Abstrak
Latar belakang: Pneumonia komunitas (CAP) salah satu penyebab kematian tertinggi pasien rawat inap. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui respons pengobatan selama perawatan pasien CAP secara empiris serta faktor yang berkaitan dengan pola bakteri, respons
pengobatan, gejala klinis, laboratorium, foto toraks, lama rawat, dan faktor komorbid di RS persahabatan.
Metode: Penelitian kohort prospektif pasien pneumonia komunitas yang menjalani rawat inap di RS Persahabatan selama 15 bulan.
Evaluasi dilakukan pada gejala klinis, hasil laboratorium, foto toraks dan hasil mikrobiologi. Sampel mikrobiologi dikumpulkan sebelum dan
sesudah pemberian antibiotik.
Hasil: Terkumpul 47 pasien, laki-laki 74,5% dan perempuan 25,5%. Rerata umur 61 tahun setelah pengobatan empiris, gejala klinis sesak
napas 51% berkurang 27,7% dan batuk 32% berkurang 23,4%. Nilai awal leukosit rerata 15,27 sel/mm3 berkurang 12,0 sel/mm3. Foto toraks
awal infiltrat 89,3% menurun 38,3%. Patogen pada sputum sebelum penggobatan Klebsiella pneumonia 34,0%. Hasil sputum pascaterapi
empiris eradikasi 91,5%. Pengobatan antibiotik tersering seftriakson. Faktor komorbid tersering keganasan rongga toraks. Lama rawat
minimal 4 hari dengan terapi sulih minimal 3 hari.
Kesimpulan: Pasien CAP paling dominan menunjukan gejala klinis sesak napas dan batuk, gambaran infiltrat pada foto toraks dan Gram-
negatif Klebsiella pneumonia pada sputum. Terjadi penurunan leukosit setelah pemberian antibiotik. (J Respir Indo. 2014; 34:60-70)
Kata kunci: pneumonia, leukosit, faktor risiko, mikroorganisme, resistensi.
Abstract
Background: Pneumonia is the first leading disease with the highest mortality in hospitalized patients. The purpose of this study are to
determine treatment responsse for the empirical treatment of CAP patients and the factors associated with patterns of bacteria, treatment
responsse, clinical symptoms, laboratory and chest X-ray, length of stay and comorbidities in Persahabatan Hospital, Jakarta.
Methods: Prospective cohort study in hospitalized community acquired pneumonia patients were evaluated at Persahabatan Hospital along
15 month. Clinical symptoms, laboratory findings, chest x-ray and microbiologic were evaluated. Microbiologic test conducted before and
after antibiotic administration.
Results: There were 47 patients, male 74.5% and female 25.5%. The average age was 61 years old. Clinical symptoms empirical before
treatment were dyspnea 51% decreased to 27.7% and cough 32% decreased to 23.4%. Leukocytes count was 15.27 cell/mm3 decreased
to 12.0 cell/mm3. Chest x-ray infiltrates 89.3% decreased to 38.3%. Before-treatment microbiological patterns were K. pneumoniae 34.0%.
Result after empirical treatment was eradication 91.5%. The most frequent innitial antibiotik administration was ceftriaxone.The most frequent
comorbidity was thoracic malignancy. The patients were hospitalized at least for 4 days with replacement therapy at least for 3 days.
Conclusion: Patients with CAP predominantly showed symptoms of dyspnea and cough, infiltrates on chest x-ray and Gram-negative Klebsiella
pneumonia in sputum samples. There were decrease of leucocyte counts after antibiotic administration. (J Respir Indo. 2014; 34: 60-70)
Keywords: pneumonia, leucocyte, risk factors, microorganism, resistence.
60 J Respir Indo o
V l. 34 No. 2 April 2014
Fikri Faisal: Penilaian Respons Pengobatan Empiris pada Pasien Rawat Inap dengan Pneumonia Komunitas
J Respir Indo o
V l. 34 No. 2 April 2014 61
Fikri Faisal: Penilaian Respons Pengobatan Empiris pada Pasien Rawat Inap dengan Pneumonia Komunitas
penilaian klinis, mikrobiologis, dan radiologis pada Tabel 1. Hasil laboratorium awal dan akhir pengobatan
kelompok sebelum dan sesudah pengobatan empiris. Median Minimum Maximum P*
Analisis akan dilakukan dengan menggunakan uji Leukosit awal (sel/mm3) 15.270 9.910 42.370 0.001
Leukosit akhir (sel/mm3) 12.000 6.000 32.000
McNemar. Analisis data menggunakan bantuan Hb awal (gr%) 11,60 5,00 16,00 0.536
Hb akhir (gr%) 11,50 7,70 17,00
perangkat lunak program komputer. Ht awal (gr%) 35 11 49 0.059
Ht akhir (gr%) 33 25 51
Trombosit awal (sel/mm3) 260 76 790 0.789
HASIL Trombosit akhir ((sel/mm3) 279 106 678
Tabel 3. Hasil mikrobiologi awal dan akhir, serta pengobatan Tabel 4. Pola resistensi bakteri antibiotik
antibiotik berdasarkan golongan. (semua bakteri pasien rawat inap).
dapatkan mikorganisme awal Streptococcus viridans Faktor komorbid yang terbanyak ditemukan
setelah pengobatan didapatkan bakteri yang berbeda adalah keganasan rongga toraks yaitu pada 22
Enterobacter gergoviae (kolonisasi). dari 47 orang. Faktor komorbid lain yang ditemukan
adalah penyakit jantung kongestif sebanyak 9
Jenis pemberian antibiotik secara empiris pasien, diabetes melitus terdapat pada 7 pasien, dan
Antibiotik yang digunakan berdasarkan terapi gangguan fungsi ginjal sebanyak 5 pasien, hanya
empiris jenis sefalosporin generasi ke-3 (betalaktam), empat orang pasien yang tanpa komorbid.
yaitu seftriakson (43%) dan seftazidim (26%) banyak
digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan obat Pola resistensi bakteri terhadap jenis antibiotik
lain. Kombinasi yang banyak digunakan adalah mak Pasien CAP dirawat inap dengan pola resistensi
rolid (azitromisin oral) dan aminoglikosida (gentamisin). bakteri terhadap jenis antibiotik tertinggi 5 besar, yaitu
Golongan fluorokuinolon (levofloksasin) digunakan pada sefazolin 50,0%, diikuti amoxiclav 37,8%, sefriakson
23,5% pengobatan. Sefotaksim hanya digunakan 36,4%, ampi-sulbaktam 33,3%, dan kloramfenikol
pada 2 orang pasien (4,2%). 32,4%. Jenis antibiotik yang masih sensitif 100%
Antibiotik terbanyak yang digunakan seftriakson pada pada penderita CAP di RS Persahabatan
tunggal sebesar 31,9%, seftazidim 14,9%, dan levo adalah pada pengunaan imipenem sebanyak 45
floksasin 12,7%, sedangkan kombinasi terbanyak sampel dan piperacilin 11 sampel. Uji kesetaraan
J Respir Indo o
V l. 34 No. 2 April 2014 63
Fikri Faisal: Penilaian Respons Pengobatan Empiris pada Pasien Rawat Inap dengan Pneumonia Komunitas
Mc Nemar, didapatkan sefazolin dan ada beberapa antibiotik sefazolin, sensitif hampir 90% siproflokasin,
antibiotik yang risiko resistensi yang tidak berbeda levofloksasin dan amikasin. A. baumanii didapatkan 9
dengan sefazolin. bakteri antibiotik yang resisten hampir 40% sefriakson
dan amoksiklav, sensitif hampir 90% amikasin dan
Pola resistensi bakteri yang ditemukan pada
sefepim. Bakteri S. viridans didapatkan 6 bakteri resisten
pasien dengan resisten antibiotik
hampir 40% gentamisin dan amoksiklav, sensitif hampir
Hasil pemeriksaan didapatkan tiga jenis bak 100% tetramisin, kotrimoksazol, seftazidim, cefepim,
teri terbanyak yaitu K. pneumoniae, A. baumanii dan ampisilin sulbaktam.
dan S. viridans. K. pneumoniae resistensi hampir
semua obat, resistensi bakteri terhadap tetramisin, Lama rawat dan terapi sulih
sefotaksim dan ampi-sulbaktam ditemukan antara 50- Pada penelitian ini lama rawat pada penderita
60%. Resistensi terhadap gentamisin, kloramfenikol, pneumonia didapat di RS Persahabatan memerlukan
tetrasiklin, kotrimoksasol, sefazolin, sefotaksim, seftri lama rawat minimum 4 hari dan maksimum 30 hari
akson, sefoperazon, dan sefepim antara 35-50%. dengan nilai median 10 hari. Pasien paling banyak
Bakteri A. baumanii memiliki resistensi 35% terhadap
dirawat dengan lama perawatan selama 8 hari. Hal
Pola resistensi bakteri yang ditemukan pada pasien dengan resisten antibiotik
kloramfenikol dan sebagian besar intermediet ter ini disebabkan faktor komorbid pada penelitian ini
hadap Hasil pemeriksaan
tetrasiklin, didapatkansefepim
seftriakson, sefoperazon, tiga jenis yang
bakteri terbanyak
banyak K. pneumoniae,
yaitu penilaian.
mengganggu A.
Lama terapi
dan ampisilin-sulbaktam.
baumanii Persentase
dan S. viridans. resistensi S. resistensi
K. pneumoniae hampir
sulih dari semuapengobatan
injeksi menjadi obat, resistensi bakteri
oral mediannya
viridans cukup rendah antara 5-10%, sedangkan adalah 5 hari dengan paling minimal selama 3 hari
terhadap tetramisin, sefotaksim dan ampi-sulbaktam ditemukan antara 50-60%. Resistensi
resistensi yang bersifat intermediet sedikit lebih dan maksimum selama 9 hari. Lama rawat pasien
terhadap
tinggi yaitugentamisin, kloramfenikol, tetrasiklin, kotrimoksasol,
antara 8-22%. sefazolin,
paling cepat empat sefotaksim,
hari satu seftriakson,
pasien terlama 30 hari
Gambar tersebut menunjukkan hubungan jenis
sefoperazon, dan sefepim antara 35-50%. Bakteri A. baumanii
dengan memiliki
tiga pasien, resistensi
terbanyak 35% terhadap
hari ketujuh dengan
antibiotik resisten dan intermediet bakteri yang dida delapan pasien. Lama rerata terapi sulih pada
kloramfenikol danK. sebagian
patkan (A. baumanii, besar
pneumoniae, dan S.intermediate
viridans). terhadap tetrasiklin, seftriakson, sefoperazon,
penelitian ini adalah lima hari. Terapi sulih paling
sefepim danterbanyak
Jenis bakteri ampisilin-sulbaktam. Persentase
adalah K. pneumoniae di resistensi S. viridans
cepat dilakukan padacukup rendah
hari ketiga antara
dan yang 5-10%,
paling lama
dapat
kan 16 bakteri resisten hampir 50% terhadap adalah
sedangkan resistensi yang bersifat intermediet sedikit lebihsembilan hari. Sebanyak
tinggi yaitu 10 orang
antara 8-22%. pasien,
Kuman Kuman Kuman Kuman Kuman Kuman Kuman Kuman Kuman Kuman Kuman Kuman Kuman Kuman Kuman
Gambar
Gambar 1.1. Grafik
Grafik Boxplot
Boxplot (kiri)
(kiri) lama lama perawatan
perawatan sesuai
sesuai dengan jenisdengan
antibiotikjenis
yang antibiotik yang
digunakan (1) digunakan
Sefotaksim (1) Sefotaksim (2)
(2) Sefotaksim+azitromisin
Sefotaksis+azitromisin (3) Seftriakson+gentamicin (4) levofloksasin (5) levofloksasin+azitromisin (6)
(3) Seftriakson+gentamicin (4) levofloksasin (5) levofloksasin+azitromisin (6) Seftriakson+azitromisin (7) Levofloksasin+gentamisin
(8) Seftriakson+azitromisin (7) Levofloksasin+gentamisin
Seftazidim+gentamisin (9) Seftriakson (8) Seftazidim+gentamisin
(10) Seftazidim (11) Levofloksasin+seftazidim. (9) Seftriakson
Gambaran resistensi (10)
(kanan) berbagai
Seftazidim
antibiotik terhadap(11)
kuman Levofloksasin+seftazidim.
penyebab Pneumonia Gambaran resistensi (kanan) berbagai antibiotik terhadap
kuman penyebab Pneumonia
Tabel 5. Profil lama rawat berdasarkan golongan anibiotik dan penyakit komorbid.
Komorbid Lama Antibiotik Beta Laktam+ Beta Fluorokuinolon Fluorokuinolon Fluorokuinolon Fluorokuinolon
rawat Beta Aminoglikosida Laktam+ + Aminoglikosida + Beta laktam + Makro lid
Laktam Makro lid
Tumor Med 21 17 20 12 10
Mini 5 6 20 8 10
Maks 30 22 20 16 10
Lain-lain Med 8 10 7 6 12 30 7
Min 5 10 7 4 11 30 7
Maks 21 10 10 8 12 30 7
Tidak ada Med 9 10
kelainan Min 7 9
maks 10 10
Med: median Min: minimal Maks: maksimal
J Respir Indo o
V l. 34 No. 2 April 2014 65
Fikri Faisal: Penilaian Respons Pengobatan Empiris pada Pasien Rawat Inap dengan Pneumonia Komunitas
sebelumnya, laki-laki mendominasi proporsi kejadian tidak selalu ada, namun dapat bermanifestasi atau
pneumonia komunitas berhubungan dengan usia, bergejala lain seperti delirium, kebingungan dan
penyakit komorbid, lamanya merokok, dan paparan jatuh.32 Wattanathum dkk.5 mendapatkan keluhan
debu lingkungan bekerja. Pada penelitian ini pasien sesak napas merupakan gejala yang dikeluhkan
terbanyak berkerja di swasta yaitu 15 (32,0%). oleh pasien yang dirawat inap dibandingkan rawat
Hal-hal di atas menjelaskan banyaknya laki-laki jalan (80,3% vs. 36,7%) sedangkan keluhan batuk
menderita pneumonia dibandingkan perempuan. dikeluhkan oleh pasien tersebut.
Rerata usia pasien ialah 61 tahun. Usia termuda
28 tahun dan usia tertua 80 tahun. Rusli dkk.2 men Respons laboratorium
dapatkan usia 18 sampai 80 tahun dengan rerata 60 Penurunan jumlah leukosit sesudah pemberian
tahun. Soeharno. dkk. mendapatkan usia termuda 19
3
antibiotik rerata 15.270 sel/mm3 menjadi 12.000 sel/
tahun, usia tertua 80 tahun, dan rerata usia 58 tahun. mm3 pada akhir perawatan dengan nilai p<0,001.
Hasil ini berbeda dengan penelitian Mangunnegoro Mangunnegoro dkk.4 melaporkan jumlah leukosit
dkk . yang melaporkan usia rerata penderita 42,4
4
menurun pada hari ke-10. Kolling dkk.11 mendapatkan
tahun. Gutierrez dkk. mendapatkan usia tua lebih
7
dalam penelitiannya jumlah leukosit saat masuk yaitu
sering terjadi pneumonia usia lebih dari 75 tahun 12.500 sel/mm3 dan terjadi penurunan jumlah pada
akan meningkat 87 per 10.000 orang per tahun. Ruiz 24 jam berikutnya. Rekruitmen dan aktivasi leukosit
dkk. melaporkan rerata usia pasien penelitiannya
8
merupakan salah satu mekanisme pertahanan paru,
68±18 tahun. Bohte dkk. melaporkan rerata usia 65
9
khususnya granulosit polimorfonuklear atau PMN.
tahun dengan rentang 17-92 tahun. Ochoa-Gondar Ruiz dkk.8 mendapatkan peningkatan jumlah leukosit
dkk. 10
melaporkan kejadian pneumonia komunitas di atas 12.000 pada 60% kasus. Dalam penelitian ini
akan meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ter didapatkan hanya penurunan jumlah leukosit yang
sebut disebabkan meningkatnya risiko penyakit dihitung dengan uji kesetaraan bermakna, sedangkan
kronik dan risiko kematian meningkat pada usia tua. hemoglobin dan trombosit tidak bermakna.
Gejala klinis pneumonia yang sering ditemui Pemeriksaan foto toraks merupakan prosedur
yaitu sesak napas, demam, nyeri pleuritik dan batuk sederhana yang dikerjakan pasien pneumonia.
berdahak mukopurulen. Pada penelitian ini, setelah Sebelum pengobatan gambaran foto toraks sebagian
perawatan lima sampai tujuh hari sesak napas dan besar 89,3% terdapat gambaran infiltrat, konsolidasi
batuk dirasakan berkurang pada sebagian besar 6,4%, efusi pleura 4,3%. Pada akhir pengobatan
pasien. Secara statistik uji keseteraan bermakna. pascapemberian antibiotik selama lima sampai tujuh
Pada penelitian ini pemeriksaan didapatkan sesak hari dengan terapi empiris ditemukan penurunan
napas 24 pasien (51,0%), batuk 15 pasien (32,0 %), gambaran infiltrat sebanyak 38,1% dari total 47
demam 6 pasien (13,0 %), dan nyeri dada 2 pasien pasien, konsolidasi 4,3% menurun pada satu pasien
(4,3%). Ewig dkk . melaporkan gejala dan tanda CAP
8
sedangkan efusi pleura masih tetap tidak menggalami
adalah sesak napas 67 %, batuk 77 % dan demam 51 perubahan. Soepandi dkk.12 melaporkan gambaran
%. Sedangkan Mangunegoro dkk4 melaporkan batuk radiologis pada hari ke 14 menunjukkan perbaikan
88,5 % pasien, sesak napas 91% pasien dan demam 88,2% - 90,9%. Bruns dkk.13 mendapatkan seluruh
100% melaporkan sesak dan demam membaik atau pasien dalam penelitiannya dengan gambaran infiltrat
menghilang pada hari ke-4. Gejala dan tanda CAP multilobus 33,7% dan atelektasis 6,3%. Setelah
akan berkurang atau menghilang pada 48-72 jam pengobatan, infiltrat mengalami perbaikan. Soeharno
setelah pemberian antibiotik intravena. Pasien CAP dkk.3 melaporkan pada awal terapi terdapat gam
yang berumur lebih 60 tahun gejala klinis respirasi baran infiltrat. Selain untuk diagnosis dan melihat
komplikasi, gambaran konsolidasi sering ditemukan seftriakson 18%, dan persisten seftriakson 9%.
pada pneumonia tipikal atau infiltrat difus bilateral Pada kedua kelompok ini tidak didapatkan perbedaan
sering ditemukan pada pneumonia atipikal. Pada bermakna secara statistik. Rusli dkk.17 pada tahun 2004
akhir pengobatan, perubahan terbanyak perbaikan di RS Persahabatan melaporkan bakteri terbanyak
infiltrat dan konsolidasi yang belum mengalami per pada pemeriksaan sputum Gram negatif (Klebsiella
baikan. Perbaikan klinis lebih cepat dari pada perbaikan pneumoniae, Pseudomonas spp.S.aureus dan
radiologis. Siegel dkk. mendapatkan gambaran foto
14
Sterptococcus spp). Soeharno dkk. pada tahun 2003
3
toraks pada pasien CAP yang dirawat resolusi radiologis melaporkan bakteri patogen Gram negatif (Klebsiella
pada minggu kedua 29% dan 83% pada minggu ke- Pneumoniae, Pseudomonas spp dan Acinetobacter
4. Bruns AH dkk.13 pasien pneumonia pada hari ke-7 baumannii) sedangkan Streptococcus spp dan S.
(25%) memiliki perbaikan pada foto toraks, perbaikan aureus jarang dijumpai. Pada penelitian ini hasil
klinis (56%). Pada hari ke-28 (53%) memiliki perbaikan pemeriksaan bakteri yaitu Bakteri terbanyak hampir
pada foto toraks (78%) memiliki kesembuhan klinis. sama yaitu Gram negatif disebabkan karakteristik
pasien, diagnosis, sampel (sputum), lokasi tempat
Respons mikroorganisme
penggambilan RS Persahabatan. Pasien yang berobat
Laporan tahunan pola bakteri dari peme telah mendapatkan terapi khususnya antibiotik pada
riksaan sputum di RS Persahabatan tahun 2010 waktu rawat jalan. Hasil yang sama juga didapatkan
ditemukan lima besar bakteri yaitu Klebsiella di beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta
pneumonia (25%), Streptococcus viridians (15,5%), dan Makasar) melaporkan Bakteri patogen terbanyak
Pseudomonas aeriginosa (9,4), Acinetobacter bau Klebsiella pneumoniae 45,18%. Hal ini berbeda
mannii (9,4%) dan Escherichia coli (5,2). Pada dengan penelitian di negara lain, patogen yang sering
penelitian ini didapatkan biakan bakteri sputum pada dijumpai adalah S. Pneumonia 23-40%, H. influenzae
sebagian besar didapatkan hasil Gram negatif yaitu 2,5%, S. aureus 0,47% sedangkan bakteri Gram
Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter baumannii, negatif jarang dijumpai. Perbedaan ini disebabkan
Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa. karena tempat penelitian sehingga pola bakterinya
Dua bakteri Gram negatif yang terbanyak adalah berbeda dan penggunaan antibiotik yang secara luas
Klebsiella pneumoniae dan Acinetobacter baumanii. di masyarakat Indonesia khususnya Jakarta. Paganin
Bakteri ketiga terbanyak adalah Gram positif, dkk.15 mendapatkan Streptococcus pneumoniae dan
yaitu Streptococcus viridans, pola bakteri angka Klebsiella pneumoniae adalah dua patogen terbanyak
insidennya rendah. Staphylococcus epidermidis, pada pasien dengan pneumonia berat. Ruiz dkk.8
Enterobacter, Escherichia cloacae dan Klebsiella melaporkan dalam penelitiannya penyebab terbanyak
oxytica. Pemberian antibiotik dilakukan secara adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophylus
terapi empiris selama lima sampai tujuh hari, lalu influenza, Influenza A dan B. Arancibia F dkk.16
dilakukan pemeriksaan ulang bakteri. Hasil kultur mendapatkan Bakteri Gram negatif penyebab CAP
bakteri yang mengalami eradikasi (tidak ditemukan) terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa dan
sebanyak 91,5%, bakteri yang menetap atau Escherichia coli. Penyebab umum pneumonia lainnya
(persisten) 6,4% yaitu Acinetobacter baumanii, adalah Streptococcus aeruginosa dan Klebsiella
Escherichia colli dan Pseudomonas aeruginosa. pneumoniae. Angka kejadian pneumonia yang
Awal mikroorganisme adalah Streptococcus viridans disebabkan oleh bakteri Gram negatif meningkat
dan setelah pengobatan yang didapatkan hasil bakteri pada pasien dengan kemungkinan aspirasi, riwayat
yang berbeda Enterobacter gergoviae (kolonisasi) perawatan di rumah sakit sebelumnya, riwayat
2,1%. Soeharno dkk.3 eradikasi bakteriologis pada penggu
naan antibiotik, dan keadaan disertai ko
kedua kelompok levofloksasin didapatkan 88%, mor
bid penyakit paru. Faktor risiko tersebut juga
seftriakson 73%, kolonisasi levofloksasin 12%, merupakan faktor risiko kematian pasien pneumonia.
J Respir Indo o
V l. 34 No. 2 April 2014 67
Fikri Faisal: Penilaian Respons Pengobatan Empiris pada Pasien Rawat Inap dengan Pneumonia Komunitas
Fein dkk.17 mendapatkan Bakteri penyebab pneumonia lama pula perawatannya. Data RS Persahabatan
rawat inap berusia di atas 60 tahun dengan komorbid 2001 melaporkan terapi sulih 5,36 hari. Norrby dkk.18
adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophylus melaporkan 4 hari. Rusli dkk.2 lama pemberian antibiotik
influenza, infeksi polimikrobial, bakteri Gram negatif, intravena 2,75 hari. File dkk.19 melaporkan pemberian
legionella sp, Streptococcus aureus dan chlamydia antibiotik intravena rerata kelompok levofloksasin dan
pneumoniae. seftriakson 3,4 hari. Lebih lamanya terapi sulih dalam
penelitian ini mungkin karena adanya faktor komorbid
Pemberian antibiotik secara empiris
yang ditemukan pada hampir sebagian pasien.
Antibiotik intravena diberikan secepat mungkin
(kurang dari 8 jam setelah pasien dirawat). Pasien yang Faktor komorbid
memberikan respons baik yaitu terdapat perbaikan klinis Penegakkan diagnosis pneumonia pada pasien
dan laboratorium maka pemberian antibiotik intravena dengan komorbid ini berdasarkan gejala klinis, labo
diganti menjadi oral. Jenis pemberian antibiotik tunggal ratorium, foto toraks, dan ditemukannya bakteri pada
secara empiris terbanyak adalah golongan sefalosporin sputum. Faktor komorbid terbanyak ditemukan ber
(beta laktamase) yaitu seftriakson (43%) dan seftazidim dasarkan foto toraks adalah keganasan yaitu pada 22
(26%) yang dikombinasikan dengan obat lain. Kombinasi dari 47 pasien. Foto toraks pascaterapi menunjukkan
yang banyak digunakan golongan makrolid (azitromisin) gambaran massa yang menetap. Leukositosis pada
dan golongan aminoglikosida (gentamisin). Golongan pasien keganasan, selain merupakan tanda infeksi juga
fluoroksuinolon (levofloksasin injeksi) digunakan pada dapat merupakan sindrom paraneoplastik, peningkatan
23%. Pola resistensi mikroorganisme terhadap jenis hematopoetic growth factor, dan glukokortikoid dan
antibiotik pada pasien rawat inap sebagian besar resis vasopresor. Uji prokalsitonin (PCT) sebaiknya dilakukan
ten terhadap sefazolin (50,0%). Jenis bakteri terbanyak untuk mendukung diagnosis pneumonia.
adalah K. pneumonia. Faktor komorbid lain yang ditemukan adalah
penyakit jantung kongestif, diabetes mellitus, dan
Lama rawat penyakit ginjal hanya 4 orang pasien yang tanpa
Lama rawat pada pasien CAP ini memerlukan komorbid. Soeharno dkk.3 melaporkan komorbid
minimum 4 hari dan maksimum 30 hari dengan nilai terbanyak gagal jantung kongestif, penyakit serebro
median 10 hari. Lama rawat tercepat adalah 4 hari vaskuler dan keganasan. Rusli dkk.2 gagal jantung
pada pasien dengan antibiotik cefotaksim sebanyak merupakan komorbid terbanyak, hal ini sama dengan
2 pasien dan terlama adalah 30 hari pasien dengan faktor komorbid menurut studi PORT yaitu keganasan,
kombinasi levofloksasin + seftazidim pada 1 pasien. gagal jantung kongestif, penyakit serebrovaskuler,
Data laporan tahunan RS Persahabatan pada tahun gagal hati, dan gagal ginjal. Zieba dkk.20 infeksi
2001 rerata pasien CAP 8,5 hari. Rusli dkk.2 melaporkan paru pada pasien keganasan sering ditemukan
lama rawat penderita pneumonia risiko sedang atau bakteri Gram negatif 70%, jamur 12%, dan organisme
berat 5,5 hari terdiri atas levofloksasin 4,57 ± 4,51 hari virus. Mycobacterium tuberculosis, Pneumocyitis jiro
dan kelompok seftriakson 5,74 ± 5,70 hari. Lama rawat vencii, dan bakteri Gram positif 12%. Norrby dkk.18
pada penelitian ini didapatkan lebih lama dikarenakan komorbid terbanyak gagal jantung kongestif. Loeb
faktor perancu komorbid oleh karena itu, kami tidak dkk.21 melaporkan penyakit paru obstruksi kronik
melakukan analisis untuk variabel ini. (PPOK) sebagai komorbid CAP sebesar 39% diikuti
peminum alkohol 35%. Zieba dkk.20 mendapatkan
Terapi sulih
dalam penelitiannya bahwa diagnosis pneumonia
Lama terapi sulih dari injeksi menjadi oral nilai sebanyak 58,5% dan merupakan penyebab kematian
median 5 hari dengan minimal 3 hari dan maksimum sekunder pada pasien dengan kanker paru. Bakteri
9 hari. Semakin lama terapi sulih dilakukan semakin yang paling banyak ditemukan adalah Streptococcus
pneumonia. Dalam penilaian PORT, keganasan roksim asetil oral pada pneumonia komonitas
merupakan nilai tambah (+30). risiko sedang dan berat di rumah sakit persaha
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan, di batan. Tesis. Departemen Pulmonologi dan Ilmu
antaranya pengambilan sputum hanya dari upaya Kedokteran Respirasi FKUI. Jakarta; 2003.
pasien tanpa intervensi atau tindakan invasif. Selain 4. Mangunnegoro H, Suryatenggara W,Giriputro
itu, pemeriksaan sputum mikrobiologi di luar jam kerja S, Sianturi A, Peran sparfloksasin pada pengo
tidak dapat diperiksakan. Konfirmasi atau ekspertise batan infeksi saluran napas bawah di komunitas
foto toraks dengan radiologi secara tidak langsung. J Respir Indo. 2000; 20:156-6.
Hasil kultur resistensi mikrobiologi memerlukan waktu 5. Wattatanathum A, Chaoprasong C, Nunthapisud
yang lama. P, Chantarachada S, Limpairoijn N, jatakanon
A, et al. Community-acquired pneumonia in
KESIMPULAN southeast asia : the microbial differences be
Gejala utama pneumonia komunitas adalah tween ambulatory and hospitalized patients.
sesak napas dan batuk. Pada pemeriksaan labo Chest.2005;123:1512-9.
ratorium leukosit umumnya terjadi perbaikan menuju 6. Fogarty C, Siami G, Kohler R, File TM, Tennenberg
normal setelah pemberian antibiotik empiris. Foto AM, Olson WH, et al. Multicenter, open-label,
toraks setelah pemberian antibiotik empiris 5-7 hari randomized study to compare the safety and ef
menunjukkan pengurangan infiltrat. Bakteri Gram ficacy of levofloxacin versus ceftriaxone sodium
negatif terbanyak adalah Klebsiella pneumonia, and erythromycin followed by clarithromycin and
Acinetobacter baumanii, dan Gram positif adalah amoxicillin-clavulanate in the treatment of serious
Streptococcus viridians. Jenis antibiotik yang masih community-acquired pneumonia in adults. CID.
sensitif terhadap Klebsiella pneumoniae adalah 2004;1:16-23.
siproflokasin, levofloksasin, dan amikasin. Antibiotik 7. Gutierrez F, Masia M, Mirete C, Soldan B,
yang masih sensitif 100% adalah golongan imipenem Rodrigues JC, Padilla S, et al. The influence of
dan piperasilin. Rerata lama rawat pasien minimal age and gender on the population-based in
empat hari dan terapi sulih terjadi minimal pada hari cidence of community-acquired pneumonia
ke-3. Rerata lama pemberian antibiotik intravena lima caused by different microbial pathogens. J Infect.
hari. Faktor komorbid terbanyak adalah keganasan 2006;53:166-74.
rongga toraks. 8. Ruiz M, Ewig S, Marcos AM, Martinez JA,
Arancibia F, Mensa J, et al. Aetiology of
DAFTAR PUSTAKA Community-Acquired Pneumonia: Impact of Age,
Comorbidity, and Severity. Am J Respir Crit Care
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia:
Med. 2009;160:397–405.
pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indo
9. Bohte R, Furth RV, Van den Broek PJ. Aetiology
nesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. h. 1-34.
of community-aquired pneumonia : a prospective
2. Rusli A. Perbandingan terapi sulih levofloxasin
study among adults requiring admission to hospi
intravena oral dengan seftriakson intravena dan
tal. Thorax. 2005;50:543-7.
sefuroxsim asetil oral pada penatalaksaan pneu
10. Corcoles AV, Ochoa-Gondar O, Ester F, Sarra N,
monia komonitas risiko sedang atau berat. Tesis.
Ansa X, Saun N. Evolution of vaccination rates af
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
ter the implementation of a free systemic pneuo
Respirasi FKUI. Jakarta; 2004.
mococcal vaccination in Catalonian older adults:
3. Soeharno W. Penilaian efikasi terapi sulih dini
4 years follow up. BMC Public Health. 2006;6:1-6.
levofloxasin intravena dilanjutkan oral diband
11. Kolling U K, Hansen F, Braun J, Rink L, Katus
ingkan seftriakson inrtavena dilanjutkan sefu
J Respir Indo o
V l. 34 No. 2 April 2014 69
Fikri Faisal: Penilaian Respons Pengobatan Empiris pada Pasien Rawat Inap dengan Pneumonia Komunitas
H A, Dalhoff K. Leucocyte responsse and anti- monia. Am J Respir Crit Care. 2007;162:154-60.
inflammatory cytokines in community acquired 17. Fein AM. Pneumonia in the elderly: overview
pneumonia. Thorax. 2004;56:121–5. of diagnostic and therapeutic approaches. Clin
12. Soepandi PZ, Mangunnegoro H, Rogayah R, Infect Dis. 2009;(28):726-9.
Abubakar S, Mariono SA, Sumiati. Terapi sulih mok 18. Norrby RS, Peterman W, Wilcox AP, Vetter N,
sifloksasin intravena-oral pada pengobatan pneu Salewski, A comparative study of levofloxacin
monia ko muniti. J Respir Indo. 2004;24:174-7. and ceftiaxone in treatment of hospitalized pa
13. Bruns AH, Bewick T, Greenwood S, Lim WS. The tients with pneumonia. Scan J Infect Dis. 2008;
impact of an early chest radiograph on outcome 30: 397-404.
in patientshospitalized with community-acquired 19. File TM, Segret J, Dunbar L, Player R, Kohler R,
pneumonia. Clin Med. 2010;10(6):563-7. Williams RR. A multicenter, randomized study
14. Siegel RE. Strategies for early discharge of the comparing the efficacy and safety of intravenous
hospitalized patients with community acquired and/or oral levofloxacin versus ceftriaxone and/
pneumonia. Clin Chest Med. 1999;20:549-605. or cefuroxime axetil on treatment of adults with
15. Paganin F, Lilienthal F, Bourdin A, Lugagne community-acquired pneumonia. Antimicrob
N, Tixier F, Genin R, et al. Severe community- Agent and Chemoth. 1997; 41(9):1965-72.
acquired pneumonia: assessment of micro 20. Zięba M, Baranowska A, Krawczyk M, Noweta
bial aetiology as mortality factors. Eur Respir J. K, Rzymowska IG, Kwiatkowska S. Pneumonia
2004;24:779-85. as a cause of death in patients with lung cancer.
16. Arancibia F, Ewig S, Martinez JA, Ruiz M, Bauer Radiol Oncol. 2003; 37(3): 167-74.
T, Marcos MA, et al. Antimicrobial treatment fail 21. Loeb M. Pneumonia in older persons.Clin Infect
ures in patiens with community-acquired pneu Dis. 2004;37(10):1335-9.