Anda di halaman 1dari 16

Departemen Keperawatan Anak

LAPORAN PENDAHULUAN COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA


(CAP) DI RUANGAN PEDIATRIK INTENSIF CARE UNIT (PICU)
RSUP. WAHIDIN SUDIROHUSODO

OLEH

SRI WAHYUNI, S.Kep

18.04.032

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

PROGRAM STUDI NERS

T.A 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN
CAP (Community Acquired Pneumonia)

Nama Mahasiswa : Sri Wahyuni, S.Kep Tgl Praktik :25 Feb 2019
NIM :18.04.032 Ruangan Rawat :PICU

A. KONSEP DASAR MEDIS


MASALAH KESEHATAN/DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasit (Djojodibroto,
2014). Menurut Corwin (2013) pneumonia adalah infeksi akut pada
jaringan paru oleh mikroorganisme.
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang
disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi
bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDDI,
2015).
Definisi CAP berdasarkan IDSA adalah infeksi akut dari
parenkim paru dengan gejala-gejala infeksi akut, ditambah dengan
adanya infiltrat pada pemeriksaan radiografi atau suara paru abnormal
pada pemeriksaan auskultasi pada pasien yang tidak sedang dalam
perawatan rumah sakit ataupun panti perawatan dalam kurun waktu 14
hari sebelum timbulnya gejala. Kebanyakan pasien memiliki gejala
yang tidak spesifik seperti fatigue, sakit kepala, mialgia, dan anorexia.
Gejala dari pneumonia dapat meliputi demam atau hipotermi,
kekakuan otot-otot, dispneu, nyeri dada, batuk yang baru terjadi
dengan atau tidak adanya produksi sputum atau perubahan warna
sekret pada pasien dengan batuk kronik.
Klasifikasi
Mengingat adanya perubahan pathogen yang menyebabkan pneumonia dan
pola resistensi antimicrobial maka harus diingat akan klasifikasih berikut ini :
1. Comumunity-acquired pneumonia (CAP)
Dimulai sebagai penyakit pernapasan umum dan biasa berkembang
menjadi pneumonia.Pneumonia streptococcal merupakan organisme
penyebabumum. Tipe pneumonia ini menimpa kalangan anak-anak atau
orangtua.
2. Hospital-acquired pneumonia (HAP)
Dikenal sebagai pneumonia nosokomial.Organisme seperti
aeruginosa pseudomonas, klebsiella, atau aureus stapilococcus,
merupakan bekteri umum penyebab hospital-acquired pneumonia.
3. Lobar dan bronchopneumonia 
Dikatagorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.Sekarang ini,
pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut
lokasi anatominya saja.
4. Pneumonia viral, bacterial, dan fungal 
Dikategorikan berdasarkan pada-pada agen penyebabnya.Kultur
sputum dan sensitivitas dilakukan untuk mengidentifikasi organism
perusak.
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
A. Patofisiologi
Mikroorganisme masuk ke saluran nafas atas menyebabkan reaksi
imun dan mekanisme pertahanan terganggu kemudian membentuk
kolonisasi mikroorganisme sehingga terjadi inflamasi. Selain itu toksin
yang dikeluarkan bakteri dapat secara langsung merusak sel-sel sistem
pernafasan bawah, termasuk produksi surfaktan alveolar II. Pneumonia
bakteri mengakibatkan respon imun dan inflamasi yang paling
mencolok yang perjalanannya tergambar jelas pada pneumonia
pneumokokus (Corwin, 2013).
B. Insiden
Pneumonia dapat terjadi di semua negara tetapi data untuk
membandingkan hal itu sangat sedikit terutama di negara berkembang.
Di Amerika Serikat pneumonia menjadi penyebab kematian utama
diantara penyakit infeksi, tiap tahun terdapat 5-6 juta kasus CAP
dengan 1,1 juta pasien yang dirawat dan 45 ribu pasien mengalami
kematian akibat pneumonia. Di Indonesia berdasarkan data
RISKESDAS tahun 2013 disebutkan bahwa insidens dan prevelens
pneumonia sebesar 1,8 persen dan 4,5 persen. Pneumonia dapat
menyerang semua kelompok umur, akan tetapi angka kematian lebih
tinggi pada kelompok usia lebih dari 60 tahun dibandingkan usia 50
tahun yaitu 2-4 kali lebih tinggi. Sedangkan pada balita pneumonia
merupakan penyebab kematian utama balita di dunia, diperkirakan
mencapai 2 juta kematian balita akibat pneumonia dari 9 juta kematian
pada balita. Olehkarena tingginya angka kematian akibat pneumonia
akan tetapi sering tidak disadari maka pneumonia mendapat julukan
“the forgotten pandemic”.
C. Prognosa Penyakit
Penilaian derajat beratnya CAP dapat mempergunakan beberapa
skor yaitu CURB-65 (confusion, uremia, respiratory rate, low blood
pressure, age 65 years or greater) seperti terlihat pada gambar 1 di
bawah ini:
Gambar 1. Penilaian keparahan pneumonia dengan skor CURB-65

Pasien pneumonia yang mendapatkan skor 0 dengan skor CURB-


65 dapat rawat jalan dengan diberikan antimikroba oral selama 5 hari.
Pneumonia derajat sedang jika hasil skor CURB-65 1 atau 2 dan
pasien harus dirujuk ke rumah sakit, skor3-4 tergolong pneumonia
berat dan harus segera mendapatkan antimikroba empirik. Beratnya
CAP juga dapat dinilai dengan pneumonia severity index (PSI) skor.
Parameter-parameter yang digunakan pada PSI skor serta interpretasi
hasilnya terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Penilaian beratnya pneumonia berdasarkan skor PSI

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap CAP
adalah :
1. Skor PORT/PSI lebih dari 70
2. Bila skor PORT/PSI kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat
inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini:
 Frekuensi napas > 30/menit
 Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
 Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
 Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
 Tekanan sistolik < 90 mmHg
 Tekanan diastolik < 60 mmHg

MASALAH KEPERAWATAN

a. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi


trachea bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi
sputum.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas


pembawa oksigen darah.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen.

d. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk


menetap.

e. Hipertermi

f. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan


ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan
imun), penyakit kronis, malnutrisi.

g. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan


dengan kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.

h. Resiko jatuh
MASALAH KOLABORASI

a. Efusi pleura
b. Empiema
c. Pneumotoraks
d. Piopneumotoraks
e. Pneumatosel
f. Abses Paru
g. Sepsis
h. Gagal nafas
i. Ileus paralitik fungsional

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Gambaran Radiologis
Foto thorax (PA/Lateral) yang merupakan pemeriksaan
penunjang utama untuk menegakkan diagnosis
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan
jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang sampai
30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke
kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk pemeriksaan diagnosis
etiologi dibutuhkan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
Kultur darah dapat positif pada 20-25 persen penderita yang tidak
diobati. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik (PDPI,
2015).
TERAPI
Penatalaksanaan CAP berupa terapi antibiotik dan suportif. Terapi
suportif dengan pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi serta
elektrolit dan nutrisi. Selain itu juga dapat diberikan anti piretik jika
dibutuhkan serta mukolitik. Pemberian antibiotik diberikan secara empirik
dan harus diberikan dalam waktu kurang dari 8 jam. Alasan pemberian
terapi awal dengan antibiotik empirik adalah karena keadaan penyakit
yang berat dan dapat mengancam jiwa, membutuhkan waktu yang lama
jika harus menunggu kultur untuk identifikasi kuman penyebab serta
belum dapat dipastikan hasil kultur kuman merupakan kuman penyebab
CAP.
Panduan penanganan CAP saat ini merekomendasikan melakukan
stratifikasi pasien ke dalam kelompok risiko, melakukan pemilihan terapi
antimikroba empirik yang tepat berdasarkan peta pola kuman,
farmakokinetik dan farmakodinamik obat, ada tidaknya alergi obat,
riwayat penggunaan antibiotika sebelumnya, Efek samping obat, patogen
lokal, harga. Tujuan pemberian antimikroba adalah untuk menurunkan dan
mengeradikasi kuman, menurunkan kesakitan dan kematian serta
meminimalkan resistensi.
Terapi empiris untuk CAP ( PDPI)

Rawat jalan Antibiotik


Pasien yang sebelumnya sehat atau  Golongan β-laktam or β –laktam
tanpa riwayat pemakaian antibiotik 3 ditambah anti β –laktamase
bulan sebelumnya  Makrolid baru
Pasien dengan komorbid atau Fluorokuinolon respirasi (levofloxacin
mempunyai riwayat pemakaian 750 mg atau moxifloxacin ) atau
antibiotik 3 bulan sebelumnya Golongan β -laktam ditambah anti β -
laktamase atau β -laktam ditambah
makrolid.
Rawat Inap Non ICU Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin
750 mg atau moksifloksasin ) atau β -
laktam ditambah makrolid
Ruang rawat Intensif Tidak ada faktor risiko infeksi
pseudomonas β -lactam (sefotaksim,
seftriakson, atau ampisilin - sulbaktam)
ditambah makrolid baru atau
fluorokuinolon respirasi (levofloksasin
750 mg atau moksifloksasin )
Pertimbangan khusus Bila ada faktor risiko infeksi
pseudomonas: antipneumokokal,
antipseudomonas laktam (piperasilin-
tazobaktam, sefepime, imipenem, atau
meropenem) ditambah siprofloksasin
atau levofloksasin (750 mg) Atau β
laktam seperti tersebut diatas ditambah
aminoglikosida dan azitromisin Atau β
laktam seperti tersebut diatas ditambah
aminoglikosida dan antipneumokokal
fluorokuinolon (untuk pasien yang
alergi penisilin, β – laktam diganti
dengan aztreonam)
Bila curiga disertai infeksi CA-MRSA Tambahkan vancomisin atau linezolid

Lama pemberian antibiotik secara oaral maupun intravena minimal 5 hari


dan tidak terdapat demam selama 48-72 jam. Sebelum terapi dihentikan pasien
dalam keadaan sebagai berikut: tidak memerlukan suplemen oksigen (kecuali
untuk penyakit dasarnya) dan tidak memiliki lebih dari satu tanda-tanda
ketidakstabilan klinik seperti:
 Frekuensi nadi > 100 x/menit
 Frekuensi napas > 24 x/menit
 Tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg
Setelah mendapatkan perbaikan dengan antibiotik intravena pada pasien
rawat inap maka jika terapi secepatnyadiganti ke oral dengan syarat;
hemodinamik stabil, gejala klinis membaik, dapat minum obat per oral dan fungsi
gastrointestinal baik. Terapi sulih atau switch terapi dapat dengan 3 cara yaitu
sequential,switch over, dan step down. Pasien akan dipulangkan jika dalam waktu
24 jam tidak ditemukan salah satu dibawah ini :
 Suhu > 37, 80 C
 Nadi > 100 menit
 Frekuensi napas > 24/ minute
 Distolik < 90 mmHg
 Saturasi oksigen < 90%
 Tidak dapat makan per oral

KEBUTUHAN CAIRAN DAN KALORI

Kebutuhan Cairan
Kebutuhan cairan pada anak dihitung menggunakan formula yang
dikembangkan oleh Holliday-Segar tahun 1957.60 Kebutuhan cairan bervariasi
tergantung usia dan berat badan anak. Pembatasan cairan dilakukan pada kondisi
anak dengan tekanan tinggi intrakranial, gagal ginjal, penyakit jantung kongenital,
dan displasia bronkopulmoner. Pada kondisi ini dapat diberikan nutrisi parenteral
dan cairan infus intravena dengan konsentrasi lebih tinggi, nutrisi enteral dapat
juga diberikan dengan konsentrasi lebih tinggi. Osmolaritas dari cairan ini harus
dimonitor dengan seksama untuk menjamin toleransi yang adekuat dan mencegah
risiko dehidrasi. Adanya demam dapat meningkatkan kebutuhan cairan dengan
adanya kehilangan dari respirasi dan melalui kulit. Pada setiap kenaikan derajat
diatas 38oC, terdapat peningkatan insensible water loss sebesar 5 ml/kgBB dalam
24 jam.53 Perhitungan kebutuhan cairan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Perhitungan kebutuhan cairan pada anak

Berat badan (kg) Volume (ml/hari)


0-10 100 ml/kgBB
11-20 1000 ml + 50 ml/kg untuk tiap kg > 10kg
>20 1500 ml + 20 ml/kg untuk tiap kg > 20kg

Perhitungan kebutuhan cairan pada anak harus bersifat individual. Tidak


ada cairan intravena yang ideal untuk setiap anak selama fase sakit kritis, namun
ada bukti empirik yang menyatakan bahwa paling aman menggunakan cairan
isotonis. Cairan hipotonis hanya dipertimbangkan jika tujuan terapi adalah
mencapai balans bebas air positif. Anak sakit kritis mungkin memerlukan
pengurangan hingga 40-50% dari rekomendasi volume rumatan. Semua pasien
yang mendapatkan infus intravena harus dimonitor ketat berat badan,
keseimbangan cairan, parameter biokimia dan klinisnya

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


PENGKAJIAN
a. Data demografi
 Riwayat Masuk, Anak biasanya dibawa ke rumah sakit
setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai
dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun
apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam
(seizure).
 Riwayat Penyakit Dahulu, Predileksi penyakit saluran
pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam
rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit
Pneumonia. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ
vital bawaan dapat memperberat klinis penderita
Data dasar pengkajian pasien:
o Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
o Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
o Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes
mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi)
o Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
o Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia,
artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit
untuk membatasi gerakan)
o Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas),
dispnea.
Tanda : - sputum: merah muda, berkarat
- perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
- premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat
dengan konsolidasi
- Bunyi nafas menurun
- Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
o Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan
steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
o Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol
kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari Rencana
pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan
rumah
MASALAH/DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan pola nafas
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
kapasitas pembawa oksigen darah.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru,
batuk menetap.
e. Hipertermi
f. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan
dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi
penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
g. Resiko jatuh
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Retno. dkk. 2013. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak


XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak Kuliah Pneumonia.
Corwin, J. Buku Saku Patofisiologi, Ed.3. 2013. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Diana Felicia, 2013 . Tatalaksana nutrisi….., FK UI
Djojodibroto, D. Respirologi (Respiratory Medicine). 2014. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Elsevier, 2017. Nursing interventions classification (NIC). Edisi keenam.
Yogyakarta. Moco media.
Elsevier, 2017. Nursing Outcomes classification (NOC). Edisi kelima.
Yogyakarta. Moco media.
Nanda. 2017. Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis &
NANDA. Jogjakarta: Mediaction
PPDI. 2015. Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan

Anda mungkin juga menyukai