Anda di halaman 1dari 61

SURVEILANS KESEHATAN JIWA

disampaikan pada :
Pelatihan Tenaga Kesehatan Terpadu Kesehatan Jiwa
21 - 26 November 2022
Ns. Triana Jumarianti, S.Kep

triana.priyatno2011@gmail.com

08115405855

DINAS KESEHATAN KOTA


TARAKAN
HASIL BELAJAR
Setelah mengikuti mata
pelatihan ini peserta mampu
melakukan Surveilans
Kesehatan Jiwa dan NAPZA

04 PUAN
INDIKATOR HASIL BELAJAR

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :

1. Menjelaskan konsep Surveilans


Kesehatan Jiwa dan NAPZA

2. Melakukan Surveilans Kesehatan Jiwa


dan NAPZA

3. Melaksanakan pencatatan dan


pelaporan Surveilans Kesehatan Jiwa
dan NAPZA
MATERI SURVEILANS KESEHATAN
JIWA
A. KONSEP SURVEILANS KESEHATAN JIWA
• Pengertian
• Tujuan
• Metode
B. PELAKSANAAN SURVEILANS KESEHATAN JIWA
• Surveilans skrining Masalah Kesehatan Jiwa
Outline • Surveilans Gangguan Jiwa
• Surveilans Penyalagunaan NAPZA
• Surveilans Kasus Bunuh Diri, Percobaan Bunuh Diri dan Pasung pada
Gangguan Jiwa
C. PENCATATAN DAN PELAPORAN SURVEILANS KESEHATAN JIWA
• Puskesmas
• Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
• Dinas Kesehatan Provinsi
• Kementerian Kesehatan
5
A. KONSEP SURVEILANS KESEHATAN JIWA
Outline

6
Kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang
kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan
Surveilans
Kesehatan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan
dan penularan penyakit atau masalah kesehatan
untuk memperoleh dan memberikan informasi guna
mengarahkan tindakan pengendalian dan
penanggulangan secara efektif dan efisien.
Salah satu
surveilans Surveilans masalah Kesehatan jiwa dan gangguan jiwa
kesehatan pada adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
penyakit tidak
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian
menular adalah
surveilans gangguan jiwa atau masalah kesehatan jiwa dan kondisi
masalah yang mempengaruhi terjadinya peningkatan masalah
kesehatan jiwa
dan gangguan kesehatan jiwa untuk memperoleh dan memberikan
jiwa informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan
penanggulangan secara efektif dan efisien
(Permenkes 45
Tahun 2014)
Tersedianya data dan informasi masalah
Tujuan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa sebagai
surveilans
masalah dasar pengambilan keputusan dalam
kesehatan jiwa perencanaan, pemantauan, evaluasi program
dan gangguan
jiwa pencegahan dan penatalaksanaan gangguan
jiwa dan Napza melalui kegiatan surveilans.
3). Metode Surveilans Kesehatan Jiwa

a. Surveilans Aktif
- adalah kegiatan pengumpulan, analisis, interpretasi, laporan dan
diseminasi, serta tindak lanjut yang dilakukan secara langsung oleh
tenaga pelaksana surveilans di tiap tingkatan.
- data yang dikumpulkan dapat berupa data primer maupun data
sekunder.
- Data primer didapatkan dari pengumpulan data secara langsung di
institusi atau masyarakat oleh tenaga pelaksana surveilans kesehatan
jiwa.
- Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain,
yang mana tenaga pelaksana surveilans secara aktif mengumpulkan
data tersebut dari sumber data terkait. Contoh : data rekam medis.
3). Metode Surveilans Kesehatan Jiwa

b. Surveilans Pasif
- adalah kegiatan pengumpulan, analisis, interpretasi, laporan dan
diseminasi, serta tindak lanjut yang tidak dilakukan secara langsung oleh
tenaga pelaksana surveilans.
- Data surveilans pasif umumnya adalah data-data yang diatur regulasi
wajib dicatat dan dilaporkan oleh institusi.
- Contohnya tenaga pelaksana surveilans pada dinas kesehatan tingkat
Kabupaten/ Kota yang mendapatkan pelaporan data dari tenaga
pelaksana surveilans tingkat puskesmas.
- Sebagian besar data dalam surveilans Kesehatan jiwa menggunakan
metode surveilans pasif yang tercatat dalam sistim informasi Kesehatan
jiwa di tingkat Puskesmas maupun Rumah Sakit
B. PELAKSANAAN SURVEILANS
KESEHATAN JIWA

12
Tahapan pelaksanaan Surveilans Kesehatan Jiwa :
1. Pengumpulan data
2. Pengolahan/Analisa Data
3. Interpretasi Data
4. Diseminasi Informasi
5. Tindak Lanjut

Lingkup Pelaksanaan Surveilans Kesehatan jiwa meliputi 4 kegiatan sebagai berikut :


6. Surveilans skrining Masalah Kesehatan Jiwa
7. Surveilans Gangguan Jiwa
8. Surveilans Penyalahgunaan NAPZA
9. Surveilans Kasus Bunuh Diri dan Pasung pada Gangguan Jiwa
1. Surveilans Skrining Masalah Kesehatan Jiwa

 Skrining masalah kesehatan jiwa pada kelompok berisiko masalah kesehatan


jiwa berdasar siklus kehidupan merupakan salah satu indikator yang tertuang
dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024
 Skrining masalah kesehatan jiwa terdiri dari skrining pada kelompok usia 15-18
tahun dengan menggunakan instrumen SDQ,
 pada kelompok usia >18 tahun menggunakan instrumen Strength and Diificulties
Questionnaire-20 (SRQ-20),
 dan skrining penyalahgunaan NAPZA dengan menggunakan instrumen Alkohol,
Smoking and Substance Involvement Screening Test (ASSIST).
Lansia
Upaya promotif – preventif kesehatan jiwa:
• Deteksi dini keswa lansia
• (demensia/ depresi, dll)
Pendekatan siklus kehidupan (continuum of Care) Dewasa
dan Kelompok Risiko (Population at Risk)

Terintegrasi pada semua tingkat layanan kesehatan Pelayanan bagi • Keswa dewasa
remaja
dan kegiatan LP/LS • Deteksi dini melalui Posbindu
& Pandu
• CEGAH PASUNG/ REPASUNG

Pelayanan bagi
anak SD
• Keswa Remaja
Pelayanan bagi • Skrining ASSIST
balita • Posbindu di Sekolah
• Life skill remaja
Pelayanan bagi
bayi • Deteksi dini
Persalinan, nifas &
keswa anak
neonatal
Pelayanan Pemeriksaan usia sekolah Populasi khusus lain:
PUS & WUS Kehamilan • Pemantauan
perkembangan
• Deteksi Dini Kesehatan jiwa di kampus
• Pola asuh dan Keswa Anak
tumbuh kembang Kesehatan jiwa di tempat kerja
• Deteksi dini
anak
• Konseling • Deteksi dini Keswa Bulin
• Deteksi dini
Pranikah keswa ibu hamil dan Bufas Kesehatan jiwa di kelompok khusus - RS
pada
• Stimulasi janin gangguan
dalam kandungan perkembangan 15
anak
KELOMPOK BERISIKO MASALAH KESWA BERDASARKAN SIKLUS HIDUP
REMAJA DEWASA LANSIA
• Mahasiswa baru dan tingkat akhir Perguruan Tinggi
• Siswa baru dan tingkat akhir • Pasien penyakit kronis: Hipertensi (stroke, gagal ginjal, • Lansia yang tinggal
SMP dan SMA penyakit jantung) TBC, DM, Kanker, HIV-AIDS, dll
• Pasien dengan penyakit fisik yang tidak membaik setelah sendiri/hanya dengan
• Pasien penyakit kronis: diobati dengan adekuat.
• Ibu hamil dan post partum
pasangannya
Kanker, HIV-AIDS, dll. • Ibu dengan anak balita • Lansia yang membutuhkan
• Orang tua tunggal
• Santri • Orang dengan disabilitas perawatan jangka panjang
• Remaja dengan disabilitas • Korban tindak kekerasan
• Pekerja dengan sistem shift
• Penghuni panti sosial (warga
• Korban tindak kekerasan • Pekerja di tempat kerja yang berisiko binaan)
• Pekerja migran
• Korban trafficking • Korban trafficking • Pasien penyakit kronis:
• Korban dan penyintas bencana alam/non alam dan
• Korban dan penyintas bencana sosial Hipertensi (stroke, gagal
bencana alam/non alam dan
• Keluarga (pendamping) pasien ODGJ dan penyakit kronis
• Keluarga (pendamping) orang dengan disabilitas
ginjal, penyakit jantung) TBC,
bencana sosial • Pekerja seks komersial (Tuna Susila) DM, Kanker, HIV-AIDS, dll
• Orang dengan variasi preferensi seksual
• Pekerja seks komersial (Tuna • Pendamping lansia (caregiver) • Korban dan penyintas
Susila)
• Warga binaan pemasyarakatan di Lapas/Rutan dan
keluarganya
bencana alam/non alam dan
• Penghuni panti sosial (warga binaan) bencana sosial
• Petugas panti sosial
• Klien/pasien di lembaga rehabilitasi penyalahgunaan • Korban kekerasan
Napza dan keluarganya

16
a. Pengumpulan data
• Data primer dikumpulkan langsung dari kegiatan skrining kepada kelompok
berisiko masalah kesehatan jiwa
• Data sekunder diperoleh dari : Aplikasi SINAPZA, Rekam Medis Pasien, Catatan
kesehatan anak sekolah
• Data yang dikumpulkan berupa :
 Demografi
 Hasil skrining dengan menggunakan SDQ, SRQ-20 dan/atau ASSIST
 Rujukan/tindak lanjut kasus.
Format Pencatatan & Pelaporan
Indikator 1

*orang
**khusus yang diduga penyalahguna NAPZA (data diambil secara elektronik menggunakan aplikasi SINAPZA yang ada pada aplikasi SELARAS)
***Kelompok dengan risiko masalah kesehatan jiwa dapat dilihat pada tabel kelompok berisiko masalah kesehatan jiwa

18
b. Pengelolaan dan Analisis Data
• dilakukan dengan bantuan software Sistem Informasi Kesehatan Jiwa oleh petugas surveilans
Kesehatan jiwa di FKTP, Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Propinsi dan Direktorat Kesehatan Jiwa.
• Data yang diolah adalah data demografi, data hasil skrining menggunakan SDQ, SRQ-20 dan/atau
ASSIST dan data rujukan/tindak lanjut hasil skrining.
• Produk pengolahan dan analisis berupa:
Persentase penduduk usia ≥ 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang mendapatkan
skrining
• Data ini didapatkan dengan penghitungan persentase skrining menggunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah penduduk usia ≥15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining
_______________________________________________ x 100%
Jumlah estimasi penduduk ≥15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa
• Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data, maka dilakukan penyajian dalam bentuk narasi, tabel, grafik,
spot map, area map, dan lainnya
Indikator 1

TARGET
INDIKATOR KINERJA PROGRAM/KEGIATAN
2022 2023 2024

Persentase penduduk usia ≥ 15 tahun dengan risiko masalah 30%


kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining
60% 90%

Definisi Operasional
Persentase penduduk usia ≥ 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang dilakukan skrining dengan
menggunakan instrumen SDQ (untuk usia 15-18 tahun) atau SRQ-20 (usia diatas 18 tahun) dan/atau ASSIST, yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dan/atau kader kesehatan dan/atau guru terlatih

Cara Penghitungan

Jumlah penduduk usia ≥15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang
mendapatkan skrining
x 100%
Jumlah estimasi penduduk ≥15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa

20
Jumlah penduduk usia ≥15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang
Cara mendapatkan skrining
=
Perhitungan X 100

Jumlah estimasi penduduk ≥15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa

KETERANGAN
Numerator: Jumlah penduduk usia ≥15 tahun dengan risiko Penduduk dengan risiko maslah kesehatan jiwa dapat lihat pada tabel
masalah kesehatan jiwa yang kelompok berisiko masalah kesehatan jiwa berdasarkan siklus
mendapatkan skrining menggunakan SDQ atau SRQ-20 kehidupan
dan/atau ASSIST

Hasil estimasi penduduk ≥15 tahun dengan risiko masalah kesehatan


Denominator: Jumlah estimasi penduduk ≥15 tahun dengan
jiwa diperoleh dari ¼ (data WHO yang menyatakan 1 dari 4 orang
risiko masalah kesehatan jiwa
berisiko mengalami gangguan jiwa) dikalikan jumlah penduduk usia >
15 tahun di wilayah tersebut dalam kurun waktu yang sama
CONTOH PERHITUNGAN

Jumlah penduduk > 15 tahun di Kabupaten P pada tahun 2022


adalah 670.200 orang

Estimasi jumlah
penduduk dengan Jumlah estimasi penduduk usia > 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa di
risiko masalah Kabupaten ”P” tahun 2022 adalah ¼ X 670.200 = 167.550 orang
keswa

Target capaian Target capaian indikator penduduk usia > 15 tahun dengan risiko masalah keswa yang
indikator mendapatkan skrining pada tahun 2022 sebesar 30%, yaitu 30% X 167.550 = 50.265 orang

Persentase
Bila jumlah penduduk usia > 15 tahun dengan risiko masalah keswa yang mendapatkan skrining
peduduk dgn
sebesar 51.000, maka persentase penduduk usia > 15 tahun dengan risiko masalah keswa yang
risiko masalah
mendapatkan skrining adalah: (51.000/167.550) x 100 % = 30,4%.
keswa yg
diskrining
SASARAN INDIKATOR PERSENTASE PENDUDUK > 15 TAHUN DENGAN RISIKO MASALAH KESEHAHATAN JIWA YANG MENDAPATKAN SKRINING

NO PROVINSI Jumlah Penduduk Usia ≥ 15 Estimasi Jumlah Penduduk Usia ≥ 15


tahun dengan risiko masalah keswa TARGET 2022
tahun*
**
1 Aceh 4.009.307 1.002.327 300.698
2 Sumatera Utara 11.006.841 2.751.710 825.513
3 Sumatera Barat 4.128.764 1.032.191 309.657
4 Riau 5.172.711 1.293.178 387.953
5 Jambi 2.771.609 692.902 207.871
6 Sumatera Selatan 6.474.153 1.618.538 485.561
7 Bengkulu 1.538.509 384.627 115.388
8 Lampung 6.547.620 1.636.905 491.072
9 Kep Bangka Belitung 1.136.290 284.073 85.222
10 Kep Riau 1.817.748 454.437 136.331
11 DKI Jakarta 8.314.708 2.078.677 623.603
12 Jawa Barat 38.579.408 9.644.852 2.893.456
13 Jawa Tengah 27.452.787 6.863.197 2.058.959
14 DI Yogyakarta 3.209.282 802.321 240.696
15 Jawa Timur 32.064.197 8.016.049 2.404.815
16 Banten 9.959.986 2.489.997 746.999
17 Bali 3.554.507 888.627 266.588

23
SASARAN INDIKATOR PERSENTASE PENDUDUK > 15 TAHUN DENGAN RISIKO MASALAH KESEHAHATAN JIWA YANG MENDAPATKAN SKRINING

Estimasi Jumlah Penduduk Usia ≥ 15


Jumlah Penduduk Usia ≥ 15
NO PROVINSI tahun dengan risiko masalah keswa TARGET 2022
tahun* **
18 Nusa Tenggara Barat 3.935.600 983.900 295.170
19 Nusa Tenggara Timur 4.006.177 1.001.544 300.463
20 Kalimantan Barat 3.898.307 974.577 292.373
21 Kalimantan Tengah 2.083.344 520.836 156.251
22 Kalimantan Selatan 3.243.143 810.786 243.236
23 Kalimantan Timur 2.855.463 713.866 214.160
24 Kalimantan Utara 545.274 136.319 40.896
25 Sulawesi Utara 1.965.629 491.407 147.422
26 Sulawesi Tengah 2.330.586 582.647 174.794
27 Sulawesi Selatan 6.877.285 1.719.321 515.796
28 Sulawesi Tenggara 2.002.800 500.700 150.210
29 Gorontalo 913.242 228.311 68.493
30 Sulawesi Barat 1.023.837 255.959 76.788
31 Maluku 1.323.861 330.965 99.290
32 Maluku Utara 936.482 234.121 70.236
33 Papua Barat 748.610 187.153 56.146
34 Papua 2.553.838 638.460 191.538
  Total 208.981.905 52.245.476 15.673.643

24
c. Interpretasi Data
• interpretasi hasil analisis berdasarkan situasi di suatu wilayah dan menghubungkannya
dengan data lain, seperti faktor demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, tempat tinggal) dan waktu.
• Hasil Persentase penduduk usia ≥ 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa yang
mendapatkan skrining disesuaikan dengan target per tahun.

d. Diseminasi
• Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan/atau presentasi.
• Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait, seperti jajaran
kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya. Untuk jajaran
kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan menjadi dasar dalam pengambilan
keputusan dan perencanaan serta evaluasi program.
e. Tindak Lanjut
Jika hasil belum sesuai dengan target yang ditetapkan pertahun, maka perlu
dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan persentase penduduk yang
dilakukan skrining dengan:

1. Meningkatkan kegiatan pelatihan skrining masalah kesehatan jiwa


kepada petugas Kesehatan, kader, guru, relawan Kesehatan jiwa di
masyarakat dan institusi
2. Meningkatkan kerjasama lintas sektor dan lintas program untuk
pelaksanaan kegiatan skrining masalah Kesehatan jiwa
3. Merapikan pencatatan dan pelaporan data skrining masalah Kesehatan
jiwa agar semua terekap oleh petugas kesehatan jiwa di FKTP
2. Surveilans Gangguan Jiwa
 Gangguan jiwa yang dilakukan surveilans adalah gangguan skizofrenia, gangguan psikotik
akut, gangguan depresi, gangguan cemas/anxietas.
 Data dalam surveilans gangguan jiwa ini adalah data sosiodemografi dan data
tatalaksana.
 Data demografi sebagai berikut : Identitas, Usia, Jenis Kelamin, Status Pernikahan,
Pendidikan, Pekerjaan, Alamat (wilayah)
 Data Tatalaksana
• Tatalaksana farmakoterapi
• Tatalaksana non-farmakologi (Psikoedukasi, Konseling, Suportif Terapi, KIE, Relaksasi,
Edukasi, Rehabilitasi)
• Tindakan
• Rujukan
 Persentase Layanan Gangguan Jiwa merupakan indikator kegiatan direktorat Kesehatan
jiwa yaitu jumlah penderita gangguan jiwa (gangguan cemas/anxietas, depresi,
skizofrenia/psikotik akut) yang dilayani di fasyankes. Target layanan gangguan jiwa adalah
30% di tahun 2022, 60% di tahun 2023 dan 90% di tahun 2024
a. Pengumpulan data
• Data diinput dari catatan Rekam Medis Puskesmas yang ditulis oleh Dokter di
FKTP ke dalam sistem pelaporan berbasis web untuk gangguan jiwa yang disebut
Sistem Informasi Kesehatan Jiwa atau SIMKESWA.
• Data berupa data demografi dan data tatalaksana pada pasien gangguan
skizofrenia, psikotik akut, gangguan depresi, gangguan cemas/anxietas.
Format Pencatatan & Pelaporan
Indikator 2 (Puskesmas)

* Layanan yang dimaksud adalah pemeriksaan kesehatan jiwa (wawancara psikiatrik dan pemeriksaan status mental), memberikan informasi dan edukasi, tatalaksana pengobatan dan atau
melakukan rujukan bila diperlukan
* Fasyankes = Puskesmas, Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus dan Rumah Sakit Jiwa

Persentase penderita gangguan jiwa (gangguan campuran cemas dan depresi serta skizofrenia) yang memperoleh layanan di Fasyankes dengan kriteria:
Sesuai dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Ganguan Jiwa Edisi III (1981)
Nakes (UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan terlatih Membuat pencatatan dan pelaporan)

29
b. Pengelolaan dan Analisis Data
• Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan software Sistem Informasi Kesehatan Jiwa
(Simkeswa)
• Produk pengolahan dan analisis berupa:
Analisis data gangguan skizofrenia, psikotik akut, gangguan depresi, gangguan cemas/anxietas secara
diskriptif menurut variabel orang (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lainnya), tempat (antar wilayah) dan
Persentase gangguan jiwa yang mendapatkan layanan
Data ini didapatkan dengan penghitungan persentase gangguan jiwa yang mendapatkan layanan sebagai
berikut :
Jumlah penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan cemas, depresi, skizofrenia/PA) yang dilayani di
fasyankes
___________________________________________________ x 100%
Jumlah estimasi penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan cemas, depresi, dan skizofrenia/psikotik
akut) yang mendapatkan layanan di Fasyankes berdasarkan riskedas terbaru
• Jumlah kunjungan ke FKTP
• Jumlah kunjungan gangguan skizofrenia
• Jumlah kunjungan gangguan psikotik akut
• Jumlah kunjungan gangguan depresi
• Jumlah kunjungan gangguan cemas/anxietas
• Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data, maka dilakukan penyajian dalam bentuk narasi, tabel, grafik,
spot map, area map, dan lainnya
Indikator 2

TARGET
INDIKATOR KINERJA PROGRAM/KEGIATAN
2022 2023 2024

30%
Persentase penyandang gangguan jiwa yang memperoleh
layanan di Fasyankes
60% 90%

Definisi Operasional
Persentase penderita gangguan jiwa (gangguan campuran cemas dan depresi serta skizofrenia) yang memperoleh
layanan di Fasyankes dengan kriteria:
1. Sesuai dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Edisi III (1981)
2. Nakes (UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan terlatih Membuat pencatatan dan pelaporan)

Cara Penghitungan
Jumlah penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan campuran cemas dan depresi
serta penyandang skizofrenia) yang dilayani di fasyankes
Jumlah estimasi penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan campuran cemas dan depresi berat x 100%
dan penyandang skizofrenia) yang mendapatkan layanan di Fasyankes berdasarkan riskedas terbaru

31
CAPAIAN KINERJA
Jumlah penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan campuran cemas dan
Rumus =
depresi serta penyandang skizofrenia) yang dilayani di fasyankes

Perhitungan X 100%
Jumlah estimasi penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan campuran
cemas dan depresi berat dan penyandang skizofrenia) yang mendapatkan layanan
di Fasyankes berdasarkan riskedas terbaru

• Numerator: Jumlah penderita gangguan jiwa (penyandang gangguan


campuran cemas dan depresi serta penyandang skizofrenia) yang dilayani di
fasyankes
Catatan • Penderita Gangguan Jiwa: gangguan campuran cemas dan depresi serta
skizofrenia.

• Denominator: Jumlah estimasi penderita gangguan jiwa (penyandang


gangguan campuran cemas dan depresi berat dan penyandang skizofrenia)
yang mendapatkan layanan di Fasyankes berdasarkan riskedas terbaru
CONTOH PERHITUNGAN

Jumlah penduduk di Provinsi A pada tahun 2022 adalah


5.529.773 orang

Estimasi jumlah
penderita Jumlah estimasi jumlah gangguan jiwa di Provinsi A tahun 2022 adalah 0,725% x 5.529.773
gangguan jiwa = 40.080

Target capaian Target capaian indikator penderita gangguan jiwa yang dilayani di fasyankes sebesar 30%, yaitu
indikator 30% X 40.080 = 12.024 orang

Persentase
Bila jumlah penderita gangguan jiwa yang dilayani sebesar 15.000, maka persentase penderita
penderita
gangguan jiwa yang dilayani di Fasyankes adalah: (15.000/40.080) x 100 % = 37,4%.
gangguan jiwa
yang dilayani
Tabel Denominator Penyandang Gangguan Jiwa

D
e
Jumlah Denominator
Provinsi s
Penduduk* Komposit
i
m
ACEH 5,529,773 0.007248
SUMATERA UTARA 15,107,226 0.008115
SUMATERA BARAT 5,675,357 0.009152
RIAU 7,181,300 0.006318
JAMBI 3,677,678 0.003996
SUMATERA SELATAN 8,803,213 0.00642
BENGKULU 2,038,146 0.006776
LAMPUNG 8,683,167 0.005316
BANGKA BELITUNG 1,506,505 0.00859
KEPULAUAN RIAU 2,449,422 0.004563
DKI JAKARTA 10,711,809 0.007913
JAWA BARAT 50,639,156 0.00842
JAWA TENGAH 35,090,378 0.006372
DI YOGYAKARTA 4,021,816 0.008395
JAWA TIMUR 40,348,441 0.006445
BANTEN 13,251,533 0.008521
BALI 4,518,680 0.00606
NTB 5,370,302 0.00964
NTT 5,662,948 0.006523
KALIMANTAN BARAT 5,220,211 0.00768
KALIMANTAN TENGAH 2,757,697 0.005829
KALIMANTAN SELATAN 4,370,444 0.006776
KALIMANTAN TIMUR 3,752,605 0.006122
KALIMANTAN UTARA 734,112 0.006303
SULAWESI UTARA 2,548,338 0.006982
SULAWESI TENGAH 3,159,749 0.011079
SULAWESI SELATAN 9,022,276 0.007526
SULAWESI TENGGARA 2,782,882 0.005899
GORONTALO 1,205,341 0.020246
SULAWESI BARAT 1,415,130 0.007676
MALUKU 1,823,518 0.005576
MALUKU UTARA 1,285,374 0.007782
PAPUA BARAT 1,031,676 0.008652
PAPUA 3,482,891 0.00554
c. Interpretasi Data
• interpretasi hasil analisis berdasarkan situasi di suatu wilayah dan
menghubungkannya dengan data lain, seperti faktor demografi (usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, tempat tinggal) dan waktu.
• Hasil Persentase gangguan jiwa yang mendapatkan layanan standar disesuaikan
dengan target per tahun.

d. Diseminasi
• Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan/atau
presentasi.
• Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait, seperti
jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada
umumnya. Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan
menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan pencegahan dan
tatalaksana gangguan jiwa serta evaluasi program.
e. Tindak Lanjut
Jika hasil belum sesuai dengan target yang ditetapkan pertahun, maka perlu
dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan persentase gangguan jiwa yang
mendapatkan layanan standar dengan:

1. Meningkatkan kegiatan pelatihan managemen gangguan jiwa kepada


petugas Kesehatan di FKTP
2. Meningkatkan kerjasama lintas sektor untuk memberikan layanan pada
gangguan jiwa
3. Merapikan pencatatan dan pelaporan data tatalaksana gangguan jiwa oleh
petugas kesehatan jiwa di FKTP
3. Surveilans Penyalahgunaan NAPZA

 Penyalahguna napza (Pecandu Narkotika) diharapkan menjalani terapi dan


rehabilitasi, baik medis, psikologis maupun sosial.
 Salah satu strategi yang tertuang dalam Undang-Undang Narkotika No. 35/2009
adalah dengan proses wajib lapor pecandu narkotika ke Puskesmas, Rumah Sakit
dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang
ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapat pengobatan dan perawatan.
 Hal ini diharapkan akan meningkatkan cakupan intervensi medis dan sosial bagi
para pecandu dan untuk mengidentifikasi masalah sedini mungkin.
 Pecandu narkotika yang sedang menjalani pengobatan dan/atau perawatan di
rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, lembaga rehabilitasi medis
dan lembaga rehabilitasi sosial serta terapi berbasis komunitas (therapeutic
community) atau melalui pendekatan keagamaan dan tradisional tetap harus
melakukan wajib lapor kepada IPWL
Penyalahguna Napza baru yang :
1. Datang secara sukarela ke IPWL
• Datang dari kesadaran sendiri
• Rujukan dari hasil skrining ASSIST
TARGET PENYALAHGUNA NAPZA
2. Kasus Pembantaran
BARU YANG DIREHABILITASI MEDIS 3. Kasus terpidana
a. Pengumpulan data
• Data dikumpulkan melalui sistem pelaporan berbasis web terkait wajib lapor dan
rehabilitasi medis penyalahgunaan NAPZA yang disebut Sistem Elektronik
Pencatatan dan Pelaporan Rehabilitasi Medis atau dikenal dengan SELARAS.
• Data-data tersebut berasal dari layanan rehabilitasi medik oleh institusi-institusi
yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan (yaitu rumah sakit umum, rumah sakit
jiwa, puskesmas, dan lembaga rehabilitasi medis) sebagai IPWL. Petugas
surveilans di IPWL memasukkan data sosiodemografi dan data rehabilitasi medik
penyalahguna napza ke dalam SELARAS.
Format Pencatatan & Pelaporan
Indikator 3

*) Data didapatkan dari aplikasi Sistem Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Rehabilitasi Medis (SELARAS)

40
b. Pengelolaan dan Analisis Data
• Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan software Sistem Informasi
SELARAS.
• Data yang diolah adalah data sosiodemografi dan data rehabilitasi medik
• Produk pengolahan dan analisis data berupa:
• Jumlah penyalahguna napza yang mendapat rehabilitasi medik
• Gambaran karakteristik sosiodemografi penyalahguna napza (Jenis Kelamin, Umur,
Status Pernikahan, Pendidikan, Pekerjaan, Pekerjaan orang tua)
• Gambaran penyebaran penyalahguna napza berdasar waktu dan tempat
• Gambaran karakteristik penggunaan Napza (Zat yang sering digunakan, Cara
penggunaan zat, Mulai menggunakan zat, Cara masuk institusi, Cara keluar institusi,
Sumber zat, Motivasi penggunaan napza)
• Gambaran rehabilitasi medik pada penyalahguna napza
• Gambaran rujukan kasus penyalahguna napza
• Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, maka dilakukan penyajian dalam bentuk
narasi, tabel, grafik, spot map, area map, dan lainnya
Indikator 3

TARGET
INDIKATOR KINERJA PROGRAM/KEGIATAN
2022 2023 2024

Jumlah penyalahguna napza yang mendapatkan pelayanan


rehabiltasi medis 10500 11000 11500

Definisi Operasional
Jumlah penyalahguna NAPZA baru yang datang secara sukarela dan/atau pembataran dan/atau kasus putusan
pengadilan dan/atau mendapatkan layanan rehabilitasi medis rawat jalan dan/atau rawat inap di Institusi Penerima
Wajib Lapor (IPWL)

Cara Penghitungan
jumlah kumulatif penyalahguna NAPZA baru yang datang secara sukarela dan/ atau pembantaran, dan/ atau kasus
putusan pengadilan dan/ atau mendapatkan layanan rehabilitasi medis rawat jalan dan/ atau rawat inap di IPWL
(Institusi Penerima Wajib Lapor). Data didapatkan dari pelaporan IPWL dan aplikasi Sistem Elektronik Pencatatan dan
Pelaporan Rehabilitasi Medis (SELARAS) dan/atau Dinas Kesehatan Provinsi

42
c. Interpretasi Data
• Petugas surveilans di IPWL dan Kementerian Kesehatan memberikan
interpretasi hasil analisis berdasarkan situasi di suatu wilayah, apakah data
dan informasi yang dihasilkan menunjukkan besaran masalah penyalahgunaan
dan kecenderungan, di wilayah setempat, dan menghubungkannya dengan
data lain, seperti sosiodemografi dan data rehabilitasi medik.
• Jumlah penyalahguna napza yang mendapat rehabilitasi medik disesuaikan
dengan target per tahun. Jika hasil belum sesuai dengan target yang
ditetapkan pertahun, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
jumlah pengguna yg mendapatjkan rehab medis .

d. Diseminasi dan Informasi


• Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan/atau presentasi.
• Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait, seperti
jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya.
Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan menjadi dasar
dalam pengambilan keputusan dan perencanaan pencegahan dan tatalaksana
penyalahgunaan NAPZA serta evaluasi program.
e. Tindak Lanjut
Jika hasil belum sesuai dengan target yang ditetapkan pertahun, maka perlu
dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan jumlah penyalahguna yang
mendapatkan rehabilitasi medis dengan :

1. Meningkatkan kegiatan pelatihan managemen rehabilitasi medik kepada


petugas Kesehatan di FKTP
2. Meningkatkan kerjasama lintas sektor untuk memberikan layanan pada
IPWL
4. Surveilans Kasus Bunuh Diri dan Pasung

• kasus pasung pada gangguan jiwa juga masih tinggi. Sebesar 14% dari gangguan
psikotik atau sekitar 57 ribu kasus mengatakan pernah dipasung dan yang
dipasung dalam 3 bulan terakhir adalah 31,5% kasus.
• Program upaya kesehatan jiwa telah menjadi komitmen global dan nasional yang
dituangkan dalan Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu menurunkan
angka kematian karena bunuh diri.
a. Pengumpulan data
• Data kasus bunuh diri didapatkan dari catatan Rekam Medis Puskesmas,
dari kepolisian (Polsek), ducapil, masyarakat (kader) ke dalam sistem
pelaporan berbasis web untuk gangguan jiwa yang disebut Sistem
Informasi Kesehatan Jiwa atau SIMKESWA. Data berupa data
sosiodemografi dan data karakteristik kasus bunuh diri.
• Data kasus pasung didapatkan dari laporan masyarakat, dinas, LSM dan
stakeholder ke dalam sistem pelaporan berbasis web untuk gangguan jiwa
yang disebut Sistem Informasi Kesehatan Jiwa atau SIMKESWA. Data
berupa data sosiodemografi dan data karakteristik kasus pasung
Data Yang Dicatatatkan
b. Pengelolaan dan Analisis Data
• Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan software Sistem
Informasi Kesehatan Jiwa (Simkeswa)
• Data yang diolah adalah data sosiodemografi dan data karakteristik kasus bunuh
diri dan kasus pasung.
• Produk pengolahan dan analisis berupa:
 Analisis data kasus bunuh diri dan kasus pasung secara diskriptif menurut variabel orang
(umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lainnya), tempat (antar wilayah) dan waktu (antar
waktu).
 Analisis data kasus bunuh diri secara diskriptif menurut variable diagnosis gangguan jiwa,
cara/metode bunuh diri, Riwayat bunuh diri sebelumnya, Riwayat pengobatan gangguan jiwa
sebelumnya
 Analisis data kasus pasung secara diskriptif menurut variable diagnosis gangguan jiwa,
cara/metode pasung, riwayat pasung sebelumnya, riwayat pengobatan gangguan jiwa
sebelumnya
 Hasil analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kasus bunuh diri dan pasung
• Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data, maka dilakukan penyajian dalam
bentuk narasi, tabel, grafik, spot map, area map, dan lainnya
c. Interpretasi Data
• Petugas surveilans di IPWL dan Kementerian Kesehatan memberikan interpretasi hasil analisis
berdasarkan situasi di suatu wilayah, apakah data dan informasi yang dihasilkan menunjukkan
besaran masalah penyalahgunaan dan kecenderungan, di wilayah setempat, dan
menghubungkannya dengan data lain, seperti (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, tempat tinggal), waktu, karakteristik kasus bunuh diri dan kasus
pasung.
• Hasil data yang ada menjadi dasar untuk melakukan upaya-upaya menurunkan kejadian
bunuh diri dan pasung dengan:
Meningkatkan kegiatan skrining gangguan jiwa oleh petugas Kesehatan di FKTP
Memberikan tatalaksana standar pada kasus gangguan jiwa
Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar stakeholder, lintas sektor dan lintas program untuk
memberikan layanan pada gangguan jiwa dan melakukan upaya-upaya pencegahan bunuh diri dan
pasung
d. Diseminasi dan Informasi
• Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan/atau presentasi.
• Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait, seperti jajaran
kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya. Untuk jajaran
kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan menjadi dasar dalam pengambilan
keputusan dan perencanaan pencegahan dan tatalaksana pencegahan bunuh diri dan
pasung serta evaluasi program.
e. Tindak Lanjut
Jika hasil belum sesuai dengan target yang ditetapkan pertahun, maka perlu
dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan jumlah penyalahguna yang
mendapatkan rehabilitasi medis denga:

1. Meningkatkan kegiatan skrining gangguan jiwa oleh petugas Kesehatan di FKTP


2. Memberikan tatalaksana standar pada kasus gangguan jiwa
3. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar stakeholder, lintas sektor dan lintas
program untuk memberikan layanan pada gangguan jiwa dan melakukan upaya-upaya
pencegahan bunuh diri dan pasung
C. PENCATATAN DAN PELAPORAN SURVEILANS
KESEHATAN JIWA

51
Mekanisme Pencatatan dan Pelaporan
Surveilans Kesehatan Jiwa

Manual SIMKESWA SELARAS


Pencatatan dan pelaporan surveilans kesehatam jiwa diselenggarakan
dengan menggunakan sistem informasi kesehatan jiwa (Simkeswa)
secara berjenjang sebagai berikut :
1. Puskesmas
2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Dinas Kesehatan Provinsi
4. Kementerian Kesehatan
1. Puskesmas
• Petugas di tingkat Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama adalah personal yang mendapat wewenang
untuk melakukan input data masalah kesehatan jiwa ke dalam sistim informasi kesehatan jiwa.
• Petugas tersebut misalnya petugas administrasi, pemegang program kesehatan jiwa atau tenaga
kesehatan lain yang telah dilatih teknis penggunaan sistim informasi kesehatan jiwa.
• Petugas di tingkat Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama bisa melakukan input data, edit data, filter data
dan rekap data tingkat Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
• Data yang diinput oleh petugas adalah data yang diperoleh dari: 1. Kader Keswa 2. Tenaga kesehatan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (dokter dan perawat)

2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


• Petugas di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi adalah personal yang
mendapat wewenang untuk menggunakan sistim informasi kesehatan jiwa di tingkat
Kabupaten/Kota. Personil tersebut telah telah dilatih teknis penggunaan sistim informasi
kesehatan jiwa.
• Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melihat laporan data dari Petugas Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama pada sistem.
3. Dinas Kesehatan Provinsi
Petugas di tingkat Dinas Kesehatan Provinsi adalah personal yang mendapat
wewenang untuk menggunakan sistim informasi kesehatan jiwa di tingkat
Kabupaten/Kota dan Provinsi.

4. Kementerian Kesehatan
 Petugas di tingkat Pusat (Kemenkes) adalah personal yang mendapat wewenang
untuk menggunakan sistim informasi kesehatan jiwa di tingkat Pusat.
 Personil tersebut telah dilatih teknis penggunaan sistim informasi kesehatan jiwa.
 Petugas di tingkat Pusat bisa merekap data di tingkat pusat/nasional.
 Kementerian Kesehatan berperan untuk memantau dan mengevaluasi data
laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Indikator Kinerja Kegiatan Direktorat Kesehatan Jiwa
Tahun 2022 - 2024

TARGET
INDIKATOR KINERJA PROGRAM/KEGIATAN
2022 2023 2024

30%
Persentase penduduk usia ≥ 15 tahun dengan risiko masalah
kesehatan jiwa yang mendapatkan skrining
60% 90%

2
Persentase penyandang gangguan jiwa yang memperoleh 30%
layanan di Fasyankes
60% 90%

Jumlah penyalahguna napza yang mendapatkan pelayanan


rehabiltasi medis 10500 11000 11500

56
Penugasan
A. Petunjuk Penugasan
 Setiap peserta dibagi menjadi 5 kelompok (1 kelompok terdiri dari 6 orang)
 Masing-masing kelompok melaksanakan tahapan kegiatan surveilans (pengolahan data, interprestasi data,
Diseminasi dan informasi dan Tindak lanjut) sesuai kasus yang diberikan
 Setiap kelompok memprsentasikan hasil kegiatan surveilans
B. Kasus
 Provinsi X memiliki 5 kabupaten/kota dengan total jumlah penduduk sebanyak 5.320.515 jiwa.
 Berikut hasil pengumpulan data yang dilaksanakan di Provinsi tersebut per 30 September 2022
 Setiap kelompok memprsentasikan hasil kegiatan surveilans
No. Nama Jumlah Jumlah Prevalensi Hasil Deteksi Dini Jumlah Penderita
Kab/Kota Penduduk Penduduk Usia Gangguan Jiwa menggunakan Gangguan Jiwa yang
≥15 tahun menurut Riskesdas SRQ/SDQ dan ASSIST dilayani di Fasyankes

1 A 1.243.321 310.830 12.841 2.710

2 B 893.765 214.504 19.366 2.027

3 C 1.048.592 283.120 21.143 1.905

4 D 964.451 260.402 14.684 2.109

5 E 1.170.386 351.116 26.712 2.416

    5.320.515 1.419.972 94.746 11.167


Berdasarkan data diatas silahkan melakukan kegiatan surveilans skrining masalah
kesehatan jiwa dan surveilans gangguan jiwa dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pengolahan dan Analisa Data ( penghitungan persentase sesuai rumus yang
sudah diterangkan)
2. Interprestasi Data masing-masing kabupaten dan provinsi (hasil perhitungan
apakah sesuai target yg ditetapkan)
3. Diseminasi dan Informasi ( membuat presentasi dalam bentuk tabel/diagram
tingkat provinsi)
4. Tindak Lanjut ( memberi masukan dan rekomendasi upaya perbaikan)
Daftar Tilik Penilaian Penugasan
• Kelompok :
• Nama peserta :
• Waktu :

No. Kriteria Penilaian Ada Tidak ada


1. Presentasi Pengolahan/Analisa Data
2. Presentasi Interpretasi Hasil Analisa Data
3. Presentasi Diseminasi dan Informasi
4 Presentasi Tindak Lanjut
C
Cerdas intelektual
E
Empati dalam berkomunikasi
R
Rajin beribadah
I
Interaksi yang
A
Asah, asih, asuh
tumbuh kembang
emosional dan spiritual efektif sesuai agama & keyakinan bermanfaat bagi
kehidupan dalam keluarga & masyarakat

60
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai