Anda di halaman 1dari 41

MODUL PELATIHAN

INFEKSI LATEN TUBERKULOSIS (ILTB) DAN


TERAPI PENCEGAHAN TUBERKULOSIS (TPT)

MODUL 4
DIAGNOSIS TBC PADA ANAK DAN DEWASA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi singkat
B. Tujuan Pembelajaran umum dan khusus
C. Pokok bahasan dan sub pokok bahasan
D. Model pembelajaran
BAB II PENGERTIAN & PERJALANAN TBC
BAB III DIAGNOSIS & CARA PEMERIKSAAN TBC PADA ANAK
A. Gejala-gejala TBC
B. Algoritma diagnosis TBC
C. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis TBC
D. Penulisan diagnosis TBC
BAB IV DIAGNOSIS & CARA PEMERIKSAAN TBC PADA DEWASA
A. Gejala-gejala TBC
B. Algoritma diagnosis TBC
C. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis TBC
D. Penulisan diagnosis TBC
BAB VI PENUTUP
A. Latihan soal
B. Referensi

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TBC
pada anak terjadi pada usia 0-18 tahun dan TBC pada dewasa diatas 18
tahun.
Diagnosis TBC pada anak relatif lebih sulit daripada dewasa, oleh karena
anak sulit mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan BTA ataupun TCM.
Namun demikian, TBC pada dewasa kadang juga menunjukkan gejala
yang tidak khas dan pemeriksaan sputum menunjukkan hasil negatif.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan pembelajaran umum
Peserta memiliki pemahaman mengenai diagnosis TBC pada anak dan
dewasa
2. Tujuan pembelajaran khusus
a. Peserta memiliki pemahaman mengenai pengertian dan
perjalanan TBC.
b. Peserta memiliki pemahaman mengenai diagnosis dan cara
pemberiksaan TBC pada anak.
c. Peserta memiliki pemahaman mengenai diagnosis dan cara
pemberiksaan TBC pada dewasa.

C. Bahasan
1. Pokok bahasan
Diagnosis TBC pada Anak dan Dewasa
2. Sub pokok bahasan
a. Pengertian & Perjalanan TBC
b. Diagnosis & Cara Pemeriksaan TBC pada Anak
1) Gejala-gejala TBC

2
2) Algoritma diagnosis TBC
3) Penulisan diagnosis TBC
4) Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis TBC
c. Diagnosis & Cara Pemeriksaan TBC pada Dewasa
1) Gejala-gejala TBC
2) Algoritma diagnosis TBC
3) Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis TBC
4) Penulisan diagnosis TBC

D. Model Pembelajaran
Pada modul ini bentuk pelatihan adalah menggunakan sistem kuliah
mimbar atau pemaparan langsung, fasilitator memberikan materi pelatihan
secara interaktif dengan peserta dan berdiskusi aktif mengenai materi.
Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan modul ini adalah 1
jam
1. Pemaparan materi dan diskusi (30 menit)
Fasilitator: memberikan materi
Peserta: mendengarkan, memahami materi, dan berdiskusi interaktif
dengan fasilitator
2. Small group discussion (30 menit)
Fasilitator: memandu diskusi group
Peserta: berdiskusi dengan sesama peserta mengenai materi

E. Praktek Keterampilan
1. Uji tuberkulin
2. Studi Kasus

3
BAB II
PENGERTIAN DAN PERJALANAN TUBERKULOSIS (TBC)

A. Pengertian TBC
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TBC
pada anak terjadi pada usia 0-18 tahun dan TBC pada dewasa diatas 18
tahun.

Faktor risiko penularan TBC pada anak sama halnya dengan TBC pada
umumnya, tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan dan daya tahan
tubuh. Pasien TBC dengan BTA positif dan TCM M.tb detected,
memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien
TBC dengan BTA negatif dan TCM M.tb not detected, namun masih
memiliki kemungkinan menularkan bakteri M.tb. Tingkat penularan pasien
TBC BTA positif adalah 65%, pasien BTA negatif dengan hasil kultur positif
adalah 26% sedangkan pasien TBC dengan hasil kultur negatif dan foto
toraks positif adalah 17%.

Diagnosis TBC pada anak relatif lebih sulit daripada dewasa, oleh karena
anak sulit mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan BTA ataupun TCM.
Namun demikian, TBC pada dewasa kadang juga menunjukkan gejala
yang tidak khas dan pemeriksaan sputum menunjukkan hasil negatif.
Pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin, Interferon gama (IGRA) dan
foto thorak, serta lainnya sesuai kebutuhan, akan meningkatkan ketajaman
diagnosis baik pada anak dan dewasa.

Penularan TBC biasanya melalui inhalasi droplet nuklei yang kecil saja (15
mikron) yang dapat melalui dan menembus sistem mukosiliar saluran
napas untuk mencapai bronkiolus dan alveolus. Basil TBC berkembang
biak dan menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah. Sampai pada
alveolus, aka terjadi reaksi inflamasi non spesifik yang disebut fokus

4
primer. Makrofag akan memfagosit basil TB tetapi tidak semuanya mati.
Penyebaran secara limfogen akan mencapai kelenja regional sedangkan
penyebaran hematogen akan mencapai organ tubuh lain membuat tuberkel
kecil yang terlokalisir di suatu organ.

Pada organ tertentu (par terutama lapangan atas, ginjal, dan otak), basil
berkembang biak secara luas. Sewaktu imunitas spesifik mulai terbentuk,
tubuh akan menghambat perkembangan basil TBC. Pada sebagian kasus,
imunitas spesifik kurang mampu menghambat sehingga tuberkel
bertambah banyak dan merusak organ tersebut, sehingga muncul gejala,
kondisi ini disebut sakit TBC. Kurang lebih 10% individu yang terkena
infeksi TBC akan menjadi sakit. Pada keadaan tertentu (balita dan usia
pubertas, daya tahan tubuh menurun), kemungkinan menjadi sakit lebih
besar.

Interval waktu dari sejak terinfeksi TBC sampai ke menjadi sakit TBC,
sangat bervariasi. Anak balita, cenderung akan lebih cepat menjadi sakit
TBC, apalagi pada anak stunting ataupun malnutrisi, sehingga dapat
menderita TBC dalam bentuk berat. Pada kondisi anak dengan status
nutrisi dan imunitas cukup baik, maka bakteri M.tb akan dorman di dalam
organ-organ tubuh dengan bantuan pengawalan imunitas seluler spesifik,
sehingga tidak menimbulkan gejala. Kondisi ini disebut infeksi TBC laten.
Kondisi ini bisa bertahan, bahkan sampai di usia dewasa. Di usia dewasa,
jika terjadi sistem imunitas yang menurun, maka akan terjadi re-aktivasi
dari M.tb yang berada di dalam tuberkel, dan berkembang biak menjadi
banyak dan merusak organ yang terlibat, sehingga menimbulkan gejala.
Sebagian besar akan berkembang di focus Simon yang berada di apex
paru, kadang bersifat endobronchial, sehingga dapat ditemukan M.tb pada
pemeriksaan BTA dan TCM dari specimen sputum.

Itulah perjalanan penyakit TBC sejak awal seorang anak terinfeksi M.tb,
dan menjadi sakit TBC pada usia anak, ataupun menjadi sakit TBC pada
usia dewasa.

5
B. Perjalanan TBC
Patogenesis dari TBC terkait erat dengan respon imun dari inang (host).
Pada sebagian besar inang, invasi patogen TBC akan direspon secara
adekuat oleh sistem imun, membatasi pertumbuhan bakteri, dan
mencegah terjadinya infeksi. Secara paradoks, sebagian besar kerusakan
jaringan yang ditimbulkan pada infeksi TBC justru berasal dari respon imun
inang, misalnya pada kejadian nekrosis perkijuan dan kavitas yang khas
dilihat pada paru pasien TBC. Pada pasien dengan sistem imun yang
inadekuat, misalnya pada pasien HIV, dapat menghasilkan tanda dan
gejala yang atipikal. Pada pasien TBC HIV, penampakan kavitas biasanya
tidak dijumpai pada foto toraks. Meskipun demikian, meskipun tidak atau
sedikit dijumpai kerusakan jaringan akibat respon imun inang pada pasien
TBC HIV, rendahnya respon imun mengakibatkan bakteri TBC lebih mudah
berproliferasi dan menyebar. Hal tersebut dapat dilihat dari gambaran foto
toraks TBC miliar yang umum.

Sekitar 30% dari orang yang terpajan terhadap kuman TBC akan terinfeksi
dengan TB. Dari pasien yang terinfeksi TB, sekitar 3 – 10 % akan
berkembang menjadi TB aktif dalam 1 tahun pertama setelah infeksi.
Setelah 1 tahun, sekitar 3 – 5 % pasien dengan TB laten akan berkembang
menjadi TB aktif, sisanya akan tetap memiliki TB laten sepanjang hidup.

Seorang anak dapat tertular M.tb dari orang dewasa yang sakit TBC aktif.
Penularan TBC biasanya melalui inhalasi droplet nuklei yang kecil saja (<5
mikron) yang dapat melaluidan menembus sistem mukosiliar saluran
napas untukmencapai bronkiolus dan alveolus. Basil TBC berkembang
biak dan menyebar melalu saluran limfe dan aliran darah. Sampai pada
alveolus, akan terjadi reaksi inflamasi non spesifik yang disebut fokus
primer. Makrofag akan memfagosi basil TBC tetapi tidak semuanya mati.
Penyebaran secara limfogen aka mencapai kelenjar regional sedangkan
penyebaran hematogen akan mencapai organ tubuh lain membuat
tuberkel kecil yang terlokalisir di suatu organ. Kuman TBC, dengan
6
bantuan sistem limfatik dan pembuluh darah, dapat tersebar ke jaringan
dan organ yang lebih jauh misalnya kelenjar limfatik, apeks paru, ginjal,
otak, dan tulang.

Pada orga tertentu (paru terutama lapangan atas, ginjal, dan otak), basil
berkembang biak secara luas. Sewaktu imunitas spesifik mulai terbentuk,
tubuh akan menghambat perkembangan basil TBC. Pada sebagian kasus,
imunitas spesifik kurang mampu menghambat sehingga tuberkel
bertambah banyak dan merusak organ tersebut, sehingga muncul gejala,
kondisi ini disebut sakit TBC atau kadang disebut TBC aktif. Kurang lebih
10% individu yang terkena infeksi TBC akan menjadi sakit TBC. Pada
keadaan tertentu (balita dan usia pubertas, daya tahan tubuh menurun),
kemungkinan menjadi sakit TBC lebih meningkat.

Interval waktu dari sejak terinfeksi TBC sampai ke menjadi sakit TBC,
sangat bervariasi. Anak balita, cenderung akan lebih cepat menjadi sakit
TBC, apalagi pada anak stunting ataupun malnutrisi, sehingga dapat
menderita TBC dalam bentuk berat. Pada kondisi anak dengan status
nutrisi dan imunitas cukup baik, maka bakteri M.tb akan dorman di dalam
organ-organ tubuh dengan bantuan pengawalan imunitas seluler spesifik,
sehingga tidak menimbulkan gejala. Kondisi ini disebut infeksi TBC laten.
Kondisi ini bisa bertahan, bahkan sampai di usia dewasa.

Sekitar 30% dari orang yang terpajan terhadap kuman TB akan terinfeksi
dengan TB. Dari pasien yang terinfeksi TB, sekitar 3 – 10 % akan
berkembang menjadi TB aktif dalam 1 tahun pertama setelah infeksi.
Setelah 1 tahun, sekitar 3 – 5 % pasien dengan TB laten akan berkembang
menjadi TB aktif, sisanya akan tetap memiliki TB laten sepanjang hidup.

Di usia dewasa, jika terjadi sistem imunitas yang menurun, maka akan
terjadi re-aktivasi dari M.tb yang berada di dalam tuberkel, dan
berkembang biak menjadi banyak dan merusak organ yang terlibat,
sehingga menimbulkan gejala. Sebagian besar akan berkembang di focus
Simon yang berada di apex paru, kadang bersifat endobronkhial, sehingga
7
dapat ditemukan M.tb pada pemeriksaan BTA dan TCM dari specimen
sputum.

Itulah perjalanan penyakit TBC sejak awal seorang anak terinfeksi M.tb,
dan menjadi sakit TBC pada usia anak, ataupun menjadi sakit TBC pada
usia dewasa.

Patogenesis Tuberkulosis Primer


Tuberkulosis adalah penyakit yang menular lewat udara (airborne disease).
Penularannya melalui partikel yang dapat terbawa melalui udara (airborne)
yang disebut dengan droplet nuklei, dengan ukuran 1 – 5 mikron. Droplet
nuklei dapat bertahan di udara hingga beberapa jam tergantung dari
kondisi lingkungan. Droplet nuklei memiliki sifat aerodinamis yang
memungkinkannya masuk ke dalam saluran napas melalui inspirasi hingga
mencapai bronkiolus respiratorius dan alveolus. Bila inhalasi droplet nuklei
yang terinhalasi berjumlah sedikit, kuman TB yang terdeposisi pada
saluran napas akan segera difagosit dan dicerna oleh sistem imun
nonspesifik yang diperankan oleh makrofag. Namun jika jumlah kuman TB
yang terdeposit melebihi kemampuan makrofag untuk memfagosit dan
mencerna, kuman TB dapat bertahan dan berkembang biak secara
intraseluler di dalam makrofag hingga menyebabkan pneumonia
tuberkulosis yang terlokalisasi. Kuman yang berkembang biak di dalam
makrofag ini akan keluar saat makrofag mati. Sistem imun akan merespon
dengan membentuk barrier atau pembatas di sekitar area yang terinfeksi
dan membentuk granuloma. Jika respon imun tidak dapat mengontrol
infeksi ini, maka barrier ini dapat ditembus oleh patogen TB. Kuman TB,
dengan bantuan sistem limfatik dan pembuluh darah, dapat tersebar ke
jaringan dan organ yang lebih jauh misalnya kelenjar limfatik, apeks paru,
ginjal, otak, dan tulang.

Kuman TBC yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut fokus
primer. Fokus primer ini dapat timbul di bagian mana saja dalam paru. Dari
fokus primer akan terjadi peradangan saluran getah bening menuju hilus
8
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Fokus primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu kejadian sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara:
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman TB
akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya atau tertelan.
c. Penyebaran secara limfogen ke kelenjar limfa sekitar dan dapat
menyebabkan limfadenitis TB. Sistem limfatik paru menyediakan
rute penyebaran M.tuberculosis secara langsung dari fokus infeksi
awal pada paru ke kelenjar limfa sekitarnya di mana respon imun
selanjutnya terbentuk.8 Pada pembuluh limfa sendiri terjadi
inflamasi progresif sebagai bagian dari proses infeksi primer.
Kuman M. tuberculosis akan menyebar di saluran pembuluh limfa
pada awal-awal infeksi. Penyebaran pada penjamu yang memiliki
defek imun baik lesi pada paru maupun kelenjar limfa dapat
bersifat progresif. Penyebaran infeksi ke ekstra paru biasanya
berawal dari penyebaran ke kelenjar limfa. Penyebaran dari
simtem limfatik ini dapat berlanjut ke penyebaran hematogen
melalui duktus torasikus.
d. Penyebaran secara hematogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
9
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imunitas yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti TB milier, meningitis TB,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
TB pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin
berakhir dengan:
a. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat
ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
b. Meninggal.

10
BAB III
DIAGNOSIS DAN CARA PEMERIKSAAN TBC PADA ANAK

Diagnosis terduga TBC anak dapat berasal dari:


1. Anak yang datang dengan gejala TBC
2. Anak yang datang karena investigasi kontak

Anamnesis
Identifikasi faktor risiko
• Sosial ekonomi
• Status gizi: malnutrisi dan stunting
• Riwayat kontak dengan penderita TBC paru dewasa terutama yang
terkonfirmasi bakteriologis (dapat juga penderita TB ekstra paru yang ko-
insiden dengan TB paru). Kontak TBC yang dicurigai bisa kontak serumah
atau kontak erat yang dinilai dari beberapa aspek, kedekatan kontak, dan
durasi kontak.

A. Gejala-gejala TBC pada anak


Pada kasus TBC anak terdapat beberapa gejala umum, yaitu:
1. Penurunan berat badan atau tidak naik dari 2 bulan sebelumnya atau
terjadi gagal tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan.
2. Demam ≥2 minggu disertai dengan atau tanpa keringat malam.
3. Batuk dengan karakteristik: batuk persisten ≥2 minggu, non-remitting
(tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah), tidak
membaik dengan pemberian antibiotik.
4. Kelelahan, anak kurang aktif bermain, aktivitas anak tidak aktif.

Pada kondisi yang dicurigai TBC ekstra paru, bisa terdapat keluhan lokal
sesuai organ yang dikenai, misalnya:
1. TB panggul: Umumnya Pasien Berjalan pincang
2. TB Spondilitis: Umumnya Pasien terdapat Benjolan di punggung

11
3. TB Meningitis: Umumnya Pasien Kejang dengan kesadaran menurun,
sakit kepala
4. TB abdomen: Umumnya Pasien Gangguan pencernaan, atau benjolan
di perut
5. TB Limfadenitis: Umumnya Pasien terdapat Benjolan di leher
6. TB Kulit: lesi kulit yang bersifat kronis
7. TB Mata: keluhan mata merah dana tau disertai kabur
8. TB Sendi: jika terdapat pembengkakan di sendi panggul, atau sendi
lutut dan siku, serta sendi lainnya

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada anak dengan gejala klinis suspek TB dimulai
dengan:
1. Tanda vital seperti kesadaran, suhu dan frekuensi pernapasan dapat
meningkat.
2. Pemeriksaan berat badan, pencatatan berat badan dan
membandingkan dengan berat sebelumnya, nilai apakah terdapat
penurunan berat badan atau gagal tumbuh (failure to thrive).
3. Pemeriksaan fisik torak dapat ditemukan auskultasi dan perkusi dalam
batas normal, tetapi dapat juga menunjukkan tanda sesuai dengan
kelainan pada paru (napas bronkial, ronki) atau efusi pleura (suara
napas menurun).
4. Pemeriksaan fisik pada organ yang dicurigai, misal pemeriksaan
kelenjar limfe leher, benjolan pada punggung, dll

B. Alur Diagnosis TBC pada Anak dan peran sistem skoring TBC anak
Alur diagnosis TBC anak digunakan pada anak-anak yang menunjukkan
gejala TBC. Alur ini dimulai oleh deskripsi ada tidaknya gejala TBC pada
anak, di sini tertulis 4 gejala utama, yang menetap walau sudah diberikan
terapi yang adekuat.

Pilihan pertama adalah melakukan usaha pemeriksaan bakteriologis, oleh


karena hal ini sangat penting. Alur selanjutnya jika hasil pemeriksaan
bakteriologis negatif, maka tergantung situasi dan kondisi fasilitas
12
kesehatan. Jika memiliki fasilitas pemeriksaan uji tuberkulin (uji Mantoux)
dan atau pemeriksaan foto thorak (biasanya di RSUD), untuk selanjutnya
dapat memakai skoring TBC anak untuk menegakkan diagnosis TBC anak
(jumlah skoring >=6). Penentuan jumlah skoring dan kesimpulannya
memerlukan analisis yang cermat. Hati-hati over-diagnosis atau under-
diagnosis. Jadi sistem skoring TBC anak merupakan bagian dari alur
diagnosis TBC anak.

13
Gambar 3.1 Alur Diagnosis TBC Paru Anak

14
Tabel 1 Sistem Penilaian (Scoring) Gejala dan
Pemeriksaan Penunjang TBC

Parameter 0 1 2 3
Kontak TBC Tidak jelas Laporan BTA (+)
keluarga, BTA
(-) atau tidak
tahu
Uji tuberkulin negatif Positif (≥10 mm,
atau ≥5 mm
pada keadaan
imunosupresi)
Berat badan Gizi cukup Bawah garis Klinis gizi buruk
(berdasarkan merah atau
KMS) Riwayat BB
turun/tidak naik
dalam 2 bulan
Demam tanpa - +
sebab jelas
Batuk < 3 minggu ≥ 3 minggu
Pembesaran klj - ≥1 cm, jumlah
limfe kolli, aksila, >1, tidak nyeri
inguinal
Pembengkakan Tidak ada Ada
tulag/ sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto rontgen normal Sugestif/ curiga
toraks

Setelah dilakukan penilaianberdasarkan skoring dan dijumlahkan


terhadap keluhan dan pemeriksaan penunjang, dan jumlahnya ≥6, maka
didiagnosis TBC dan selanjutnya mengikuti algoritme di bawah ini:

15
Penulisan diagnosis sakit TBC anak hendaklah mengikuti tata cara
berikut :
1. Diagnosis bakteriologis :
a. TBC terkonfirmasi bakteriologis
b. TBC klinis (tidak terkonfirmasi bakteriologis)
2. Diagnosis sesuai organ :
a. TBC Paru
b. TBC Ekstra paru : disebutkan organnya
3. Diagnosis berdasarkan resistensi terhadap obat:
a. TBC Sensitif Obat (TBC SO)
b. TBC Resisten Obat (TBC RO)
4. Kode ICD X TBC anak (rincian kode dilihat pada Lampiran 3)

C. Pemeriksaaan Penunjang
1. Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin adalah injeksi intradermal dari kombinasi antigen
mikobakterium yang menimbulkan respon imun (hipersensitivitas tipe
lambat), yang dapat menimbulkan indurasi, dan diukur dalam milimeter.
Penyuntikan berulang tidak boleh dilakukan pada titik yang sama karena
dapat mengakibatkan tes ini menjadi tidak dapat diandalkan (karena
jumlah tuberkulin yang disuntikkan secara intradermal tidak dapat
dipastikan secara tepat).

16
Cara membaca dan interpretasi hasil uji tuberkulin harus dicermati
dengan baik, agar tidak memberikan hasil negative palsu ataupun positif
palsu,

2. Foto toraks dan Pencitraan Lain


Foto toraks tetap menjadi penunjang penting diagnosis TBC paru pada
anak-anak. Kelainan yang paling umum ditemukan berupa infiltrat ringan
di paracardial dan perihilar, disertai limfadenopati dan cenderung
ditemukan asimetris. Gambaran khas dapat ditemukan pada kasus TB
milier. Foto toraks memiliki keterbatasan, terutama karena kualitas foto
rontgen sering tidak layak baca dan tidak tersedianya posisi lateral (lebih
jelas melihat limfadenopati).
Gambaran radiologis yang menunjang TB adalah sebagai berikut:
1. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
2. Konsolidasi segmental/ lobar
3. Efusi pleura
4. Milier
5. Atelektasis, terutama atelektasi lobus medius
6. Kavitas
7. Kalsifikasi dengan infiltrat
8. Tuberkuloma
Pemeriksaan pencitraan pada organ lain dapat dilakukan sesuai organ
yang terkena. Demikian juga jenis pemeriksaan pencitraan lain seperti
MRI, USG, dll dapat dilakukan sesuai kebutuhan.

3. Pemeriksaan Bakteriologis
Setiap kecurigaan terhadap TBC harus diupayakan untuk pembuktian
konfirmasi bakteriologisnya. Metode pemeriksaan utama untuk
konfirmasi bakteriologis adalah
a) Kultur M.tuberkulosis : membutuhkan waktu 2-12 minggu, tidak
semua senter tersedia. Keuntungannya adalah dapat melihat
resitensi terhadap obat TBC yang lain.
b) Tes Cepat Molekuler (TCM) dengan mesin Xpert M.TB/RIF: alatnya
tersedia di hampir setiap RS pemerintah, juga Puskesmas besar.
17
Pemeriksaan TCM ini memberikan 2 petunjuk yaitu : M.tb detected
atau tidak, kedua, jika detected, apakah resisten rifampisin atau
tidak.
c) Basil Tahan Asam (BTA) : pemeriksaan sederhana dan dimiliki oleh
seluruh Puskesmas, menujukkan hasil dengan skala positif 1-3
(terutama masih bisa dilakukan pada daerah perifer yang tidak
memiliki alat pemeriksaan TCM).
a) Terdapat beberapa pemeriksaan bakteriologis lainnya seperti LPA,
LAMP, dll, namun hanya dilakukan pada kecurigaan pasien TBC
Resisten Obat (penjelasan rinci pada diagnosis TBC dewasa)

Spesimen utama yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah sputum.


Pada anak, sputum sulit didapatkan, sehingga dilakukan induksi
sputum, atau dapat diambil dari aspirasi cairan lambung. Pada TBC
ekstraparu, spesimen dapat juga berasal dari cairan LCS, kelenjar yang
pecah, dll.

4. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan ini terutama dilakukan pada TBC ekstraparu, di mana
spesimen tergantung pada organ yang dikenai. Misalnya biopsy kelenjar
getah bening di leher, sitologi pada cairan efusi pleura, spesimen
jaringan hasil bronkoskopi, dll.

D. Prosedur melakukan beberapa pemeriksaan penunjang TBC anak


1. Prosedur melakukan uji tuberculin (lihat pada BAB Diagnosis
ILTB)
Beberapa catatan interpretasi hasil uji tuberkulin dapat
dipertimbangkan sebagai berikut:

Tabel 2 Penyebab Negatif Palsu dan Positif Palsu Hasil Uji


Tuberkulin
Negatif Palsu Positif palsu
Salah suntikan dan interpretasi Interpretasi salah

18
Infeksi HIV Vaksin BCG
Penyimpanan tuberkulin tidak sesuai Infeksi non-tuberculous
ketentuan mycobacteria
Infeksi virus (measles, varicella)
Vaksin aktif dalam 6 minggu terakhir
Malnutrisi
Negatif Palsu Positif palsu
Infeksi bakteri (tifoid, lepra, pertussis)
Obat imunosupresi (kortikosteroid)
Neonatal
Imunodefisiensi primer
Penyakit jaringan limfoid (Hodgkin,
limfoma, leukemia, sarkoidosis)
Protein rendah
TBC berat

2. Prosedur mengeluarkan dahak


Pengambilan dahak harus dilakukan di luar ruangan dan tidak di ruang
tertutup (seperti toilet) kecuali ada ruangan yang khusus pengambilan
dahak. Dua spesimen dahak harus diperoleh adalah spesimen sewaktu
(pada awal evaluasi) dan spesimen pagi hari (dikumpulkan di rumah
oleh pasien). (rincian prosedur dilihat pada Lampiran 1)

3. Prosedur induksi sputum


Induksi sputum adalah prosedur mengeluarkan dahak pada anak,
dengan bantuan alat, bertujuan untuk mendapatkan specimen yang
layak untuk pemeriksaan bakteriologis. (rincian prosedur dilihat pada
Lampiran 2)

19
Beberapa Contoh Hasil Pemeriksaan Foto Thorak pada Kasus
TBC Anak

Perihilar adenopati dekstra dengan gambaran inflamasi (sering pada


TB Paru)

Perihilar limfadenopati terkadang terlihat seperti pelebaran


mediastinum, foto toraks lateral sangat membantu pada keadaan ini

20
BAB IV
DIAGNOSIS DAN CARA PEMERIKSAAN TBC PADA DEWASA

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,


pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologis, radiologis, dan pemeriksaan
penunjang lainnya.

A. Gambaran Klinis TBC


Keluhan dan hasil anamnesis meliputi:
Keluhan yang disampaikan pasien, serta wawancara rinci berdasarkan
keluhan pasien. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TBC
yang meliputi:
1. Gejala utama pasien TBC paru adalah batuk berdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pada
pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala
TBC yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2
minggu atau lebih.
2. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TBC, seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker paru,
dan lain-lain. Mengingat prevalensi TBC di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TBC, dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
3. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang
dengan faktor risiko, seperti: kontak erat dengan pasien TBC, tinggal
di daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan
orang yang bekerja dengan bahan kimia yang berrisik menimbulkan
paparan infeksi paru.
4. Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang

21
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada
sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung
luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan
penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan
paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah
apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior
(S6). Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah kasar/halus, dan/atau
tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari


banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup atau
pekak, pada auskultasi ditemukan suara napas yang melemah sampai
tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis
tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah
ketiak.

B. Algoritma Diagnosis TBC


1. Pemeriksaan Bakteriologi
a. Pemeriksaan Tes Cepat Molekular (TCM) MTB
Semua pasien terduga TBC harus menjalani pemeriksaan
bakteriologis untuk mengonfirmasi penyakit TBC. Pemeriksaan
TCM dengan metode Xpert MTBC/RIF merupakan sarana untuk
penegakkan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk
evaluasi hasil pengobatan. Lama pengelolaan uji sampai selesai
memakan waktu 1- 2 jam. Metode ini akan bermanfaat untuk
menyaring kasus suspek TBC MDR secara cepat dengan bahan
22
pemeriksaan dahak. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan
spesifisitas sekitar 99%. Contoh uji non-dahak yang dapat
diperiksa dengan MTBC/RIF terdiri atas cairan serebrospinal
(Cerebro Spinal Fluid/CSF), jaringan biopsi, bilasan lambung
(gastric lavage), dan aspirasi cairan lambung (gastric aspirate).
Alur diagnosis TBC dibagi sesuai dengan fasilitas yang tersedia:
1) Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan dengan alat tes
cepat molekuler
2) Faskes yang hanya mempunyai pemeriksaan mikroskopis dan
tidak memiliki akses ke tes cepat molekuker.

Diagram 1. Alur Diagnosis TBC dan TBC Resistan Obat

Sumber: KMK no HK.01.07/MENKES/755/2019, Kementerian


Kesehatan Indonesia

23
Diagram 1. Alur Diagnosis TBC dan TBC Resistan Obat

Sumber: SE No HK.02.02/III.1/936/2021

Pasien dengan hasil TCM M.TB negatif, lakukan pemeriksaan


foto toraks. Jika gambaran foto toraks mendukung TBC dan atas
pertimbangan dokter, pasien dapat didiagnosis sebagai pasien
TBC terkonfirmasi klinis. Jika gambaran foto toraks tidak
mendukung TBC kemungkinan bukan TBC, dicari kemungkinan
penyebab lain.

b. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung


Pemeriksaan dahak untuk penegakkan diagnosis dilakukan
dengan mengumpulkan dua contoh uji dahak yang dikumpulkan
berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP). Pada faskes yang tidak
mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses TCM, penegakkan

24
diagnosis TBC tetap menggunakan mikroskop. BTA (+) adalah jika
salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil
pemeriksaan BTA positif. Apabila hasil pemeriksaan mikroskopis
BTA (-) dan setelah pemberian antibiotik spektrum luas (non OAT
dan non kuinolon) selama 1-2 minggu tidak didapatkan perbaikan
klinis dan pada pasien terdapat factor risiko TBC tinggi, maka
penegakkan diagnosis TBC dapat dilakukan secara klinis oleh
dokter.

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala


IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union
Against Tuberculosis and Lung Disease):
1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut
negatif.
2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah
basil yang ditemukan.
3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut +
(1+).
4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++
(3+).

c. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan bakteri merupakan baku emas (gold
standard) dalam mengidentifikasi M tuberculosis. Biakan bakteri
untuk kepentingaan klinis umum dilakukan menggunakan dua jenis
medium biakan, yaitu media padat (Lowenstein-Jensen) dan media
cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube/MGIT). Jika terjadi
pertumbuhan koloni pada biakan, maka dilanjutkan dengan
identifikasi spesies M. tuberculosis dengan Rapid Test TBC Ag
MPT64. Hasil biakan positif juga dapat dilanjutkan dengan uji
resistensi terhadap OAT lini 1 dan 2. Rerata waktu yang dibutukan
untuk mendeteksi pertumbuhan basil dengan menggunakan
metode MGIT adalah 21.2 hari (kisaran 4-53 hari) sedangkan
25
dengan metode konvensional Lowenstein-Jensen membutuhkan
rerata waktu 40.4 hari (kisaran 30-56 hari). Jika terjadi
pertumbuhan koloni pada biakan, maka dilanjutkan dengan
identifikasi spesies M. tuberculosis dengan Rapid Test TBC Ag
MPT64. Hasil biakan positif juga dapat dilanjutkan dengan uji
resistensi terhadap OAT lini 1 dan 2.

C. Pemeriksaan Penunjang lain untuk Diagnosis TBC


1. Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan radiologi standar pada TBC paru adalah foto toraks
dengan proyeksi postero anterior (PA). Pemeriksaan lain atas indikasi
klinis misalnya foto toraks proyeksi lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan.
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat menghasilkan
gambaran bermacam¬-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi
yang dicurigai sebagai lesi TBC aktif adalah:
a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah.
b. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular.
c. Bayangan bercak milier.
d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TBC inaktif:


a. Fibrotik
b. Kalsifikasi
c. Schwarte atau penebalan pleura
d. Luluh paru (destroyed lung):
1) Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan
paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru.
Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis,
multikavitas, dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai
aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologi tersebut.

26
2) Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan
aktivitas proses penyakit.

2. Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TBC ekstraparu.


Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis TBC. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan
histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi,
yaitu:
a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening
(KGB).
b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope
dan Veen Silverman).
c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBCLB) dengan
bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru
terbuka).
d. Biopsi atau aspirasi pada lesi organ di luar paru yang dicurigai TBC.
e. Otopsi.

Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan


dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium
mikrobiologi untuk dikultur, sediaan yang kedua difiksasi untuk
pemeriksaan histologi.

3. Hain test (uji kepekaan R dan H)


4. Genoscholar
Genoscholar PZA TBC II adalah uji diagnostik molekular berbasis line
probe assay yang dapat secara cepat mengidentifikasi jenis
Mycobacterium (membedakan antara M. tuberculosis dan
Nontuberculous Mycobacteria) serta mengidentifikasi adanya resistensi
terhadap Pirazinamid. Genoscholar NTM+MDRTBC II juga dapat
mendeteksi Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT) yaitu
Mycobacterium avium, Mycobacterium intracellulare, dan
Mycobacterium kansasii. Genoscholar FQ+KM-TBC II (uji kepekaan
florokuinolon dan kanamisin).
27
5. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif, kesan cairan eksudat, terdapat sel
limfosit dominan, dan jumlah glukosa rendah. Pemeriksaan adenosine
deaminase (ADA) dapat digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis efusi pleura TBC. Adenosine deaminase adalah enzim yang
dihasilkan oleh limfosit dan berperan dalam metabolisme purin. Kadar
ADA meningkat pada cairan eksudat yang dihasilkan pada efusi pleura
TBC.

D. Penulisan Diagnosis TBC


Pasien dibedakan berdasarkan klasifikasi penyakitnya yang bertujuan
untuk:
1. Pencatatan dan pelaporan pasien yang tepat
2. Penetapan paduan pengobatan yang tepat
3. Standarisasi proses pengumpulan data untuk Penanggulangan TBC
4. Evaluasi proporsi kasus sesuai lokasi penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologis dan riwayat pengobatan
5. Analisis kohort hasil pengobatan
6. Pemantauan kemajuan dan evaluasi efektifitas program TBC secara
tepat baik dalam maupun antar kabupaten/kota, provinsi, nasional dan
global.

1. Definisi kasus TBC


Definisi kasus TBC terdiri dari dua, yaitu;
a. Pasien TBC yang terkonfirmasi Bakteriologis:
Adalah pasien TBC yang terbukti positif pada hasil pemeriksaan
contoh uji biologinya (sputum dan jaringan) melalui pemeriksaan
mikroskopis langsung, TCM TBC, atau biakan.

28
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
1) Pasien TBC paru BTA positif
2) Pasien TBC paru hasil biakan M.TBC positif
3) Pasien TBC paru hasil tes cepat M.TBC positif
4) Pasien TBC ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik
dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan
yang terkena.
5) TBC anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.

b. Pasien TBC terdiagnosis secara Klinis


Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara
bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TBC aktif oleh
dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TBC.

Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:


1) Pasien TBC paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto
toraks mendukung TBC.
2) Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis
setelah diberikan antibiotika non OAT, dan mempunyai faktor
risiko TB
3) Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun
laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
4) TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.
5) Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian
terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah
memulai pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien
TB terkonfirmasi bakteriologis.

2. Klasifikasi pasien TB
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien
juga diklasifikasikan menurut:
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
1) Tuberkulosis paru:

29
Adalah TB yang berlokasi pada parenkim (jaringan) paru. Milier
TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan
paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga
menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB
paru.

2) Tuberkulosis ekstraparu:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya:
pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,
selaput otak dan tulang. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus
dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Diagnosis TB ekstra paru
dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis
atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan secara
bakteriologis dengan ditemukannya Mycobacterium
tuberculosis. Bila proses TB terdapat dibeberapa organ,
penyebutan disesuaikan dengan organ yang terkena proses TB
terberat.

b. Klasifikasi berdasarkan Riwayat pengobatan sebelumnya:


1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah
mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah
menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28
dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengobatan TB terakhir, yaitu:
a) Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis
TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis
(baik karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).

30
b) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien
TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada
pengobatan terakhir.
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up): adalah pasien yang pernah diobati dan
dinyatakan lost to follow up. (Klasifikasi ini sebelumnya
dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat
/default).
d) Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
adalah pasien TB yang tidak masuk dalam kelompok 1) atau
2).

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat:


Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan
contoh uji Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat
berupa:
1) Mono resistan (TB MR) adalah Mycobacterium tuberculosis
yang resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.
2) Poli resistan (TB PR) adalah Mycobacterium tuberculosis yang
resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
3) Multi drug resistan (TB MDR) adalah Mycobacterium
tuberculosis yang resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan, dengan atau tanpa diikuti
resistan OAT lini pertama lainnya.
4) Pre-Extensive drug resistan (TB Pre-XDR) adalah
Mycobacterium tuberculosis yang resistan terhadap salah satu
OAT kelompok A atau OAT golongan fluorokuinolon.
5) Extensive drug resistan (TB XDR) adalah Mycobacterium
tuberculosis yang resistan terhadap salah satu OAT kelompok
A dan OAT golongan fluorokuinolon.

31
6) Resistan Rifampisin (TB RR) adalah Mycobacterium
tuberculosis yang resistan terhadap rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotip (tes cepat molekuler) atau
metode fenotip (konvensional).

d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV


1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) adalah
pasien TB dengan:
a. Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan
ART, atau
b. Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.
2) Pasien TB dengan HIV negatif adalah pasien TB dengan:
a. Hasil tes HIV negatif sebelumnya, atau
b. Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB.

32
BAB V
PENUTUP

A. Latihan Soal
1. Apa saja gejala klinis khas TBC?
2. Siapa saja populasi berisiko tinggi TBC?
3. Bagaimana cara mendiagnosis TBC di faskes yang belum
mempunyai fasilitas TCM?
4. Apa saja data yang perlu dilengkapi dalam penulisan diagnosis
TBC?
5. Studi Kasus 1:
Anamnesis:
Seorang anak perempuan, usia 3 tahun, datang dengan keluhan
berat badan sulit naik sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat batuk
lama, demam lama disangkal. Anak makan 3x sehari, porsi cukup
komposisi seimbang. Riwayat kontak dengan penderita TB
disangkal. Kakek pasien perokok aktif, kurus, sering batuk,
riwayat batuk berdarah 1 tahun yang lalu, namun belum pernah
diperiksakan ke dokter.
Pemeriksaan fisik:
Sadar, status gizi pasien gizi kurang, tanda vital dalam batas
normal, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Teraba kelenjar
multiple ukuran diameter 2 cm pada leher kiri. Pemeriksaan paru
ditemukan “crackles’ pada paru kiri dan wheezing minimal pada
paru kanan. Tidak terdapat pembengkakan pada sendi serta
kelainan kulit.
Pertanyaan:
a. Apa saja anamnesis dan pemeriksaan tambahan yang
diperlukan?
b. Sebutkan secara sistimatis pemeriksaan lanjutan apa yang
akan dilakukan pada pasien dan keluarga, kemungkinan hasil
yang akan ditemukan, serta interpretasi terhadap hasil
pemeriksaan tersebut

33
6. Studi Kasus 2:
Anamnesis:
Seorang anak laki-laki, usia 15 tahun, masuk IGD dengan
keluhan kejang disertai penurunan kesadaran sejak 1 hari
sebelum masuk RS. Kejang seluruh tubuh, frekuensi 2x, lama
kejang 10-15 menit, berhenti sendiri, setelah kejang pasien
tampak mengantuk. Demam hilang timbul, tidak terlalu tinggi
sejak 10 hari yang lalu, demam terutama malam hari, tidak
menggigil. Pasien mengeluh sakit kepala sejak 7 hari yang lalu.
Mual dan muntah ada sejak 2 hari yang lalu. Berat badan turun 5
kg dalam 1 bulan terakhir, nafsu makan berkurang 2 minggu
terakhir. Kontak TB disangkal. Diare tidak ada.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum sedang, kesadaran E3V3M4, TD 110/70 mmHg,
Nadi 120x /menit, reguler, kuat angkat. Napas 20x/menit, Suhu
38,3 C, Saturasi 96%. Pupil isokor, Rc +, Kaku kuduk positif,
Brudzinski I positif, Brudzinski II negatif. Kelenjar getah bening
ukuran 0,5 cm multiple pada leher kanan.
Dari pemeriksaan radiologis ditemukan gambaran:

Dilakukan uji tuberculin pasien dengan gambaran :

34
Pertanyaan:
a. Apakah interpretasi dari pemeriksaan Rontgen thoraks dan
Uji tuberkulin diatas?.
b. Apakah diagnosis kerja pada pasien?
c. Sebutkan pemeriksaan apa selanjutnya yang anda lakukan
untuk membantu penegakan diagnosis?
7. Studi Kasus 3:
Anamnesis:
Seorang anak usia 9 bulan, dirujuk oleh puskesmas dikarenakan
kontak erat dengan ibu pasien yang terdiagnosis TB Resisten
Obat yang saat ini dalam pengobatan minggu ke 2. Saat ini
pasien tidak ada keluhan, demam, batuk, penurunan berat
badan, kejang, bengkak sendi tidak ada. Nafsu makan baik, berat
badan pasien selalu naik menurut kurva. Riwayat imunisai
lengkap sesuai usia di posyandu. Buang air besar dan buang air
kecil normal
Pemeriksaan fisik:
Sadar aktif, tanda vital dalam batas normal, status gizi baik, tidak
teraba pembesaran kelenjar getah bening, suara napas
bronkovesikuler, tidak ada suara napas tambahan. Tidak ada
pembengkakan sendi. Terdapat scar BCG pada bahu pasien.
Pertanyaaan:
Apa rencana tindakan/saran anda selanjutnya pada pasien kasus
diatas?

35
B. Referensi
World Health Organization & International Union against Tuberculosis and
Lung Disease. (2014). Childhood TB training toolkit. World Health
Organization. https://apps.who.int/iris/handle/10665/134387
World Health Organization. (2014). Guidance for national tuberculosis
programmes on the management of tuberculosis in children, 2nd
ed. World Health
Organization. https://apps.who.int/iris/handle/10665/112360
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Tuberkulosis. 2016.
Surat Edaran No HK.02.02/III.1/936/2021 Tentang Perubahan Alur
Diagnosis dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia

36
Lampiran 1. Prosedur pengeluaran dahak pada anak
Prosedur pengeluaran dahak pada anak, tahapannya sebagai berikut:
1. Beri anak kepercayaan diri dengan menjelaskan kepadanya (dan
setiap anggota keluarga) tentang alasan pengambilan dahak.
2. Instruksikan anak untuk berkumur dengan air sebelum mengeluarkan
dahak. Ini akan membantu menghilangkan makanan dan bakteri
kontaminan di dalam mulut.
3. Instruksikan anak untuk mengambil dua napas dalam-dalam,
kemudian menahan napas selama beberapa detik, kemudian
menghembuskan perlahan. Minta anak untuk mengulangi ini sebanyak
3 kali dan kemudian meniup udara keluar dengan kuat. Minta anak
untuk menarik napas lagi dan lalu batukkan. Dahak yang dihasilkan
akan berasal dari dalam paru-paru. Minta anak memegang wadah
dahak dekat dengan bibir dan meludahkannya dengan lembut setelah
batuk produktif.
4. Jika jumlah sputum tidak mencukupi, anjurkan pasien untuk batuk lagi
sampai diperoleh spesimen yang memuaskan. Ingatlah bahwa banyak
pasien tidak dapat menghasilkan dahak dari dalam saluran
pernapasan hanya dalam beberapa menit. Berikan anak waktu untuk
menghasilkan dahak yang dihasilkan oleh batuk yang dalam.
5. Jika tidak ada dahak, wadah penampungan dianggap sudah infeksius
dan buang dengan cara yang tepat.

37
Lampiran 2. Prosedur Induksi sputum pada anak
A. Persiapan alat dan bahan
1. Alat nebulizer jet
2. Masker inhalasi anak
3. Pulse Oxymetri
4. Larutan NaCl 3%
5. Larutan salbutamol untuk inhalasi
6. Larutan NaCl 0,9% 25 ml
7. Pot sputum
8. Mucous extractor nomor 8
9. Spuit 3 ml
10. Sarung tangan non-steril
11. Alcohol based hand rub

B. Panduan Prosedur Induksi sputum


Persiapan
1. Siapa orang tua/ pasien, perkenalkan diri dan lakukan inform consent
2. Persiapkan alat dan bahan
3. Anak puasa 3 jam sebelumnya untuk mengurangi risiko muntah
4. Sebelum prosedur dimulai ukur saturasi oksigen dengan pulse
oximetry prosedur dilanjutkan jika Sao2 > 90%. Selanjutnya pantau
terus SaO2 selama prosedur induksi sputum

Prosedur induksi sputum:


1. Hand hygiene, gunakan sarung tangan non- steril
2. Bersihkan mulut anak dengan sikat gigi tanpa pasta gigi, berkumur,
atau dengan kasa bersih untuk mengurangi kontaminasi
3. Inhalasi anak dengan larutan Salbutamol 2 mL ditambahkan NaCl
0,9% hingga volume total 5 mL pada cawan inhalasi selama 15 menit
4. Lanjutkan inhalasi dengan NaCL 3% sebanyak 5 ml selama 15 menit
5. Lakukan pijatan dengan menekan pelan dada anak untuk membantu
mobilisasi sputum

38
Pengambilan sputum pada anak usia < 6 tahun
1. Sambungkan mucous extractor dengan alat penghisap atau suction
2. Tahan kepala anak saat dilakukan penghisapan dengan mucous
extractor supaya tidak terdorong ke belakang dan mempersulit
penghisapan sputum
3. Sputum dihisap dengan mucuos extractor dari rongga mulut dan
hidung dengan selang yang berbeda
4. Penghisapan dilakukan 2 kali hingga terkumpul dalam 2 wadah
extractor mucous
5. Bereskan alat dan bahan yang telah digunakan

Pengambilan sputum pada anak usia besar sama 6 tahun


1. Minta anak berkumur untuk membersihkan mulut kemudian
memegang pot sputum
2. Edukasi anak supaya sputum tidak ditelan
3. Pandu anak untuk mengambil napas dalam sebanyak 2 kali, tahan
napas beberapa detik setiap sesudah menarik napas, kemudian
hembuskan napas perlahan
4. Minta anak untuk menarik napas ketiga kalinya, kemudian
hembuskan napas kuat-kuat
5. Minta anak untuk menarik nafas sekali lagi, lalu batukkan hingga
dapat mengeluarkan sputum yang berada jauh di dalam paru
6. Minta anak untuk memegang pot sputum dekat dengan bibir dan
mengeluarkan sputum ke dalam wadah setelah batuk hingga volume
10 Tum dinilai cukup dalam 2 pot sputum yang berbeda
7. Cara batuk dapat diulangi kembali bila volume sputum belum
mencukupi
8. Bersihkan alat dan bahan yang telah terpakai Hand hygiene
9. Setelah selesai, segera bawa spesimen ke laboratorium dalam waktu
itu 1 jam

39
Lampiran 3. Kode ICD X TBC anak
• A.15.0 – TB Paru terkonfirmasi bakteriologis
• A.18.0 – Tuberculosis of spine
• A.18.2 – Tuberculous peripheral lymphadenopathy
• A.19 – Miliary Tuberculosis

40

Anda mungkin juga menyukai