I N F LU EN C E OF M I C R O BI O L O G I C A L C U LTU R E Narasumber :
R E SU LTS O N A N TIB I O TI C C H O I C E S F O R V ET ER A N S dr. Rina Yunita, Sp. MK (K)
W I TH H O S PI TA L- A C Q U I R ED P N EU M O N I A A N D Presentator : V E N TI L ATO R - A S S O C I ATED P N EU M O N I A dr. Indah Triana Sari Pohan PENDAHULUAN Prevalensi kasus infeksi terkait perawatan di Amerika Serikat menurun antara tahun 2011-2015 kecuali kasus Pneumonia, termasuk Pneumonia yang didapat di Rumah Sakit (HAP) dan Pneumonia terkait Ventilator (VAP) Perkiraan jumlah kasus infeksi tidak berubah sekitar 25%. Kasus dikaitkan dengan durasi lama tinggal di unit perawatan intensif, rumah sakit, dan penggunaan ventilasi mekanis. Insidensi kasus kematian VAP berkisar antara 20% hingga 65% dibandingkan dengan tingkat kematian 10% hingga 35% pada penelitian kohort yang serupa. Kematian akibat VAP diperkirakan sekitar 13%. PENDAHULUAN Pedoman praktis klinis untuk managemen HAP dan VAP berdasarkan Infectius Disease Society of America (IDSA) and The American Thoracic Soeciety (ATS) merekomendasikan penggunaan hasil studi mkrobiologis sampel pernapasan untuk managemen terapi antibiotik. Untuk Pedoman managemen HAP dan VAP direkomemdasikan pengobatan antibiotik empiris sesuai dengan bakteri patogen dan pola resistensinya. Tetapi pengaruh hasil kultur pada keputusan antibiotik yang dibuat oleh klinisi sering tidak pasti. TUJUAN Untuk melihat dampak hasil mikrobiologis dari kultur saluran pernafasan dengan pilihan terapi antibiotik pada pasien yang dirawat karena pneumonia yang didapat di Rumah Sakit (HAP) atau Pneumonia terkait Ventilator (VAP). METODE Desain penelitian ini adalah studi kohort retrospective terhadap pasien yang dirawat unit perawatan kesehatan VA antara 1 oktober 2014 dan 30 September 2018. Kriteria inklusi adalah pasien dengan pasien didiagnosa pneumonia berdasarkan International Classification of Disease (ICD). Satu hari sebelum pengumpulan specimen dan 7 hari sebelum diberikan antibiotik dilakukan pemeriksaan Chest X- Ray dan CT Scan Thorax. Sampel kultur antara lain dari sputum, cairan BAL, dan aspirasi endotrakeal yang dikumpulkan > 3 hari setelah rawat inap. METODE Kriteria Ekslusi dari penelitian ini : Berdasarkan laboratorium mikrobiologi adalah kultur yang ditolak dengan alasan tanggal hasil kultur sama dengan dengan tanggal pengambilan specimen, atau kultur yang tidak diselesaikan dalam 7 hari dari pengumpulan kultur. Berdasarkan pasien adalah sampel pernapasan dikumpulkan < 2 hari masuk rumah sakit, kultur darah yang positif yang dikumpulkan < 2 hari masuk rumah sakit, pasien didiagnosa pneumonia berdasarkan ICD dalam 90 hari sebelum masuk rumah sakit dan pasien meninggal atau dipulangkan dalam 5 hari setelah pengumpulan kultur. METODE Analisa kasus insiden meliputi usia, jenis kelamin, ras, etnis, Charlson Comordity Index, lama rawat inap, semua penyebab kematian pada 30 hari dan 1 tahun, dan karakteristik antibiotik menggunakan Antibiotic Spectrum Index (ASI) Score. Untuk perbandingan antar kelompok diterapkan 3 hal yaitu : membandingkan karakteristik dan hasil diseluruh kelompok pasien, distribusi nilai ASI antara kelompok pasien dari waktu ke waktu dan proporsi pasien disetiap kelompok yang menerima kelas antibiotik yang diberikan dari waktu ke waktu. HASIL Karakteristik pasien HAP dan VAP pada Veterans Health Administration tahun 2015- 2018 Dari 5.086 pasien dengan hasil kultur positif 2.952 (58%) dan kultur negatif 2.134 (42%). Usia rata-rata adalah 69,9 tahun, kebanyakan kulit putih (74%) dan non hispanik (89%) dengan rata-dara CCI 4, kondisi komorbid penyakit paru kronis sebanyak 2.519 (50%). Spesimen kultur positif dahak sebanyak 4.049 (80%), dan BAL sebanyak 1.038 (20%). Rata- rata waktu untuk mendapatkan hasil akhir adalah 2,8 hari dan lama rawat inap dirumah sakit adalah 22 hari. HASIL Dari 2.952 kasus dengan kultur positif sebanyak 825 (21%) adalah jamur dan 547 adalah bakteri. Diantara 3.056 isolate bakteri organisme gram positif paling umum adalah Staphilococus Aureus (n= 697). Dari 638 isolate diuji kerentanan oksasilin dan 328 (51%) resisten. Semua penyebab kematian 30 hari adalah 21% untuk kedua kelompok. HASIL Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram negatif yang paling umum dilaporkan (n= 488). Kerentanan dari P. aeruginosa adalah sebagai berikut : 81% rentan terhadap imipinem, 83% rentan terhadap ciprofloxacin, 87% rentan terhadap cefexime, 87% terhadap piperacillin/tazobactam, dan 96% terhadap amikasin. Bakteri gram negatif yang dijumpai terbanyak lainnya adalah Klebsiella sp (n=387) dan E. colli (n=233) HASIL Vancomycin dan β lactamase/ inhibitor β lactamase adalah agen yang paling sering diresepkan Penurunan median ASI dari 13 menjadi 8 antara hari 0 dan 6 adalah serupa diantara pasien dengan kultur positif dan kultur negatif. DISKUSI Perbandingan antibiotik yang diberikan pada pasien VHA yang memiliki HAP/VAP menunjukkan sedikit perbendaan substantive antara pasien dengan kultur positif dan negatif. Penelitian ini menunjukkan hasil kultur tidak berpengaruh kuat pada keputusan pengobatan antibiotik. Perubahan proporsi pasien pada kelas antibiotik tertentu menunjukkan bahwa dokter memodifikasi regimen antibiotik empiris yang dipilih selama pengobatan pasien HAP/VAP. Data mikrobiologi yang dilaporkan pada penelitian ini selaras penelitian lain bahwa didapati bahwa Staphilococcus Aureus adalah pathogen yang dominan. DISKUSI Profil resistensi bakteri gram negatif mencerminkan tren penelitian sebelumnya dan menjadi tantangan dalam memilih terapi antibiotic empiris yang efektif pada pasien dengan HAP/VAP. Evaluasi faktor resiko untuk kasus organisme yang resisten terhadap banyak antibiotik dapat dijadikan panduan terbaik untuk menetukan agen mana yang dipilih untuk pengobatan empiris. KESIMPULAN Hasil kultur hanya berpengaruh kecil terhadap antibiotik yang digunakan selama pengobatan HAP dan VAP. Penurunan ASI untuk kedua kelompok menunjukkan integrasi prinsip-prinsip managemen antibiotic, termasuk de-eksalasi kedalam perawatan pasien HAP dan VAP.
Hubungan Pengobatan Antibiotik Dengan Has Il Yang Didapatkan Pada Pasien Rawat Inap Dengan Asma Eksaserbasi Yang Diobati Dengan Kortikosteroid Sistemik