Anda di halaman 1dari 64

SURVEILANS KESEHATAN JIWA

disampaikan pada :
Pelatihan Tenaga Kesehatan Terpadu Kesehatan Jiwa
22 November 2022

Ditsar Ramadhan,M.Psi., Psikolog


Setelah mengikuti mata pelatihan ini,
peserta mampu memahami Tata Kelola
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa
dan NAPZA
INDIKATOR HASIL BELAJAR

1. Menjelaskan konsep surveilans kesehatan jiwa dan NAPZA


2. Melakukan surveilans kesehatan jiwa dan NAPZA
3. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan surveilans melalui
sistem informasi
MATERI SURVEILANS KESEHATAN JIWA
A. KONSEP SURVEILANS KESEHATAN JIWA
• Pengertian
• Tujuan
• Metode
B. PELAKSANAAN SURVEILANS KESEHATAN JIWA
• Surveilans skrining Masalah Kesehatan Jiwa
Outline • Surveilans Gangguan Jiwa
• Surveilans Penyalagunaan NAPZA
• Surveilans Kasus Bunuh Diri, Percobaan Bunuh Diri dan Pasung pada
Gangguan Jiwa
C. PENCATATAN DAN PELAPORAN SURVEILANS KESEHATAN JIWA
• Puskesmas
• Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
• Dinas Kesehatan Provinsi
• Kementerian Kesehatan

5
A. KONSEP SURVEILANS KESEHATAN JIWA
Outline

9
1). Pengertian

Kata “Surveilans” berasal dari Perancis yang memiliki arti untuk mengawasi.

Surveilans awalnya dikembangkan sebagai salah satu upaya untuk


mengendalikan penyakit menular, tetapi prinsip dasar dari surveilans
berpotensi untuk diaplikasikan kepada masalah kesehatan yang lain (Koh,
2003).

Definisi surveilans adalah sebuah proses dari usaha pengumpulan data,


pengolahan dan analisis data, serta interpretasi data yang diperoleh secara
sistemik dan berkelanjutan dengan tujuan untuk mengambil atau
menentukan tindakan perbaikan yang tepat (NIOSH, 2016; WHO, 200;
Thacker, et. Al, 2000).
Pengertian surveilans kesehatan menurut Permenkes no. 45 Tahun 2014 :
kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan
informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah
kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan
tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.

 Surveilans gangguan jiwa adalah :


kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan
informasi tentang kejadian gangguan jiwa atau masalah kesehatan jiwa dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan masalah kesehatan jiwa
untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien
2). Tujuan Surveilans Kesehatan Jiwa

 Tujuan Umum
Tersedianya data dan informasi masalah kesehatan jiwa dan gangguan jiwa sebagai dasar
pengambilan keputusan dalam perencanaan, pemantauan, evaluasi program pencegahan
dan penatalaksanaan masalah dan gangguan jiwa serta penyalagunaan Napza melalui
kegiatan surveilans.

 Tujuan Khusus
1. Tersedianya data dan informasi skrining masalah kesehatan jiwa
2. Tersedianya data dan informasi gangguan jiwa (psikotik/skizofrenia dan psikotik akut), gangguan
campuran cemas dan depresi, gangguan depresi, gangguan cemas)
3. Tersedianya data dan informasi rehabilitasi medik pada penyalahgunaan napza
4. Tersedianya data dan informasi kasus bunuh diri, percobaan bunuh diri dan pasung pada
gangguan jiwa.
3). Metode Surveilans Kesehatan Jiwa

a. Surveilans Aktif
- adalah kegiatan pengumpulan, analisis, interpretasi, laporan dan diseminasi, serta tindak
lanjut yang dilakukan secara langsung oleh tenaga pelaksana surveilans di tiap tingkatan.
- data yang dikumpulkan dapat berupa data primer maupun data sekunder.
- Data primer didapatkan dari pengumpulan data secara langsung di institusi atau
masyarakat oleh tenaga pelaksana surveilans kesehatan jiwa. Contoh : data dari skrining
masalah kesehatan jiwa dan data demografi peserta skrining yang dikumpulkan tenaga
pelaksana surveilans di puskesmas.
- Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, yang mana tenaga
pelaksana surveilans secara aktif mengumpulkan data tersebut dari sumber data terkait.
Contoh : data rekam medis.
3). Metode Surveilans Kesehatan Jiwa

b. Surveilans Pasif
- adalah kegiatan pengumpulan, analisis, interpretasi, laporan dan diseminasi, serta tindak
lanjut yang tidak dilakukan secara langsung oleh tenaga pelaksana surveilans.
- Data surveilans pasif umumnya adalah data-data yang diatur regulasi wajib dicatat dan
dilaporkan oleh institusi.
- Contohnya tenaga pelaksana surveilans pada dinas kesehatan tingkat Kabupaten/ Kota
yang mendapatkan pelaporan data dari tenaga pelaksana surveilans tingkat puskesmas.
- Sebagian besar data dalam surveilans Kesehatan jiwa menggunakan metode surveilans
pasif yang tercatat dalam sisitim informasi Kesehatan jiwa di tingkat Puskesmas maupun
Rumah Sakit
B. PELAKSANAAN SURVEILANS KESEHATAN JIWA

15
Tahapan pelaksanaan Surveilans Kesehatan Jiwa :
1. Pengumpulan data
2. Pengolahan/Analisa Data
3. Intrepretasi Data
4. Diseminasi Informasi
5. Tindak Lanjut

Lingkup Pelaksanaan Surveilans Kesehatan jiwa meliputi 4 kegiatan sebagai berikut :


1. Surveilans skrining Masalah Kesehatan Jiwa
2. Surveilans Gangguan Jiwa
3. Surveilans Penyalagunaan NAPZA
4. Surveilans Kasus Bunuh Diri dan Pasung pada Gangguan Jiwa
1. Surveilans Skrining Masalah Kesehatan Jiwa

 Skrining masalah kesehatan jiwa pada kelompok berisiko masalah kesehatan jiwa berdasar siklus
kehidupan merupakan salah satu indikator yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024
 Skrining masalah kesehatan jiwa terdiri dari skrining pada kelompok usia 15-18 tahun dengan
menggunakan instrumen SDQ (Strength and Diificulties Questionnaire )
 pada kelompok usia >18 tahun menggunakan instrumen Self Report Questionnaire-20 (SRQ-20),
 dan skrining penyalahgunaan NAPZA dengan menggunakan instrumen Alkohol, Smoking and
Substance Involvement Screening Test (ASSIST).
Lansia
Upaya promotif – preventif kesehatan jiwa:
• Deteksi dini keswa lansia
• (demensia/ depresi, dll)
Pendekatan siklus kehidupan (continuum of Care) Dewasa
dan Kelompok Risiko (Population at Risk)

Terintegrasi pada semua tingkat layanan kesehatan Pelayanan bagi re • Keswa dewasa
maja
dan kegiatan LP/LS • Deteksi dini melalui Posbindu
& Pandu
• CEGAH PASUNG/ REPASUNG
Pelayanan bagi an
ak SD
• Keswa Remaja
Pelayanan bagi b • Skrining ASSIST
alita • Posbindu di Sekolah
• Life skill remaja
Pelayanan bagi ba
yi • Deteksi dini
Persalinan, nifas &
keswa anak
neonatal
Pelayanan Pemeriksaan Ke usia sekolah Populasi khusus lain:
PUS & WUS hamilan • Pemantauan
perkembangan Kesehatan jiwa di kampus
• Deteksi Dini
•Pola asuh dan Keswa Anak
•Deteksi dini K
tumbuh kembang Kesehatan jiwa di tempat kerja
anak
•Konseling •Deteksi dini eswa Bulin da
•Deteksi dini
Pranikah keswa ibu hamil n Bufas Kesehatan jiwa di kelompok khusus - RS
pada
•Stimulasi janin gangguan
dalam kandungan perkembangan 18
anak
KELOMPOK BERISIKO MASALAH KESWA BERDASARKAN SIKLUS HIDUP
REMAJA DEWASA LANSIA
• Siswa baru dan tingkat akhir SMP dan SMA •Mahasiswa baru dan tingkat akhir Perguruan Tinggi • Lansia yang tinggal sendiri/hanya dengan
•Pasien penyakit kronis: Hipertensi (stroke, gagal ginjal, pasangannya
• Pasien penyakit kronis: Kanker, HIV-AIDS, dll. penyakit jantung) TBC, DM, Kanker, HIV-AIDS, dll
• Santri •Pasien dengan penyakit fisik yang tidak membaik setelah • Lansia yang membutuhkan perawatan jangka
• Remaja dengan disabilitas diobati dengan adekuat. panjang
•Ibu hamil dan post partum • Penghuni panti sosial (warga binaan)
• Korban tindak kekerasan •Ibu dengan anak balita
• Korban trafficking •Orang tua tunggal
• Pasien penyakit kronis: Hipertensi (stroke,
gagal ginjal, penyakit jantung) TBC, DM,
• Korban dan penyintas bencana alam/non •Orang dengan disabilitas
•Korban tindak kekerasan Kanker, HIV-AIDS, dll
alam dan bencana sosial
•Pekerja dengan sistem shift • Korban dan penyintas bencana alam/non
• Pekerja seks komersial (Tuna Susila) •Pekerja di tempat kerja yang berisiko alam dan bencana sosial
•Pekerja migran • Korban kekerasan
•Korban trafficking
•Korban dan penyintas bencana alam/non alam dan
bencana sosial
•Keluarga (pendamping) pasien ODGJ dan penyakit kronis
•Keluarga (pendamping) orang dengan disabilitas
•Pekerja seks komersial (Tuna Susila)
•Orang dengan variasi preferensi seksual
•Pendamping lansia (caregiver)
•Warga binaan pemasyarakatan di Lapas/Rutan dan
keluarganya
•Penghuni panti sosial (warga binaan)
•Petugas panti sosial
•Klien/pasien di lembaga rehabilitasi penyalahgunaan
Napza dan keluarganya

19
a. Pengumpulan data
• Data primer dikumpulkan langsung dari kegiatan skrining kepada kelompok
berisiko masalah kesehatan jiwa
• Data sekunder diperoleh dari: Aplikasi SINAPZA, Rekam Medis Pasien, Catatan
kesehatan anak sekolah
• Data yang dikumpulkan berupa :
 Demografi
 Hasil skrining dengan menggunakan SDQ, SRQ-20 dan/atau ASSIST
 Rujukan/tindak lanjut kasus.
Format Pencatatan & Pelaporan
Indikator 1

*orang
**khusus yang diduga penyalahguna NAPZA (data diambil secara elektronik menggunakan aplikasi SINAPZA yang ada pada aplikasi SELARAS)
***Kelompok dengan risiko masalah kesehatan jiwa dapat dilihat pada tabel kelompok berisiko masalah kesehatan jiwa

21
b. Pengelolaan dan Analisis Data
• dilakukan dengan bantuan software Sistem Informasi Kesehatan Jiwa oleh petugas surveilans
Kesehatan jiwa di FKTP, Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Propinsi dan Direktorat Kesehatan Jiwa.
• Data yang diolah adalah data demografi, data hasil skrining menggunakan SDQ, SRQ-20 dan/atau
ASSIST dan data rujukan/tindak lanjut hasil skrining.
• Produk pengolahan dan analisis berupa:
Persentase penduduk usia ≥ 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang mendapatkan
skrining
• Data ini didapatkan dengan penghitungan persentase skrining menggunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah penduduk usia ≥15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining
_______________________________________________ x 100%
Jumlah estimasi penduduk ≥15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa
• Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data, maka dilakukan penyajian dalam bentuk narasi, tabel, grafik,
spot map, area map, dan lainnya
Indikator 1

TARGET
INDIKATOR KINERJA PROGRAM/KEGIATAN
2022 2023 2024

Persentase penduduk usia ≥ 15 tahun dengan risiko masalah 30%


kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining
60% 90%

Definisi Operasional
Persentase penduduk usia ≥ 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang dilakukan skrining dengan
menggunakan instrumen SDQ (untuk usia 15-18 tahun) atau SRQ-20 (usia diatas 18 tahun) dan/atau ASSIST, yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dan/atau kader kesehatan dan/atau guru terlatih
Cara Penghitungan

Jumlah penduduk usia ≥15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang
mendapatkan skrining
x 100%
Jumlah estimasi penduduk ≥15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa

23
Jumlah penduduk usia ≥15 tahun dengan risiko
Cara masalah kesehatan jiwa yang
= mendapatkan skrining
Perhitungan
X 100%
Jumlah estimasi penduduk ≥15 tahun dengan risiko
masalah kesehatan jiwa

KETERANGAN
Numerator: Jumlah penduduk usia ≥15 tahun Penduduk dengan risiko maslah kesehatan jiwa dapat lihat
dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang pada tabel kelompok berisiko masalah kesehatan jiwa
mendapatkan skrining menggunakan SDQ atau berdasarkan siklus kehidupan
SRQ-20 dan/atau ASSIST

Hasil estimasi penduduk ≥15 tahun dengan risiko masalah


Denominator: Jumlah estimasi penduduk ≥15 tahun
kesehatan jiwa diperoleh dari ¼ (data WHO yang
dengan risiko masalah kesehatan jiwa
menyatakan 1 dari 4 orang berisiko mengalami gangguan
jiwa) dikalikan jumlah penduduk usia > 15 tahun di wilayah
tersebut dalam kurun waktu yang sama
CONTOH PERHITUNGAN

Jumlah penduduk > 15 tahun di Kabupaten P pada


tahun 2022 adalah 670.200 orang

Estimasi jumlah
penduduk Jumlah estimasi penduduk usia > 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan
dengan risiko jiwa di Kabupaten ”P” tahun 2022 adalah ¼ X 670.200 = 167.550 orang
masalah keswa

Target Target capaian indikator penduduk usia > 15 tahun dengan risiko masalah
capaian keswa yang mendapatkan skrining pada tahun 2022 sebesar 30%, yaitu 30% X
indikator 167.550 = 50.265 orang
(2022)
Persentase
Bila jumlah penduduk usia > 15 tahun dengan risiko masalah keswa yang
peduduk dgn
mendapatkan skrining sebesar 51.000, maka persentase penduduk usia > 15 tahun
risiko masalah
dengan risiko masalah keswa yang mendapatkan skrining adalah: (51.000/167.550)
keswa yg
x 100 % = 30,4%.
diskrining
SASARAN INDIKATOR PERSENTASE PENDUDUK > 15 TAHUN DENGAN RISIKO MASALAH
KESEHAHATAN JIWA YANG MENDAPATKAN SKRINING

Estimasi Jumlah Penduduk Usia ≥ 15


Jumlah Penduduk Usia ≥ 15
NO PROVINSI tahun dengan risiko masalah keswa TARGET 2022
tahun*
**
1 Aceh 4.009.307 1.002.327 300.698
2 Sumatera Utara 11.006.841 2.751.710 825.513
3 Sumatera Barat 4.128.764 1.032.191 309.657
4 Riau 5.172.711 1.293.178 387.953
5 Jambi 2.771.609 692.902 207.871
6 Sumatera Selatan 6.474.153 1.618.538 485.561
7 Bengkulu 1.538.509 384.627 115.388
8 Lampung 6.547.620 1.636.905 491.072
9 Kep Bangka Belitung 1.136.290 284.073 85.222
10 Kep Riau 1.817.748 454.437 136.331
11 DKI Jakarta 8.314.708 2.078.677 623.603
12 Jawa Barat 38.579.408 9.644.852 2.893.456
13 Jawa Tengah 27.452.787 6.863.197 2.058.959
14 DI Yogyakarta 3.209.282 802.321 240.696
15 Jawa Timur 32.064.197 8.016.049 2.404.815
16 Banten 9.959.986 2.489.997 746.999
17 Bali 3.554.507 888.627 266.588

26
SASARAN INDIKATOR PERSENTASE PENDUDUK > 15 TAHUN DENGAN RISIKO MASALAH
KESEHAHATAN JIWA YANG MENDAPATKAN SKRINING

Estimasi Jumlah Penduduk Usia ≥ 15


Jumlah Penduduk Usia ≥ 15
NO PROVINSI tahun dengan risiko masalah keswa TARGET 2022
tahun*
**
18 Nusa Tenggara Barat 3.935.600 983.900 295.170
19 Nusa Tenggara Timur 4.006.177 1.001.544 300.463
20 Kalimantan Barat 3.898.307 974.577 292.373
21 Kalimantan Tengah 2.083.344 520.836 156.251
22 Kalimantan Selatan 3.243.143 810.786 243.236
23 Kalimantan Timur 2.855.463 713.866 214.160
24 Kalimantan Utara 545.274 136.319 40.896
25 Sulawesi Utara 1.965.629 491.407 147.422
26 Sulawesi Tengah 2.330.586 582.647 174.794
27 Sulawesi Selatan 6.877.285 1.719.321 515.796
28 Sulawesi Tenggara 2.002.800 500.700 150.210
29 Gorontalo 913.242 228.311 68.493
30 Sulawesi Barat 1.023.837 255.959 76.788
31 Maluku 1.323.861 330.965 99.290
32 Maluku Utara 936.482 234.121 70.236
33 Papua Barat 748.610 187.153 56.146
34 Papua 2.553.838 638.460 191.538
Total 208.981.905 52.245.476 15.673.643

27
c. Interpretasi Data
• interpretasi hasil analisis berdasarkan situasi di suatu wilayah dan menghubungkannya
dengan data lain, seperti faktor demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, tempat tinggal) dan waktu.
• Hasil Persentase penduduk usia ≥ 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang
mendapatkan skrining disesuaikan dengan target per tahun.

d. Diseminasi
• Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan/atau
presentasi.
• Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait, seperti
jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada
umumnya. Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan
menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan serta evaluasi
program.
e. Tindak Lanjut
Jika hasil belum sesuai dengan target yang ditetapkan pertahun, maka perlu
dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan persentase penduduk yang
dilakukan skrining dengan:

1. Meningkatkan kegiatan pelatihan skrining masalah kesehatan jiwa kepada petugas


Kesehatan, kader, guru, relawan Kesehatan jiwa di masyarakat dan institusi
2. Meningkatkan kerjasama lintas sektor dan lintas program untuk pelaksanaan kegiatan
skrining masalah Kesehatan jiwa
3. Merapikan pencatatan dan pelaporan data skrining masalah Kesehatan jiwa agar
semua terekap oleh petugas kesehatan jiwa di FKTP
2. Surveilans Gangguan Jiwa

 Gangguan jiwa yang dilakukan surveilans adalah gangguan skizofrenia, gangguan psikotik akut,
gangguan depresi, gangguan cemas/anxietas.
 Data dalam surveilans gangguan jiwa ini adalah data sosiodemografi dan data tatalaksana.
 Data demografi sebagai berikut : Identitas, Usia, Jenis Kelamin, Status Pernikahan, Pendidikan,
Pekerjaan, Alamat (wilayah)
 Data Tatalaksana
• Tatalaksana farmakoterapi
• Tatalaksana non-farmakologi (Psikoedukasi, Konseling, Suportif Therapi, KIE, Relaksasi,
Edukasi, Rehabilitasi)
• Tindakan
• Rujukan
 Persentase Layanan Gangguan Jiwa merupakan indikator kegiatan direktorat Kesehatan
jiwa yaitu jumlah penderita gangguan jiwa (gangguan cemas/anxietas, depresi,
skizofrenia/psikotik akut) yang dilayani di fasyankes. Target layanan gangguan jiwa adalah
30% di tahun 2022, 60% di tahun 2023 dan 90% di tahun 2024
a. Pengumpulan data
• Data diinput dari catatan Rekam Medis Puskesmas yang ditulis oleh Dokter di
FKTP ke dalam sistem pelaporan berbasis web untuk gangguan jiwa yang disebut
Sistem Informasi Kesehatan Jiwa atau SIMKESWA.
• Data berupa data demografi dan data tatalaksana pada pasien gangguan
skizofrenia, psikotik akut, gangguan depresi, gangguan cemas/anxietas.
Format Pencatatan & Pelaporan
Indikator 2 (Puskesmas)

* Layanan yang dimaksud adalah pemeriksaan kesehatan jiwa (wawancara psikiatrik dan pemeriksaan status mental), memberikan informasi dan edukasi, tatalaksana pengobatan dan atau
melakukan rujukan bila diperlukan
* Fasyankes = Puskesmas, Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus dan Rumah Sakit Jiwa

Persentase penderita gangguan jiwa (gangguan campuran cemas dan depresi serta skizofrenia) yang memperoleh layanan di Fasyankes dengan kriteria:
Sesuai dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Ganguan Jiwa Edisi III (1981)
Nakes (UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan terlatih Membuat pencatatan dan pelaporan)

32
b. Pengelolaan dan Analisis Data
• Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan software Sistem Informasi Kesehatan Jiwa
(Simkeswa)
• Produk pengolahan dan analisis berupa:
Analisis data gangguan skizofrenia, psikotik akut, gangguan depresi, gangguan cemas/anxietas secara diskriptif menurut variabel
orang (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lainnya), tempat (antar wilayah) dan waktu (antar waktu).
• Persentase gangguan jiwa yang mendapatkan layanan
Data ini didapatkan dengan penghitungan persentase gangguan jiwa yang mendapatkan layanan sebagai berikut :
Jumlah penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan cemas, depresi, skizofrenia) yang dilayani di fasyankes
___________________________________________________ x 100%
Jumlah estimasi penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan cemas, depresi, dan skizofrenia/psikotik akut) yang
mendapatkan layanan di Fasyankes berdasarkan riskedas terbaru
• Jumlah kunjungan ke FKTP
• Jumlah kunjungan gangguan skizofrenia
• Jumalah kunjungan gangguan psikotik akut
• Jumlah kunjungan gangguan depresi
• Jumlah kunjungan gangguan cemas/anxietas
• Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data, maka dilakukan penyajian dalam bentuk narasi,
tabel, grafik, spot map, area map, dan lainnya
Indikator 2

TARGET
INDIKATOR KINERJA PROGRAM/KEGIATAN
2022 2023 2024

30%
Persentase penyandang gangguan jiwa yang memperoleh
layanan di Fasyankes
60% 90%

Definisi Operasional
Persentase penderita gangguan jiwa (gangguan campuran cemas dan depresi serta skizofrenia) yang memperoleh
layanan di Fasyankes dengan kriteria:
1. Sesuai dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Edisi III (1981)
2. Nakes (UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan terlatih Membuat pencatatan dan pelaporan)

Cara Penghitungan
Jumlah penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan campuran cemas dan depresi
serta penyandang skizofrenia) yang dilayani di fasyankes
x 100%
Jumlah estimasi penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan campuran cemas dan depresi berat
dan penyandang skizofrenia) yang mendapatkan layanan di Fasyankes berdasarkan riskedas terbaru

34
CAPAIAN KINERJA
Jumlah penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan
campuran cemas dan depresi serta penyandang skizofrenia) yang
Rumus = dilayani di fasyankes

Perhitungan Jumlah estimasi penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan X 100%


campuran cemas dan depresi berat dan penyandang skizofrenia)
yang mendapatkan layanan di Fasyankes berdasarkan riskedas
terbaru

• Numerator: Jumlah penderita gangguan jiwa (penyandang


gangguan campuran cemas dan depresi serta penyandang
skizofrenia) yang dilayani di fasyankes
Catatan • Penderita Gangguan Jiwa: gangguan campuran cemas dan
depresi serta skizofrenia.

• Denominator: Jumlah estimasi penderita gangguan jiwa


(penyandang gangguan campuran cemas dan depresi berat
dan penyandang skizofrenia) yang mendapatkan layanan di
Fasyankes berdasarkan riskedas terbaru
Tabel Denominator Penyandang Gangguan Jiwa

Jumlah Denominator
Provinsi
Penduduk* Komposit

ACEH 5,529,773 0.007248


SUMATERA UTARA 15,107,226 0.008115
SUMATERA BARAT 5,675,357 0.009152
RIAU 7,181,300 0.006318
JAMBI 3,677,678 0.003996
SUMATERA SELATAN 8,803,213 0.00642
BENGKULU 2,038,146 0.006776
LAMPUNG 8,683,167 0.005316
BANGKA BELITUNG 1,506,505 0.00859
KEPULAUAN RIAU 2,449,422 0.004563
DKI JAKARTA 10,711,809 0.007913
JAWA BARAT 50,639,156 0.00842
JAWA TENGAH 35,090,378 0.006372
DI YOGYAKARTA 4,021,816 0.008395
JAWA TIMUR 40,348,441 0.006445
BANTEN 13,251,533 0.008521
BALI 4,518,680 0.00606
NTB 5,370,302 0.00964
NTT 5,662,948 0.006523
KALIMANTAN BARAT 5,220,211 0.00768
KALIMANTAN TENGAH 2,757,697 0.005829
KALIMANTAN SELATAN 4,370,444 0.006776
KALIMANTAN TIMUR 3,752,605 0.006122
KALIMANTAN UTARA 734,112 0.006303
SULAWESI UTARA 2,548,338 0.006982
SULAWESI TENGAH 3,159,749 0.011079
SULAWESI SELATAN 9,022,276 0.007526
SULAWESI TENGGARA 2,782,882 0.005899
GORONTALO 1,205,341 0.020246
SULAWESI BARAT 1,415,130 0.007676
MALUKU 1,823,518 0.005576
MALUKU UTARA 1,285,374 0.007782
PAPUA BARAT 1,031,676 0.008652
PAPUA 3,482,891 0.00554
CONTOH PERHITUNGAN

Jumlah penduduk di Provinsi A pada tahun 2022


adalah 5.529.773 orang

Estimasi jumlah
penderita Jumlah estimasi jumlah gangguan jiwa di Provinsi A tahun 2022 adalah 0,725%
gangguan jiwa x 5.529.773 = 40.080

Target Target capaian indikator penderita gangguan jiwa yang dilayani di fasyankes
capaian sebesar 30%, yaitu 30% X 40.080 = 12.024 orang
indikator

Persentase
Bila jumlah penderita gangguan jiwa yang dilayani sebesar 15.000, maka
penderita
persentase penderita gangguan jiwa yang dilayani di Fasyankes adalah:
gangguan
(15.000/40.080) x 100 % = 37,4%.
jiwa yang
dilayani
c. Interpretasi Data
• interpretasi hasil analisis berdasarkan situasi di suatu wilayah dan menghubungkannya
dengan data lain, seperti faktor demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, tempat tinggal) dan waktu.
• Hasil Persentase gangguan jiwa yang mendapatkan layanan standar disesuaikan
dengan target per tahun.

d. Diseminasi
• Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan/atau
presentasi.
• Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait, seperti
jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada
umumnya. Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan
menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan pencegahan dan
tatalaksana gangguan jiwa serta evaluasi program.
e. Tindak Lanjut
Jika hasil belum sesuai dengan target yang ditetapkan pertahun, maka perlu
dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan persentase gangguan jiwa yang
mendapatkan layanan standar dengan:

1. Meningkatkan kegiatan pelatihan managemen gangguan jiwa kepada


petugas Kesehatan di FKTP
2. Meningkatkan kerjasama lintas sektor untuk memberikan layanan pada
gangguan jiwa
3. Merapikan pencatatan dan pelaporan data tatalaksana gangguan jiwa oleh
petugas kesehatan jiwa di FKTP
3. Surveilans Penyalahgunaan NAPZA

 Penyalahguna napza (Pecandu Narkotika) diharapkan menjalani terapi dan rehabilitasi, baik
medis, psikologis maupun sosial.
 Salah satu strategi yang tertuang dalam Undang-Undang Narkotika No. 35/2009 adalah dengan
proses wajib lapor pecandu narkotika ke Puskesmas, Rumah Sakit dan/atau lembaga rehabilitasi
medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapat
pengobatan dan perawatan.
 Hal ini diharapkan akan meningkatkan cakupan intervensi medis dan sosial bagi para pecandu
dan untuk mengidentifikasi masalah sedini mungkin.
 Pecandu narkotika yang sedang menjalani pengobatan dan/atau perawatan di rumah sakit,
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial
serta terapi berbasis komunitas (therapeutic community) atau melalui pendekatan keagamaan
dan tradisional tetap harus melakukan wajib lapor kepada IPWL
Penyalahguna Napza baru yang :
1. Datang secara sukarela ke IPWL
• Datang dari kesadaran sendiri
• Rujukan dari hasil skrining ASSIST
TARGET PENYALAHGUNA NAPZA 2. Kasus Pembantaran
BARU YANG DIREHABILITASI MEDIS 3. Kasus terpidana
a. Pengumpulan data
• Data dikumpulkan melalui sistem pelaporan berbasis web terkait wajib lapor dan
rehabilitasi medis penyalahgunaan NAPZA yang disebut Sistem Elektronik
Pencatatan dan Pelaporan Rehabilitasi Medis atau dikenal dengan SELARAS.
• Data-data tersebut berasal dari layanan rehabilitasi medik oleh institusi-institusi
yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan (yaitu rumah sakit umum, rumah sakit
jiwa, RSKO, puskesmas, dan lembaga rehabilitasi medis) sebagai IPWL. Petugas
surveilans di IPWL memasukkan data sosiodemografi dan data rehabilitasi medik
penyalahguna napza ke dalam SELARAS.
Format Pencatatan & Pelaporan
Indikator 3

*) Data didapatkan dari aplikasi Sistem Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Rehabilitasi Medis (SELARAS)

43
b. Pengelolaan dan Analisis Data
• Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan software Sistem Informasi
SELARAS.
• Data yang diolah adalah data sosiodemografi dan data rehabilitasi medik
• Produk pengolahan dan analisis data berupa:
• Jumlah penyalahguna napza yang mendapat rehabilitasi medik
• Gambaran karakteristik sosiodemografi penyalahguna napza (Jenis Kelamin, Umur,
Status Pernikahan, Pendidikan, Pekerjaan, Pekerjaan orang tua)
• Gambaran penyebaran penyalahguna napza berdasar waktu dan tempat
• Gambaran karakteristik penggunaan Napza (Zat yang sering digunakan, Cara
penggunaan zat, Mulai menggunakan zat, Cara masuk institusi, Cara keluar institusi,
Sumber zat, Motivasi penggunaan napza)
• Gambaran rehabilitasi medik pada penyalahguna napza
• Gambaran rujukan kasus penyalahguna napza
• Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, maka dilakukan penyajian dalam bentuk
narasi, tabel, grafik, spot map, area map, dan lainnya
Indikator 3

TARGET
INDIKATOR KINERJA PROGRAM/KEGIATAN
2022 2023 2024

Jumlah penyalahguna napza yang mendapatkan pelayanan


rehabiltasi medis 10500 11000 11500

Definisi Operasional
Jumlah penyalahguna NAPZA baru yang datang secara sukarela dan/atau pembataran dan/atau kasus putusan
pengadilan dan/atau mendapatkan layanan rehabilitasi medis rawat jalan dan/atau rawat inap di Institusi Penerima
Wajib Lapor (IPWL)
Cara Penghitungan
jumlah kumulatif penyalahguna NAPZA baru yang datang secara sukarela dan/ atau pembantaran, dan/ atau kasus
putusan pengadilan dan/ atau mendapatkan layanan rehabilitasi medis rawat jalan dan/ atau rawat inap di IPWL
(Institusi Penerima Wajib Lapor). Data didapatkan dari pelaporan IPWL dan aplikasi Sistem Elektronik Pencatatan dan
Pelaporan Rehabilitasi Medis (SELARAS) dan/atau Dinas Kesehatan Provinsi

45
c. Interpretasi Data
• Petugas surveilans di IPWL dan Kementerian Kesehatan memberikan interpretasi hasil analisis
berdasarkan situasi di suatu wilayah, apakah data dan informasi yang dihasilkan menunjukkan
besaran masalah penyalahgunaan dan kecenderungan, di wilayah setempat, dan
menghubungkannya dengan data lain, seperti sosiodemografi dan data rehabilitasi medik.
• Jumlah penyalahguna napza yang mendapat rehabilitasi medik disesuaikan dengan target per
tahun. Jika hasil belum sesuai dengan target yang ditetapkan pertahun, maka perlu dilakukan
upaya-upaya untuk meningkatkan jumlah pengguna yg mendapatjkan rehab medis.

d. Diseminasi dan Informasi


• Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan/atau presentasi.
• Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait, seperti jajaran
kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya. Untuk jajaran
kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan menjadi dasar dalam pengambilan
keputusan dan perencanaan pencegahan dan tatalaksana penyalahgunaan NAPZA serta
evaluasi program.
e. Tindak Lanjut
Jika hasil belum sesuai dengan target yang ditetapkan pertahun, maka perlu
dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan jumlah penyalahguna yang
mendapatkan rehabilitasi medis denga:

1. Meningkatkan kegiatan pelatihan managemen penyalahguna napza kepada


petugas Kesehatan di FKTP
2. Meningkatkan kerjasama lintas sektor untuk memberikan layanan pada
penyalahguna napza
4. Surveilans Kasus Bunuh Diri dan Pasung

• kasus pasung pada gangguan jiwa juga masih tinggi. Sebesar 14% dari gangguan psikotik atau
sekitar 57 ribu kasus mengatakan pernah dipasung dan yang dipasung dalam 3 bulan terakhir
adalah 31,5% kasus.
• Program upaya kesehatan jiwa telah menjadi komitmen global dan nasional yang dituangkan
dalan Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu menurunkan angka kematian karena bunuh
diri.
a. Pengumpulan data
• Data kasus bunuh diri didapatkan dari catatan Rekam Medis Puskesmas, dari kepolisian
(Polsek), ducapil, masyarakat (kader) ke dalam sistem pelaporan berbasis web untuk
gangguan jiwa yang disebut Sistem Informasi Kesehatan Jiwa atau SIMKESWA. Data
berupa data sosiodemografi dan data karakteristik kasus bunuh diri.
• Data kasus pasung didapatkan dari laporan masyarakat, dinas, LSM dan stakeholder ke
dalam sistem pelaporan berbasis web untuk gangguan jiwa yang disebut Sistem
Informasi Kesehatan Jiwa atau SIMKESWA. Data berupa data sosiodemografi dan data
karakteristik kasus pasung
Data Yang Dicatatatkan
b. Pengelolaan dan Analisis Data
• Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan software Sistem
Informasi Kesehatan Jiwa (Simkeswa)
• Data yang diolah adalah data sosiodemografi dan data karakteristik kasus bunuh
diri dan kasus pasung.
• Produk pengolahan dan analisis berupa:
 Analisis data kasus bunuh diri dan kasus pasung secara diskriptif menurut variabel orang
(umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lainnya), tempat (antar wilayah) dan waktu (antar
waktu).
 Analisis data kasus bunuh diri secara diskriptif menurut variable diagnosis gangguan jiwa,
cara/metode bunuh diri, Riwayat bunuh diri sebelumnya, Riwayat pengobatan gangguan jiwa
sebelumnya
 Analisis data kasus pasung secara diskriptif menurut variable diagnosis gangguan jiwa,
cara/metode pasung, riwayat pasung sebelumnya, riwayat pengobatan gangguan jiwa
sebelumnya
 Hasil analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kasus bunuh diri dan pasung
• Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data, maka dilakukan penyajian dalam
bentuk narasi, tabel, grafik, spot map, area map, dan lainnya
c. Interpretasi Data
• Petugas surveilans di IPWL dan Kementerian Kesehatan memberikan interpretasi hasil analisis
berdasarkan situasi di suatu wilayah, apakah data dan informasi yang dihasilkan menunjukkan
besaran masalah penyalahgunaan dan kecenderungan, di wilayah setempat, dan
menghubungkannya dengan data lain, seperti (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, tempat tinggal), waktu, karakteristik kasus bunuh diri dan kasus
pasung.
• Hasil data yang ada menjadi dasar untuk melakukan upaya-upaya menurunkan kejadian
bunuh diri dan pasung dengan:
Meningkatkan kegiatan skrining gangguan jiwa oleh petugas Kesehatan di FKTP
Memberikan tatalaksana standar pada kasus gangguan jiwa
Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar stakeholder, lintas sektor dan lintas program untuk
memberikan layanan pada gangguan jiwa dan melakukan upaya-upaya pencegahan bunuh diri dan
pasung
d. Diseminasi dan Informasi
• Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan/atau presentasi.
• Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait, seperti jajaran
kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya. Untuk jajaran
kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan menjadi dasar dalam pengambilan
keputusan dan perencanaan pencegahan dan tatalaksana pencegahan bunuh diri dan
pasung serta evaluasi program.
e. Tindak Lanjut
Jika hasil belum sesuai dengan target yang ditetapkan pertahun, maka perlu
dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan jumlah penyalahguna yang
mendapatkan rehabilitasi medis denga:

1. Meningkatkan kegiatan skrining gangguan jiwa oleh petugas Kesehatan di FKTP


2. Memberikan tatalaksana standar pada kasus gangguan jiwa
3. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar stakeholder, lintas sektor dan lintas
program untuk memberikan layanan pada gangguan jiwa dan melakukan upaya-upaya
pencegahan bunuh diri dan pasung
C. PENCATATAN DAN PELAPORAN SURVEILANS KESEHATAN JIWA

54
Mekanisme Pencatatan dan Pelaporan
Surveilans Kesehatan Jiwa

Manual SIMKESWA SELARAS


Pencatatan dan pelaporan surveilans kesehatam jiwa diselenggarakan
dengan menggunakan sistem informasi kesehatan jiwa (Simkeswa)
secara berjenjang sebagai berikut :
1. Puskesmas
2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Dinas Kesehatan Provinsi
4. Kementerian Kesehatan
1. Puskesmas
• Petugas di tingkat Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama adalah personal yang mendapat wewenang
untuk melakukan input data masalah kesehatan jiwa ke dalam sistim informasi kesehatan jiwa.
• Petugas tersebut misalnya petugas administrasi, pemegang program kesehatan jiwa atau tenaga
kesehatan lain yang telah dilatih teknis penggunaan sistim informasi kesehatan jiwa.
• Petugas di tingkat Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama bisa melakukan input data, edit data, filter data
dan rekap data tingkat Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
• Data yang diinput oleh petugas adalah data yang diperoleh dari: 1. Kader Keswa 2. Tenaga kesehatan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (dokter dan perawat)

2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


• Petugas di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi adalah personal yang
mendapat wewenang untuk menggunakan sistim informasi kesehatan jiwa di tingkat
Kabupaten/Kota. Personil tersebut telah telah dilatih teknis penggunaan sistim informasi
kesehatan jiwa.
• Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melihat laporan data dari Petugas Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama pada sistem.
3. Dinas Kesehatan Provinsi
Petugas di tingkat Dinas Kesehatan Provinsi adalah personal yang mendapat
wewenang untuk menggunakan sistim informasi kesehatan jiwa di tingkat
Kabupaten/Kota dan Provinsi.

4. Kementerian Kesehatan
 Petugas di tingkat Pusat (Kemenkes) adalah personal yang mendapat wewenang
untuk menggunakan sistim informasi kesehatan jiwa di tingkat Pusat.
 Personil tersebut telah dilatih teknis penggunaan sistim informasi kesehatan
jiwa.
 Petugas di tingkat Pusat bisa merekap data di tingkat pusat/nasional.
 Kementerian Kesehatan berperan untuk memantau dan mengevaluasi data
laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Indikator Kinerja Kegiatan Direktorat Kesehatan Jiwa
Tahun 2022 - 2024

TARGET
INDIKATOR KINERJA PROGRAM/KEGIATAN
2022 2023 2024

30%
Persentase penduduk usia ≥ 15 tahun dengan risiko masalah
kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining
60% 90%

Persentase penyandang gangguan jiwa yang memperoleh 30%


2
layanan di Fasyankes
60% 90%

Jumlah penyalahguna napza yang mendapatkan pelayanan


10500 11000 11500
rehabiltasi medis

59
Cerdas Empati dalam Rajin Interaksi yang
Asah, asih, asuh
beribadah tumbuh
intelektual berkomunikasi bermanfaat kembang
emosional sesuai agama bagi dalam keluarga
efektif & keyakinan
dan spiritual kehidupan & masyarakat
TERIMA KASIH
Penugasan
A. Petunjuk Penugasan
 Setiap peserta dibagi menjadi 5 kelompok (1 kelompok terdiri dari 6 orang)
 Masing-masing kelompok melaksanakan tahapan kegiatan surveilans (pengolahan data, interprestasi data,
Diseminasi dan informasi dan Tindak lanjut) sesuai kasus yang diberikan
 Setiap kelompok memprsentasikan hasil kegiatan surveilans
B. Kasus
 Provinsi X memiliki 5 kabupaten/kota dengan total jumlah penduduk sebanyak 5.320.515 jiwa.
 Berikut hasil pengumpulan data yang dilaksanakan di Provinsi tersebut per 30 September 2022
 Setiap kelompok memprsentasikan hasil kegiatan surveilans
No. Nama Jumlah Jumlah Prevalensi Hasil Deteksi Dini Jumlah Penderita
Kab/Kota Penduduk Penduduk Usia Gangguan Jiwa menggunakan Gangguan Jiwa yang
≥15 tahun menurut Riskesdas SRQ/SDQ dan ASSIST dilayani di Fasyankes

1 A 1.243.321 310.830 12.841 2.710

19.366 2.027
2 B 893.765 214.504

3 C 1.048.592 283.120 0.007163 21.143 1.905

4 D 964.451 260.402 14.684 2.109

5 E 1.170.386 351.116 26.712 2.416

5.320.515 1.419.972 94.746 11.167


Berdasarkan data diatas silahkan melakukan kegiatan surveilans skrining masalah
kesehatan jiwa dan surveilans gangguan jiwa dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pengolahan dan Analisa Data ( penghitungan persentase sesuai rumus yang
sudah diterangkan)
2. Interprestasi Data masing-masing kabupaten dan provinsi (hasil perhitungan
apakah sesuai target yg ditetapkan)
3. Diseminasi dan Informasi ( membuat presentasi dalam bentuk tabel/diagram
tingkat provinsi)
4. Tindak Lanjut ( memberi masukan dan rekomendasi upaya perbaikan)
Daftar Tilik Penilaian Penugasan
• Kelompok :
• Nama peserta :
• Waktu :

No. Kriteria Penilaian Ada Tidak ada


1. Presentasi Pengolahan/Analisa Data
2. Presentasi Interpretasi Hasil Analisa Data
3. Presentasi Diseminasi dan Informasi
4 Presentasi Tindak Lanjut

Anda mungkin juga menyukai