Anda di halaman 1dari 24

MODUL PELATIHAN

INFEKSI LATEN TUBERKULOSIS (ILTB) DAN


TERAPI PENCEGAHAN TUBERKULOSIS (TPT)

MODUL 5

PADUAN TERAPI PENCEGAHAN TUBERKULOSIS


(TPT) KONTAK TBC SENSITIF OBAT (SO) DAN
RESISTEN OBAT (RO)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi singkat
B. Tujuan Pembelajaran umum dan khusus
C. Pokok bahasan dan sub pokok bahasan
D. Model pembelajaran

BAB II MANFAAT TPT


A. Manfaat dari sudut pandang public health
B. Contoh kasus-kasus missed-opportunity TPT

BAB III SASARAN PRIORITAS TPT


A. Kelompok prioritas
B. Indikasi TPT

BAB IV PEMBERIAN OBAT TPT


A. Tuberkulosis sensitif obat
B. Tuberkulosis resisten obat

BAB V PENUTUP
A. Latihan soal
B. Pembahasan
C. Referensi

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Pencegahan TBC melalui pengobatan pencegahan merupakan strategi
penting dalam tatalaksana TBC untuk mencapai Indonesia bebas
Tuberkulosis. Efikasi TPT untuk mencegah TBC antara 60% sampai 90%.
Pemberian TPT memiliki keuntungan lebih tinggi pada kelompok pasien
terinfeksi yang memunyai risiko progresifitas ke arah TBC aktif
dibandingkan dengan populasi lainnya.
Program penanggulangan TBC melalui TPT terdiri dari beberapa langkah
intervensi: identifikasi kontak, melakukan pemeriksaan pada kelompok
yang terindikasi, pemberian pengobatan sekaligus pemantauan untuk
memastikan pasien yang mendapatkan TPT dapat menyelesaikan terapi
dan bebas dari efek samping obat yang tidak diinginkan.
Bab ini akan membahas TPT mulai dari manfaat, sasaran, indikasi, dan
pengobatannya (pemilihan obat, dosis, lama pemberian). Disajikan kasus-
kasus yang menunjukkan pentingnya TPT pada anak (miss opportunity),
serta akibat yang mungkin akan dialami jika tidak mendapatkan TPT sejak
awal.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan pembelajaran umum
a. Peserta memiliki pemahaman mengenai TPT
2. Tujuan pembelajaran khusus
a. Peserta memiliki pemahaman mengenai manfaat pemberian
TPT
b. Peserta mampu menentukan sasaran prioritas pemberian TPT
c. Peserta mampu menentukan pilihan pengobatan TPT
C. Bahasan
1. Pokok bahasan
Terapi pencegahan TBC
2. Sub pokok bahasan

2
A. Manfaat TPT
1. Contoh Kasus-Kasus Missed-Opportunity TPT
2. Manfaat Dari Sudut Pandang Kesehatan Masyarakat
B. Sasaran Prioritas TPT
1. Kelompok Prioritas
2. Indikasi TPT
C. Pengobatan
1. Jenis Obat TPT
2. Dosis Dan Cara Pemberian

D. Model pembelajaran
Pada modul ini bentuk pelatihan adalah menggunakan sistem kuliah
mimbar atau pemaparan langsung, fasilitator memberikan materi pelatihan
secara interaktif dengan peserta dan berdiskusi aktif mengenai materi.
Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan modul ini adalah 1
jam, terdiri dari :
1. Pemaparan materi dan diskusi
Narasumber: memberikan materi
Peserta : mendengarkan, memahami materi, dan berdiskusi
interaktif dengan fasilitator
2. Small group discussion
Fasilitator : memandu diskusi group tentang studi kasus
Peserta : berdiskusi dengan sesama peserta mengenai materi
dan mendiskusikan beberapa kasus.

3
BAB II
MANFAAT PEMBERIAN TPT

A. Manfaat dari sudut pandang kesehatan masyarakat


Sebuah kajian yang dilakukan terhadap paduan pengobatan menemukan
bahwa pengobatan laten TBC dapat mengurangi risiko reaktivasi sekitar
60% sampai 90%. Selain itu uji coba randomisasi terkontrol yang dilakukan
dinegara dengan beban TBC tinggi menunjukkan bahwa terapi
pencegahan pada ODHIV dapat memberikan perlindungan hingga lebih
dari 5 tahun. Oleh karenanya pedoman WHO tahun 2018
merekomendasikan TPT jangka pendek yang lebih dapat ditoleransi dan
memiliki efikasi yang baik sehingga dapat meningkatkan angka kepatuhan
pengobatan.

Pengalaman beberapa negara yang menerapkan TPT dapat menurunkan


insiden TB sampai 17% (Alaska), dengan target yang mendekati sasaran
program TB global. Keuntungan melakukan terapi TB secara dini dalam
konteks pencegahan untuk menghentikan progresivitas penyakit menjadi
aktif, terutama pada kelompok individu yang berisiko, telah banyak
dilakukan di berbagai negara. Pengobatan pencegahan yang dilakukan
dengan baik akan menurunkan angka progresivitas penyakit dari infeksi
menjadi aktif sampai 90%, angka yang cukup besar untuk menurunkan
transmisi dan selanjutnya dapat mengeliminasi TB di komunitas.

B. Contoh Kasus-kasus missed-opportunity TPT


Kasus 1
Seorang anak berusia 3 bulan datang ke IGD RS dengan keluhan sesak
napas. Sebelumnya anak tumbuh sehat, berat badan naik setiap bulan,
namun sejak 2 minggu sebelum datang ke RS anak mulai malas minum,
oleh orangtua diberikan susu formula. Riwayat ibu sering batuk dan badan
bertambah kurus setelah melahirkan, berobat dan di diagnosis TB Paru.
Hasil foto rontgen paru anak menunjukkan gambaran TB milier,
pemeriksaan dahak MTB detected high, Rifampisin resistant NOT

4
detected. Pasien mendapat tatalaksana TB dengan rejimen INH,
Rifampisin, Pirazinamid, dan Ethambutol. Setelah 2 minggu perawatan
anak mengalami perbaikan klinis berat badan naik dan dipulangkan
dengan melanjutkan rejimen terapi 2 HRZE. Selama pemantauan di klinik
DOTS anak menunjukkan perbaikan klinis dan tumbuh kembang optimal.
Bahasan :
Pada pasien di atas, terjadi keterlambatan dalam melakukan deteksi dini
TBC pada ibu paska melahirkan, sehingga bayinya tidak diberi obat untuk
TPT yang berakibat bayinya menjadi terinfeksi dan sakit TBC paru berat,
pengobatannya memerlukan kombinasi obat HRZE dengan risiko efek
samping yang lebih tinggi.

Kasus 2
Seorang bayi lahir dari ibu G1P0A0, 38 minggu, riwayat malnutrisi, lahir
langsung menangis, BBL 2800 gram. Tiga hari perawatan anak mengalami
ganguan napas, dilakukan tatalaksana oksigenasi dan antibiotika,
perbaikan dan bayi dipulangkan. Sementara ibu pasien dirawat dan
meninggal dunia setelah 1 minggu melahirkan, dari gambaran foto rontgen
paru ibu terdapat kesan TB Milier dan belum sempat dilakukan
pemeriksaan dahak.
Usia 2 bulan bayi kembali datang ke Puskesmas dengan keluhan sesak
napas dan dirujuk ke RSUD, dilakukan foto rontgen didapatkan kesan TB
milier. Dari pemeriksaan dahak didapatkan hasil MTB detected low,
Rifampisin resistant detected. Pasien mendapatkan pengobatan TB
MDR dengan regimen Levofloksasin, Linezolide, Clofazimin, Sikloserin,
Ethambutol. Pasien menunjukkan perbaikan klinis dan melanjutkan terapi
di rumah setelah 1 bulan perawatan di RS, gambaran foto rontgen
mengalami perbaikan.
Bahasan :
Kemungkinan besar bayi di atas mendapatkan penularan dari ibu secara
hematogen, jika dilakukan skrining kearah TB sejak awal dan dilakukan
penatalaksanaan adekuat bayi mungkin tidak akan menderita sakit TBC
berat.

5
Kasus 3
Seorang laki-laki, 37 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak sejak +
3 minggu, demam (+), penurunan BB, keringat malam dan penurunan nafsu
makan. Pada hasil pemeriksaan dahak didapatkan Mtb detected medium,
rifampicin resistance not detected. Pasien sudah mengonsumsi OAT FDC
1x3 tab. Pasien tinggal bersama dengan istrinya. Istri pasien saat ini
mengatakan tidak ada keluhan.
Bahasan:
Berdasarkan algoritma terapi pencegahan tuberkulosis, istri pasien
tergolong kontak serumah dengan pasien TBC. Jika istri pasien tidak
bergejala, maka dilanjutkan ke pemeriksaan dengan TST/IGRA. Apabila
hasil TST/IGRA positif dan tidak ada kontraindikasi terapi pencegahan,
maka istri pasien dapat diberikan terapi pencegahan berupa 3HP.

Kasus 4
Seorang laki-laki, 31 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak sejak +
3 minggu, demam (+), penurunan BB, keringat malam dan penurunan nafsu
makan. Pasien riwayat putus pengobatan TBC tahun 2007. Pada hasil
pemeriksaan dahak didapatkan Mtb detected very high, rifampicin
resistance detected. Pasien saat ini menjalani pengobatan paduan jangka
pendek. Pasien tinggal bersama orangtuanya dan tidak bergejala.
Bahasan:
Berdasarkan algoritma TPT TBC RO, jika pasien usia >5 tahun, kontak
dengan pasien TBC RO dan tidak bergejala, lakukan pemeriksaan foto
toraks. Jika dari foto toraks normal, lakukan pemeriksaan TST. Jika TST
positif, berikan terapi pencegahan TBC RO berupa kombinasi levofloksasin
15-20 mg/kgBB/hari dan etambutol 15-25 mg/kgBB/hari selama 6 bulan.

6
BAB III
SASARAN PRIORITAS TPT

A. Kelompok prioritas
Kelompok prioritas pemberian TPT adalah kelompok yang memunyai risiko
tinggi untuk sakit TB, kelompok tersebut diantaranya adalah
1. Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV)
2. Kontak serumah/ kontak erat* dengan pasien TBC paru yang
terkonfirmasi bakteriologis
a. Anak usia di bawah 5 tahun
b. Anak usia 5-14 tahun
c. Remaja dan dewasa (usia di atas 15 tahun)
3. Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif
a. Pasien immunokompromais lainnya (Pasien yang menjalani
pengobatan kanker, mendapatkan perawatan dialisis, mendapat
kortikosteroid dosis tinggi jangka panjang, sedang persiapan
transplantasi organ, dll).
b. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), petugas kesehatan,
sekolah berasrama, barak militer, barak pengungsian, pengguna
narkoba suntik.
Meskipun sampai saat ini prioritas program TPT Kemenkes adalah kondisi
tersebut diatas, pada kondisi tertentu dapat dipertimbangkan untuk
memperluas kelompok prioritas terutama pada anak seperti pada kondisi
berikut:
1. Anak yang tinggal di tempat penitipan (day care), tinggal diasrama
dalam jumlah besar
2. Anak yang kontak dengan pasien TBC paru dewasa terdiagnosis
klinis atau penderita TB esktra paru, yang pada keduanya status
BTA/TCM tidak diketahui
Catatan:
*) kontak serumah:

7
B. Indikasi TPT
TPT diberikan pada anak yang setelah dilakukan pemeriksaan dan tidak
terbukti sakit TB, dan tidak ada kontraindikasi untuk pemberian TPT.
Indikasi:
1. Anak dengan HIV/AIDS
2. Anak kurang dari 5 tahun kontak dengan pasien TBC dewasa
3. Anak lebih dari 5 tahun dengan hasil TST/IGRA positif
4. Pasien imunokompromais dengan hasil TST/IGRA positif
5. Pasien dengan risiko lainnya dengan hasil TST/IGRA positif
Pemberian TPT setelah dipastikan dengan pemeriksaan yang sesuai tidak
ditemukan TBC aktif.
Kontra indikasi:
1. Adanya hepatitis akut atau kronis
Hepatitis akut atau kronis dapat ditegakkan secara klinis dari riwayat
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Secara
umum gejala dan tanda klinis hepatitis akut pada anak adalah kuning,
muntah-muntah, nyeri perut menahun, pembesaran hati
2. Neuropati perifer (jika pilihan paduan menggunakan Isoniazid)
3. Konsumsi alcohol

8
Bagan 3.1 Update Algoritma Pemeriksaan ILTB dan Pemberian
Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) SO dan RO untuk orang
yang berisiko

Sumber : WHO operational handbook on tuberculosis, 2022.(


dengan modifikasi )
Keterangan Alur pemeriksaan ILTB :

1) Jika anak usia < 10 tahun, saat ini ada salah satu gejala seperti batuk
atau demam atau riwayat kontak dengan orang TBC aktif atau
mengalami penurunan berat
2) badan yang dilaporkan atau terkonfirmasi > 5% sejak kunjungan
terakhir atau kurva pertumbuhan datar atau berat badan untuk usia <-
2 Z-skor. Bayi usia <1 tahun tanpa gejala dengan HIV hanya diobati
untuk ILTB jika mereka kontak serumah dengan orang TBC aktif.
3) Adanya batuk atau demam atau keringat di malam hari atau batuk
darah atau nyeri dada atau sesak napas atau lemah dan lesu atau
penurunan berat badan (misal pada anak usia <5 tahun tidak terdapat
anoreksia/nafsu makan normal meskipun sudah diberikan perbaikan
gizi tetapi berat badan tetap tidak naik/gagal tumbuh). Lesu atau anak
kurang aktif bermain, keringat malam saja bukan merupakan gejala
spesifik TBC pada anak apabila tidak disertai gejala umum lainnya.
kelompok risiko lain yang dimaksud adalah orang dengan HIV negatif
seperti: Pasien immunokompremais lainnya (pasien yang menjalani
pengobatan kanker, pasien yang mendapatkan perawatan dialisis,
pasien yang mendapat kortikosteroid jangka Panjang, pasien yang
sedang persiapan transplantasi organ, dll) serta Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP), petugas kesehatan, sekolah berasrama,
barak militer, pengguna narkoba suntik
4) Pemeriksaan Foto toraks dapat dilakukan jika tersedia difasyankes

9
tersebut, namun jika tidak tersedia dapat menggunakan alur foto
toraks tidak tersedia.
5) Pada kontak serumah ≥5 tahun yang memiliki gejala TBC dengan hasil
TCM negatif atau tidak tersedia dan dilakukan pemeriksaan foto toraks
(jika tersedia) menunjukkan hasil tidak sugestif TBC maka perlu
dilakukan pemeriksaan TST/IGRA. Jika hasil pemeriksaan TST/IGRA
positif maka dapat dipertimbangkan untuk diberikan TPT. (Sebagai
catatan kemungkinan TBC ekstra paru perlu ditelurusi jika hasil IGRA
menunjukkan hasil positif.)
6) Diagnosis dan tindak lanjut ditentukan oleh dokter berdasarkan klinis
pasien. Rekomendasi dokter dapat berupa pemantauan dengan
pemberian terapi non spesifik atau diberikan OAT jika terdapat tanda/
gejala mengarah ke TBC atau diberikan TPT jika tidak terdapat tanda/
gejala mengarah ke TBC aktif.
7) Pemantauan adanya TBC aktif perlu dilakukan secara rutin pada
orang yang sedang diberikan TPT maupun yang telah menyelesaikan
pemberian TPT.

10
BAB IV
PEMBERIAN OBAT TPT

A. Tuberkulosis Sensitif Obat


1. Pilihan paduan obat dan cara pemberian
Tujuan pemberian TPT adalah untuk mencegah terjadinya sakit TBC
sehingga dapat menurunkan beban TBC. Saat ini terdapat beberapa
pilihan paduan TPT yang direkomendasikan program penanggulangan
tuberkulosis nasional yaitu:
Paduan 6H
1. Dosis INH usia < 10 tahun 10mg/kg BB/hari (maksimal 300 mg/ hari)
dapat dilihat pada tabel.5 Karakteristik Paduan TPT pada Orang
dengan ILTB.
2. Dosis INH usia ≥ 10 tahun 5mg/kg BB/hari (maksimal 300 mg/hari)
dapat dilihat pada tabel.5 Karakteristik Paduan TPT pada Orang
dengan ILTB.
3. Dosis obat di sesuaikan dengan kenaikan berat badan setiap bulan.
4. Obat di konsumsi satu kali sehari, sebaiknya pada waktu yang sama
(pagi, siang, sore atau malam) saat perut kosong (1 jam sebelum
makan atau 2 jam setelah makan).
5. Lama pemberian 6 bulan (1 bulan = 30 hari pengobatan atau diberikan
sebanyak 180 dosis), dengan catatan bila keadaan klinis baik (tidak
ada gejala TBC yang muncul selama pengobatan), obat tetap diberikan
sampai 6 bulan, jika muncul gejala TBC lakukan pemeriksaan untuk
penegakan diagnosis TBC. Jika terbukti sakit TBC, hentikan pemberian
TPT dan diberikan OAT.
6. Obat tetap diberikan selama 6 bulan walaupun kasus indeks
meninggal, pindah atau terkonfirmasi bakterilogisnya atau TCM nya
sudah menjadi negatif.
7. Pengambilan obat dilakukan pada saat kontrol setiap 1 bulan, dan
dapat di sesuaikan dengan jadwal kontrol kasus indeks.
8. Pada pasien anak dengan gizi buruk atau infeksi HIV, diberikan vitamin

11
B6 10mg untuk dosis INH ≤ 200 mg/hari dan 2x10 mg untuk dosis INH
>200 mg/ hari.
9. Pada pasien dewasa dengan infeksi HIV, diberikan dosis INH 300
mg/hari dan vitamin B6 25 mg/hari.
10. Yang berperan sebagai pengawas minum obat adalah orang tua atau
keluarga pasien.
11. Bisa diberikan di semua tingkat layanan termasuk di praktik swasta
(dengan catatan sudah bekerja sama dengan puskesmas dan/atau
dinas kesehatan setempat).

Paduan 3HP
1. Dosis INH dan Rifapentine berdasarkan usia dan berat badan (dapat
dilihat pada tabel.5 Karakteristik Paduan TPT pada Orang dengan
ILTB).
2. Sebagai catatan, obat ini tidak direkomendasikan penggunaannya
pada anak berusia < 2 tahun dan ibu hamil karena hingga saat ini
belum adanya data atau informasi terkait dengan keamanan serta
farmakokinetik dari rifapentin.
3. Wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal harus disarankan
untuk menggunakan metode kontrasepsi penghalang tambahan
seperti kondom, kap serviks, contraceptive sponge, diafragma untuk
mencegah kehamilan.
Tabel 4.1 Pemberian Dosis 3HP

4. Dosis Rifapentine maksimal 900 mg/hari. Dosis obat disesuaikan


12
dengan kenaikan berat badan setiap bulan.
5. Obat dikonsumsi satu kali seminggu, sebaiknya pada waktu yang sama
(pagi, siang, sore atau malam) saat perut kosong (1 jam sebelum
makan atau 2 jam setelah makan). Pada anak, rifapentine dapat
dikonsumsi dengan cara dihancurkan dan dicampur dengan sedikit
makanan, seperti bubur, pudding, yogurt, es krim dan makanan lain
yang disukai anak, hal ini untuk mengatasi rasa pahit rifapentine.
Namun rifapentine tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan buah
atau makanan yang berbasis buah.
6. Lama pemberian 3 bulan (1 bulan = 4 minggu pengobatan atau
diberikan sebanyak 12 dosis), dengan catatan bila keadaan klinis baik
(tidak ada gejala TBC yang muncul selama pengobatan), obat tetap
diberikan sampai 3 bulan, jika muncul gejala TBC lakukan pemeriksaan
untuk penegakan diagnosis TBC. Jika terbukti sakit TBC, hentikan
pemberian TPT dan diberikan OAT.
7. Obat tetap diberikan selama 3 bulan walaupun kasus indeks
meninggal, pindah atau sputumnya sudah menjadi negatif.
8. Pengambilan obat dilakukan pada saat kontrol setiap 1 bulan, dan
dapat di sesuaikan dengan jadwal kontrol kasus indeks.
9. Pada pasien anak dengan gizi buruk atau infeksi HIV, diberikan vitamin
B6 10mg untuk dosis INH ≤ 200 mg/hari dan 2x10 mg untuk dosis INH
>200 mg/ hari.
10. Pada pasien dewasa dengan infeksi HIV, diberikan dosis INH 300
mg/hari dan vitamin B6 25 mg/hari untuk dikonsumsi sekali seminggu.
Catatan : jika terdapat tanda neuropati perifer dosis B6 menjadi
50mg/hari untuk dikonsumsi sekali seminggu.
11. 3HP dapat diberikan kepada pasien HIV yang menjalani pengobatan
ARV yang umum digunakan kecuali Nevirapine dan golongan protase
inhibitor. ARV seperti efavirenz atau raltegravir termasuk didalamnya
dolutegravir aman digunakan tanpa adanya perubahan dosis
12. Dokter maupun perawat dapat memilih metode directly observed
treatment (DOT) atau Self-administered treatment (SAT) dalam
memberikan 3HP kepada pasien. Pemilihan metode bisa disesuaikan
dengan konteks lokal, preferensi pasien dan atau pertimbangan lain
13
seperti risiko berkembang menjadi sakit TBC yang parah.
13. Suplemen (obat herbal) yang belum diatur dosis pemakaiannya harus
dihindari ketika mengkonsumsi 3HP karena efeknya pada rejimen tidak
dapat diantisipasi atau diukur
14. Jika selama menjalani TPT dengan paduan 3HP pasien didiagnosis
malaria. Lakukan pengobatan malaria terlebih dahulu dan lanjutkan
setelah pengobatan malaria selesai dan gejala menghilang.
15. Yang berperan sebagai pengawas minum obat adalah orang tua atau
keluarga pasien
16. Bisa diberikan di semua tingkat layanan termasuk di praktik swasta
(dengan catatan sudah bekerja sama dengan puskesmas dan/atau
dinas kesehatan setempat)

Paduan 3HR
1. Dosis INH usia < 10 tahun 10mg/kg BB/hari (maksimal 300 mg/ hari)
dan dosis R usia <10 tahun 15kg/mg BB/hari (maksimal 600 mg/hari)
dapat dilihat pada tabel.5 Karakteristik Paduan TPT pada Orang
dengan ILTB.
2. Dosis INH usia > 10 tahun 5 mg/kgBB/hari (maksimal 300 mg/hari) dan
dosis usia < 10 tahun 10 mg/kgBB/hari
3. Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan berat badan setiap bulan.
4. Obat dikonsumsi satu kali sehari, sebaiknya pada waktu yang sama
(pagi, siang, sore atau malam) saat perut kosong (1 jam sebelum
makan atau 2 jam setelah makan).
5. Lama pemberian 3 bulan (1 bulan = 28 hari pengobatan atau diberikan
sebanyak 84 dosis), dengan catatan bila keadaan klinis baik (tidak ada
gejala TBC yang muncul selama pengobatan), obat tetap diberikan
sampai 3 bulan, jika muncul gejala TBC lakukan pemeriksaan untuk
penegakan diagnosis TBC. Jika terbukti sakit TBC, hentikan pemberian
TPT dan diberikan OAT.
6. Obat tetap diberikan selama 3 bulan walaupun kasus indeks
meninggal, pindah atau sputumnya sudah menjadi negatif.
7. Pengambilan obat dilakukan pada saat kontrol setiap 1 bulan, dan
dapat disesuaikan dengan jadwal kontrol kasus indeks.
14
8. Pada pasien anak dengan gizi buruk atau infeksi HIV, diberikan vitamin
B6 10mg untuk dosis INH ≤ 200 mg/hari dan 2x10 mg untuk dosis INH
>200 mg/ hari.
9. Pada pasien dewasa dengan infeksi HIV, diberikan dosis INH 300
mg/hari dan vitamin B6 25 mg/hari untuk dikonsumsi sekali seminggu.
Yang berperan sebagai pengawas minum obat adalah orang tua atau
keluarga pasien.
10. Bisa diberikan di semua tingkat layanan termasuk di praktik swasta
(dengan catatan sudah bekerja sama dengan puskesmas dan/atau
dinas kesehatan setempat).

Paduan 1HP
1. Paduan yang bisa digunakan oleh program TBC Nasional untuk masa
yang akan datang.
2. 1HP merupakan kombinasi INH dan Rifapentine yang dikonsumsi
setiap hari selama satu bulan.
3. Paduan ini hanya diberikan untuk kategori umur ≥ 13 tahun.
4. Dosis pemberian 1HP adalah isoniazid 300mg dan rifapentine 600mg
untuk semua BB
5. 1HP dapat diberikan kepada pasien HIV yang menjalani pengobatan
ARV yang umum digunakan kecuali Nevirapine dan golongan protase
inhibitor.
6. Paduan 1HP belum dapat digunakan dalam program TPT nasional
karena masih dibutuhkan bukti ilmiah yang lebih untuk memastikan
keamanan paduan ini.

15
Pilihan paduan terapi.
Pemilihan paduan terapi yang direkomendasikan adalah sesuai tabel
berikut.
Tabel 4.2 Pilihan Paduan TPT

Bagan 4.1 Alur Pemilihan Obat TPT

Anak terindikasi
TPT

Usia < 2 Usia ≥ 2


tahun tahun

Tidak Tidak
Tersedia RH Tersedia HP
tersedia RH tersedia

Tersedia Tidak
RH 3 bulan INH 6 bulan HP 3 bulan
RH* tersedia RH

RH 3 bulan INH 6 bulan

(*) Pasien ODHIV tidak direkomendasikan pemberian obat Rifampisin karena


risiko interaksi dengan anti retroviral, pilihan adalah INH 6 bulan

B. Tuberkulosis Resistan Obat (RO)


1. Pilihan paduan obat dan cara pemberian
Rekomendasi TPT untuk TBC-RO

16
a. Fluoroquinolon (moksifloksasin, levofloksasin) dengan atau tanpa
obat lain (etambutol, etionamid), lama 6 bulan
b. Indonesia: Lefofloksasin + etambutol
c. Update Rekomendasi Pemberian TPT RO Anak: Lefofloksasin saja
Update Rekomendasi Pemberian TPT RO pada TPT RO Dewasa:
Lefofloksasin + etambutol
d. Rejimen disesuaikan dengan profile resistensi obat sumber
penularan, pada pasien Pre-XDR/XDR TBC
e. Dosis obat:
1) Levofloksasin: 15-20 mg/kgBB/hari
2) Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari
3) Diminum setiap hari selama 6 bulan

17
BAB VI
PENUTUP

A. Latihan Soal
1. Kasus 1:
• Seorang anak umur 8 tahun 25kg tinggi, badan 124cm, datang
karena undangan kontak investigation karena ibu si anak
didiagnosis dengan TB TCM positif, sensitif rifampisin.
• Anak tidak ada keluhan batuk dan demam. Makan 3x sehari,
dengan jumlah cukup.
• Apa tindakan yang anda lakukan secara sistematis berdasarkan
alur pemberian TPT SO/RO?
2. Kasus 2:
• B, anak laki-laki 6 tahun dibawa ibu ke praktek dokter dengan
keluhan Karena keluhannya kakak pasien (17 tahun) baru
didiagnosis TB paru TCM(+), sudah 7 hari diberi pengobatan TB.
Menurut ibu, anak B, masih aktif, makan cukup dan dalam 2
bulan terakhir berat badannya selalu bertambah. Tinggal 1 rumah
beserta ayah, ibu, kakak (Umur 11 tahun), adik (umur 3 tahub)
dan nenek.
• Batuk tidak ada dan demam tidak ada.
• Dirumah ada nenek, 70 tahun yang batuk lama, tapi tidak mau
berobat
Informasi / Anamnesis tambahan? dan Pemeriksaan Fisik?
3. Kasus 3:
• Anak 2 th BB 12 kg Kontak erat ART yg baru kerja 4 bulan
dirumah nya dan baru diketahui TCM nya positif. Saat ini anak
klinis baik, sehat, aktif, BB naik terus.
• Bagaimana menerangkan kepada keluarga ttg langkah yg akan
saudara ambil ?
• Obat apa yang anda pilih?
• Apa kriteria mengakhiri terapi medikamentosa?
4. Kasus 4:

18
Seorang Bapak yang baru terdiagnosis sebagai pasien TB RO
mempunyai 3 anak yang masing masing usia nya 9 tahun, 6 tahun
dan 3 tahun. Ketiga anak tidak ada gejala kearah TB. Hasil uji
tuberkulin kedua nya masing masing 8 mm, 20 mm dan 11 mm.
Status gizi mereka baik, pada pemeriksaan fisis dan Rontgen normal.
Pemeriksaan TCM tidak dilakukan. Berapa skor masing masing anak,
bagaimana pendekatan tatalaksana nya ?
5. Anak 2 th BB 20 kg Kontak erat ART yg baru kerja 2 bulan dirumah
nya dan diketahui sakit TB Paru Bakteriologis terkonfirmasi. Saat ini
anak klinis baik, sehat, aktif, BB naik terus. Masalah nya, anak tsb
belum lama ini baru selesai pengobatan TB. Bagaimana
menerangkan kepada keluarga ttg langkah yg akan saudara ambil ?
6. Anak usia 6 tahun kontak erat dengan pasien TB RO. Menurut
orangtua tidak ada gejala TB tetapi anak tampak kurus , Pemeriksaan
TCM negatif, foto thoraks tidak sugestif TB, hasil uji tuberkulin yang
dilakukan 3 pekan sebelum nya di Puskesmas, menurut orangtua
bekas tempat penyuntikan menjadi kemerahan. Orangtua pasien
datang ke tempat praktek swasta saudara. Apa langkah saudara ?

B. Pembahasan
1. Studi kasus 1:
Tindakan yang dilakukan:
• Sesuai alur pemberian TPT SO/RO
• Pastikan gejala tidak ada (gejala selain batuk) :
➢ Perhatikan keadaan umum pasien, apakah tampak malaise
➢ pembesaran KGB (leher/axilla/ingunal)
➢ Status nutrisi / pertambahan berat badan
➢ Pembengkakan sendi/gibbus/picang
➢ TB kutis
• Lakukan pemeriksaan thorak foto AP/PA dan lateral dextra untuk
menyingkirkan TB subklinis → tidak sugestif TB
• Pasien didiagnosis TB laten
• Berikan TPT pilihan :
➢ INH 6 bulan, atau
19
➢ INH + Rifampisin 3 bulan, setiap hari atau
➢ INH + Rifampentin 3 bulan, 1 minggu sekali
• Lakukan monitoring gejala TB setiap bulan dan kepatuhan minum
obat, efek samping obat. Kalau ada gejala lakukan pemeriksaan
untuk menegakan diagnosis TB.
2. Studi kasus 2:
Masalah pasien:
• Kontak dengan dengan pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.
• Nenek yang batuk lama
• Apakah ayah, ibu TB aktif atau TB laten?
• Apakah anak B sudah TB aktif atau bukan TB (infeksi laten)?

Pemeriksaan fisik
BB: 22 kg, TB: 115 cm B(B/BBI = 100%)
composmentis, anak tampak aktif
RR= 22 x/m; S: 37,1oC; N: 100 x/m; CRT < 2”
SpO2 room air 97%; dengan oksigen 1lt/mnt/nasal: 97%
Tanda dehidrasi tidak ada, Kelenjar getah bening tidak teraba
membesar, sklera tak ikterik, retraksi tidak ada, pada auskultasi
dada tidak didapatkan crackles, Hepar dan Lien tidak teraba, dan
tidak dapatkan acrosianosis, pembesaran sendi (-), ektremitas
edema(-)
Pemeriksaan penunjang

20
Expertise foto polos dada : cor dan pulmo dalam batas normal
Hb: 12 g/dL, L: 10.700/mm3, Ht: 36%, T: 420.000/mm3
DC: 0/3/2/50/35/5
CRP: 3 mg/dL
SGOT : 35 mg/dl
SGPT : 40 mg/dl
• TCM sputum: M. tuberculosis not detected, rifampisin resistant not
detected
• BTA sputum: -/-/-
• Tes tuberkulin : diameter indurasi 11 mm

Dasar diagnosis:
• Umur 6 tahun
• Kontak serumah dengan pasien TB-TCM(+)
• Gejala klinis TB tidak ada
• Thoraks foto normal
• Bukti infeksi TB : tes tuberkulin diameter indurasi 11 mm

21
Tatalaksana
• TPT : INH 6 bulan, setiap hari atau
INH + Rifampisin 3 bulan, tiap hari atau
INH + Rifampentin 3 bulan, tiap minggu
• Pengawas minum obat orang tua atau keluarga pasien.
• Monitoring : tanda klinis TB
Pemeriksaan tambahan lain:
Kontak investigasi (terutama ayah, ibu, nenek) dan tetangga
sekitar.
3. Langkah yang diambil:
• Memastikan anak tidak TB primer aktif : bila gejala TB tidak
tidak ada, dan tidak ada kontra indikasi TPT → langsung
diberikan TPT
• TPT yang diberikan adalah : pilihan pertama 3HR, bila tidak
tersedia diberikan 6 INH
• Mengobati kasus indeks
• Melakukan investigasi kontak.
• Melakukan monitoring dan pencatatan terapi TPT
• Pasien menghabiskan obat TPT serta gejala tanda TB tidak
ditemukan sampai akhir pengobatan.
4. Jawaban kasus 4:
• Anak 9 tahun : tidak ada gejala TB, usia > 5 tahun, foto thorak
normal, Uji tuberkulin negative, pastikan lagi bahwa anak memang
sehat. Tidak diberikan TPT
• Anak 6 tahun, tidak ada gejala TB, usia > 5 tahun, foto thorak
normal, Uji tuberkulin positif, diberikan TPT Levofloksasin saja
• Anak 3 tahun : SebenArnya tidak perlu dilakukan uji tuberkulin dan
foto thorak , langsung saja diberikan TPT Levofloksasin sesuai
alur. Kebetulan oleh RS anak ini dilakukan, sehingga skor anak ini
walaupun 6 tidak diberikan OAT, karena klinis baik nya baik.
Monitoring ketat setiap bulan harus dilakukan.
5. Jawaban kasus 5:

22
• Walau sudah pernah sakit TB , bila kontak erat dengan pasien TB,
boleh diberikan TPT.
• anak yg kontak erat dibawah 5 tahun asalkan klinis baik, tidak perlu
uji tuberkulin atau profilaksis, langsung saja diberi TPT. Misalnya
anak usia nya < 5 tahun, tidak perlu uji tuberkulin ulang.
• Pastikan anak tidak sakit TB
6. Anamnesis ulang, pastikan dengan teknik wawancara, bahwa anak
memang tidak terdapat gejala TB. Perlu dilakukan uji tuberkulin ulang,
yang bisa diulangi paling cepat 2 pekan sejak uji tuberkulin yang
pertama. Hasil uji tuberkulin ulang menjadi kunci apakah anak
diberikan TPT atau tidak. Bila tidak diberikan, pemantauan ketat anak
tiap bulan selama 2 tahun perlu dilakukan.

C. Referensi
Kemenkes RI. Petunjuk teknis penanganan infeksi laten Tuberkulosis (ILTB).
Kemenkes RI, Jakarta 2020.
WHO. Consolidated guidelines on tuberculosis. WHO Jeneva 2020

23

Anda mungkin juga menyukai