Anda di halaman 1dari 8

“Peran Apoteker Dalam Pharmaceutical Care;Konseling Terhadap Tingkat Pengetahuan

Pasien TBC Rawat Inap Bagian Infection Center RSU dr Wahidin Sudirohusodo ”

Farida S.

Jurusan Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar

ABSTRAK
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan dirumah sakit. Pelayanan farmasi inilah yang
mendorong rumah sakit untuk senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
dalam rangka mencapai kepuasan pasien dalam hal pengetahuan tentang
penyakit yang diderita termasuk penyakit TBC, hal ini juga disebut dengan
pharmaceutical care. Berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan terlihat
bahwa masih banyak pasien yang kurang paham mengenai hal-hal yang
terkait dengan penyakit TBC, baik dari segi pengobatan hingga proses
penyembuhan. Hal ini diperkirakan terjadi karena pasien tidak mendapatkan
Konseling yang baik oleh apoteker atau tidak pernah mendapatkan konseling
sama sekali. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui pengaruh
Pharmaceutical care terhadap tingkat pengetahuan pasien TBC serta tingkat
kepatuhan pasien dalam pengobatan TBC. Berdasarkan hasil analisis uji
paired sample t-test diperoleh nilai signifikasi sebesar 0.001 (p < 0.05). Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat pengetahuan
setelah diberikan konseling. Sehingga dapat disimbulkan bahwa pengetahuan
pasien sebelum diberikan pharmaceutical care dalam hal ini konseling lebih
kecil atau rendah dibandingkan dengan setelah diberikannya pharmaceutical
care terhadap pasien mengenai penyakit TBC.

Kata kunci : Pharmaceutical Care, TBC dan Uji paired sample t-test

1. PENDAHULUAN Pada penelitian yang


dilakukan oleh Riset Kesehatan
Pelayanan kefarmasian merupakan dasar (Riskesdas) yang
pelayanan yang tidak terpisahkan dari dilaksanakan oleh Badan Penelitian
sistem pelayanan kesehatan dirumah sakit. dan Pengembangan Kesehatan,
Dewasa ini pelayanan farmasi rumah sakit Kementrian Kesehatan RI (2013),
dituntut membangun paradigma sebagai didapatkan angka prevalensi TB
pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang pada tahun 1990 hingga tahun
sesuai mutu pelayanan farmasi. 2013 disimpulkan mengalami
Keterlibatan berbagai pihak sangat peningkatan. Peningkatan jumlah
diperlukan, baik dalam sektor masyarakat, penderita TB disebabkan oleh
kalangan swasta, organisasi profesi dan berbagai faktor, yakni kurangnya
organisasi sosial serta LSM, terutama tingkat kepatuhan penderita untuk
profesi apoteker diapotek, instalasi farmasi berobat dan meminum obat, dan
rumah sakit maupun tempat lain yang lain sebagainya. Berdasarkan
melayani masyarakat dalam memenuhi paparan diatas, maka peneliti
kebutuhannya akan ketersediaan obat tertarik membahas tentang
khususnya obat golongan antituberkulosis. pengaruh Pharmaceutical care
terhadap tingkat pengetahuan
pasien TBC serta tingkat kepatuhan Ada beberapa faktor kemungkinan
pasien dalam pengobatan TBC. yang menjadi risiko terjadinya penyakit
2. TINJAUAN PUSTAKA Tuberkulosis Paru diantaranya yaitu faktor
kependudukan (umur, jenis kelamin, status
Pharmaceutical care adalah tanggung gizi, peran keluarga, tingkat pendapatan,
jawab langsung apoteker pada pelayanan tingkat pendidikan), faktor lingkungan
yang berhubungan dengan pengobatan rumah (luas ventilasi, kepadatan hunian,
pasien dengan tujuan mencapai hasil yang intensitas pencahayaan, jenis lantai,
ditetapkan yang memperbaiki kualitas kelembaban rumah, suhu dan jenis
hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak dinding), perilaku (kebiasaan membuka
hanya melibatkan terapi obat tapi juga jendela setiap pagi dan kebiasaan
keputusan tentang penggunaan obat pada merokok) dan riwayat kontak (Fitriani
pasien. Pharmaceutical care kepedulian Eka,2013:90).
farmasi adalah penyedian pelayanan Diagnosis
langsung dan bertanggung jawab yang Langkah pertama dalam diagnosis
berkaitan dengan obat dengan tenaga TB adalah kecurigaan oleh penyedia atau
kesehatan yang mempunyai kaitannya pasien untuk penyakit - penyakit harus
dengan penyakit pasien. dicurigai sebelum tes yang sesuai
dilakukan untuk mengkonfirmasi
Ada tiga komponen dasar peranan klinik
diagnosis. Gambaran klinis, termasuk
dalam praktik farmasi, yakni komunikasi,
riwayat, tanda-tanda, gejala, dan rontgen
konseling, dan konsultasi. Apoteker telah
dada, semuanya berkontribusi untuk
menerima tanggung jawab yang meningkat
menetapkan diagnosis TB yang sementara
dalam memastikan agar pasien mencapai
dan bekerja dalam pengaturan yang tepat.
hasil (outcome) yang diinginkan dengan
Pengaruh Terapi
obat yang mereka gunakan. Konseling
pasien dapat didefinisikan sebagai Pengendalian atau
penyedia informasi, saran atau nasehat penanggulangan TB yang
tentang obat baik dalam bentuk oral atau terbaik adalah mencegah agar
tertulis kepada pasien atau yang mewakili tidak terjadi penularan maupun
mengenai efek samping, penyimpanan, infeksi. Pencegahan TB pada
diet dan perubahan gaya hidup. dasarnya adalah :
Defenisi Tuberkolosis 1) Mencegah penularan kuman dari
Tuberkulosis (TBC) merupakan penderita yang terinfeksi
masalah kesehatan di dunia yang 2) Menghilangkan atau
menyebabkan gangguan kesehatan pada mengurangi faktor risiko
jutaan orang setiap tahun.TBC merupakan yang menyebabkan
penyakit penyakit infeksi penyebab utama terjadinya penularan.
kematian urutan kedua setalah human Prinsip Pengobatan
immundeficiency (HIV). Tuberkulosis atau
Sesuai dengan sifat
TB merupakan penyakit infeksium yang
kuman TB, untuk memperoleh
menular dan menyerang parenkim paru
efektifitas pengobatan, maka
dan dapat menyebar melalui getah bening
prinsip-prinsip yang dipakai
dan peredaran darah. Penyakit ini
adalah :
disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dengan cara penularan 1) Menghindari
melalui droplet (udara). penggunaan
monoterapi.
Faktor Resiko
2) Untuk menjamin Uji t test dependen digunakan untuk
kepatuhan penderita membandingkan rata-rata nilai pretest
dalam menelan obat dan nilai posttest pada satu sampel.
3) Pengobatan TB 4. PEMBAHASAN
diberikan dalam 2 Hasil didapatkan dari 16 responden
tahap, yaitu tahap mengalami peningkatan skor
intensif dan lanjutan. pengetahuan setelah diberikan
3. METODOLOGI PENELITIAN konseling tentang penyakit tbc.
Secara spesifik dijabarkan pada
Penelitian ini merupakan penelitian grafik perbandingan peroleh nilai
dalam bentuk survey yang bersifat pre test dan post test responden
observasional dengan metode berikut ini.
pendekatan cross sectional, yaitu
suatu penelitian yang dilakukan 12
dengan pengamatan sesaat atau 10
dalam suatu periode waktu tertentu
dan setiap subyek studi hanya 8
dilakukan satu kali pengamatan
6
selama penelitian. Pre Test
Pendekatan Penelitian 4 Post Test
Penelitian ini menggunakan p
endekatan kuantitatif untuk mendes 2
kripsikan tingkat pengetahuan pasi
0
en setelah diberikan pharmaceutic
al care: konseling.
Metode Pengumpulan Data Gambar 4.2. Grafik pre dan post test
Data penelitian diperoleh 9
dari kuesioner yang telah diisi 8
lengkap oleh responden yang 7
dikumpulkan dengan teknik 6
pengumpulan data secara
5
consecutive sampling. Benar
4
Instrumen Penelitian Salah
3
Instrumen yang digunakan
untuk mengukur variabel penelitian 2
ini dengan menggunakan guttman. 1
Skala guttman yaitu skala yang 0
menginginkan tipe jawaban tegas,
1
3
5
7
9
11
13
15

seperti jawaban benar – salah.

Penilaian Skor
Benar 1
Salah 0
Analisis Data Penelitian
a. Normalitas data
Uji normalitas data bertujuan untuk
menguji apakah sebaran data
terdistribusi normal atau tidak. Gambar 4.3. Grafik pre test
b. Uji t test dependen (berpasangan)
12 bahwa ada perbedaan tingkat
10 pengetahuan pretest dan posttest.

8 Pengetahuan Pasien Sebelum Diberikan


6 Konseling (Pre-tets)
Benar
4 Salah Penelitian dilakukan dengan tujuan
mengetahui apa yang terjadi sebelum dan
2 setelah pasien dikonseling. Sebelum
0 diberikan konseling terhadap pasien,
dilakukan pengujian pre-test responden
yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil
penelitian menunjukkan tingkat
Gambar 4.4. Grafik post test kemampuan menjawab dengan benar
responden masih rendah. Hal ini
a. Analisis data tingkat
disebabkan oleh masih kurangnya
pengetahuan pre dan post test
pengetahuan responden terhadap penyakit
Tabel 4.5. Hasil Uji Paired TBC sebagaimana yang telah dijadikan
Sample T-test sebagai pernyataan pada kuisioner. Hasil
pengujian yang dilakukan terhadap 16
responden menunjukkan bahwa kualitas
jawaban berada pada rata-rata 5,88
berdasarkan hasil uji paired test. Tentu ini
menunjukkan rata-rata yang rendah dari
apa yang diharapkan. Derajat kebebasan
penelitian ini jika dihitung dengan formula
(n-k-1) menghasilkan angka 13 (16-2-1)
5. Pembahasan dengan t tabel 3,0129. Hasil T-Hitung
Pemilihan Uji Paired Test dalam menunjukkan angka 4,392 > 3,0129. Ini
Penelitian membuktikan bahwa hipotesis ini diterima.
Uji paired test bertujuan Nilai p-value bernilai 0,01 (<0,05) juga
membandingkan rata-rata dua menunjukkan bahwa memang seharusnya
variabel sebelum dan setelah konseling diberikan kepada pasien TBC
diberikan stimultan atau penggerak untuk meningkatkan kualitas hidup mereka
perbedaan dalam penelitian ke depannya.
dilakukan. Berdasarkan tabel 4.5
Pengetahuan Pasien Setelah Diberikan
menunjukkan bahwa nilai rata-rata
Konseling (Post-test)
nilai sebelum diberikan konseling
Berdasarkan penelitian
farmasi adalah sebesar 5,88,
yang telah dilakukan oleh peneliti
sedangkan rata-rata nilai setelah
di lapangan, pasien yang mengidap
diberikan konseling farmasi adalah
penyakit TBC yang diberikan
7,38. Nilai t hitung yang diperoleh
konseling farmasi memang
dari uji paired sample t-test sebesar
seharusnya memiliki perbedaan
4,392 dengan nilai p-value sebesar
tingkat pengetahuan yang
0.001. Hal ini menunjukkan nilai p-
signifikan, hal ini dapat
value lebih kecil dari nilai
dipengaruhi oleh pengendalian
signifikansi yakni 0.05. sehingga
oleh pasien itu sendiri. oleh
hipotesis dalam penelitian ini
karenanya, pasien sebelum
diterima. Hal ini dapat diartikan
diberikan konseling akan memiliki
pengetahuan yang sedikit terhadap
pengobatan penyakit TBC terhadap tingkat pengetahuan
sedangkan pasien yang telah pasien terhadap pengobatan TBC.
diberikan konseling akan memiliki
pengetahuan yang lebih besar Saran
terhadap pengobatan penyakit TBC
Adapun saran yang diberikan
(Lihat Tabel 4.3). Sehingga
penulis adalah sebagai berikut :
konseling ini sangat perlu diberikan
kepada pasien untuk meningkatkan 1) Untuk menjaga kualitas pelayanan
pengetahuan responden terhadap Pharmaceutical Care sebaiknya
TBC itu sendiri. apoteker yang berkualifikasi
diperbanyak.
Tingkat perbandingan pengetahuan 2) Untuk peneliti selanjutnya dapat
pasien pre dan post test setelah menggunakan metode yang lain
diberikan konseling untuk mengetahui pengaruh
Berdasarkan hasil uji Pharmaceutical Care terhadap
paired sample t-test diperoleh nilai kesembuhan penyakit TBC.
signifikasi sebesar 0.001 (p < 0.05)
yang menunjukkan signifikansi
perubahan yang sangat positif. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan DAFTAR PUSTAKA
bahwa ada perbedaan tingkat Alfid, Afandi,Tri. Efektifitas peer group
pengetahuan setelah diberikan support terhadap kualitas hidup
konseling. Sehingga dapat klien TB paru dan penyakit kronik.
disimbulkan bahwa pengetahuan Program ilmu keperawatan,
pasien sebelum diberikan Jember. 2016
pharmaceutical care dalam hal ini
konseling lebih kecil atau rendah Amiluddin,Zumla, dkk. Tuberculosis, New
dibandingkan dengan setelah England. 2013
diberikannya pharmaceutical care
terhadap pasien mengenai penyakit Antimicrob. Chemother. 2011. Hal
TBC. Hal ini menunjukkan bahwa 180.
pharmaceutical care sangat
Asih, yasmin, gede, niluh, Christiantie,
berperan penting dalam
effendi, Klien dengan gangguan
peningkatan pengetahuan pasien
sistem pernafasan, Jakarta. 2004
terhadap penyakit TBC.
5. KESIMPULAN Depkes RI. Pedoman penaggulangan
nasional TBC. Jakarta.2008. Hal 1,25.
Dari hasil penelitian
Depkes RI. Standar pelayanan
Pharmaceutical Care di RSU Dr.
kefarmasian di rumah sakit,
Wahidin Sudirohusodo membuat
Jakarta. 2016. Hal 3
kesimpulan sebagai berikut :
Depkes RI.Pharmaceutical care untuk
Ada perbedaan tingkat
penyakit tuberkulosis. 2005 . Hal 25.
pengetahuan antara pasien sebelum
diberikan konseling farmasi dan Devi, Darliana. Manajemen pasien
setelah diberikan konseling tuberkulosis paru. Syiah kuala
farmasi. Hal ini dapat dilihat dari university. 2017. Hal 83.
nilai p-value yang lebih kecil dari
nilai signifikansi yaitu 0.001 (p Dileep,Tiwari,dkk. Vaccine development
<0.05) yang berarti Pharmaceutical for tuberkulosis past, present and
Care berpengaruh signifikan
future challenges, The netherlands. Icksan, Aziza, G, dan Reny, Luhur, S.
2011. 75. Radiologi toraks Tuberkulosis
paru, Jakarta. 2001. Hal 4.
Eka, Fitriani. Faktor resiko yang
berhubungan dengan kejadian Idris Fachmi. Panduan praktis edukasi
tuberkulosis paru, Semarang.2013. kesehatan, Jakarta.2014. Hal 4.
Hal 90.
Irman, Somatri. Asuhan keperawatan pada
Enti, Rikomah, Setya,. Farmasi klinik, pasien dengan gangguan sistem
Yogyakarta.2016. Hal 58, 45 pernafasan¸ Jakarta.2007. Hal 15.
Farandika, Reiza, Kurniawan. Rahasia ter ISFI. informasi spesialis obat indonesia, ,
baru  kedahsyatan terapi enzim, Jakarta.2000. Hal 23.
Jakarta : JRI. 2000. Hal 42.
Fortun, J. Linezolid for the treatment of
multidrug-resistant tuberculosis. J. Jakarta; Kementerian Kesehatan
Hair, J.F, et. al. Multivariate Data RI. 2011.Hal 6.
Analysis with Reading 4rd Edition.
New Jersey: Prentice Hall Jasaputra, Diana, K,Slamet, Santosa. Meto
Internationa. 2010. Hal. 92. dologi penelitian biomedis.
Bandung. 2008.Hal 47.
Handayani Gemy Nastity. Disertasi
pengaruh mutu pelayanan John, Bernardo dan Rocarati. Tuberculisis
kefarmasian dan kompetensi (TB),AS.2012
petugas terhadap ketersedian obat,
Kemenkes RI. Undang-Undang Republik
serta dampaknya pada kepuasan
Indonesia Nomor : 23 tahun 2005
pasien dirumah sakit umum daerah
Tentang Kesehatan, Jakarta. 2005.
(RSUD) labuang baji provensi
Hal 15-40.
sulawesi
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia
selatan.,Surabaya.2017.Hal 7.
Tahun 2009, Jakarta. 2010. Hal 4.
Handayany,Gemy,Nastity. Pengaruh mutu
Kemenkes RI. Promosi kesehatan di
pelayanan kefarmasian dan
daerah bermasalah kesehatan
kompetensi petugas terhadap
panduan bagi petugas kesehatan di
ketersediaan obat serta
puskesmas, Jakarta: Pusat Promosi
dampaknya kepada kepuasan
Kesehatan Kemenkes Republik
pasien di rumah sakit umum
Indonesia. Available at:
daerah (RSUD) labuang baji
http://www.depkes.go.id/resources/
provinsi sulawesi selatan.
download/promosi-
Surabaya.2017.Hal. 7.
kesehatan/panduan-promkes-
Hepler, stard. Opportunities and dbk.pdf. 2011. Hal 190.
responsibilities in pharmaceutical
Kemenkes RI. Standar pelayanan
care, American journal of hospital
kefarmasian di apotik, Jakarta.
pharmacy.1990
2004. Hal 3,8.
Husein, Surahman, E. Konsep dasar
Kemenkes RI. Strategi Nasional
pelayanan kefarmasian
Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.
berbasiskan pharmaceutical care.
Kemenkes RI. Strategi Nasional
Widya Padjadjaran, Bandung.2011
Pengendalian TB di Indonesia. Jakarta.
2014
Kusuma Dharma Kelana. Metode Prayitno. Jenis Layanan dan Kegiatan
penelitian keperawatan, Jakarta. Pendukung Konseling. Padang:
2011. Hal 78. Fakultas Ilmu Pendidikan UNP.
2012. Hal 101.
Mappiare, Andi. pengantar konseling dan
psikoterapi, Jakarta.2010. Hal 5. Rancarati, Bernardo,John. Tuberculosis
(TB). 2012
Masrin. Tuberkulosis  Paru. Jurnal Univers
itas Muhamadiyah Semarang.2008. Rovert, J. P., et al. A Practical Guide to
Hal 5. Pharmaceutical Care, American
Pharmaceutical Association,
Nadesul, handrawan. Dari balik kamar Washington, D.C. 2003. Hal 93.
prakter dokter tips praktis
mengenali, mencegah dan Shihab, M. Quraish. Tafsir Al – Mishbah.
mengatasi penyakit. Jakarta.2009 Jakarta: Lentera Hati. 2002. Hal
453,587.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor:
Ghalia Indonesia. 2005 Shubashini, Gnanasan. Pharmaceutical
care for patiens tuberculosis and
Niluh,Yasmin, Gede. Buku Kedokteran, diabetes mellitus in malaysia, 2012
Jakarta. 2004. Hal 83.
Singarimbun dan Effendi. Metode
Nurhikmah, Siti. Hubungan antara Penelitian Survay. Jakarta: PT
karakteristik individu dan Pustaka LP3ES Indonesia.
lingkungan dengan kejadian 2011.Hal 124, 142,144.
tuberkulosis di puskesmas
bojongsari purbalingga, Siswanto,dkk. Metodologi penelitian
Purwekerto. 2016. Hal 19 kesehatan dan kedokteran.
Yogyakarta. 2015: Hal 15,217,310.
Nurlita,Niviasari.  Faktor faktor  yang ber
hubungan dengan status Soedarto. Penyakit- penyakit infeksi di
kesembuhan penderita tuberkulosis indonesia. Surabaya.1996. Hal 52.
paru, semarang. 2015. Hal 143.
Sudjana. Metode dan teknik pembelajaran
Nursalam. Konsep dan penerapan partisipatif, Bandung. 2001. Hal.
metodologi penelitian ilmu 15.
keperawatan. Jakarta. 2008. Hal
34. Sugiono. Metodologi penelitian kuantitatif
dan kualitatif dan R&D, Bandung.
PDPI. Pedoman diagnosis dan 2008. Hal 142.
penatalaksanaan tuberkulosis di
indonesia, Jakarta. 2006. Hal 28- Sukandar. ISO Farmakoterapi, ISFI
29. Penerbitan, Jakarta. 2007. Hal 918.

Peraturan Daerah. Tarif layanan kesehatan Suryanto, E. Tuberkulosis dan HIV.


pada badan layanan umum daerah Dalam Jurnal Respirologi Indonesia.
rumah sakit umum daerah kota Suyono,. Buku ajar penyakit dalam II
makassar.2016. Hal 4. FKUI, Jakarta. 2001. Hal 31.

Permenkes RI. Standar pelayanan Syarifuddin, M. 2013. Peranan


kefarmasian rumah sakit. Jakarta. Pharmaceutical Care dalam
2016. Hal 2-5. Meningkatkan Hasil Klinis dan
Kualitas Hidup Pasien Penderita
Diabetes Melitus. Jurnal
Kefarmasian Indonesia, 3(2): 52-
59.
Wibowo. Manajemen kinerja, Jakarta.
2012. Hal 52.
Word Health Organization (WHO).
Global Tuberkulosis Report 2015.
Switzerland. 2015
World Health Organization (WHO). About
Cardiovascular diseases. Geneva.
2013. Hal 1,3.

Anda mungkin juga menyukai