Anda di halaman 1dari 16

MODUL PELATIHAN

INFEKSI LATEN TUBERKULOSIS (ILTB) DAN


TERAPI PENCEGAHAN TUBERKULOSIS (TPT)

MODUL 2

PENEMUAN KASUS ILTB

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
B. Tujuan Pembelajaran Umum dan Khusus
C. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
D. Model Pembelajaran

BAB II PERJALANAN ALAMIAH TUBERKULOSIS


A. Konsep Infeksi dan Sakit
B. Spektrum Klinis TBC
C. Faktor Risiko

BAB III PENEMUAN KASUS INFEKSI LATEN TUBERKULOSIS (ILTB)


A. Definisi
B. Tujuan
C. Sasaran
D. Alur Penemuan Kasus ILTB
1. Alur dan Impelentasi Investigasi Kontak (IK)
2. Alur Penemuan di Tempat Khusus

BAB III PENUTUP


A. Latihan soal
B. Referensi

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) adalah suatu keadaaan dimana sistem
kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu mengeliminasi bakteri
Mycobacterium tuberculosis dari tubuh secara sempurna tetapi mampu
mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak timbul gejala sakit TBC. Untuk
mendapatkan kasus ILTB tersebut, dapat dilakukan dengan berbagai
kegiatan, yaitu investigasi kontak, contact invitation, penemuan di tempat
khusus, dan pemeriksaan medical check-up rutin.

Pedoman WHO menyatakan bahwa kegiatan Investigasi Kontak (IK)


bermanfaat untuk mendeteksi kasus TBC secara dini, mencegah penyakit
yang lebih berat serta mengurangi penularan TBC pada orang lain. Dalam
menemukan kasus ILTB melalui IK, terbagi menjadi dua yaitu IK secara aktif
dan pasif. IK dilaksanakan untuk semua pasien TBC SO maupun RO
terkonfirmasi bakteriologis dan terdiagnosis klinis baik anak-anak maupun
dewasa untuk mendeteksi secara dini kemungkinan adanya kasus lain yang
menulari kasus indeks atau kasus lain yang tertular oleh kasus indeks, pada
kontak serumah atau kontak erat. IK dilaksanakan dengan tujuan mencari
kasus lain dan pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) yang
merupakan sumber penularan. Pelaksanaan kegiatan IK harus dicatat dan
dilaporkan baik dalam kartu pengobatan pasien TBC yang merupakan kasus
indeks (TBC.01) maupun formulir pemeriksaan kontak (TBC.16K).

Selain itu, penemuan kasus ILTB di tempat khusus bisa dilakukan di


lapas/rutan, pondok pesanteran, barak militer, dan sekolah berasrama.
Penemuan kasus ILTB bertujuan untuk menemukan kasus dan memberikan
TPT pada kelompok eligible agar tidak menjadi sakit TBC dimasa mendatang.
Oleh karenanya, pemahaman mengenai penemuan kasus ILTB perlu
ditingkatkan untuk dapat memberikan penanganan pemberian TPT yang
tepat dan sesuai standar.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Peserta memiliki pemahaman mengenai penemuan kasus ILTB.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus


a. Peserta memiliki pemahaman mengenai definisi penemuan kasus
ILTB
b. Peserta memiliki pemahaman mengenai tujuan penemuan kasus
ILTB

2
c. Peserta memiliki pemahaman mengenai sasaran penemuan kasus
ILTB
d. Peserta memiliki pemahaman mengenai alur penemuan kasus ILTB
e. Peserta memiliki pemahaman mengenai perjalanan alamiah TBC
C. Bahasan
1. Pokok Bahasan
Penemuan kasus ILTB

2. Sub Pokok bahasan


a. Perjalanan Alamiah TBC
1) Konsep Infeksi dan Sakit
2) Spektrum Klinis TBC
3) Faktor Risiko
b. Definisi
c. Tujuan
d. Sasaran
e. Alur Penemuan Kasus ILTB
1) Alur dan Impelentasi IK
2) Alur Penemuan di Tempat Khusus

D. Model Pembelajaran
Model pembelajaran modul ini dalam bentuk sistem kuliah mimbar atau
pemaparan langsung, fasilitator memberikan materi secara interaktif dengan
peserta dan berdiskusi aktif mengenai materi.
Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan materi modul ini
adalah 60 menit:
1. Pemaparan materi dan diskusi (30 menit)
Narasumber:memberikan materi
Peserta :mendengarkan, memahami materi, dan berdiskusi interaktif
dengan fasilitator
2. Diskusi Kelompok (30 menit)
Fasilitator : memandu diskusi kelompok
Peserta : berdiskusi dengan sesama peserta mengenai materi

3
BAB II
PERJALANAN ALAMIAH TUBERKULOSIS
A. Konsep Infeksi dan Sakit
Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapan tersebut meliputi
tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia, sebagai berikut:
a. Paparan
Peluang peningkatan paparan terkait dengan:
1) Jumlah kasus menular di masyarakat.
2) Peluang kontak dengan kasus menular.
3) Tingkat daya tular dahak sumber penularan.
4) Intensitas batuk sumber penularan.
5) Kedekatan kontak dengan sumber penularan.
6) Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan.
b. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah
infeksi. Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup
dalam lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali
tergantung dari daya tahun tubuh manusia. Penyebaran melalui aliran
darah atau getah bening dapat terjadi sebelum penyembuhan lesi.
c. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk menjadi sakit TBC adalah tergantung dari:
1) Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup
2) Lamanya waktu sejak terinfeksi
3) Usia seseorang yang terinfeksi
4) Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya tahan
tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk) akan memudahkan berkembangnya TBC Aktif (sakit TBC).
5) Infeksi HIV. Pada seseorang yang terinfeksi TBC, 10% diantaranya
akan menjadi sakit TBC. Namun pada seorang dengan HIV positif
akan meningkatkan kejadian TBC. Orang dengan HIV berisiko 20-37
kali untuk sakit TBC dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi
HIV, dengan demikian penularan TBC di masyarakat akan meningkat
pula.
d. Meninggal dunia Faktor risiko kematian karena TBC:
1) Akibat dari keterlambatan diagnosis
2) Pengobatan tidak adekuat.
3) Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta.
4) Pada pasien TBC tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan
meninggal dan risiko ini meningkat pada pasien dengan HIV positif.
Begitu pula pada ODHIV, 25% kematian disebabkan oleh TBC.

4
B. Spektrum Klinis TBC
1. Tuberkulosis paru:
Adalah TBC yang berlokasi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TBC
dianggap sebagai TBC paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Pasien yang menderita TBC paru dan sekaligus juga menderita TBC
ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TBC paru.
2. Tuberkulosis ekstraparu:
Adalah TBC yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan
tulang. Limfadenitis TBC di rongga dada (hilus dan atau mediastinum)
atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung
TBC pada paru, dinyatakan sebagai TBC ekstra paru. Diagnosis TBC
ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TBC ekstra paru harus diupayakan
secara bakteriologis dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis
(M.tb).

C. Faktor Risiko
1. Bakteri penyebab TBC
a. Pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis lebih besar risiko
menimbulkan penularan dibandingkan dengan BTA negatif.
b. Makin tinggi jumlah kuman dalam percikan dahak, makin besar risiko
terjadi penularan.
c. Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman,makin besar
risiko terjadi penularan.

2. Faktor individu yang bersangkutan


Beberapa faktor individu yang dapat meningkatkan risiko menjadi sakit
TBC adalah:
a. Faktor usia dan jenis kelamin:
1) Kelompok paling rentan tertular TBC adalah anak usia <5 tahun,
remaja, dan kelompok usia dewasa muda yang juga merupakan
kelompok usia produktif.
2) Menurut hasil survei prevalensi TBC, laki-laki lebih banyak
terkena TBC dari pada wanita.
b. Daya tahan tubuh:
Apabila daya tahan tubuh seseorang menurun oleh karena sebab
apapun, misalnya usia lanjut, ibu hamil, koinfeksi dengan HIV,
penyandang diabetes mellitus, gizi buruk, keadaan immuno-
supressive, bilamana terinfeksi dengan M.tb, lebih mudah jatuh sakit.

5
c. Perilaku:
1) Batuk dan cara membuang dahak pasien TBC yang tidak sesuai
etika akan meningkatkan paparan kuman dan risiko penularan.
2) Merokok meningkatkan risiko terkena TBC paru sebanyak 2,2
kali.
3) Sikap dan perilaku pasien TBC tentang penularan, bahaya, dan
cara pengobatan.
d. Status sosial ekonomi:
TBC banyak menyerang kelompok sosial ekonomi lemah.
3. Faktor lingkungan:
a. Lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan
penularan TBC.
b. Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya
matahari akan meningkatkan risiko penularan.

6
BAB III
PENEMUAN KASUS INFEKSI LATEN TUBERKULOSIS (ILTB)

A. Definisi
Sesuai dengan Petunjuk Teknis ILTB Tahun 2020, penemuan orang dengan
ILTB bisa dilakukan dengan kegiatan investigasi kontak, contact invitation,
penemuan di tempat khusus, dan pemeriksaan kesehatan rutin. Investigasi
kontak dilakukan pada orang di sekitar kasus indeks, yaitu kontak serumah
dan kontak erat. Penemuan kasus ILTB terdiri dari:
1. Investigasi Kontak (IK) secara Aktif
IK adalah kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan penemuan kasus
TBC dan orang dengan infeksi laten TBC dengan cara mendeteksi secara
dini dan sistematis terhadap orang yang kontak dengan sumber infeksi
TBC. Meskipun orang dengan infeksi laten TBC tidak/belum
menunjukkan gejala, akan tetapi berisiko menjadi sakit TBC. Oleh
karenanya, orang dengan infeksi laten TBC harus diberikan penanganan
yang tepat dan sesuai standar. Langkah ini dilakukan untuk, (1)
mencegah terlambatnya penemuan orang dengan infeksi laten TBC, (2)
mencegah terjadinya sakit TBC pada orang dengan infeksi laten TBC, (3)
memutus rantai penularan TBC di masyarakat.
Kegiatan IK perlu melibatkan semua pihak termasuk instansi pemerintah
pusat (kementerian/lembaga), pemerintah daerah hingga di tingkat
fasilitas layanan kesehatan serta elemen kemasyarakatan lainnya (mulai
dari tingkat RT/RW, kelurahan dan kecamatan). Kegiatan IK
diselenggarakan melalui kolaborasi antara pemberi layanan kesehatan
dengan komunitas yang ada di masyarakat seperti kader kesehatan,
PMO, pendidik sebaya dan sebagainya.
2. Investigasi Kontak (IK) secara Pasif
IK secara pasif juga biasa dikenal dengan contact invitation. Petugas
kesehatan akan mewawancarai kasus indeks untuk mengidentifikasi
kontak serumah dengan menanyakan berapa jumlah dan usia dari orang
yang tinggal serumah dengan kasus indeks. Kontak yang sudah
teridentifikasi akan diminta untuk datang ke fasilitas kesehatan bersama
dengan kasus indeks saat jadwal follow up kasus indeks berikutnya.
Kontak yang datang ke fasilitas kesehatan akan diperiksa gejala TBC
oleh petugas kesehatan.
3. Penemuan di tempat khusus
Kegiatan penemuan aktif ditempat khusus dapat dilakukan dengan
skrining TBC massal tahunan, skrining pada saat pemeriksaan
kesehatan, skrining TBC pada pemeriksaan kesehatan berkala (Medical
check up), skrining TBC pada saat kunjungan follow up rutin bagi pasien

7
yang masuk kedalam kelompok risiko lainnya (bagi WBP baru/penghuni
ponpes/ penghuni barak militer, dll.

B. Tujuan
Secara umum terdapat 3 tujuan penemuan kasus ILTB, yaitu:
1. Menemukan kasus TBC secara dini dengan melakukan skrining gejala
dan faktor risiko TBC terhadap seluruh kontak dari pasien TBC.
2. Menemukan TBC laten yang tidak bergejala dan memberikan TPT agar
tidak menjadi sakit TBC.
3. Memutus mata rantai penularan TBC di masyarakat.

C. Sasaran
Sasaran dari penemuan kasus ILTB, terbagi menjadi dua yaitu:
1. Investigasi Kontak
Investigasi kontak dilakukan terhadap seluruh kontak dari semua pasien
TBC (TBC Sensitif Obat maupun TBC Resisten Obat) baru/kambuh yang
terkonfirmasi bakteriologis dan klinis dan TBC anak di lingkungan rumah
tangga atau tempat-tempat lain (tempat kerja, asrama, sekolah, tempat
penitipan anak, lapas/rutan, panti, dsb). Sumber data kasus indeks
berasal dari data Puskesmas, rumah sakit, dan fasyankes swasta.
Sasaran pelaksanaan IK dapat dilakukan pada kasus indeks selama 6
bulan setelah terdiagnosis TBC. Jika diperlukan, kegiatan investigasi
kontak dapat diulang pada kontak serumah setelah minimal 6 bulan pada
kasus indeks yang sama.
2. Penemuan di Tempat Khusus
Kelompok sasaran pada penemuan di tempat khusus yaitu, Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP) baru, penghuni ponpes/asrama,
penghuni barak militer, tenaga kesehatan, pekerja, dan warga sekolah.

D. Alur Penemuan Kasus ILTB


1. Alur dan Implementasi IK
Alur dan impelementasi ini dibagi menjadi alur IK petugas/kader dan
pemberian TPT, dan petugas membawa pasien ke puskesmas, serta
implementasi pelaksanaan IK, yaitu:
a. Alur IK petugas/kader dan pemberian TPT

8
Bagan 3.1 Alur Petugas Kesehatan/ Kader dalam Pelaksanaan IK dan
Pemberian TPT

Mendapatkan data Kasus Indeks dari Petugas Kesehatan

Pembuatan Jadwal

Mengunjungi Rumah Kasus Indeks


Minimal 20 Kontak

Skrining pada Kontak

Usia ≥ 5 tahun Usia <5 tahun

Rujuk ke Fasyankes
Kontak Tidak Batuk tetapi Batuk
Serumah ada faktor risiko
tanpa Gejala dan gejala lain Skrining gejala TBC
TBC oleh Petugas Kesehatan

Rujuk ke Fasyankes
Rujuk ke
Fasyankes Ada Gejala Tidak ada Gejala

Evaluasi Pemberian
TPT Diagnosis TPT
sesuai standar

Keterangan
: Dilakukan oleh Kader
: Dilakukan oleh Petugas Kesehatan

Penjelasan Alur Petugas Kesehatan/ Kader dalam Pelaksanaan IK dan


Pemberian TPT:
• Pelaksanaan IK dimulai dengan melakukan identifikasi kontak dari kasus
indeks dan mengisi formulir TBC.16K oleh petugas kesehatan. Jika kasus
indeks dari rumah sakit, maka dinas kesehatan akan melakukan
rekapitulasi data dan rumah sakit akan merujuk data kasus indeks tersebut
melalui SITB ke puskesmas terdekat dari tempat tinggal kasus indeks agar
puskesmas dapat melakukan IK.
• Petugas kesehatan menyepakati jadwal IK bersama kader. Data kasus
indeks diberikan oleh petugas kesehatan kepada kader sesuai dengan
wilayah kerja kader.
• Petugas kesehatan atau kader (sebaiknya dilakukan secara bersamaan)
melakukan kunjungan ke rumah kasus indeks dengan membawa surat

9
tugas, tanda pengenal, materi KIE untuk edukasi, formulir TBC.16K,
TBC.16 RK dan surat pengantar.
• Petugas kesehatan/kader (sebaiknya dilakukan secara bersamaan)
melakukan skrining secara langsung (tatap muka) kepada kontak.
• Pada kontak berusia <5 tahun, diberikan surat pengantar ke fasyankes.
• Petugas kesehatan melakukan skrining gejala TBC.
• Petugas kesehatan wajib merujuk anak <5 tahun yang kontak dengan
pasien TBC RO ke fasyankes rujukan TBC RO.
• Pada kontak berusia <5 tahun, jika hasil menunjukkan ada gejala maka
dilakukan diagnosis sesuai standar.
• Pada kontak berusia <5 tahun, jika hasil menunjukkan tidak ada gejala
maka akan diberikan TPT.
• Pada kontak berusia ≥5 tahun, petugas kesehatan/kader (sebaiknya
dilakukan secara bersamaan) melakukan investigasi terhadap gejala dan
faktor risiko.
• Pada kontak berusia ≥5 tahun, jika terdapat gejala batuk atau gejala lain
(sesak napas, berkeringat di malam hari tanpa kegiatan, demam meriang
>1 bulan) dan faktor risiko yang lain (DM, lansia, HIV, perokok, ibu hamil,
malnutrisi, anak usia 5–14 tahun) maka kontak akan diberikan surat
pengantar dan dirujuk ke fasyankes serta dilakukan diagnosis sesuai
standar.
• Pada kontak berusia ≥5 tahun, jika tidak terdapat gejala TBC pada kontak
maka kontak akan diberikan surat pengantar dan dirujuk ke fasyankes,
selanjutnya dievaluasi oleh petugas kesehatan untuk diberikan TPT

10
b. Alur petugas membawa kontak TBC SO/RO ke fasilitas layanan
kesehatan (fasyankes)
Bagan 3.2 Alur petugas membawa kontak TBC SO/RO ke fasyankes

Penjelasan Alur petugas membawa kontak TBC SO/RO ke fasyankes:


• Petugas kesehatan atau kader merujuk kontak TBC SO/RO usia <5 tahun
ke fasyankes menggunakan surat pengantar.
• Petugas kesehatan di puskesmas menerima rujukan di poli umum atau poli
paru. Diharapkan puskesmas mampu tatalaksana TPT pada kontak TBC

11
RO usia <5 tahun jika tidak memungkinkan bisa dirujuk pada layanan TBC
RO usia <5 tahun terdekat.
• Petugas Kesehatan melakukan skrining gejala TBC pada kontak TBC
SO/RO usia <5 tahun.
• Jika kontak TBC SO/RO usia <5 tahun tidak menunjukkan gejala TBC,
maka ditinjau kembali ada atau tidaknya kontraindikasi terhadap
pemberian TPT. jika tidak ada, maka segera diberikan TPT namun jika ada
maka tunda pemberian TPT.
• Jika kontak TBC SO/RO usia <5 tahun menunjukkan gejala TBC, maka
dilakukan diagnosis sesuai standar.
• Pada kontak TBC SO/RO usia ≥5 tahun dilakukan skrining gejala TBC oleh
kader dengan menilai kriteria batuk atau tidak batuk tetapi ada faktor risiko
dan gejala lain atau kontak serumah tanpa gejala TBC.
• Ketiga kriteria tersebut, dilakukan rujukan dengan surat pengantar oleh
petugas kesehatan dan kader.
• Petugas kesehatan di puskesmas menerima rujukan di poli umum atau poli
paru. Diharapkan puskesmas mampu tatalaksana TPT pada kontak TBC
RO usia ≥5 tahun jika tidak memungkinkan bisa dirujuk pada layanan TBC
RO usia ≥5 tahun terdekat.
• Petugas kesehatan melakukan skrining gejala TBC ulang pada kontak
TBC SO/RO usia ≥5 tahun.
• Jika kontak TBC SO/RO usia ≥5 tahun tidak menunjukkan gejala TBC,
maka dilakukan pemeriksaan ILTB (akan dibahas lebih lanjut pada modul
3). jika tidak ada, maka segera diberikan TPT namun jika ada maka tunda
pemberian TPT.
• Baik diberikan atau tunda pemberian TPT serta sudah selesai pemberian
TPT perlu pemantauan adanya TBC aktif secara rutin.

c. Implementasi IK
Penemuan orang dengan infeksi TBC bisa dilakukan dengan IK dan skrining
TBC massal tergantung pada situasinya. IK dilakukan pada orang di sekitar
kasus indeks, khusus pada penemuan infeksi TBC dapat dilakukan pada
kontak serumah dan kontak erat. Sedangkan skrining infeksi TBC pada
tempat khusus seperti asrama, pesantren dan lapas dapat dilakukan pada
saat pemeriksaan kesehatan bagi warga binaan baru, sedangkan skrining
TBC pada petugas kesehatan bisa dilakukan secara berkala di fasilitas
pelayanan kesehatan seperti medical check-up rutin. Penemuan aktif di
tempat khusus membutuhkan kolaborasi yang erat antara pemegang
kebijakan atau institusi yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan tempat
khusus dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terutama dalam hal
pengorganisasian dan pembiayaan. Sebelum memberikan TPT, petugas
kesehatan harus memastikan dengan tepat kontak serumah tidak sakit TBC

12
atau dengan kata lain TBC aktif harus dikesampingkan dengan cara
penapisan. Berikut beberapa alur penapisan untuk setiap sasaran TPT.

2. Alur Penemuan di Tempat Khusus


Alur penemuan di Tempat khusus ini akan menjelaskan alur kerja skrining TBC
bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan masyarakat pesantren.

Bagan 3.3 Alur Skrining TBC di Tempat Khusus

13
Penjelasan Alur Skrining TBC oleh Petugas Kesehatan/Kader TBC ditempat
khusus :
• Alur skrining TBC ditempat khusus dilakukan oleh Petugas
Kesehatan/Kader TBC. Skrining TBC di lapas/ rutan/ LPKA dilakukan oleh
petugas UPT Pemasyarakatan sedangkan di pondok pesantren dilakukan
oleh petugas poskestren jika memiliki poskestren dan jika tidak memiliki
petugas poskestren dilakukan oleh petugas kesehatan puskesmas.
• Petugas kesehatan/kader melakukan skrining gejala TBC, apabila ada
gejala TBC dapat melakukan pemeriksaan TBC sesuai standar. Jika
hasilnya TBC aktif maka diberikan OAT sedangkan jika hasilnya bukan
TBC maka ditinjau kembali ada atau tidaknya kontraindikasi TPT terhadap
pemberian TPT yang memungkinkan bisa atau tidaknya diberikan TPT.
• Petugas kesehatan/kader TBC melakukan skrining gejala TBC, apabila
tidak ada gejala TBC maka dapat dilakukan pemeriksaan ILTB dengan
TST/IGRA dan pemeriksaan rontgen/CXR yang memungkinkan bisa atau
tidaknya diberikan TPT.

14
BAB III
PENUTUP

A. Latihan Soal
1. Apa yang akan anda lakukan untuk memulai pelaksanaan IK sampai
dapat temuan kasus TBC dan pemberian TPT di wilayah anda? Jelaskan!
2. Jelaskan kasus indeks yang bisa dilakukan IK?
3. Bagaimana cara merujuk kontak TBC SO/RO sampai mendapatkan
pemeriksaan TBC lebih lanjut?
4. Sebutkan hambatan atau tantangan beserta upaya tindak lanjut yang
dapat dilakukan pada pelaksanaan IK diwilayah Anda!
5. Apa yang bisa anda lakukan sebagai tenaga di dinas kesehatan atau
petugas kesehatan di fasyankes atau tempat khusus jika kasus indeks
berada di rumah sakit? Jelaskan!
6. Seorang anak usia 3 tahun diajak ke puskesmas oleh kedua orangtuanya
dengan keluhan kakek penderita yang berusia 65 tahun baru saja
terdiagosis TBC dengan keluhan batuk darah dan hasil dahak positif.
Lakukan investigasi kontak pada kasus ini!
7. Remaja laki-laki usia 17 tahun terdiagnosis TBC pada kasus di atas.
Bagaimana penelusuran kontaknya?

B. Referensi
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis. 2016. Kementerian Kesehatan RI.
Petunjuk Teknis Investigasi Kontak Pasien TBC bagi Petugas Kesehatan dan
Kader. 2019. Kementerian Kesehatan RI.
Petunjuk Teknis Penanganan Infeksi Laten Tuberkulosis. 2020. Kementerian
Kesehatan RI.
WHO. Module 1. Prevention Tuberculosis Preventive Treatment. 2020.

15

Anda mungkin juga menyukai