Anda di halaman 1dari 25

MODUL PELATIHAN

INFEKSI LATEN TUBERKULOSIS (ILTB) DAN


TERAPI PENCEGAHAN TUBERKULOSIS (TPT)

MODUL 3

PEMERIKSAAN INFEKSI LATEN


TUBERKULOSIS(ILTB)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan
A. Deskripsi singkat
B. Tujuan Pembelajaran umum dan khusus
C. Pokok bahasan dan sub pokok bahasan
D. Model pembelajaran

BAB II Pengertian ILTB

BAB III Diagnosis ILTB & Cara pemeriksaan


A. Sasaran dan Alur Pemeriksaan ILTB
B. TST
C. IGRA
D. Perbedaan Penggunaan TST dan IGRA

BAB IV Penutup
A. Latihan soal
B. Pembahasan
C. Referensi

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) adalah suatu keadaaan dimana sistem
kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu mengeliminasi bakteri
Mycobacterium tuberculosis dari tubuh secara sempurna tetapi mampu
mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak timbul gejala sakit TBC. Orang
dengan ILTB apabila dilakukan Tuberculin Skin Test (TST) atau
pemeriksaan Interferon Gamma-Release Assay (IGRA) hasilnya akan
positif, tetapi hasil pemeriksaan rontgen thorax normal serta hasil
pemeriksaan dahak dan Xpert MTB/Rif® negatif.

Sasaran ILTB pada kontak usia <5 tahun dan ODHIV dengan melihat ada
tidaknya gejala TBC (tanpa diperiksa dengan TST atau IGRA), namun pada
kontak usia ≥5 tahun dan kelompok risiko lainnya perlu dilakukan
pemeriksaan TST atau IGRA sebagai diagnosis ILTB. Hal ini didasarkan
pada sebuah studi pemodelan beban TBC tinggi yang menyarankan bahwa
pemberian TPT tanpa melakukan pemeriksaan ILTB pada anak <5 tahun
lebih efektif terkait biaya.

Pada saat ini, kebijakan pemeriksaan ILTB yang digunakan adalah TST.
TST menggunakan Purified Protein Derivative (PPD) tuberculin yang
disuntikan ke bagian kulit untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri
penyebab penyakit tuberkulosis pada tubuh. Namun, tidak menutup
kemungkinan untuk pemeriksaan ILTB dengan menggunakan IGRA.
Berdasarkan rekomendasi WHO terdapat 2 jenis IGRA yang dapat
digunakan, yaitu QuantiFERON®-TB Gold In-Tube dan T-SPOT® TB.
IGRA merupakan alat pemeriksaan darah yang digunakan untuk
menentukan ILTB dengan mendeteksi interferon gamma yang disekresi
oleh sel T sebagai respon restimulasi kembali dari antigen spesifik
Mycobacterium tuberculosis.

2
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan pembelajaran umum
a. Peserta memiliki pemahaman mengenai Diagnosis ILTB
2. Tujuan pembelajaran khusus
a. Peserta memiliki pemahaman mengenai dan Alur Pemeriksaan
ILTB
b. Peserta memiliki pemahaman mengenai TST
c. Peserta memiliki pemahaman mengenai IGRA
d. Peserta memiliki pemahaman mengenai perbedaan
penggunaan TST dan IGRA

C. Bahasan

1. Pokok bahasan
Diagnosis ILTB

2. Sub Pokok Bahasan


a. Pengertian ILTB
b. Diagnosis ILTB & Cara Pemeriksaan
1) Sasaran dan Alur Pemeriksaan ILTB
2) TST
3) IGRA
4) Perbedaan Penggunaan TST dan IGRA

D. Model pembelajaran
Pada modul ini bentuk pelatihan adalah menggunakan sistem kuliah
mimbar atau pemaparan langsung, fasilitator memberikan materi pelatihan
secara interaktif dengan peserta dan berdiskusi aktif mengenai materi.
Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan modul ini adalah:
1. Pemaparan materi dan diskusi
Naarasumber: memberikan materi
Peserta : mendengarkan, memahami materi, dan berdiskusi
interaktif dengan fasilitator
2. Small group discussion
Fasilitator : memandu diskusi group
Peserta : berdiskusi dengan sesama peserta mengenai materi

3
BAB II
PENGERTIAN ILTB

Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) adalah suatu keadaaan dimana sistem


kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu mengeliminasi bakteri
Mycobacterium tuberculosis dari tubuh secara sempurna tetapi mampu
mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak timbul gejala sakit TBC. Orang
dengan ILTB apabila dilakukan Tuberculin Skin Test (TST) atau pemeriksaan
Interferon Gamma-Release Assay (IGRA) hasilnya akan positif, tetapi hasil
pemeriksaan rontgen thorax normal serta hasil pemeriksaan dahak dan Xpert
MTB/Rif® negatif.

Beberapa hasil studi menunjukkan, sekitar 5-10% orang dengan ILTB akan
berkembang menjadi TBC aktif, biasanya terjadi dalam 5 tahun sejak pertama
kali terinfeksi. Pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah,
terutama Orang dengan HIV (ODHIV), malnutrisi, orang yang sedang menjalani
pengobatan kanker, orang yang sedang menjalani dialisis, dan orang yang
menggunakan steroid jangka panjang berisiko mengalami penyakit TBC lebih
tinggi daripada orang dengan sistem kekebalan tubuh normal. Risiko penyakit
TBC pada ODHIV, anak kontak serumah dengan pasien TBC terkonfirmasi
bakteriologis dan kelompok berisiko lainnya dapat dikurangi dengan pemberian
TPT.

ILTB yang berkembang menjadi penyakit TBC di dunia diantara 1,7 Milyar
penduduk yang terinfeksi TBC akan bertambah setiap tahun. Review sistematis
yang dilakukan terhadap 11 penelitian di Asia Tenggara menunjukkan 24,4%
sampai 69,2% anak umur di bawah 15 tahun berkontak dengan orang TBC aktif
dan 3,3% sampai 5,5% di antaranya akan berkembang menjadi TBC aktif.

4
Tabel. 2.1 Perbedaan TBC laten dan TBC aktif
TBC laten TBC aktif
Tidak ada gejala Memiliki salah satu gejala berikut:
demam, batuk, nyeri dada, berat
badan turun, keringat malam,
hemoptisis, lemah, dan penurunan
nafsu makan
Uji tuberculin atau IGRA positif Uji tuberculin atau IGRA positif
Foto toraks normal Foto toraks abnormal tetapi bisa
normal pada orang imunokompromis
atau TBC ekstraparu
Hasil pemeriksaan mikrobiologi Hasil pemeriksaan mikrobiologi
negative (BTA, kultur, dan TCM) dapat positif ataupun negatif,
termasuk pada kasus TBC
ekstraparu
Tidak dapat menularkan Dapat menularkan kuman TBC ke
orang lain
Perlu terapi pencegahan pada Perlu pengobatan sesuai standar
kondisi tertentu terapi TBC

5
BAB III
DIAGNOSIS ILTB DAN CARA PEMERIKSAAN
A. Sasaran dan Alur Pemeriksaan ILTB
Berikut ini adalah kelompok risiko yang merupakan prioritas sasaran
pemberian TPT:
1. Orang dengan HIV (ODHIV)
2. Kontak serumah dengan pasien TBC paru yang terkonfirmasi
bakteriologis:
a. Anak usia <5 tahun
b. Anak usia 5-14 tahun
c. Remaja dan dewasa (usia ≥15 tahun)
3. Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif
a. Pasien immunokompremais lainnya (Pasien yang menjalani
pengobatan kanker, pasien yang mendapatkan perawatan dialisis,
pasien yang mendapat kortikosteroid jangka panjang, pasien yang
sedang persiapan transplantasi organ, dll).
b. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), petugas kesehatan,
sekolah berasrama, barak militer, pengguna narkoba suntik.

6
Bagan 3.1 Alur Pemeriksaan ILTB

ODHIV

Sumber : Petunjuk teknis penanganan infeksi laten tuberkulosis, KEMENKES RI, 2020.

Keterangan Alur Pemeriksaan ILTB


1. Jika anak usia < 10 tahun, saat ini ada salah satu gejala seperti batuk
atau demam atau riwayat kontak dengan orang TBC aktif atau
mengalami penurunan berat badan yang dilaporkan atau terkonfirmasi
> 5% sejak kunjungan terakhir atau kurva pertumbuhan datar atau
berat badan untuk usia <-2 Z-skor. Bayi usia <1 tahun tanpa gejala
dengan HIV hanya diobati untuk ILTB jika mereka kontak serumah
dengan orang TBC aktif
2. Adanya batuk atau demam atau keringat di malam hari atau batuk
darah atau nyeri dada atau sesak napas atau lemah dan lesu atau
penurunan berat badan (misal pada anak usia <5 tahun tidak terdapat
anoreksia/nafsu makan normal meskipun sudah diberikan perbaikan
gizi tetapi berat badan tetap tidak naik/gagal tumbuh). Lesu atau anak
kurang aktif bermain, keringat malam saja bukan merupakan gejala
spesifik TBC pada anak apabila tidak disertai gejala umum lainnya.

7
3. Termasuk kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif seperti :
a. Pasien immunokompromais lainnya (pasien yang menjalani
pengobatan kanker, pasien yang mendapatkan perawatan dialisis,
pasien yang mendapat kortikosteroid jangka panjang, pasien yang
sedang persiapan transplantasi organ, dll) langsung diperiksa
dengan TST atau IGRA (tanpa harus melihat ada tidaknya gejala
TBC).
b. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), petugas kesehatan,
sekolah berasrama, barak militer, pengguna narkoba suntik.
4. Kontraindikasi pemberian TPT yaitu adanya hepatitis akut atau kronis,
neuropati perifer (jika menggunakan isoniazid), konsumsi alkohol biasa
atau berat. Kehamilan atau riwayat TBC sebelumnya bukan
merupakan kontraindikasi.
5. Paduan yang dipilih mempertimbangkan usia, kegawatan (obat rentan
atau lainnya), risiko toksisitas, ketersediaan dan preferensi.
6. Rontgen thorax atau chest X-ray (CXR) dapat dilakukan diawal sebagai
bagian dari penemuan kasus intensif. Jika gambaran rontgen dada
mendukung TBC (abnormal) maka orang tersebut terdiagnosis klinis.

8
BAGAN 3.2 Alur Pemeriksaan ILTB terbaru
Bagan 1. Alur Pemberian TPT Pada ODHIV

9
Keterangan Alur Pemeriksaan ILTB pada ODHIV:
1) Jika ODHIV memiliki salah satu gejala TBC seperti adanya batuk
atau demam atau berkeringat di malam hari atau riwayat kontak
dengan orang TBC aktif atau mengalami penurunan berat badan
yang dilaporkan atau terkonfirmasi > 5% sejak kunjungan terakhir
atau kurva pertumbuhan datar atau berat badan untuk usia <-2 Z-
skor, maka ODHIV tersebut harus dilakukan penegakan diagnosis
lebih lanjut dengan Tes Cepat Molekuler (TCM). Namun jika ODHIV
tersebut tidak memiliki salah satu atau lebih dari gejala/tanda di atas,
maka dapat diberikan TPT selama ODHIV tersebut tidak memiliki
kontra indikasi terhadap salah satu atau lebih paduan TPT.
2) Pemeriksaan Foto toraks dapat dilakukan jika tersedia di fasyankes
tersebut, namun jika tidak tersedia atau sulitnya akses terhadap
layanan pemeriksaan foto toraks maka dapat menggunakan alur foto
toraks tidak tersedia.
3) Diagnosis dan tindak lanjut ditentukan oleh dokter berdasarkan
pertimbangan klinis pasien. Rekomendasi dokter dapat berupa
pemantauan dengan pemberian terapi non spesifik atau dikatakan
sebagai TBC klinis jika terdapat tanda/ gejala mengarah ke TBC
untuk dapat diberikan OAT atau dikatakan sebagai Bukan TBC jika
tidak terdapat tanda/ gejala mengarah ke TBC untuk
dipertimbangkan diberikan TPT.
4) Pemberian TPT dapat dilakukan jika tidak ada kontraindikasi
pemberian TPT. Adapun kontraindikasi pemberian TPT antara lain
hepatitis akut atau kronis, neuropati perifer (jika menggunakan
isoniazid), konsumsi alkohol biasa atau berat. Kehamilan atau
riwayat TBC sebelumnya bukan merupakan kontraindikasi, kecuali
Rifapentin hingga saat ini belum direkomendasikan pada ibu hamil
dan ibu menyusui.
5) Paduan TPT untuk ODHIV sama jenisnya dengan paduan TPT untuk
kontak serumah dengan pasien TBC SO, kecuali jika ODHIV tersebut
memiliki kontak serumah dengan pasien TBC RO maka paduan TPT
yang diberikan adalah paduan TPT untuk kontak serumah TBC RO.
Pada pasien koinfeksi TB-HIV yang telah menyelesaikan

10
pengobatan OAT dan dinyatakan sembuh/ pengobatan lengkap,
pasien tersebut masih diperlukan pemberian TPT (TPT Sekunder),
adapun jenis paduan TPT sekunder yang diberikan sesuai dengan
tipe TBC yang pernah dideritanya (SO/RO).

11
Bagan 2. Alur Pemeriksaan ILTB Pada Kontak Serumah Pasien
TBC SO/RO

Keterangan Alur Pemeriksaan ILTB pada Kontak Serumah SO/RO:


1) Jika kontak serumah dengan pasien TBC SO/RO memiliki salah satu
gejala TBC seperti adanya batuk atau demam atau keringat di malam
hari atau batuk darah atau nyeri dada atau sesak napas atau lemah
dan lesu atau penurunan berat badan (misal pada anak usia <5
tahun tidak terdapat anoreksia/nafsu makan normal meskipun sudah
diberikan perbaikan gizi tetapi berat badan tetap tidak
naik/gagal tumbuh) maka kontak serumah tersebut harus dilakukan
penegakan diagnosis lebih lanjut dengan Tes Cepat Molekuler
(TCM).
2) Pemeriksaan Foto toraks dapat dilakukan jika tersedia di fasyankes
tersebut, namun jika tidak tersedia atau sulitnya akses terhadap

12
layanan foto toraks maka dapat menggunakan alur foto toraks tidak
tersedia.
3) Diagnosis dan tindak lanjut ditentukan oleh dokter berdasarkan
pertimbangan klinis pasien. Rekomendasi dokter dapat berupa
pemantauan dengan pemberian terapi non spesifik atau dikatakan
sebagai TBC klinis jika terdapat tanda/ gejala mengarah ke TBC
untuk dapat diberikan OAT atau dikatakan sebagai Bukan TBC jika
tidak terdapat tanda/ gejala mengarah ke TBC untuk dilakukan
pemeriksaan TST/IGRA.
4) Pemberian TPT dapat dilakukan jika tidak ada kontraindikasi
pemberian TPT. Adapun kontraindikasi pemberian TPT antara lain
hepatitis akut atau kronis, neuropati perifer (jika menggunakan
isoniazid), konsumsi alkohol biasa atau berat. Kehamilan atau
riwayat TBC sebelumnya bukan merupakan kontraindikasi, kecuali
Rifapentin hingga saat ini belum direkomendasikan pada ibu hamil
dan ibu menyusui. Paduan TPT untuk kontak serumah tergantung
pada tipe kasus indeksnya (SO/RO).

13
Bagan 3. Alur Pemeriksaan ILTB Pada Kelompok Risiko Lain

Keterangan Alur Pemeriksaan ILTB pada kelompok risiko lain:


1) Kelompok risiko lain yang dimaksud adalah orang dengan HIV
negatif pada kelompok antara lain: pasien immunokompremais
lainnya (pasien yang menjalani pengobatan kanker, pasien
yang mendapatkan perawatan dialisis, pasien yang mendapat
kortikosteroid jangka panjang, pasien yang sedang persiapan
transplantasi organ, dll) serta warga binaan pemasyarakatan (WBP),
petugas kesehatan, sekolah berasrama, barak militer, pengguna
narkoba suntik.
2) Jika Kelompok risiko lain dengan memiliki salah satu gejala TBC
seperti adanya batuk atau demam atau keringat di malam hari atau
batuk darah atau nyeri dada atau sesak napas atau lemah dan lesu
atau penurunan berat badan (misal pada anak usia <5 tahun tidak

14
terdapat anoreksia/nafsu makan normal meskipun sudah diberikan
perbaikan gizi tetapi berat badan tetap tidak naik/gagal tumbuh)
maka kontak serumah tersebut harus dilakukan penegakan
diagnosis lebih lanjut dengan Tes Cepat Molekuler (TCM).
3) Pemeriksaan foto toraks dapat dilakukan jika tersedia di fasyankes
tersebut, namun jika tidak tersedia atau sulitnya akses terhadap
layanan pemeriksaan foto toraks maka dapat menggunakan alur foto
toraks tidak tersedia.
4) Diagnosis dan tindak lanjut ditentukan oleh dokter berdasarkan
pertimbangan klinis pasien. Rekomendasi dokter dapat berupa
pemantauan dengan pemberian terapi non spesifik atau dikatakan
sebagai TBC klinis jika terdapat tanda/ gejala mengarah ke TBC
untuk dapat diberikan OAT atau dikatakan sebagai Bukan TBC jika
tidak terdapat tanda/ gejala mengarah ke TBC untuk dilakukan
pemeriksaan TST/IGRA.
5) Pemberian TPT dapat dilakukan jika tidak ada kontraindikasi
pemberian TPT. Adapun kontraindikasi pemberian TPT antara lain
hepatitis akut atau kronis, neuropati perifer (jika menggunakan
isoniazid), konsumsi alkohol biasa atau berat. Paduan TPT untuk
kelompok risiko lain sama jenisnya dengan paduan TPT untuk kontak
dengan pasien TBC SO, kecuali jika kelompok risiko lain tersebut
memiliki kontak dengan pasien TBC RO maka paduan TPT yang
diberikan adalah paduan TPT untuk kontak TBC RO.

B. TST
Tuberculin Skin Test (TST) adalah pemeriksaan untuk mengetahui ada
atau tidaknya bakteri penyebab penyakit TBC pada tubuh. TST dilakukan
dengan cara menyuntikan 0,1ml Purified Protein Derivative (PPD) RT-23
atau PPD-S 5 TU intrakutan pada bagian volar lengan bawah, kemudian
hasilnya dibaca 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur
indurasinya (Panduan prosedur TST terlampir).

Cairan tuberkulin PPD RT 23 atau PPD-S 5 TU harus disimpan pada suhu


antara 2°C dan 8°C serta terlindung dari cahaya. Tanggal kedaluwarsa
yang tercantum pada label tidak boleh terlampaui. Setelah dibuka untuk
15
dosis pertama, vial harus disimpan pada suhu antara 2°C - 8°C dan yang
masih tersisa sebaiknya digunakan dalam maksimal 30 hari dengan
penyimpanan yang sesuai standar. Hasil interpretasi TST terdapat pada
tabel dibawah ini:

Tabel 3.1 Hasil Interpretasi TST


Indurasi ≥5mm Indurasi ≥10mm Indurasi ≥15mm
dianggap positif dianggap positif dianggap positif
pada: pada: pada:
ODHIV Imigran (dalam kurun Setiap orang termasuk
waktu kurang dari 5 pada orang-orang yang
tahun) dari negara tidak diketahui faktor
dengan prevalensi TBC risiko TBC, meskipun
yang tinggi demikian pemeriksaan
TST harusnya hanya
dilakukan pada
kelompok berisiko
tinggi.
Baru berkontak dengan Pengguna narkoba
pasien TBC suntik
Orang dengan Penduduk atau pekerja
perubahan bercak yang tinggal di tempat
fibrosis pada rontgen khusus dengan risiko
dada tinggi
- Pasien dengan - Staf laboratorium
tranplantasi organ mikrobakteriologi
- Pasien - Orang-orang
immunosupresan dengan kondisi
dengan alasan klinis khusus yang
apapun berisiko tinggi

16
Anak usia dibawah 5
tahun, atau anak dan
remaja yang terpapar
dengan orang dewasa
yang masuk kedalam
kategori risiko tinggi

Hasil positif palsu dapat ditemukan pada kondisi:


• Riwayat vaksinasi BCG sebelumnya
• Infeksi lain dengan bakteri nontuberkulosis
• Penyuntikkan yang tidak sesuai
• Kesalahan saat pembacaan atau interpretasi hasil

Uji IGRA dapat dipertimbangkan pada indiividu dengan Riwayat vaksinasi BCG
karena hasil uji IGRA tidak dipengaruhi imunisasi BCG saat kecil.

Hasil negatif palsu dapat ditemukan pada kondisi:


• Inadekuat respon sel T atau anergi kutaneus sekunder akibat
imunosupresi
• Riwayat infeksi tuberkulosis baru (kurang dari 8 minggu setelah
pajanan)
• Infeksi tuberkulosis lama
• Anak-anak usia kurang dari 6 bulan
• Infeksi virus (cacar air, campak, dll)
• Riwayat baru vakinasi dengan virus hidup (cacar, campak) dalam waktu
4-6 minggu
• Penyuntikan yang tidak sesuai
• Kesalahan saat pembacaan hasil

C. IGRA
Interferon Gamma-Release Assay (IGRA) adalah uji laboratorium
diagnosis in-vitro dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay
yang mengukur reaksi pembentukan interferon-Y dalam darah pasien yang
dikaitkan dengan infeksi M. Tuberculosis. IGRA yang direkomendasi oleh
17
WHO terdapat 2 jenis yaitu QuantiFERON®-TB Gold In-Tube (QFT-GIT)
dan T-SPOT® TB. Beberapa meta-analisis mendapatkan nilai sensitivitas
QFT-GIT berkisar antara 70-83% dan untuk T-SPOT TB antara 62-84%.
Sedangkan spesifisitasnya berkisar antara 91-100% untuk QFT-GIT dan
untuk T-SPOT TB antara 90-96%.

D. Perbedaan Penggunaan TST dan IGRA


Perbedaan Penggunaan TST dan IGRA, pada IGRA memiliki kemampuan
dalam membedakan infeksi yang disebabkan oleh M. Tuberculosis dengan
infeksi mycobacterium lainnya yang merupakan penyebab positif palsu
pada uji tuberkulin. Perbedaan TST dan IGRA terdapat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 3.1 Perbedaan TST dan IGRA
Kriteria TST IGRA
Sensitivitas 68 – 71,5% 80 – 84,5 %
Spesifisitas 86 – 88,7% 99 – 99,4%
Pengaruh vaksinasi Ada Tidak ada
BCG terhadap hasil
Pembacaan hasil 48-72 jam Sekitar 2 hari (48 jam)
(2x kunjungan) (1x kunjungan)
Tempat pemeriksaan Pemeriksaan bisa Pemeriksaan dilakukan di
dilakukan di poli, laboratorium/RS Rujukan
puskesmas dll dgn fasilitas hematologi,
centrifuge dan CO2
Incubator
Listrik Tidak perlu Perlu untuk sentrifuge
E-Katalog Sudah ada Masih proses pendaftaran
Izin edar Ada Ada
Biaya Relatif lebih murah Relatif lebih mahal
(disediakan program, (800 ribu – 1,5
alur permintaan pada juta)
modul logistik)

18
19
BAB IV
PENUTUP

A. Latihan Soal
1. Apa yang Anda ketahui tentang ILTB?
2. Siapa saja sasaran ILTB?
3. Bagaimana cara pemeriksaan ILTB? Jelaskan!
4. Alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan untuk pemeriksaan TST?
5. Studi kasus 1: Seorang laki-laki 37 tahun dengan keluhan batuk darah,
bb turun, nafsu makan turun dan keringat malam. Hasil pemeriksaan
TCM sputum MTB Detected medium rifampicin resisten not detected.
Pasien memiliki istri dan seorang anak usia 3 tahun sebagai kontak
serumah.Apa yang sebaiknya dilakukan pada istri dan anak pasien
sesuai alur pemeriksaan ILTB ?

6. Studi kasus 2: Pasien laki-laki 60 tahun, adalah penderita kanker paru


yang telah menjalani kemoterapi lini pertama. Saat ini pasien
mengalami progressive disease dan akan menjalani kemoterapi lini
kedua.pasien saat ini tidak ada keluhan respirasi dan tidak ada keluhan
sistemik seperti demam, keringat malam. Pasien akan diskreening untuk
ada tidaknya infeksi TBC sebelum menjalani kemoterapi berikutnya.
tindakan apa yang dilakukan pada pasien ?

7. Studi kasus 3: Seorang laki-laki 50 tahun terdiagnosis TBC paru kasus


baru terkonfirmasi bakteriologis dan sudah memulai pengobatan OAT
sejak 2 hari. Mereka tinggal di pegunungan daerah terpencil. Laki-laki
itu tinggal bersama istrinya yang berusia 35 tahun dan cucunya yang
berusia 14 tahun. Apa yang bisa dilakukan oleh puskesmas pada istri
dan cucu pasien jika fasilitas kesehatan sangat terbatas dimana tidak
tersedia foto thorax, tst/IGRA dan fasilitas TCM ?
B. Pembahasan
1. Sesuai dengan pengertian ILTB
2. Sesuai dengan sasaran ILTB
3. Sesuai dengan alur pemeriksaan ILTB
4. Sesuai dengan lampiran prosedur TST
5. Sesuai Alur pemeriksaan ILTB terbaru
20
6. Sesuai Alur pemeriksaan ILTB terbaru

7. Sesuai Alur pemeriksaan ILTB terbaru

21
C. Referensi
• Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIX Ilmu Kesehatan Anak.
2017.
• Prosiding Comprehensive Management of Spesific Conditions and
Chronic Disease in Pediatrics.
• Kementerian Kesehatan RI. 2020. Petunjuk Teknis Penanganan
Infeksi Laten Tuberkulosis
• World Health Organisation. 2022. WHO operational handbook on
tuberculosis. Module 3 : Diagnosis Test for tuberculosis infection

22
Lampiran. Chekclist Prosedur Uji Tuberkulin

Alat dan Bahan:


1. Kapas alcohol
2. Larutan PPD RT 23 – 2 TU atau PPD-S 5 TU
3. Disposable tuberculin syringe
4. Jarum Suntik 26-27 G
5. Medical disposal box
6. Non-Medical disposal box
7. Alcohol based hand rub
8. Model tangan/pasien
9. Penggaris transparan
10. Pena

Panduan Prosedur TST


No. Kegiatan Ya Tidak Ket
PERSIAPAN
1. Sapa orangtua pasien /pasien dan perkenalkan diri

Berikan penjelasan pada orangtua/ pasien apa


yang akan dilakukan dan bila tidak jelas dapat
mengajukan pertanyaan (informed consent)
PROSEDUR
2. Hand hygiene
3. Ambil 0.1 ml larutan PPD RT-23 2 TU solution
atau PPD-S 5 TU ke dalam disposable
tuberculin syringe
4. Ganti jarum suntik dengan yang baru (ukuran
26-27 G)
5. Apus daerah yang akan dilakukan penyuntikan
(permukaan volar lengan bawah 5-10 cm dibawah
lipat siku) dengan kapas yang dibasahi alkohol 70%.
Pilih area kulit yang tidak ada kelainan
6. Regangkan permukaan kulit
7. Suntikan jarum dengan hati-hati secara intrakutan
dengan bevel jarum menghadap keatas pada sudut
5-15°. Bevel jarum harus tampak di bawah
permukaan kulit.

23
8. Periksa tempat suntikan. Jika benar akan timbul
wheal 6-10 mm pada tempat suntikan. Jika tidak,
lakukan penyuntikan ulang di tempat lain dengan
jarak minimal 5 cm dari tempat semula.
9. Keluarkan jarum. Masukkan jarum dan syringe pada
disposal box.
10. Hands hygiene
11. Catat waktu (tanggal dan jam) dan lokasi
penyuntikan pada rekam medis
12. Beri penjelasan kepada orangtua agar membawa
kembali anak pada 48-72 jam setelah penyuntikan
untuk pembacaan TST
PEMBACAAN TST
13. Metode palpasi
Palpasi/raba tepi lateral indurasi kemudian
beri tanda dengan pena, atau
Metode ballpoint
Tentukan tepi lateral indurasi dengan menggunakan
pena
14. Ukur diameter transversal indurasi dengan
menggunakan pengaris transparan dalam millimeter
15. Catat hasil pembacaan pada buku rekam medis.
Jika tidak tedapat indurasi catat sebagai 0 mm
INTERPRETASI HASIL TST
16. Imunokompeten: positif bila indurasi ≥10 mm
Imunokompromais: positif bila indurasi ≥5 mm

24

Anda mungkin juga menyukai