Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA

Disusun Oleh :

dr. Juwita Rayhana

Pembimbing :

dr. Kusnadi, Sp.PD

Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI)

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat III Balikpapan

Periode 9 November 2019- 8 November 2019

1
Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI)
Laporan Kasus
KSM Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat III Balikpapan

Kota Balikpapan, Kalimantan Timur

Dokter Internsip : dr. Juwita Rayhana Tanda Tangan:


Dokter Pendamping : dr. Ami N P/ dr. Putri N
Dokter Pembimbing : dr. Kusnadi, Sp. PD

……..………….……

BAB 1

PENDAHULUAN

Pneumonia secara klinis didefinisikan sebagi suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur dan parasit, akan tetapi tidak termasuk yang
disebabkan oleh bakteri M.tuberculosis. Pneumonia komuniti atau community acquired
pneumonia (CAP) adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Epidemiologi pneumonia
dapat terjadi di semua negara tetapi data untuk membandingkan hal itu sangat sedikit terutama
di negara berkembang. Di Amerika Serikat pneumonia menjadi penyebab kematian utama
diantara penyakit infeksi, tiap tahun terdapat 5-6 juta kasus CAP dengan 1,1 juta pasien yang
dirawat dan 45 ribu pasien mengalami kematian akibat pneumonia. Di Indonesia berdasarkan
data RISKESDAS tahun 2013 disebutkan bahwa insidens dan prevelens pneumonia sebesar
1,8 persen dan 4,5 persen. Pneumonia dapat menyerang semua kelompok umur, akan tetapi
angka kematian lebih tinggi pada kelompok usia lebih dari 60 tahun dibandingkan usia 50 tahun
yaitu 2-4 kali lebih tinggi. Sedangkan pada balita pneumonia merupakan penyebab kematian
utama balita di dunia, diperkirakan mencapai 2 juta kematian balita akibat pneumonia dari 9
juta kematian pada balita. Oleh karena tingginya angka kematian akibat pneumonia akan tetapi
sering tidak disadari maka pneumonia mendapat julukan “the forgotten pandemic.

2
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis
terdapat pneumonitis, atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang
dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang
bervariasi.
Secara umum, pneumonia dibagi menjadi dua kelompok utama, yakni pneumonia
dirumah perawatan (pneumonia nosokomial) dan pneumonia yang didapat di masyarakat
(pneumonia komunitas).
Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit,
sedangkan pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit, baik di
ruang rawat umum ataupun ICU (intensive care unit) tetapi tidak sedang memakai ventilator.

Definisi CAP menurut Infectious Diseases Society of America (IDSA) adalah infeksi
akut parenkim paru yang ditandai dengan terdapatnya infiltrat baru pada foto toraks atau
ditemukannya perubahan suara napas dan atau ronkhi basah lokal pada pemeriksaan fisik paru
yang konsisten dengan pneumonia pada pasien yang tidak sedang dirawat di rumah sakit atau
tempat perawatan lain dalam waktu 14 hari sebelum timbulnya gejala. Definisi yang lebih
lengkap diberikan oleh British Thoracic Society yaitu timbulnya gejala infeksi saluran napas
bawah yaitu: batuk ditambah minimal satu gejala infeksi saluran napas bawah lain; perubahan
hasil pemeriksaan fisik paru; paling kurang satu dari tanda sistemik (berkeringat, demam,
menggigil, dan atau suhu ≥380C); respons setelah pemberian antibiotik.

3
2.2 Etiologi

Etiologi pneumonia dapat bervariasi, yaitu dapat disebabkan bakteri, virus, jamur, dan
protozoa. Mikroorganisme tersering penyebab pneumonia adalah bakteri.
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu:
a. Bakteri
1. Typical organism
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
 Streptococcus pneumoniae: merupakan bakteri anaerob fakultatif. Bakteri patogen ini
ditemukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60%,
sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%.
 Staphylococcus aureus: bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan obat
secara intravena (intravena drug abusers) memungkinkan infeksi kuman ini
menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke paru-paru.
Kuman ini memiliki daya taman paling kuat, apabila suatu organ telah terinfeksi
kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan
abses. Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA) memiliki dampak yang besar dalam
pemilihan antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap beberapa antibiotik.
 Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organisme streptococcus grup D yang
merupakan flora normal usus.
Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada pasien defisiensi
imun (immunocompromised) atau pasien yang dirawat di rumah sakit, dirawat di rumah sakit
dalam waktu yang lama dan dilakukan pemasangan endotracheal tube.
Contoh bakteri gram negatif dibawah adalah :
 Pseudomonas aeruginosa: bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki bau yang
sangat khas.
 Klebsiella pneumonia: bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak berkapsul. Pada
pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
dapat meningkatkan resiko terserang kuman ini.

4
 Haemophilus influenza: bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul atau tidak
berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggi yaitu encapsulated type B
(HiB)

2. Atypical organism
Bakteri yang termasuk atipikal adalah Mycoplasma sp., chlamydia sp. ,
Legionella sp.

b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya menyerang
pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya adalah cytomegalivirus,
herpes simplex virus, varicella zooster virus.

c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur opportunistik, dimana
spora jamur masuk ke dalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang menyerang adalah
Candida sp.,Aspergillus sp., Cryptococcus neoformans.

Tabel 1. Etiologi CAP menurut ATS/IDSA 2007

Tipe pasien Etiologi

Rawat jalan S. pneumonia

H. influenza

M.pneumoniae

Chlamydia

Respiratory virus

Rawat inap (non ICU) S. pneumonia

5
H. influenza

M.pneumoniae

Chlamydia

Legionella Sp

Respiratory virus

Aspirasi

Rawat inap (ICU) S. pneumoniae

Staphylococcus aureus

Legionella species

Gram-negative bacilli

H. influenza

Data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa penyebab terbanyak
CAP di ruang rawat inap dari bahan sputum adalah kuman gram negatif seperti Klebsiella
pneumonia,Acitenobacter baumanii, Pseudomonas aeruginosa sedangkan kuman gram positif
seperti S.pneumoniae, S.viridans,S.aureus ditemukan dalam jumlah sedikit. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir terjadi perubahan pola kuman penyebab CAP di
Indonesia sehingga hal ini perlu penelitian lebih lanjut.

Data Survelans sentinel SARI (Severe Acute Respiratory Infection) 2010 yang
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI mendapatkan hasil dari
biakan sputum pasien CAP yaitu K.pneumoniae (29%), A.baumanii (27%), S.aureus (16%),
S.pneumoniae( ), A.calcoaticus (8%), P.aeruginosa (6%) dan E.coli (2%). Pada penyakit paru
kronik seperti bronkiektasis, fibrosis kistik dan PPOK biasanya bila terdapat infeksi biasanya
berhubungan dengan kuman gram negatif seperti P.aeruginosa.

6
2.3 Faktor Risiko

Faktor-faktor risiko terjadinya pneumonia berupa usia di atas 60 tahun; terdapat


penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, PPOK, kardiovaskuler, keganasan, gagal ginjal,
penyakit hati kronik dan gangguan neurologis; alkoholism; malnutrisi; kebiasaan merokok;
immunosupresi dan infeksi yang disebabkan gram negatif. CAP yang disertai penyakit
penyerta akan meningkatkan angka kematian. American Thoracic Society mengelompokkan
faktor risiko berdasarkan faktor modifikasi yaitu:

Streptococcus pneumonia resisten Usia di atas 65 tahun

Riwayat penggunaan antibiotik beta laktam dalam 3 bulan

Imunosupresi (riwayat penggunaan kortikosteroid dalam waktu lama)

Penyakit komorbid multiple

Alkoholism

Enteric gram negatif

Riwayat penggunaan antibiotik Penyakit


kardiovaskuler

Riwayat tingggal di nursing home Penyakit komorbid


multipel

Pseudomonas aeruginosa:

Bronkiektasis

Penggunaan antimikroba spektrum luas dalam 7 hari di bulan lalu

Penggunaan kortikosteroid minimal prednison 10 mg per hari malnutrisi

7
2.4 Klasifikasi

1. Berdasarkan Klinis dan Epidemiologis


a. Pneumonia komuniti (CAP) merupakan suatu infeksi akut parenkim paru yang
sesuai dengan gejala infeksi akut, diikuti dengan infiltrat pada foto thoraks,
auskultasi sesuai dengan pneumonia.
b. Pneumonia nosokomial (HAP) merupakan pneumonia yang terjadi 72 jam atau
lebih setelah masuk rumah sakit. Pasien di dalam rumah sakit mempunyai faktor
resiko yang lebih termasuk ventilasi mekanikal, malnutrisi kronis, komorbiditas
dan gangguan imun. Mikroorganisme pada pneumonia nosokomial juga berbeda
misalnya MRSA, pseudomonas dan enterobakter. Pneumia ventilator merupakan
salah satu jenis HAP yaitu pneumonia yang terjadi 48 jam atau lebih setelah
intubasi dan ventilasi mekanik.
c. Pneumonia aspirasi atau pneumonitis aspirasi disebabkan oleh aspirasi banda
asing berasal dari oral atau gaster sewaktu makan atau refluks dan muntah yang
sering mengandungi bakteri anaerobik sehingga sering menyebabkan
bronkopneumonia.
d. Pneumonia pada penderita imunokompromis
2. Berdasarkan penyebab
a. Pneumonia tipikal: bersifat akut dengan gejala demam tinggi, menggigil, batuk
produktif dan nyeri dada. Seacara radiologis bersifat lobaris atau segmental.
Biasanya disebabkan bakteri gram positif dan ekstraseluler misalnya
S.pneumonia, S.piogenes dan H. Influenza.
b. Pneumonia atipikal: bersifat tidak akut dengan gejala demam tanpa menggigil,
batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, ronki basah yang difus dan leukositosis
ringan. Penyebab biasanya mycoplasma pneumonia dan chlamnydia pneumonia.
c. Pneumonia virus menyebabkan gejala seperti influenza yaitu demam, batuk
kering, sakit kepala, nyeri otot dan kelemahan. Penyebabnya merupakan influenza
virus, parainfluenza virus, rhinovirus dan lain-lain. Pneumonia jamur: aspergilus,
histoplasma kapsulatum.
3. Berdasarkan predileksi lokasi secara radiologis
a. Pneumonia lobaris merupakan infeksi paru yang akut dan hanya melibatkan satu
lobus paru dan sering disebabkan oleh streptokokus pneumoniae dan klebsiella
8
pneumoniae serta stafilokokus aureus, streptokokus B hemolitik dan haemofilus
influenza.
b. Bronkopneumonia merupakan infeksi akut yang melibatkan tubulus terminal di
dalam paru yaitu bronki atau bronkiolus yang menyebabkan eksudasi purulen
yang menyebar ke alveoli di sekitarnya secara endobronkial sehingga
menyebabkan konsolidasi “patchy”. Tipe ini sering terjadi pada usia muda atau
tua dan pada kondisi dengan komorbiditas. Penyebabnya yang sering termasuk
streptokokus, stafilokokus aureus, dan hemofilus influenza.
c. Pneumonia interstitialis, juga disebutkan pneumonitis interstitial, merupakan
infeksi di ruangan antara alveoli dan sering disebabkan oleh virus atau bakteri
atipikal. Ciri khasnya ada edema septa alveolaris dan infiltrat mononuklear.

2.4 Patogenesis

Pneumonia terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,


mikroorganisme dan lingkungan sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
menimbulkan penyakit. Faktor imunitas inang termasuk mekanisme pertahanan tubuh non
spesifik berupa proteksi mekanik untuk refleks batuk dan koordinasi epiglottis, klirens sekresi
lendir dan keutuhan epitel bronkus serta mekanisme pertahanan tubuh spesifik berupa
kemampuan pembentukan antibodi, adanya komponen komplemen serum dan tingkat
kuantitatif /kualitatif sel-sel fagosit. Faktor lingkungan menunjukkan perbedaan jenis kuman
yang ada di suatu daerah atau dalam dan di luar rumah sakit. Faktor ini juga pengaruh dari
sanitasi dan polusi udara. Faktor kuman adalah sifat/ karakteristik dari jenis kuman yang
menginfeksi penderita yang akan menghasilkan gejala yang khas.
Ada beberapa cara mikroorganisme masuk ke saluran nafas yaitu (1) inokulasi
langsung misalnya pada intubasi trakea dan luka tembus yang mengenai paru, (2) penyebaran
melalui pembuluh darah dari tempat lain di luar paru misalnya endokarditis, (3) inhalasi dari
aerosol yang mengandung kuman serta (4) kolonisasi di permukaan mukosa akibat aspirasi
sekret orofaring yang mengandung kuman.

Kuman yang telah masuk ke dalam parenkim paru akan berkembang biak dengan
cepat masuk ke dalam alveoli dan menyebar ke alveoli lain melalui pori interalveolaris dan
percabangan bronkus. Kapiler di dinding alveoli mengalami kongesti dan alveoli berisi cairan
edema. Kuman berkembang biak tanpa hambatan dan beberapa neutrofil dan makrofag masuk
9
ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. Selanjutnya, kapiler yang
telah mengalami kongesti disertai dengan diapedesis sel –sel eritrosit. Alveoli dipenuhi oleh
eksudat dan kapiler menjadi terdesak dan jumlah leukosit meningkat. Dengan adanya eksudat
yang mengandung leukosit ini maka perkembang biakan kuman menjadi terhalang bahkan
difagositosis. Pada saat ini juga akan terbentuk antibodi. Bila tubuh berhasil membinasakan
kuman. Makrofag akan terlihat dalam alveoli beserta sisa-sisa sel. Yang khas adalah tidak
adanya kerusakan dinding alveoli dan jaringan interstitial. Arsitektur paru kembali normal.

Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi, antara lain (1) Zona luar, alveoli yang
terisi bakteri dan cairan edema, (2) zona permulaan konsolidasi yang terdiri dari PMN dan
beberapa eksudasi sel darah merah, (3) zona konsolidasi luar, daerah tempat terjadi fagositosis
yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak, dan (4) zona resolusi, daerah tempat terjadi
resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan makrofag alveolar, sehingga terlihat
dua gambaran yaitu hepatisasi merah yaitu daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan
dan hepatisasi kelabu yaitu daerah konsolidasi yang luas.

2.5 Diagnosis

Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi yaitu
dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan perkiraan jenis
kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab infeksi akan mengarahkan kepada
pemilihan terapi empiris antibiotik yang tepat. Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun
disebabkan oleh bentuk kuman yang berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat
penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kuman penyebab yang berhubungan dengan factor infeksi:
a. Evaluasi factor pasien/predisposisi: PPOK (H. influenzae), penyakit kronik (kuman
jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi Gram negative/anaerob), penurunan imunitas
(kuman Gram negative, Pneumocystic carinii, CMV, Legionella, jamur,
Mycobacterium), kecanduan obat bius (Staphylococcus).
b. Bedakan lokasi infeksi: Pneumonia Komunitas (Streptococcus pneumoniae, H.
influenzae, M. pneumonia), rumah jompo, Pneumonia Nosokomial (Staphylococcus
aureus), Gram negative.
10
c. Usia pasien: bayi (virus), muda (M. pneumoniae), dewasa (S. pneumoniae).
d. Awitan: cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S. pneumoniae); perlahan, dengan
batuk, dahak sedikit (M. pneumoniae).

2. Pemeriksaan Fisik
Persentasi bervariasi tergantung etiologi, usia, dan keadaan klinis. Perhatikan gejala
klinis yang mengarah pada tipe kuman penyebab/patogenitas kuman dan tingkat berat
penyakit.
a. Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti S. pneumonia, Streptococcus spp.,
Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan myalgia, malaise, batuk kering dan
nonproduktif;
b. Awitan lebih insidious dan ringan pada orangtua/imunitas menurun akibat kuman yang
kurang patogen /oportunistik, misalnya Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacteriaceae,
kuman anaerob, jamur.
c. Tanda-tanda fisik pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berupa demam, sesak
napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki nyaring, suara
pernapasan bronchial). Bentuk klasik pada pneumonia komunitas primer berupa
bronkopneumonia, pneumonia lobaris, atau pleuropneumonia. Gejala atau bentuk yang
tidak khas dijumpai pada pneumonia komunitas yang sekunder (didahului penyakit dasar
paru) ataupun pneumonia nosokomial. Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi
paru seperti efusi pleura, pneumotoraks/hidropneumotoraks. Pada pasien pneumonia
nosokomial atau dengan gangguan imun dapat dijumpai gangguan kesadaran oleh
hipoksia.
d. Warna, konsistensi, dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram
(airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae, bronkopneumonia
(segmental disease) oleh antara lain Staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan
pneumonia interstitial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi
infiltrat pada segmen apical lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman
11
aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrate di
lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella spp, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus
bawah dapat terjadi akibat Staphylococcus atau bakteremia. Bentuk lesi berupa kavitasi
dengan air-fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi anaerob, Gram negatif atau
amiloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia sering ditimbulkan S. pneumoniae. Dapat
juga oleh kuman anaerob, S. pyogenes, E. coli dan Staphylococcus (pada anak). Kadang-
kadang oleh K. pneumoniae, P. pseudomallei. Pembentukan kista terdapat pada
pneumonia nekrotikans/supurativa , abses, dan fibrosis akibat terjadinya nekrosis
jaringan paru oleh kuman S. aureus, K. pneumoniae,dan kuman-kuman anaerob
(Streptococcus anaerob, Bacteroides, Fusobacterium). Ulangan foto perlu dilakukan
untuk melihat kemungkinan adanya infeksi sekunder/tambahan, efusi pleura penyerta
yang terinfeksi atau pembentukan abses. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis
ulangan foto dada dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.

Gambar 1.1 Tampak perselubungan inhomogen pada lapangan paru kanan bagian
atas

b. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat
disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak
terjadi respon leukosit, orangtua, atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi
12
imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman gram negative atau S. aureus pada
pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.11
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum
transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi.untuk tujuan terapi empiris
dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test, dan Z. Nielsen. Kuman
yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan
penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan
bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya.
d. Pemeriksaan Khusus
Titer antibody terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer
tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat
hipoksia dan kebutuhan oksigen. Pada pasien pneumonia nosokomial/pneumonia
komunitas yang dirawat nginap perlu diperiksakan analisa gas darah, dan kultur darah.
Penilaian derajat keparahan penyakit

Penilaian derajat beratnya CAP dapat mempergunakan beberapa skor yaitu CURB-65
(confusion, uremia, respiratory rate, low blood pressure, age 65 years or greater) seperti terlihat
pada gambar 1 di bawah ini:

Gambar 1. Penilaian keparahan pneumonia dengan skor CURB-65


13
Pasien pneumonia yang mendapatkan skor 0 dengan skor CURB-65 dapat rawat jalan
dengan diberikan antimikroba oral selama 5 hari. Pneumonia derajat sedang jika hasil skor
CURB-65 1 atau 2 dan pasien harus dirujuk ke rumah sakit, skor 3-4 tergolong pneumonia
berat dan harus segera mendapatkan antimikroba empirik. Beratnya CAP juga dapat dinilai
dengan pneumonia severity index (PSI) skor. Parameter-parameter yang digunakan pada PSI
skor serta interpretasi hasilnya terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Penilaian beratnya pneumonia berdasarkan skor PSI

14
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap CAP
adalah :

1. Skor PORT/PSI lebih dari 70


2. Bila skor PORT/PSI kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai
salah satu dari kriteria dibawah ini:
Frekuensi napas > 30/menit

Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu


atau lebih kriteria di bawah ini:

Kriteria minor:

Frekuensi napas > 30/menit

Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral Foto toraks paru


melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60


mmHg

15
Kriteria mayor adalah sebagai berikut :

Membutuhkan ventilasi mekanik Infiltrat bertambah >


50%

Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)

Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit
ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang
mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan
membutuhkan vasopressor 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2
kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik
< 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan
Ruang Rawat Intensif.

2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:


1.Tuberculosis Paru (TB)
Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari
3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil,
keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.

2. Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan
kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun
terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya
pengurangan volume intercostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau
sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.

16
3. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah
yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada efusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign,
tanda khas pada efusi pleura.
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat dari adanya
penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah yang sakit atau sehat.
Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB adalah dilihat dari ada atau tidaknya
kavitas yang umumnya terdapat pada lobus paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan
pneumonia, sangat diperlukan gambaran radiologis untuk penegakan diagnosis disamping
pemeriksaan laboratorium.

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan CAP berupa terapi antibiotik dan suportif. Terapi suportif dengan
pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi serta elektrolit dan nutrisi. Selain itu juga dapat
diberikan anti piretik jika dibutuhkan serta mukolitik. Pemberian antibiotik diberikan secara
empirik dan harus diberikan dalam waktu kurang dari 8 jam. Alasan pemberian terapi awal
dengan antibiotik empirik adalah karena keadaan penyakit yang berat dan dapat mengancam
jiwa, membutuhkan waktu yang lama jika harus menunggu kultur untuk identifikasi kuman
penyebab serta belum dapat dipastikan hasil kultur kuman merupakan kuman penyebab CAP.

Panduan penanganan CAP saat ini merekomendasikan melakukan stratifikasi pasien


ke dalam kelompok risiko, melakukan pemilihan terapi antimikroba empirik yang tepat
berdasarkan peta pola kuman, farmakokinetik dan farmakodinamik obat, ada tidaknya alergi
obat, riwayat penggunaan antibiotika sebelumnya, Efek samping obat, patogen lokal, harga.
Tujuan pemberian antimikroba adalah untuk menurunkan dan mengeradikasi kuman,
menurunkan kesakitan dan kematian serta meminimalkan resistensi.

17
Terapi empiris untuk CAP ( PDPI)

Lama pemberian antibiotik secara oral maupun intravena minimal 5 hari dan tidak
terdapat demam selama 48-72 jam. Sebelum terapi dihentikan pasien dalam keadaan
sebagai berikut: tidak memerlukan suplemen oksigen (kecuali untuk penyakit dasarnya) dan
tidak memiliki lebih dari satu tanda-tanda ketidakstabilan klinik seperti:

Frekuensi nadi > 100 x/menit

Frekuensi napas > 24 x/menit

Tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik
ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan
mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan
18
ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu
mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan
secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step
down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah).

 Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin

 Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral

 Contoh step down: amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral.

Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4
diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan. Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral
pada pneumonia komuniti :

 Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi

 Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna

 Penderita sudah tidak panas ± 8 jam

 Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk)

 Leukosit menuju normal/normal

2.8 Komplikasi

Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia


pneumokokus dengan bakteriemi berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis,
peritonitis dan empiema. Komplikasi ekstrapulmoner non infeksius bisa terjadi gagal ginjal,
gagal jantung, emboli paru/infark paru, dan infark miokard akut acute respiratory distress
syndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan pneumonia nosokomial.

19
2.9 Prognosis

1. Pneumonia Komunitas
Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokus sebesar 5%,
namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan
influenza di USA merupakan penyebab kematian no. 6 dengan kejadian sebesar 59%.
Sebagian besar pada lanjut usia sebesar 89%.
2. Pneumonia Nosokomial
Angka mortalitas dapat mencapai 33-50% yang bisa mencapai 70% bila
termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian
biasanya adalah akibat bakteriemi terutama oleh P. Aeruginosa atau Acinobacter spp.

20
BAB 2

TINJAUAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
- Nama : Sdr. MA
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Usia : 19 th
- Pekerjaan : Siswa
- Alamat : SPN
- Tanggal MRS : 12 Januari 2019

II. ANAMNENSIS
 Keluhan utama: Demam sejak 5 hari
 RPS:
- Pasien mengeluhkan demam sejak 5 hari sebelum MRS. Demam terus menerus, turun
dengan Paracetamol kemudian naik lagi. Panas disertai keringat dingin, menggigil (-).
- Sebelumnya, pasien mengeluh batuk berdahak selama 8 hari, dahak berwarna putih, nyeri
menelan (+) sesak (-) pilek (-)
- Lemah badan dirasakan sejak 1 minggu ini. Lemah badan dirasakan pada seluruh tubuh
namun masih bisa beraktivitas. Lemah badan disertai dengan penurunan nafsu makan.
- Pasien juga mengeluhkan mual sejak kemarin. Mual dirasakan terus menerus, rasa penuh
pada perut. Pasien mengaku muntah 1x hari ini, isi makanan, sebanyak kurang lebih
setengah gelas aqua. Nyeri ulu hati (+).
- Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, berdenyut, diseluruh kepala sejak 5 hari yang lalu.
- Nyeri otot (-), gusi berdarah (-), muncul bintik kemerahan (-) mimisan (-)
- BAK dan BAB dbn
- Pasien sudah berobat ke klinik dan diberi obat demam dan batuk tetapi tidak ada perbaikan.

21
 RPD :
- Sakit seperti ini (-)
- TB (-)
- Alergi (-)

 RPK :
- Sakit seperti ini (-)
- TB (-)
- Alergi (-)
- DM (-)
- HT (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK:


 KU : lemah
 Compos Mentis, GCS : 456
Vital Sign

 TD : 130/80 mmHg
 N : 88x/menit
 RR : 20x/menit SpO2 99%
 Suhu : 37,5°C
K/L

 a/i/d/c : -/-/-/-
 Pembesaran KGB (-)
 JVP tidak meningkat

Thoraks

Pulmo:

 I: Normochest, gerak nafas simetris


 P: Fremitus dbn, ekspansi dbn, NT (-)
 P: Sonor / sonor

22
 A: Vesikuler / vesikuler, Ro -/+, Whz -/-

Cor :
 I: IC tak nampak, pulsasi (-)
 P: IC tak kuat angkat, thrill (-)
 P: batas jantung dbn
 A: S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

 I: flat , massa (-)


 A: BU + normal
 P: timpani, H/L dbn, nyeri ketuk pinggang (-) , murphy sign (-)
 P: Supel, NT (+) di bagian epigastrium, H/L tidak teraba
Ekstremitas
 Akral hangat, kering, merah, CRT < 2 dtk, edema (-)

IV. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM/ RADIOLOGI


Laboratorium (tgl 12 Januari 2019)

DL

 Hb: 13,6 g/dl


 Eritrosit: 4,6 juta/mm3
 Leukosit: 11.400/mm3
 Hematokrit: 41,4 %
 Trombosit: 298.000/mm3
 Eosinofil, basophil, monosit: 9,1%
 Neutrofil: 74,7%
 Lymposit: 16,2%
 MCV: 90 fl
 MCH: 29,5 pg
23
 MCHC: 32,8

Imunoserologi widal

 S. typhi O: negatif
 S. typhi H: positif 1/80
 S. parathyphi A-O: negatif
 S. parathyphi B-O: positif 1/80

Foto Thorax PA

Bacaan:

Cor: besar dan bentuk normal

Pulmo: tampak infiltrate paracardial kanan dan kiri

Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam

Tulang-tulang tampak normal

Kesan: Pneumonia

V. Assessment: Community Acquired Pneumonia

24
VI. Planning:
Terapi:

- MRS
- IVFD RL 20 tpm
- Inj Ceftriaxone 1gr/12 jam iv
- Inj ondancentron 4mg/8 jam iv
- Inj Neurobion 1amp/12 jam
- Paracetamol tab 500mg/8 jam po
- Cetirizine 10mg/12 jam po
- Nac 200mg/8 jam po
- Azitromisin tab 500mg/24 jam po

Monitoring:

- Keluhan
- Vital sign

25
BAB 4

DISKUSI KASUS

Teori Kasus

Anamnesis

a. Evaluasi factor pasien/predisposisi Pada pasien ini didapatkan:


PPOK (H. influenzae), penyakit kronik
a. Evaluasi factor pasien/predisposisi (-)
(kuman jamak), kejang/tidak sadar
b. Bedakan lokasi infeksi: Pneumonia
(aspirasi Gram negative/anaerob),
Komunitas (Streptococcus pneumoniae,
penurunan imunitas (kuman Gram
H. influenzae, M. pneumonia)
negative, Pneumocystic carinii, CMV,
c. Usia pasien: muda (M. pneumoniae)
Legionella, jamur, Mycobacterium),
d. Awitan: perlahan, dengan batuk, dahak
kecanduan obat bius (Staphylococcus).
sedikit (M. pneumoniae).
b. Bedakan lokasi infeksi: Pneumonia
Komunitas (Streptococcus pneumoniae,
H. influenzae, M. pneumonia), rumah
jompo, Pneumonia Nosokomial
(Staphylococcus aureus), Gram
negative.
c. Usia pasien: bayi (virus), muda (M.
pneumoniae), dewasa (S. pneumoniae).
d. Awitan: cepat, akut dengan rusty
coloured sputum (S. pneumoniae);
perlahan, dengan batuk, dahak sedikit
(M. pneumoniae).

26
Definisi oleh British Thoracic Society Pada pasien didapatkan gejala klinis berupa
yaitu timbulnya gejala infeksi saluran napas batuk, perubahan hasil pemeriksaan paru
bawah yaitu: batuk ditambah minimal satu (ronchi), berkeringat, demam, suhu ≥38 C);
0

gejala infeksi saluran napas bawah lain; respons setelah pemberian antibiotik.
perubahan hasil pemeriksaan fisik paru; paling
kurang satu dari tanda sistemik (berkeringat,
demam, menggigil, dan atau suhu ≥380C);
respons setelah pemberian antibiotik.
Pemeriksaan Fisik

Biasanya pada pasien pneumonia dijumpai Pada pasien ini dijumpai suara tambahan
adanya ketinggalan bernafas atau adanya berupa ronkhi di lapangan tengah paru kiri
retraksi dada, takipnu, suara pernafasan dan tidak dijumpai adanya ketinggalan
bronkial. Dapat dijumpai adanya suara bernafas pada thorax, adanya takipnu,
tambahan berupa ronkhi di daerah paru yang maupun suara pernafasan bronkial
terlibat.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan darah rutin, biasanya Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai
dijumpai adanya peningkatan jumlah sel darah adanya peningkatan jumlah sel darah putih
putih yang menandakan adanya proses infeksi. (11.400/mm3).

Pada pemeriksaan radiologis, gambaran Pada pemeriksaan radiologis dijumpai


pneumonia dapat berupa infiltrat sampai adanya gambaran infiltrate paracardial
konsolidasi dengan air bronchogram. kanan dan kiri.

Penilaian derajat keparahan

- Pasien pneumonia yang mendapatkan skor Pada pasien tidak ditemukan


0 dengan skor CURB-65 dapat rawat jalan
- Kebingungan
- RR = 30x/menit

27
dengan diberikan antimikroba oral selama 5 - TD (Sistolik<90mmHg atau
hari. Diastolik = 60mmHg)
- Usia 65 tahun
Pada pasien skor 0

Pada pasien Skor PORT/PSI kurang dari 70


- Untuk indikasi rawat inap CAP adalah :
Skor PORT/PSI lebih dari 70
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan CAP berupa terapi suportif


dan kausal

- Terapi suportif dengan pemberian


Terapi yang diberikan pada pasien:
cairan untuk mencegah dehidrasi serta
elektrolit dan nutrisi. Selain itu juga IVFD RL 20 tpm
dapat diberikan anti piretik jika Paracetamol tab 500mg/8 jam po
dibutuhkan serta mukolitik.
Nac 200mg/8jam po

Pada pasien ini dilakukan pemberian


- Penatalaksanaan kausal, yaitu dengan
antibiotik berupa pemberian ceftriaxone
antibiotik. Pemberian antibiotik
1gram/12 jam/IV bersama dengan
diberikan secara empirik dan harus
pemberian Azitromisin 500mg/24 jam
diberikan dalam waktu kurang dari 8
jam. Alasan pemberian terapi awal
dengan antibiotik empirik adalah karena
keadaan penyakit yang berat dan dapat
mengancam jiwa, membutuhkan waktu
yang lama jika harus menunggu kultur
untuk identifikasi kuman penyebab
serta belum dapat dipastikan hasil kultur

28
kuman merupakan kuman penyebab
CAP.
- Terapi empiris CAP pada pasien rawat
inap yang sebelumnya sehat atau tanpa
riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan
sebelumnya dan tanpa factor modifikasi
diberikan antibiotik golongan β lactam
atau β lactam + anti β lactamase, dan
apabila dicurigai pneumonia atipik
ditambahkan makrolid baru
Pada pasien dilakukan switch over terapi
- Masa perawatan di rumah sakit
dari ceftriaxone injeksi ke cefixime oral
sebaiknya dipersingkat dengan
pada hari ke 3 perawatan
perubahan obat suntik ke oral
dilanjutkan dengan berobat jalan.
Perubahan ini dapat diberikan secara
sequential (obat sama, potensi sama),
switch over (obat berbeda, potensi
sama) dan step down (obat sama atau
berbeda, potensi lebih rendah).
- Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari,
paling aman 3 hari, kemudian pada hari
ke 4 diganti obat oral dan penderita
dapat berobat jalan. Kriteria untuk
perubahan obat suntik ke oral pada
pneumonia komuniti :
 Tidak ada indikasi untuk pemberian
suntikan lagi
 Tidak ada kelainan pada penyerapan
saluran cerna
 Penderita sudah tidak panas ± 8 jam

29
 Gejala klinik membaik (mis :
frekuensi pernapasan, batuk)
 Leukosit menuju normal/normal

- Lama pemberian antibiotik secara oral


maupun intravena minimal 5 hari dan
tidak terdapat demam selama 48-72
jam. Sebelum terapi dihentikan pasien
dalam keadaan sebagai berikut: tidak
memerlukan suplemen oksigen (kecuali
untuk penyakit dasarnya) dan tidak
memiliki lebih dari satu tanda-tanda
ketidakstabilan klinik seperti:
 Frekuensi nadi > 100 x/menit
 Frekuensi napas > 24 x/menit
 Tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Wunderick, RG et al. 2014. Community-Aquired Pneumonia. The New England Journal


of Medicine 370(6): 543-551.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti. Available from
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.pdf
3. Dahlan, F. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
4. Mandell, LA. 2012. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18th Edition. Volume I.
USA: Mc-GrawHill.
5. Almirall, J., Bolibar, I. and Serra-Prat, M. (2015). Risk factors for community-acquired
pneumonia in adults: Recommendations for its prevention. Community Acquir Infect,
2(2), p.32.
6. Harvey, S. (2012). Pneumonia. [online] University of Maryland Medical Center.
Available at: http://umm.edu/health/medical/reports/articles/pneumonia

31

Anda mungkin juga menyukai