SKRIPSI
DI SUSUN OLEH :
16010114
2020
BAB I
PERDAHULUAN
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other
Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan
(berlangsung lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling
sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 – 35 tahun, terutama mereka yang
bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama
penderita TBC. Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan
Seperti yang dikatakan dalam buku Pedoman Nasional Penanggulangan TBC bahwa
TBC adalah merupakan suatu penyakit menular yang membutuhkan terapi jangka panjang
berkisar antara 6-12 bulan. Melihat kenyataan di atas, perlunya penanganan serius bagi
komprehensif sangatlah penting dalam upaya pencegahan. Komplikasi lebih lanjut seperti:
TBC perikarditis, peritonitis yang dapat menimbulkan kematian akibat penyakit ini, oleh
karena itu besarlah peran perawat dalam mengatasi masalah ini yakni melalui: kegiatan
merokok, kurang gizi, diabetes, dan mengonsumsi alkohol. Kejadian TBC menunjukkan
kasus TB di Indonesia mencapai 842 ribu. Sebanyak 442 ribu pengidap TBC melapor dan
sekitar 400 ribu lainnya tidak melapor atau tidak terdiagnosa. Penderita TBC tersebut terdiri
atas 492 ribu laki-laki, 349 ribu perempuan, dan 49 ribu anak-anak. Jumlah kasus TBC
Indonesia berada di urutan ketiga terbesar dunia setelah India yang mencapai 2,4 juta kasus
dan Tiongkok 889 ribu kasus [ CITATION Wor17 \l 1057 ]. Bedasarkan data kementrian
kesehatan republik indonesia kasus tuberkulosis di jawa timur sendiri pada tahun 2017
sebesar 48.323 orang, yang terdiri dari laki – laki sebesar 56,30% dengan penderita 27.205
orang dan perempuan sebesar 43,70% dengan 21.118 orang [ CITATION Kem17 \l 1057 ].
Berbagai program kesehatan telah dilakukan dalam upaya pencegahan penulan TB.
Tetapi kenyataannya TB masih juga jadi masalah. Program penanggulangan TB yang utama
kini adalah dengan pendekatan directly observed treatment short course (DOTS). DOTS
kesadaran tentang besarnya masalah TB dan pengetahuan tentang program penang- gulangan
TB yang telah terbukti ampuh [ CITATION tja05 \l 1057 ]. Selain pendekatan directly observed
treatment short course DOTS dalam upaya pencegahan TB tingkat pengetahuan dan tahapan
tuberkulosis. Penggununan masker pada penderita TB merupakan salah satu upaya penting
dalam penularan penyebaran kuman Mycobacterium tuberculosis. Hal ini terkadang bisa
disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang perilaku pemakaian alat pelindung diri
(masker) pada penderita sehingga upaya tahapan pencegahan penularan kurang maksimal.
Dari beberapa uraian atau penjelasan yang dipaparkan diatas, peneliti memiliki keinginan
untuk meneliti tentang hubungan tahapan perubahan perilaku pencegahan penularan dengan
tahapan perubahan perilaku pencegahan penularan dengan penggunan masker pada pasien TB
situbondo
TB
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan terkait hubungan
tahapan perubahan perilaku pencegahan penularan dengan penggunan masker pada pasien TB
1.4.2 Manfaat bagi institusi keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu refrensi bagi institusi
memberikan solusi hasil penelitian tentang hubungan tahapan perubahan perilaku pencegahan
Judul Penelitian,
Tahun
1. Nama Peneliti: Penelitian ini menggunakan Hasil penelitan disimpulkan
Rawat Inap benar nilai 1 dan bila salah tingkat sedang antara tingkat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya [ CITATION DEP06 \l 1057 ] . Kuman Tuberkulosis menular
melalui udara. Dalam dahak penderita TB terdapat banyak sekali kuman TB. Ketikan seorang
penderita TB batuk dan bersin, ia akan menyebarkan 3.000 kuman ke udara. Kuman tersebut
ada dalam percikan dahak, yang disebut doplet nuclei atau percik renik [ CITATION Tim17 \l
1057 ]
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat hingga kini. Paling
sedikit satu orang akan terinfeksi TB setiap detik. Setiap hari 20.000 orang jatuh sakit TB,
artinya setiap 5 detik satu orang jatuh sakit TB di dunia. Setiap hari 5.000 orang meninggal
akibat TB, jadi di dunia ini setiap 20 detik satu orang meninggal akibat TB. TB membunuh
hampir satu juta perempuan setahunnya. Angka tersebut lebih tinggi dari kematian
perempuan akibat proses kehamilan dan persalinan. TB membunuh 100.000 anak setiap
tahunnya. Sekitar 40% beban TB di dunia terjadi di negara Asia Tenggara yang tergabung
dalam koordinasi WHO South East Asia Regional Office (SEARO). Di kawasan ini setiap
tahun terdapat sekitar 3 juta kasus baru dan 750.000 kematian akibat TB [ CITATION Tja051 \l
Pada 2017, sebanyak 116 ribu jiwa meninggal akibat penyakit TBC di Indonesia, termasuk
9.400 jiwa pengidap HIV yang terjangkit TBC. Tidak kurang, 10 juta jiwa meninggal
akibat TBC di seluruh dunia [ CITATION WHO171 \l 1057 ]. Data WHO menunjukkan bahwa
Indonesia adalah penyumbang kasus terbesar ketiga di dunia. Setiap tahunnya jumlah
penderita baru TB menular adalah 262.000 orang dan jumlah seluruh penderita adalah
583.000 orang pertahunnya. Diperkirakan sekitar 140.000 orang Indonesia yang meninggal
2.1.2 Etiologi
tuberculosis, suatu bakteri yang tahan-asam (acid fast bacillus). TB merupakan infeksi
melalui udara umumnya didapat dengan inhalasi partikel kecil (diameter 1 hingga 5 mm)
yang mencapai alveolus. Droplet tersebut keluar saat kalau berbicara, batuk, tertawa, bersin
atau menyanyi. Droplet nuklei terinfeksi kemudian terhirup oleh orang yang rentan (inang).
Sebelum terjadi infeksi paru, organisme terhirup harus melewati mekanisme pertahanan paru
dan menembus jaringan paru. Paparan singkat dengan TB biasanya tidak menyebabkan
infeksi. Orang yang paling umum terserang infeksi adalah orang yang sering melakukan
kontak dekat berulang dengan orang yang terinfeksi yang penyakitnya belum terdiagnosis.
Tubercolosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil Bakteri
Mycobacterium tuberculosa yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan (Basil Tahan Asam) karena basil TB mempunyai sel lipoid. Basil TB sangat
rentan dengan sinar matahari sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Basil TB juga
akan terbunuh dalam beberapa menit jika terkena alcohol 70% dan lisol 50%. Basil TB
memerlukan waktu 12-24 jam dalam melakukan mitosis, hal ini memungkinkan pemberian
Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant selama beberapa tahun. Sifat dormant
ini berarti kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tubercolosis aktif kembali. Sifat lain
kuman adalah bersifat aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang kaya oksigen, dalam hal ini tekanan bagian apical paru-paru lebih tinggi daripada
jaringan lainnya sehingga bagian tersebut merupakan tempat predileksi penyakit tuberkolosis.
Kuman dapat disebarkan dari penderita TB paru BTA positif kepada orang yang berada
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection) sampai alveoli, sehingga terjadi infeksi primer (ghon) yang dapat menyebar ke
kelenjar getah bening dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Keduanya dinamakan
tubercolosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
primer (reinfection) adalah peradangan bagian paru oleh karena terjadi penularan ulang pada
tubuh sehingga terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut[ CITATION Dev16 \l 1057 ]
2.1.3 Patalogi
Aspek tuberkulosis pada proses patologik yang terjadi adalah batuk. Batuk merupakan
salah satu gejala tuberkulosis paru, terjadi karena kelainan patologik pada saluran pernapasan
akibat kuman M.tuberculosis. Kuman tersebut bersifat sangat aerobik, sehingga mudah
tumbuh di dalam paru, terlebih di daerah apeks karena pO alveolus paling tinggi. Kelainan
jaringan terjadi sebagai respons tubuh terhadap kuman. Reaksi jaringan yang karakteristik
ialah terbentuknya granuloma, kumpulan padat sel makrofag. Respons awal pada jaringan
yang belum pernah terinfeksi ialah berupa sebukan sel radang, baik sel leukosit
polimorfonukleus (PMN) maupun sel fagosit mononukleus. Kuman berproliferasi dalam sel,
dan akhirnya mematikan sel fagosit. Sementara itu sel mononukleus bertambah banyak dan
membentuk agregat. Kuman berproliferasi terus, dan sementara makrofag (yang berisi
kuman) mati, sel fagosit mononukleus masuk dalam jaringan dan menelan kuman yang baru
terlepas. Jadi terdapat pertukaran sel fagosit mononukleus yang intensif dan
sitoplasmanya bertambah banyak dan tampak pucat, disebut sel epiteloid. Sel-sel tersebut
berkelompok padat mirip sel epitel tanpa jaringan diantaranya, namun tidak ada ikatan
interseluler dan bentuknya pun tidak sama dengan sel epitel. Sebagian sel epiteloid ini
membentuk sel datia berinti banyak, dan sebagian sel datia ini berbentuk sel datia Langhans
(inti terletak melingkar di tepi) dan sebagian berupa sel datia benda asing (inti tersebar dalam
sitoplasma). Lama kelamaan granuloma ini dikelilingi oleh sel limfosit, sel plasma, kapiler
dan fibroblas. Di bagian tengah mulai terjadi nekrosis yang disebut perkijuan, dan jaringan di
sekitarnya menjadi sembab dan jumlah mikroba berkurang. Granuloma dapat mengalami
beberapa perkembangan, bila jumlah mikroba terus berkurang akan terbentuk simpai
jaringan ikat mengelilingi reaksi peradangan. Lama kelamaan terjadi penimbunan garam
kalsium pada bahan perkijuan. Bila garam kalsium berbentuk konsentrik maka disebut cincin
sentrifugal, terbentuk pula granuloma satelit yang dapat berpadu sehingga granuloma
membesar. Sel epiteloid dan makrofag menghasilkan protease dan hidrolase yang dapat
mencairkan bahan kaseosa. Pada saat isi granuloma mencair, kuman tumbuh cepat ekstrasel
Reaksi jaringan yang terjadi berbeda antara individu yang belum pernah terinfeksi dan
yang sudah pernah terinfeksi. Pada individu yang telah terinfeksi sebelumnya reaksi jaringan
terjadi lebih cepat dan keras dengan disertai nekrosis jaringan. Akan tetapi pertumbuhan
kuman tretahan dan penyebaran infeksi terhalang. Ini merupakan manifestasi reaksi
2.1.4 Patogenesis
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika
focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu
waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-
12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10 yaitu
jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama berminggu-minggu
awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang
awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas.
Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.
timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih
negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah
terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu
system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil
kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfhilus atau paratrakea yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru
sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya.
olehimunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus
potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun tahun kemudian, bila daya
tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit
akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB
masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit
bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya
penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi
anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke
saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam
darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute
generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun
pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi.
Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran
limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6
bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat
pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).
Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer.
TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami
resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan
berdahak kronis, demam, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri dada, dan
penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan
kematian. Pasien TB paru juga sering dijmpai konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena
2.1.6 Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu definisi
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
BTA negatif;
untuk:
timbulnya resistensi
1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,
b). 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c). 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d). 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal,
default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara
patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik. [ CITATION
KEM112 \l 1057 ]
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada
pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis
tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura.
Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran
kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),
kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik
ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut- turut atau dengan cara:
pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada
gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat
dibuat sediaan apus kering di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi
dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak
yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan
dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas penderita yang sesuai dengan
formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh
dari klinik/tempat pelayanan penderita, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring
tengahnya
2. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari
3. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung
4. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman,
5. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik
kecil
6. Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi
7. Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal pengambilan dahak
laboratorium.
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, faeces
a. Mikroskopik
b. biakan
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan
lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu
perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi kuman
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk
DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan
menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar
dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang
menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan
untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen
pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang terlibat.
2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral
berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang
berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan
bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang
memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi
e. ICT
untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji
diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma
diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa
sebanyak 30 Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi
harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.
Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik.
dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis
yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat,
serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans
bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi
pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan
biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru. Diagnosis
pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini
sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik
penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita
serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar
limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan
supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal
11).Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan
pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang
dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan
satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula.
Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi
HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian.
Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran
reaksi tubuh yang analog dengan reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ
yang terkena infeksi atau status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent
masyarakat. Media penularan melalui udara dapat mempercepat proses penularan penyakit
ini. Biasanya seorang penderita dapat menularkan pada saat terjadi ekspirasi paksa seperti
batuk, bersin, ketawa keras dan sebagainya. Tidak semua orang yang sudah terkontaminasi
atau terpapar dengan bakteri penyebab TB akan menjadi sakit. Faktor-faktor yang erat
hubungannya dengan terjadinya infeksi basil TB adalah sumber penularan, jumlah basil,
virulensi basil dan daya tahan tubuh seseorang, dalam hal ini ketahanan tubuh sangat
dipengaruhi oleh faktor genetik, faali, jenis kelamin, usia dan faktor lingkungan (nutrisi,
perumahan dan pekerjaan). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian TB pada
kelompok masyarakat diantaranya : faktor predisposisi (status gizi, imunisasi, HIV, diabetes
melitus dan pendidikan), faktor pendukung (lingkungan rumah, sosial ekonomi, fasilitas dan
sarana kesehatan), faktor pendorong (gaya hidup dan prilaku masyarakat) serta lainnya (umur
a. Umur
Umur merupakan faktor resiko terhadap kejadian TB. Sekitar 75% pasien TB adalah
kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis yaitu pada umur 15 – 50 tahun.
Puskesmas Sedati didapatkan bahwa penderita TB terbanyak pada usia 20 – 54 tahun (81,4%)
yang merupakan usia produktif, kemudian pada usia lebih dari 54 tahun (11,6%) dan kurang
dari 20 tahun (7%). Pada usia produktif mayoritas orang banyak menghabiskan waktu dan
tenaga untuk bekerja, dimana tenaga banyak terkuras serta waktu istirahat kurang sehingga
daya tahan tubuh menurun ditambah lagi dengan lingkungan kerja yang padat dan
berhubungan dengan banyak orang yang kemungkinan sedang menderita TB. Kondisi kerja
seperti ini memudahkan seseorang pada usia produktif lebih berpeluang terinfeksi TB.
b. Jenis kelamin
Pada umumnya penderita TB lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan pada
Kabupaten Karo didapatkan bahwa penderita TB pada laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan yaitu 60,4% pada laki-laki dan 22% pada perempuan. Hal ini disebabkan
karena pada umumnya seorang laki-laki dituntut bekerja lebih keras untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari terutama yang berusia produktif, bahkan terkadang masih ada
yang bekerja meskipun sudah tua. Dibandingkan dengan seorang perempuan yang pada
umumnya terinfeksi TB setelah persalinan akibat proses persalinan yang kurang bersih atau
terinfeksi HIV yang mengakibatkan kekebalan tubuh menurun. Angka kejadian TB pada laki-
laki cukup tinggi pada semua usia, tetapi pada perempuan angka kejadian TB cenderung
menurun setelah melampaui usia subur. Selain itu, laki-laki sebagian besar mempunyai
Diabetes melitus dapat mengganggu respons immun yang penting untuk mengatasi
proliferasi TB sehingga diabetes melitus merupakan suatu faktor resiko untuk TB. Diabetes
melitus juga sebagai suatu faktor resiko independen untuk infeksi saluran pernafasan bawah.
Frekuensi terjadinya TB pada diabetes melitus lebih tinggi dibanding dengan bakteri-bakteri
lainnya. Prevalensi TB paru pada diabetes melitus meningkat 20 kali dibanding non diabetes
melitus dan aktivitas bakteri penyebab TB meningkat 3 kali pada diabetes melitus berat
dibanding diabetes melitus ringan. Selain itu, pasien dengan diabetes melitus dan TB
membutuhkan masa yang lebih lama untuk respons terhadap terapi anti-TB. Pasien dengan
diabetes melitus dan TB aktif juga lebih cenderung terjadinya multi-drug resistant TB.
Infeksi HIV merupakan faktor resiko yang paling penting dalam peningkatan kejadian TB.
Penderita TB menular (dengan sputum BTA positif) yang juga mengidap HIV merupakan
d. Tingkat pendidikan
pendidikan seseorang, maka semakin mudah menerima informasi atau pengetahuan tentang
TB. Seseorang dengan tingkat pengetahuan yang memadai mempunyai dasar pengembangan
daya nalar dan merupakan jalan untuk memudahkan orang tersebut menerima motivasi.
e. Sosial ekonomi
(2011), 90% penderita TB di dunia menyerang kelompok sosial ekonomi rendah atau miskin.
Kemiskinan (sosial ekonomi rendah) merupakan keadaan yang mengarah pada kondisi kerja
yang buruk, perumahan yang terlalu padat, lingkungan yang buruk serta malnutrisi (gizi
buruk) karena kurangnya kemapuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keadaan ini dapat
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga memudahkan terjadinya infeksi TB.
Tingkat sosial ekonomi ditentukan oleh unsur-unsur seperti : pendidikan, pekerjaan dan
penghasilan. Hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan
pemenuhan kebutuhan hidup seseorang dan keluarga. Sebuah keluarga dengan kondisi
perekonomian baik tentunya dapat memenuhi segala kebutuhan termasuk kebutuhan akan
kesehatan, sedangkan keluarga dengan ekonomi rendah harus selektif dalam pengeluaran
karena pada umumnya mereka lebih mementingkan kebutuhan hidup sehari-hari sehingga
hal-hal yang turut mendukung kesehatan sering kali diabaikan. Hal ini yang memicu
f. Kepadatan (crowding)
terutama penyakit yang menular melalui udara seperti TB. Semakin padat penghuni di dalam
rumah maka perpindahan penyakit akan semakin mudah dan cepat, apalagi terdapat anggota
keluarga yang menderita TB dengan BTA positif. Daerah perkotaan (urban) yang lebih padat
daerah pedesaan (rural). Selain itu, perumahan yang padat juga berkaitan dengan peningkatan
kejadian TB. Berdasarkan penelitian Atmosukarto dan Soewasti (2000), didapatkan bahwa :
rumahnya;
3). Besar resiko terjadinya penularan untuk keluarga dengan penderita lebih dari 1
orang adalah 4 kali dibanding dengan keluarga yang hanya 1 orang penderita TB.
per orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan
fasilitas yang tersedia. Kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari
hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni ≥10 m²/orang.
pengaruh bagi penghuninya. Salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara di dalam
rumah tersebut tetap segar. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak
itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena
terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang
tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri
patogen seperti M. tuberculosis. Fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara
ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri patogen seperti M. tuberculosis, karena di situ
selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk
ke dalam rumah, akibatnya basil TB yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut
h. Kelembaban
Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan
membawa pengaruh bagi penghuninya. Kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan
dalam rumah adalah 40 – 60%. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu, kelembaban
yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang
tumbuh dengan baik pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk lebih
dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal yang essensial untuk pertumbuhan dan
Suhu dalam rumah akan membawa pengaruh bagi penguninya. Suhu rumah yang
tidak memenuhi syarat kesehatan akan meningkatkan kehilangan panas tubuh dan tubuh akan
panas tubuh ini akan menurunkan vitalitas tubuh dan merupakan predisposisi untuk terkena
infeksi terutama infeksi saluran nafas oleh agen yang menular. M. tuberculosis memiliki
rentang suhu yang disukai, tetapi di dalam rentang ini terdapat suatu suhu optimum saat
mereka tumbuh pesat. M. tuberculosa merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh baik pada
suhu 25 – 40 ºC, akan tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31 – 37 ºC.
Bakteri ini dapat mati oleh sinar matahari langsung. Oleh sebab itu, rumah dengan standar
pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadap kejadian TB. Kuman tuberkulosis
dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai
bertahun-tahun dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api.
Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali
j. Kebiasaan merokok
merokok bukan merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian TB, akan tetapi pola hidup
seseorang dengan kebiasaan merokok dapat memicu kemungkinan tertular TB. Sebanyak 71
responden yang mempunyai kebiasaan merokok terdapat 64 orang (70,3%) yang menderita
TB. Hal ini dapat disebabkan karena orang-orang dengan kebiasaan merokok beresiko lebih
tinggi terhadap penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dibandingkan dengan yang
2.1.8 Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
a. Rifampisin
b. INH
c. Pirazinamid
d. Streptomisin
e. Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari
a. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
b. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75
mg dan pirazinamid.400 mg
a. Kanamisin
b. Kuinolon
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
2 X semingggu atau :
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1 000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
e). Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg BB 3X
BB >60kg : 1500 mg
BB 40 -60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat
3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi
dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman
pengobatan. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami
efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu menanganinya.
Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek
samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi
1. Isoniazid (INH)
eqdEfek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan
kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah
berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi
hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-
kadang diare
a. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop
b. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata,
air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak
perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)
dan kadang- kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi
bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali
setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena
5. Streptomisin
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.
Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti
kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah
suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin. [ CITATION Dep11
\l 1057 ]
2.2 Pencegahan
kependudukan, sumber daya, dan perkembangan baru lainnya. Potensi dan permasalahan
pencegahan dan pengendalian penyakit menjadi input dalam menentukan arah kebijakan dan
Kecenderungan penyakit menular terus meningkat dan telah mengancam sejak usia
muda. Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi epidemiologis yang signifikan,
penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, meskipun beban penyakit menular masih
berat juga. Penyakit tidak menular utama meliputi jantung, stroke, hipertensi, diabetes
proses penyembuhan atau pengendalian kondisi klinisnya yang umumnya lambat. Pengaruh
industrialisasi mengakibatkan makin derasnya arus urbanisasi penduduk ke kota besar, yang
berdampak pada tumbuhnya gaya hidup yang tidak sehat seperti diet yang tidak sehat,
kurangnya aktifitas fisik, dan merokok. Hal ini berakibat pada meningkatnya prevalensi
tekanan darah tinggi, glukosa darah tinggi, lemak darah tinggi, kelebihan berat badan dan
obesitas yang pada gilirannya meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan pembuluh
darah, penyakit paru obstruktif kronik, berbagai jenis kanker yang menjadi penyebab terbesar
kematian [ CITATION WHO13 \l 1057 ] . Hal ini didasari pada fakta yang terjadi di banyak
negara bahwa meningkatnya usia harapan hidup dan perubahan gaya hidup juga diiringi
dengan meningkatnya prevalensi obesitas, kanker, penyakit jantung, diabetes dan penyakit
kronis lainnya. Penanganan PTM memerlukan waktu yang lama dan teknologi yang mahal,
dengan demikian PTM memerlukan biaya yang tinggi dalam pencegahan dan
penyakit yang bersifat kronis, tidak menular, dimana diagnosis dan terapinya pada umumnya
lama dan mahal. PTM sendiri dapat terkena pada semua organ, sehingga jenis penyakitnya
juga banyak sekali. Berkaitan dengan itu, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
kesehatan masyarakat (public health). Untuk itu perhatian difokuskan kepada PTM yang
mempunyai dampak besar baik dari segi morbiditas mapun mortalitasnya sehingga menjadi
isu kesehatan masyarakat (public health issue) . Dikenali bahwa PTM tersebut yang
kemudian dinamakan PTM Utama, mempunyai faktor risiko perilaku yang sama yaitu
merokok, kurang berolah raga, diet tidak sehat dan mengkonsumsi alkohol. Bila prevalensi
faktor risiko menurun, maka diharapkan prevalensi PTM utama juga akan menurun.
Sedangkan dalam pendekatan klinis, setiap penyakit ini akan mempunyai pendekatan yang
berbeda-beda. Namun demikian, tidak semua PTM dengan prevalensi tinggi memunyai faktor
risiko yang sama misalnya kanker hati dan kanker serviks dimana peran infeksi virus sangat
besar. Untuk kondisi ini diperlukan intervensi spesifik. hal tersebut menjadi masalah
kesehatan masyarakat dan juga masalah sosial. Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang
menyebabkan penurunan tajam penglihatan (visus), yang banyak di derita oleh kelompok usia
diatas 50 tahun. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan, maka jumlah penderita katarak akan
meningkat seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia; 80%
katarak dapat dihindari, baik dengan cara pencegahan, penyembuhan maupun rehabilitasi.
berdampak pada meningkatnya beban ekonomi baik di tingkat individu maupun di tingkat
negara pada skala nasional. Literatur terkini mengungkapkan kompleksitas penyebab masalah
PTM ada dua kelompok besar faktor risiko penyakit tidak menular. Pertama, adalah faktor
risiko yang tidak dapat dikendalikan, yaitu faktor usia, Kedua, penyakit metabolik lain pada
usia dewasa. Anak-anak yang dilahirkan dengan gangguan pertumbuhan mempunyai risiko
lebih besar untuk mengalami gangguan metabolik, terutama gangguan metabolik lemak,
protein dan karbohidrat yang akan meningkatkan risiko PTM di usia dewasa. Anak yang
dilahirkan normal dan tumbuh baik pada masa kanak-kanak, akibat faktor gaya hidup yang
tidak sehat, seperti makan tidak seimbang dan aktivitas rendah akan meningkat faktor
2. Melaksanakan pencegahan pada seluruh siklus hidup manusia, sejak dalam kandungan,
hingga bayi, balita, anak sekolah, remaja, dewasa, diikuti perbaikan budaya hidup
bersih dan sehat. Yang dimaksud seluruh siklus hidup adalah sejak hamil, lahir, anak
sekolah, remaja, dewasa, usia lanjut sesuai dengan masalah pada kelompok usia
tersebut. Pada kelompok usia 1000 hari pertama, fokus pencegahan diarahkan pada
pemenuhan kebutuhan dasar gizi dan kesehatan agar tidak terjadi gangguan
pertumbuhan.
sayur dan buah, pangan hewani, dengan mengurangi lemak serta minyak dan
5. Melibatkan semua sektor, baik Pemerintah maupun masyarakat, untuk secara nyata
seperti virus, bakteri, parasit, atau jamur, dan dapat berpindah ke orang lain yang sehat.
Beberapa penyakit menular yang umum di Indonesia dapat dicegah melalui pemberian
Penyakit menular dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
secara langsung terjadi ketika kuman pada orang yang sakit berpindah melalui kontak fisik,
misalnya lewat sentuhan dan ciuman, melalui udara saat bersin dan batuk, atau melalui
kontak dengan cairan tubuh seperti urine dan darah. Orang yang menularkannya bisa saja
tidak memperlihatkan gejala dan tidak tampak seperti orang sakit, apabila dia hanya sebagai
pembawa (carrier) penyakit. Selain metode penyebaran tersebut, penyakit menular juga dapat
menyebar melalui gigitan hewan, atau kontak fisik dengan cairan tubuh hewan, serta melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi mikroorganisme penyebab penyakit
Prioritas pencegahan dan pengendalian penyakit menular tertuju pada pencegahan dan
berdarah, influenza, flu burung dan penyakit neglected diseases antara lain kusta,frambusia,
filariasis, dan chsitosomiasis. Selain penyakit tersebut, penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I) seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B, dan tetanus baik pada
maternal maupun neonatal juga tetap menjadi perhatian walaupun pada tahun 2014 Indonesia
telah dinyatakan bebas polio dan tahun 2016 sudah mencapai eliminasi tetanus neonatorum.
terjadinya Kejadian Kesehatan yang Meresahkan (KKM) dan pengendalian panyakit infeksi
Salah satu penyebab rendahnya cakupan penemuan penderita TB Paru tersebut adalah
masih rendahnya kesadaran penderita dalam menjalani proses pengobatan dan penyembuhan.
Penularan penyakit TB Paru juga tidak terlepas dari faktor sosial budaya, terutama berkaitan
dengan pengetahuan, sikap dan perilaku dari masyarakat setempat. Di Indonesia telah
dilakukan berbagai upaya. Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat
menciptakan pola hidup sehat (Paradigma Sehat) sulit dicapai karena tidak ditunjang oleh
faktor sosial, ekonomi, tingkat pendidikan dan budaya masyarakat
2.2.2 Konsep Penggunaan Masker dalam Pencegahan TB
2.3 Perilaku
2.4.1 Definisi