Korespondensi:
Didik Suharsoyo., d/a: Rumah Sakit Nahdlatul Ulama’ Tuban
E-mail:
ABSTRAK
Asma merupakan penyakit kronik yang dapat kambuh setiap saat selama pasien
terpapar dengan faktor pencetusnya. Oleh karena itu perlu adanya program yang
terintegrasi seperti self-management yang melibatkan pasien secara penuh
terhadap penatalaksanaan, pengambilan keputusan terhadap pengobatan, sehingga
pasien berperan aktif dalam melakukan manajemen terhadap penyakitnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan self-management
dengan frekuensi kekambuhan asma pada klien asma di poli paru RSUD Dr. R.
Koesma Tuban. Penelitian ini menggunakan desain korelasional yang melibatkan
36 responden yang diambil dengan stratified random sampling. Data diambil
dengan menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan uji
Spearman Rank dengan tingkat signifikan α ≤ 0,05. Hasil Penelitian menunjukan
bahwa H1 diterima, sehingga terdapat hubungan self-management dengan
kekambuhan asma pada pasien asma (didapatkan ρ = 0,000 dimana nilai
significant < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara self-management dengan frekuensi kekambuhan asma pada pasien asma.
Program self-management merupakan cara paling efektif dan signifikan dalam
menurunkan angka frekuensi kekambuhan asma pada pasien asma, sehingga
kualitas hidup pasien asma dapat meningkat. Penelitian lanjutan yang terkait
program self-management pada pasien asma yang berbasis di pelayanan atau
komunitas perlu dilakukan untuk mengetahui efektifitas program ini di terapkan di
seluruh rumah sakit.
ABSTRACT
Asthma is chronic desease which can replase every time during some factors
influence along inside. Consequently needing some program that can prevent all
those such as self-management where including of the patient to active in to this
management of their desease. The purpose of the study is to know about the
relationship of self-management and frequency of replase asthma to patient
asthma at lung poli RSUD Dr. R. Koesma Tuban. This research used
correlational design that involving 36 respondents who was taken by stratified
random sampling. Data was taken by using questionnaire. Data was analyzed by
using spearman rank test with significant level α ≤ 0,05. The result of research
showed that H1 accepted so there was relationship of self-management and
asthma desease to the patient (obtained ρ = 0,000 where significant value <
0,05). There fore, could be concluded that there is relationship self-management
and frequency of replease asthma to patient. Self-management program is most
effective and significant way in to decreasing the number of frequency replease of
asthma to patient, so quality of alive patient can increase. Advanced research
about self-management program to asthma patient which is supplied needs to be
done in order to determine the effective of this program which can be used to all
hospital.
Proses pembentukan harga diri telah dan orang lain dengan demikian
dimulai saat bayi merasakan tepukan harga diri bukan merupakan faktor
pertama kali yang diterima orang yang bersifat bawaan melainkan
mengenai kelahirannya. Menurut faktor yang dapat dipelajari dan
Bradshaw (1981), harga diri sudah terbentuknya sepanjang pengalaman
terbentuk pada masa kanak-kanak individu. Pembentuk harga diri pada
sehingga seorang anak sangat perlu individu dimulai sejak individu
mendapatkan rasa penghargaan dari mempunyai pengalaman dan
orang tuanya proses selanjutnya interaksi sosial yang sebelumnya di
harga diri di bentuk melalui dahului dengan kemampuan
perlakuan yang diterima individu mengadakan persepsi, olok-olok,
dari orang lingkungannya, seperti hukuman, perintah, dan larangan
dimanja dan diperhatikan orang tua yang berlebihan akan membuat anak
merasa tidak dihargai menurut secara baik atau adaptif secara
Mukhlis (2000). keseluruhan. Ditemukan hubungan
yang signifikan antara pola adaptasi
Berdasarkan teori dan hasil dengan pemenuhan kebutuhan harga
penelitian yang dilakukan di lembaga diri pada narapidana di Lembaga
pemasyarakatan kelas IIB Kabupaten Pemasyarakatan Kelas IIB Kabupaten
Tuban didapatkan bahwa pola Tuban.
adaptasi secara adaptif dapat
meningkatkan pemenuhan kebutuhan Saran
harga diri, sedangkan pola adaptasi
secara maladaptif dapat tidak Penulis menyarankan agar petugas
terpenuhinya pemenuhan kebutuhan lapas harus lebih mampu melihat
haga diri, yang sudah sesuai dengan kondisi warga binaannya atau
teorynya Freyy & Carlock yang narapidana terutama pada narapidana
tergambar pada rentang respon yang baru masuk pada lingkungan
adaptasi. Untuk meningkatkan pola yang baru, lapas juga harus mampu
adaptasi yang baik atau adaptif pada mengatasi dampak psikologis yang
narapidana dapat menggunakan atau dialami dengan memberikan
membentuk kelompok grup suport, kelompok terapi psikis, salah satunya
dan diperlukan juga bimbingan, yang dapat dilakukan adalah dengan
penyuluhan dan dorongan secara peer group support yaitu untuk
terus-menurus baik dari petugas mengendalikan dan mendapatkan
kesehatan, petugas lapas, keluarga bentuk pola adaptasi yang lebih baik,
dan warga binaan lapas lainnya lapas juga harus mendukung
sehingga narapidana bisa beradaptasi pembinaan kreatifitas narapidananya
dengan baik atau adaptif, supaya serta dapat menghindari adanya
dalam pemenuhan kebutuhan harga bentuk-bentuk diskriminatif
dirinya dapat terpenuhi demi narapidana yaitu pada narapidana
terciptanya kehidupan yang lebih konfensional, narapidana merah
baik pada narapidana dan mencegah putih dan narapidana dengan
terjadinya depresi dan penyakit kedudukan tinggi, semuanya harus
kejiwaan lainnya. mempunyai hak dan tanggung jawab
yang sama tanpa adanya perlakuan
yang berbeda.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan KEPUSTAKAAN