaction (PCR) Tubex dibandingkan dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR)
memiliki Sensitivitas 53,8% dan
dan Kultur Darah sebagai baku emas
Spesifisitas 93,9%. Tubex dan
pemeriksaan uji diagnosa demam
Polymerase Chain Reaction (PCR) tifoid.
memiliki nilai sensitivitas dan
DAFTAR PUSTAKA Test Of Typhoid Fever A
Practical Approach.
Ame S.M., Amos, B., Ley B., Mtove Indonesian Journal Of
G.M, Thriemer,K., Seidlein Clinical Pathology And
L.V., et al. (2012). Medical Laboratory, 17(2),
“Assessment and Comparative 63-66.
Analysis of A Rapid Playfair dan Chain. (2009). At a
Diagnosis test (Tubex®) for Glance: Imunologi. Edisi
the Diagnosis of Tifoid fever Sembilan. Jakarta: Erlangga
Among Hospitalized C hildren Medical Serie.
in Rural Tanzania”. BMC Surya H, S. B. (2007). Tubex TF Test
Infectious Diseases. 11(147). Compared to Widal Test in
1‐6. Diagnostics of Tifoid Fever.
Last, JM. (2001) A Dictionary of Widodo, D. (2009). Demam Tifoid.
Epidemiology. Edition F, Jakarta: InternaPublishing.
editor. New York: Oxford Widyono. (2011). Penyakit Tropis
University Press. Epidemiologi, Penularan,
Marleni, Mimi., Yulia, Iriani., Pencegahan dan
Wisman, Tjuandra., & Pemberantasannya. Edisi ke-
Theodorus. (2014). Ketepatan 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Uji Tubex TF® dalam World Health Organization (WHO).
Mendiagnosis Demam Tifoid (2003) Tifoid Fever. Dalam:
Anak pada Demam Hari ke-4. Makalew, Linda A., Vera, A
Jurnal Kedokteran dan Hemanus. 2013. Waktu
Kesehatan. Fakultas Inkubasi Pemeriksaan Widal
Kedokteran Universitas dan Antigen O Salmonella
Sriwijaya Palembang. 7(1). typhi dengan Metode Tabung.
Nadyah. (2017). Hubungan yang Jurnal Kesehatan Poltekes
Mempengaruhi Insidens Manado. Jurusan Analis
Penyakit Demam Tifoid di Kesehatan Poltekes Manado.
Kelurahan Samata Kecamatan 8(1): 77.
Somba Opu Kabupaten Gowa World Health Organization. (2017).
2013. Jurnal Kesehatan. Tifoid. Online:
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN https://www.who.int/news-
Alaudin Makassar.7(1): 306- room/fact-sheets/detail/tifoid.
307. Diakses pada tanggal 4 April
Nugraha, J., & Muljanti, M. (2018). 2020.
Diazo Test As A Screening

Anda mungkin juga menyukai