Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan ridho-Nya,
maka hasil kerja keras, cerdas, ikhlas dan tuntas teman-teman multi profesi di
bidang kesehatan jiwa telah menyelesaikan penyusunan buku Pedoman
Surveilans Kesehatan Jiwa.
Kesehatan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia
termasuk di Indonesia. Sebelum pandemi Covid-19 beberapa masalah
kesehatan jiwa sudah mengalami peningkatan dan dengan adanya kondisi
pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak tahun 2020 memberikan dampak
bagi kesehatan jiwa jutaan orang. Masalah kesehatan jiwa terjadi pada
seluruh kelompok usia mulai dari anak sampai lanjut usia. Demikian pula
masalah kesehatan jiwa lainnya yaitu Penyalahgunaan NAPZA yang semakin
meluas di Indonesia, tidak hanya di kota besar tetapi juga ke kota-kota kecil dan
terjadi pada berbagai strata masyarakat.
Dalam upaya penyediaan data dan informasi yang teratur,
berkesinambungan, serta valid tentang kejadian atau masalah kesehatan jiwa
diperlukan sebuah sistem Surveilans Kesehatan Jiwa. Oleh karena itu perlu
disusun sebuah pedoman Surveilans Kesehatan Jiwa yang menjadi acuan
bagi pengelola program kesehatan jiwa secara berjenjang mulai dari
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi
dan Pusat dalam menyelenggarakan upaya surveilans kesehatan jiwa.
Saya memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada seluruh
tim penyusun dan kontributor yang telah berkontribusi untuk saling
melengkapi dalam mewujudkan buku Surveilans Kesehatan Jiwa ini. Semoga
jerih payah yang dilakukan memberikan manfaat dalam upaya peningkatan
kesehatan jiwa di Indonesia.
1. Kesehatan Jiwa
Kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual
dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya (UU Kesehatan Jiwa No. 18 Tahun 2014).
2. Surveilans Kesehatan
Surveilans Kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi
guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan
efisien (Permenkes No.45 Tahun 2014).
3. Surveilans Kesehatan Jiwa
Surveilans kesehatan jiwa adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang masalah kesehatan jiwa dan
gangguan jiwa dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan kasus
untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
4. Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK)
Adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan
perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami
gangguan jiwa. (UU Kesehatan Jiwa No. 18 Tahun 2014)
5. Kelompok Berisiko Masalah Kesehatan Jiwa Berdasarkan Siklus Hidup
Adalah kelompok masyarakat yang menjadi sasaran skrining kesehatan jiwa di
berbagai tingkatan usia yaitu remaja, dewasa dan lansia (lampiran 1).
6. Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
Orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia. (UU Kesehatan Jiwa No. 18 Tahun
2014)
7. Kesehatan Jiwa Masyarakat Komunitas
Adalah suatu orientasi kesehatan jiwa yang meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif untuk meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat
dengan memperhatikan kebutuhan populasi, meningkatkan pemberdayaan
A. LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan besar dalam skala global untuk
kesehatan masyarakat. Saat ini lebih dari 450 juta penduduk dunia mengalami
gangguan jiwa. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018,
prevalensi gangguan jiwa berat (psikotik) adalah 7 permil rumah tangga, yang berarti
per 1000 rumah tangga, terdapat 7 rumah tangga dengan ODGJ, sehingga jumlahnya
diperkirakan sekitar 450 ribu ODGJ berat. Depresi ditegakkan berdasarkan wawancara
dengan Mini International Neuropsychiatric Interview (MINI) pada Riskesdas 2018.
Prevalensi depresi pada penduduk umur ≥15 tahun adalah 6,1% yaitu sekitar 12 juta
penduduk umur >15 tahun. Berdasarkan Indonesia – National Adolescent Mental
Health Survey (I-NAMHS) Tahun 2022 pada remaja (usia 10-17 tahun) didapatkan
prevalensi gangguan cemas sebesar 3,7% dan gangguan depresi sebesar 1%. Sekitar
1,4% dari remjaa memiliki pikiran bunuh diri dalam 12 bulan terakhir dan sebanyak
0,2% telah melakukan percobaan bunuh diri dalam 12 bulan terakhir.
Tingginya angka gangguan jiwa belum diimbangi dengan akses yang mudah
dalam mendapatkan layanan kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari kesenjangan
pengobatan (treatment gap) masalah kesehatan jiwa yang masih tinggi yakni lebih dari
90%, yang berarti kurang dari 10% kasus gangguan jiwa yang mendapatkan
tatalaksana standar. Berdasarkan Riskesdas (2018), hanya 9% penderita depresi yang
minum obat/ menjalani pengobatan medis. Pada gangguan psikotik, masih ada 15,1%
yang belum berobat dan dari yang minum obat 48,9% belum meminum obat secara
rutin. Selain itu kasus pasung pada gangguan jiwa juga masih tinggi. Sebesar 14% dari
gangguan psikotik atau sekitar 57 ribu kasus mengatakan pernah dipasung dan yang
dipasung dalam 3 bulan terakhir adalah 31,5% kasus.
Data nasional dari Riskesdas (2018) untuk Gangguan Mental Emosional (GME)
pada penduduk usia ≥15 tahun, dialami oleh 9,8% penduduk atau lebih dari 19 juta jiwa.
Gangguan mental emosional adalah istilah yang digunakan dalam Riskesdas yaitu
adanya gejala depresi dan cemas yang dinilai berdasarkan wawancara dengan
instrumen Self Reporting Questionnaire-20 (SRQ-20), dengan nilai batas pisah (cut off
point) ≥ 6. Dalam panduan ini, istilah yang digunakan adalah Orang dengan Masalah
Kejiwaan (ODMK) sesuai dengan pengertian yang disebutkan dalam Undang-Undang
Kesehatan Jiwa no 18 tahun 2014.
Masalah Kesehatan jiwa lainnya yaitu Penyalahgunaan NAPZA yang semakin
meluas di Indonesia. Survei nasional yang dilaksanakan oleh Badan Narkotika Nasional
B. TUJUAN
Pedoman surveilans kesehatan jiwa ini bertujuan untuk menjadi pedoman bagi
semua pihak dan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan surveilans kesehatan
jiwa. Secara khusus menjadi pedoman dalam melaksanakan pengumpulan, analisis,
interpretasi, pelaporan dan diseminasi, serta tindak lanjut data surveilans masalah
kesehatan jiwa, surveilans gangguan jiwa, surveilans rehabilitasi medik pada
penyalahguna NAPZA dan surveilans kasus bunuh diri dan pasung.
C. SASARAN
1. Pengelola program kesehatan jiwa (Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dan
Puskesmas)
2. Pemangku kepentingan (pemerintah dan non-pemerintah)
3. Tenaga Kesehatan (dokter umum, bidan, perawat dan tenaga terkait lainnya yang
D. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa;
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan, Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor
Pecandu Narkotika;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan,
Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan dan
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas;
12. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Kementerian Kesehatan;
13. Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden No. 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi
Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik
Pemerintah Daerah
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 375/MENKES/SK/V/2009 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025;
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2415/MENKES/PER/XII/2011 tentang
Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan;
17. Permenkes Nomor 50 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib
Lapor dan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika;
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 54 Tahun 2017 tentang Penanggulangan
Pemasungan pada Orang Dengan Gangguan Jiwa;
PEDOMAN SURVEILANS KESWA 4
19. Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/Menkes/701/2018 tentang Penetapan
Instansi Penerima Wajib Lapor dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pengampu dan
Satelit Program Terapi Rumatan Metadona;
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan;
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan
Institusi Penerima Wajib Lapor;
22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan;
23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024;
24. Peraturan Bersama Kementerian dan Lembaga (Mahkamah Agung, Kementerian
Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, BNN, Kementerian Kesehatan
dan Kementerian Sosial tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi tahun 2011.
A. PENGERTIAN
Berdasarkan Permenkes No 45 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan, maka kementerian kesehatan, dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan
kabupaten/kota, instansi kesehatan pemerintah lainnya, dan fasilitas pelayanan
kesehatan wajib menyelenggarakan surveilans kesehatan sesuai kewenangannya.
termasuk penyelenggaraan surveilans kesehatan jiwa. Surveilans kesehatan jiwa dan
gangguan jiwa merupakan bagian penting dalam upaya pengendalian masalah jiwa
dan gangguan jiwa di Indonesia guna menghasilkan data dan informasi yang valid
sebagai bahan perencanaan, monitoring, dan evaluasi program.
Penyelenggaraan surveilans kesehatan jiwa menggunakan suatu sistem
informasi kesehatan jiwa (SIMKESWA). Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan, di mana kegiatan
surveilans ini wajib dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah
daerah kabupaten/kota, dan fasyankes, yang dikelola secara berjenjang, terkoneksi,
dan terintegrasi serta didukung dengan kegiatan pemantauan, pengendalian, dan
evaluasi. Surveilans ini dilaksanakan mulai dari tingkat masyarakat, Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), maupun Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan
Tingkat Lanjutan (FKTRL). Kegiatan surveilans kesehatan jiwa adalah:
Analisis
Interpretasi
Diseminasi
1. Pelaksanaan surveilans kesehatan jiwa ini menjadi satu rangkaian kegiatan yang
tidak terpisahkan dari penyusunan dan pelaksanaan pedoman-pedoman yang
disusun oleh Direktorat Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan RI dengan link :
https://link.kemkes.go.id/DokumenPendukungPedomanSurveilans
C. METODE SURVEILANS
Metode dalam surveilans kesehatan terdiri dari surveilans aktif, surveilans pasif dan
sentinel. Surveilans kesehatan jiwa ini dilaksanakan dengan metode surveilans aktif dan
surveilans pasif. Data dalam surveilans kesehatan jiwa ini menggunakan data dalam
Sistem Informasi Kesehatan Jiwa (SIMKESWA) dan Sistem Informasi Pencatatan dan
Pelaporan Rehabilitasi Medis (SELARAS).
1) Surveilans Aktif
Surveilans aktif adalah kegiatan pengumpulan, analisis, interpretasi, laporan
dan diseminasi, serta tindak lanjut yang dilakukan secara langsung oleh tenaga
pelaksana surveilans di tiap tingkatan. Data primer didapatkan dari pengumpulan
data secara langsung di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), institusi lain atau
masyarakat oleh tenaga pelaksana surveilans kesehatan jiwa.
Contoh:
data dari kegiatan skrining masalah kesehatan jiwa yang dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan di puskesmas, kader terlatih dan guru terlatih.
2) Surveilans Pasif
Surveilans pasif adalah kegiatan pengumpulan, analisis, interpretasi, laporan
dan diseminasi, serta tindak lanjut yang tidak dilakukan secara langsung oleh
petugas pengambil data. Data surveilans pasif umumnya adalah data-data yang
dicatat dan dilaporkan oleh institusi.
Contoh:
data gangguan jiwa yang tertulis dalam rekam medis pasien di Puskesmas.
Usia :
4 - 10 Tahun
11 – 18 Tahun Usia :
>18 Tahun
SDQ SRQ-20
KIP-K Kesehatan
KIP-K Kesehatan Jiwa
Jiwa
Edukasi Prevensi Gangguan Jiwa Edukasi
Prevensi Gangguan
Kesehatan Jiwa Rujuk ke Fasyankes Jiwa
Kesehatan Jiwa
Rujuk ke Fasyankes
Usia :
>10 Tahun
Pemeriksaan lanjutan, wawancara
psikiatrik multidisiplin
ASSIST
Data tindak lanjut Data primer dari Menyertakan isian data data tindak
kasus proses skrining lanjut kasus pada lembar
Promosi masalah kesehatan instrumen skrining masalah
Kesehatan jiwa jiwa kesehatan jiwa
Konseling
4
KIE
Tatalaksana
multidisiplin
Rehabilitasi Medik
Data hasil skrining merupakan data primer yang dikumpulkan langsung dari
kegiatan skrining kepada kelompok berisiko masalah kesehatan jiwa berdasar
siklus kehidupan. Skrining dilaksanakan di:
1) Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
Skrining masalah kesehatan jiwa di fasilitas layanan kesehatan dapat
dilaksanakan oleh pengelola program kesehatan jiwa maupun oleh petugas
program lain di FKTP yang terkait dan yang telah mendapatkan pelatihan
skrining masalah kesehatan jiwa, misalnya:
- program UKS melakukan skrining/penjaringan kesehatan pada peserta
didik kelas 1,7,10 (kesehatan jiwa termasuk dalam penjaringan
kesehatan)
- program KIA melakukan skrining pada ibu hamil baik di poliklinik
maupun di kelas ibu hamil
- program Prolanis melakukan skrining pada pasien dengan penyakit
kronis
- Balai Pengobatan melakukan skrining pada pasien dengan penyakit
fisik berat yang tidak membaik dengan pengobatan
- dll
2) Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
Skrining masalah kesehatan jiwa pada kelompok berisiko berdasarkan siklus
kehidupan bisa melalui Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
misalnya Posyandu, Posbindu, dan lain-lain yang dapat dilaksanakan oleh
kader kesehatan yang telah terlatih.
HASIL UTAMA
1 Data skrining masalah Menghitung persentase Persentase jumlah
kesehatan jiwa dengan total jumlah skrining skrining dibandingkan
SDQ, SRQ-20, (Rumus terdapat dalam dengan target tahun per
dan/atau ASSIST lampiran 9) tahun
Tercapai
Tidak tercapai
Contoh:
Hasil penghitungan
persentase tahun
2022 adalah 40%
berarti target telah
tercapai
Hasil penghitungan
persentase tahun
2022 adalah 22%
berarti target tidak
tercapai
Contoh:
Proporsi hasil skrining
ODMK tahun 2023
lebih rendah
dibandingkan dengan
tahun 2022
Target Skrining
Gambar 4. Contoh Diagram Jumlah Skrining Dibandingkan dengan Target per Tahun
10
15
75
Gambar 5. Diagram Pie dari Hasil Skrining Masalah Kesehatan Jiwa dengan SDQ
25%
20% 20% 20%
20%
15%
10%
10%
5%
0%
Tahun 2022
Proporsi hasil skrining Memberikan umpan balik kepada petugas kesehatan dan
dibandingkan dengan data pihak-pihak terkait untuk memantau hasil skrining dari
tahun sebelumnya waktu ke waktu, apalagi jika jumlah kasus lebih tinggi
4 Lebih rendah daripada tahun sebelumnya
Sama
Lebih tinggi
5 Deskripsi hasil skrining Memberikan umpan balik kepada petugas kesehatan dan
menurut data demografi pihak-pihak terkait untuk memantau kasus yang terjadi.
Lebih banyak atau lebih Contoh: hasil SDQ borderline/abnormal lebih tinggi pada
sedikit jenis kelamin tertentu; atau hasil SRQ >=6 lebih tinggi
Sebagian besar (>50% atau pada kelompok usia tertentu
60%?)
Banyak (>80%) atau sedikit
(<20%)
Deskripsi jenis tindak lanjut Memberikan umpan balik kepada petugas kesehatan dan
hasil skrining pihak-pihak terkait untuk memantau tindak lanjut kasus
Lebih banyak atau lebih yang terjadi.
sedikit
7
Sebagian besar (>50%) Contoh:
Banyak (>80%) atau sedikit tindak lanjut berupa KIE lebih banyak dari pada tindak
(<20%) lanjut konseling
Merekap jumlah Menganalisis hasil Merekap data dan Merekap data dan
skrining masalah skrining masalah hasil analisis tiap hasil analisis tiap
kesehatan jiwa dan kesehatan jiwa dari Dinkes Kab/Kota. Dinkes Provinsi
hasilnya dari puskesmas melalui (SETIAP BULAN) (SETIAP BULAN)
pelaksana skrining SIMKESWA.
(SETIAP BULAN) Memberikan umpan Memberikan
Memasukkan data balik ke Dinkes umpan balik ke
skrining masalah Memberikan Kab/Kota berupa Dinkes Provinsi
Kesehatan jiwa ke umpan balik ke perbandingan data (SETIAP 3 BULAN)
SIMKESWA Puskesmas berupa dengan Kab/Kota
(SETIAP BULAN) interpretasi & lain
tindak lanjut. (SETIAP 3 BULAN)
Memberikan umpan (SETIAP 3
balik kepada BULAN)
pelaksana skrining
berupa interpretasi &
tindak lanjut.
(SETIAP 3 BULAN)
F. DISEMINASI INFORMASI
Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan/atau
presentasi. Laporan tersebut dikirimkan oleh unit penanggung jawab kepada jenjang
struktural yang lebih tinggi, dari Puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota, dari
dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi dan Kementerian
Kesehatan.
Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait, seperti
jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya.
Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan menjadi dasar
dalam pengambilan keputusan dan perencanaan serta evaluasi program.
Tujuan diseminasi:
Meningkatkan pemahaman sasaran dan mengetahui kondisi terkini tentang
masalah kesehatan jiwa di suatu daerah
Melakukan kerja sama dan perencanaan program kesehatan jiwa yang lebih
baik secara lintas sektor dan lintas program.
Hasil Utama
1. Data gangguan jiwa Menghitung persentase Persentase gangguan jiwa
(skizofrenia, psikotik gangguan jiwa yang yang mendapatkan layanan di
akut, depresi, mendapatkan layanan di Fasyankes dibandingkan
gangguan cemas) Fasyankes dengan target tahun per
(rumus terlampir dalam tahun:
lampiran 5) Tercapai
Tidak tercapai
Contoh:
Hasil penghitungan
persentase tahun 2022
adalah 36% berarti target
telah tercapai
Hasil penghitungan
persentase tahun 2022
adalah 25% berarti target
tidak tercapai
Contoh:
Persentase skizofrenia dan
psikotik akut yang mendapat
layanan di Fasyankes di tahun
2023 naik dibandingkan
dengan tahun 2022
Contoh:
Persentase gangguan depresi
yang mendapat layanan di
Fasyankes di tahun 2023 naik
dibandingkan dengan tahun
2022
50%
40%
30% 32%
30%
20%
10%
0%
Tahun 2022 Tahun 2023
Target 30% 60%
Gangguan Jiwa yang mendapat
32% 55%
layanan standar
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Tahun 2022
Laki-laki 32%
Perempuan 68%
Laki-laki Perempuan
15% 17%
26%
SD SMP SMA S1 S2 S3
Deskripsi data demografi pada Merancang program sesuai dengan hasil analisis
kasus gangguan jiwa: data demografi pada gangguan jiwa dengan
2 Lebih banyak atau lebih melibatkan kerjasama lintas program dan lintas
sedikit sektor.
Sebagian besar (>50%)
F. DISEMINASI INFORMASI
Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan atau
presentasi. Laporan tersebut dikirimkan oleh unit penanggungjawab kepada jenjang
struktural yang lebih tinggi, dari Puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota, dari
PEDOMAN SURVEILANS KESWA 32
dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi dan dari dinas kesehatan
provinsi ke Kementerian Kesehatan. Informasi dapat didiseminasikan dalam bentuk
laporan tertulis maupun elektronik.
Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait, seperti
jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya.
Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan menjadi dasar
dalam pengambilan keputusan dan perencanaan pencegahan dan tatalaksana
gangguan jiwa serta evaluasi program.
Tujuan diseminasi:
Meningkatkan pemahaman sasaran dan mengetahui kondisi terkini tentang
masalah kesehatan jiwa di suatu daerah
Melakukan kerja sama dan perencanaan program kesehatan jiwa yang lebih
baik secara lintas sektor dan lintas program.
Data dikumpulkan melalui sistem pelaporan berbasis web terkait wajib lapor dan
rehabilitasi medis penyalahgunaan NAPZA yang disebut Sistem Elektronik Pencatatan
dan Pelaporan Rehabilitasi Medis atau dikenal dengan SELARAS. Data-data tersebut
berasal dari layanan rehabilitasi medik oleh institusi-institusi yang ditunjuk oleh
Kementerian Kesehatan (yaitu rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, RSKO, puskesmas,
Tabel 11. Analisis dan Interpretasi Data Rehabilitasi Medik Penyalahguna NAPZA
Contoh:
Hasil penghitungan
persentase tahun 2022
adalah 10.800 berarti target
telah tercapai
Hasil penghitungan
persentase tahun 2022
adalah 9800 berarti target
tidak tercapai
Hasil Tambahan
Contoh:
Sebagian besar
penyalahguna NAPZA
yang mendapatkan
rehabilitasi medik dirujuk
(68%)
Lebih banyak
penyalahguna NAPZA
yang mendapatkan
rehabilitasi medik yang
tidak dirujuk (48%)
Target Skrining
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Tahun 2022
Laki-laki 32%
Perempuan 68%
Laki-laki Perempuan
F. DISEMINASI INFORMASI
Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan atau
presentasi. Laporan tersebut dikirimkan oleh unit penanggungjawab kepada jenjang
struktural yang lebih tinggi, dari Puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota, dari
dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian
Kesehatan. Informasi dapat didiseminasikan dalam bentuk laporan tertulis maupun
elektronik. Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait,
seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat pada
umumnya. Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas kesehatan informasi akan
menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan pencegahan dan
tatalaksana gangguan jiwa serta evaluasi program.
Tujuan diseminasi:
Meningkatkan pemahaman sasaran dan mengetahui kondisi terkini tentang
masalah kesehatan jiwa di suatu daerah
Melakukan kerja sama dan perencanaan program kesehatan jiwa yang lebih baik
secara lintas sektor dan lintas program.
Bunuh diri merupakan masalah kesehatan yang menjadi perhatian bagi banyak pihak
terutama sektor kesehatan. Bunuh diri adalah ketika seseorang menyakiti diri sendiri dengan
tujuan mengakhiri hidup, dan berakibat pada kematian. Pada tahun 2020, bunuh diri adalah
penyebab utama kematian ke-12 secara keseluruhan di Amerika Serikat. Menurunkan
angka kematian karena bunuh diri merupakan program upaya kesehatan jiwa yang telah
menjadi komitmen global dan nasional yang dituangkan dalam Sustainable Development
Goals (SDGs). Kasus bunuh diri sebagian besar terjadi pada kondisi depresi berat. Depresi
merupakan masalah kesehatan jiwa yang umum terjadi dan menjadi salah satu penyebab
utama kecacatan di seluruh dunia. Berdasarkan data WHO tahun 2018, secara global,
sekitar 264 juta orang terkena Depresi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2018, angka Depresi berdasarkan wawancara dengan Mini International
Neuropsychiatric Interview (MINI) adalah 6,1% dan baru 9% yang mendapatkan
pengobatan.
Surveilans kasus bunuh diri berbasis FKTP adalah kegiatan pengamatan yang
sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang bunuh diri yang
bersumber dari FKTP untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan
tindakan pencegahan dan tatalaksana gangguan jiwa secara efektif dan efisien.
Penyelenggaraan surveilans bunuh diri berbasis FKTP dilakukan melalui pengumpulan data,
pengolahan data, analisis data, dan diseminasi sebagai satu kesatuan yang tidak
terpisahkan untuk menghasilkan informasi yang objektif, terukur, dapat diperbandingkan
antar waktu, antar wilayah, dan antar kelompok masyarakat sebagai bahan pengambilan
keputusan.
1. Data Kasus Bunuh Menghitung jumlah kasus bunuh Jumlah kasus bunuh diri
Diri diri dibandingkan dengan tahun
Jumlah kasus bunuh diri per tahun:
dibandingkan dengan jumlah tahun Naik
per tahun Tetap
Turun
Contoh:
Jumlah kasus bunuh diri di
tahun 2023 naik dibandingkan
dengan tahun 2022
2 Data kasus bunuh Menganalisis secara diskriptif data Deskripsi jumlah kasus bunuh
diri bunuh diri menurut variabel diri menurut data demografi
karakteristik demografi:
Usia Lebih banyak atau
Jenis kelamin lebih sedikit
Pendidikan Sebagian besar
Pekerjaan (>50%)
Status Pernikahan Banyak (>80%) atau
Tempat tinggal (Desa, sedikit (<20%)
Kecamatan, Kabupaten,
Provinsi)
Waktu (bulan).
3 Data kasus bunuh Menganalisis secara diskriptif data Deskripsi jumlah kasus bunuh
diri bunuh diri menurut variable diri menurut data karakteristik
karakteristik bunuh diri: bunuh diri
Diagnosis gangguan jiwa Lebih banyak atau
Cara/metode bunuh diri lebih sedikit
Riwayat percobaan bunuh diri Sebagian besar
sebelumnya (>50%)
Banyak (>80%) atau
sedikit (<20%)
Contoh:
Sebagian besar metode
bunuh diri adalah gantung
diri (68%)
Lebih banyak kasus bunuh
diri yang pernah
melakukan percobaan
bunuh diri sebelumnya
(48%)
Gambar 18. Contoh Diagram Jumlah Kasus Bunuh Diri Tahun 2022-2024
Jumlah kasus bunuh diri Memberikan umpan balik kepada petugas Kesehatan
meningkat dengan menyampaikan data dan melakukan upaya
berikut:
1. Meningkatkan kegiatan pelatihan pengenalan
gangguan jiwa kepada petugas Kesehatan, kader,
relawan kesehatan jiwa di masyarakat
2. Meningkatkan kerjasama lintas sektor dan lintas
program untuk penemuan kasus gangguan jiwa
3. Meningkatkan kegiatan edukasi masyarakat
tentang pengenalan gangguan jiwa
2 Deskripsi data demografi pada Merancang program sesuai dengan hasil analisis
PEDOMAN SURVEILANS KESWA 48
No Interpretasi Tindak lanjut
kasus bunuh diri: data demografi pada kasus bunuh diri dengan
Lebih banyak atau lebih melibatkan kerjasama lintas program dan lintas
sedikit sektor.
Sebagian besar (>50%)
Banyak (>80%) atau Misal:
sedikit (<20%) jumlah kasus bunuh diri di Desa A lebih banyak
Merekap kasus Menganalisis data Merekap data dan Merekap data dan
bunuh diri yang kasus bunuh diri hasil analisis tiap hasil analisis tiap
dilaporkan ke dari puskesmas Dinkes Kab/Kota. Dinkes Provinsi
puskesmas dan melalui (SETIAP BULAN) (SETIAP BULAN)
menuliskan dalam SIMKESWA.
RM (SETIAP BULAN) Memberikan umpan Memberikan
balik ke Dinkes umpan balik ke
Memasukkan data Memberikan Kab/Kota berupa Dinkes Provinsi
kasus bunuh diri ke umpan balik ke perbandingan data (SETIAP 3 BULAN)
SIMKESWA Puskesmas berupa dengan Kab/Kota
(SETIAP BULAN) interpretasi & lain
tindak lanjut. (SETIAP 3 BULAN)
Memberikan umpan (SETIAP 3 BULAN)
balik kepada tenaga
kesehatan berupa
kelengkapan data &
tindak lanjut.
(SETIAP 3 BULAN)
Pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa adalah masalah kesehatan yang
menjadi perhatian bagi banyak pihak terutama sektor Kesehatan. Berdasarkan Permenkes
no 54 tahun 2017, pemasungan adalah segala bentuk pembatasan gerak ODGJ oleh
keluarga atau masyarakat yang mengakibatkan hilangnya kebebasan ODGJ, termasuk
hilangnya hak atas pelayanan kesehatan untuk membantu pemulihan. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi gangguan psikotik/skizofrenia adalah
7 permil rumah tangga, sehingga jumlahnya diperkirakan sekitar 450 ribu ODGJ berat.
ODGJ berat yang tidak berobat masih ada 15.1%, sedangkan dari 84.9% ODGJ yang sudah
berobat ternyata 48,9% nya belum minum minum obat yang secara rutin. Selain itu kasus
pasung pada gangguan jiwa juga masih tinggi. Sebesar 14% dari gangguan psikotik atau
sekitar 57 ribu kasus mengatakan pernah dipasung dan yang dipasung dalam 3 bulan
terakhir adalah 31,5% kasus.
Surveilans kasus pasung berbasis FKTP adalah kegiatan pengamatan yang sistematis
dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang pasung yang bersumber dari FKTP
untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan pencegahan
dan tatalaksana gangguan jiwa secara efektif dan efisien. Penyelenggaraan surveilans
pasung berbasis FKTP dilakukan melalui pengumpulan data, pengolahan data, analisis
data, dan diseminasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan untuk menghasilkan
informasi yang objektif, terukur, dapat diperbandingkan antar waktu, antar wilayah, dan
antar kelompok masyarakat sebagai bahan pengambilan keputusan.
1. Data Kasus Pasung Menghitung jumlah kasus pasung Jumlah kasus pasung
Jumlah kasus pasung dibandingkan dengan tahun
dibandingkan dengan jumlah tahun per tahun:
per tahun Naik
Tetap
Turun
Contoh:
Jumlah kasus pasung di tahun
2023 naik dibandingkan
dengan tahun 2022
2 Data kasus pasung Menganalisis secara diskriptif data Deskripsi jumlah kasus
pasung menurut variabel pasung menurut data
karakteristik demografi: demografi
Usia
Jenis kelamin Lebih banyak atau
Pendidikan lebih sedikit
Pekerjaan Sebagian besar
Status Pernikahan (>50%)
Tempat tinggal (Desa, Banyak (>80%) atau
Kecamatan, Kabupaten, sedikit (<20%)
Provinsi)
Waktu (bulan).
3 Data kasus pasung Menganalisis secara diskriptif data Deskripsi jumlah kasus
pasung menurut variabel pasung menurut data
karakteristik pasung: karakteristik pasung
Diagnosis gangguan jiwa Lebih banyak atau
Cara/metode pasung lebih sedikit
Inisiator pasung Sebagian besar
Riwayat pasung sebelumnya (>50%)
Rujukan Banyak (>80%) atau
sedikit (<20%)
Contoh:
Sebagian besar metode
pasung adalah dikurung
(68%)
Lebih banyak kasus
pasung yang inisiatornya
adalah ibunya (48%)
1. Data Kasus Pasung Mendata adanya kasus pasung Data kasus pasung dengan
Membandingkan dengan target target tidak adanya kasus
kasus pasung yang harusnya 0 (kasus 0):
(tidak ada kasus pasung) Tercapai
Tidak Tercapai
Contoh:
Terdapat 2 kasus pasung di
tahun 2023 berarti target tidak
tercapai
2 Data kasus pasung Menganalisis secara diskriptif data Deskripsi jumlah kasus
pasung menurut variabel pasung menurut data
karakteristik demografi: demografi
Usia
Jenis kelamin Lebih banyak atau
Pendidikan lebih sedikit
Pekerjaan Sebagian besar
Status Pernikahan (>50%)
Tempat tinggal (Desa, Banyak (>80%) atau
Kecamatan, Kabupaten, sedikit (<20%)
Provinsi)
Waktu (bulan). Contoh:
Sebagian besar kasus
pasung berjenis kelamin
laki-laki (60%)
Lebih banyak kasus
pasung yang
berpendidikan rendah
(48%) dibandingkan yang
bependidikan menengah
dan tinggi
Contoh:
Sebagian besar metode
pasung adalah dikurung
(68%)
Target Kasus
Terdapat kasus pasung Memberikan umpan balik kepada petugas, kader, pihak-
pihak terkait dengan menyampaikan data dan melakukan
2
Deskripsi data demografi pada Merancang program sesuai dengan hasil analisis
kasus pasung: data demografi pada kasus pasung dengan
melibatkan kerjasama lintas program dan lintas
Lebih banyak atau lebih
sektor.
sedikit
Sebagian besar (>50%)
Misal:
Banyak (>80%) atau
jumlah kasus pasung di Desa A lebih banyak
sedikit (<20%)
Merekap kasus Menganalisis data Merekap data dan Merekap data dan
bunuh diri dan kasus kasus bunuh diri hasil analisis tiap hasil analisis tiap
pasung yang dan kasus pasung Dinkes Kab/Kota. Dinkes Provinsi
dilaporkan ke dari puskesmas (SETIAP BULAN) (SETIAP BULAN)
puskesmas dan melalui
menulis dalam RM SIMKESWA. Memberikan umpan Memberikan
(SETIAP BULAN) balik ke Dinkes umpan balik ke
Memasukkan data Kab/Kota berupa Dinkes Provinsi
kasus bunuh diri dan Memberikan perbandingan data (SETIAP 3 BULAN)
kasus pasung ke umpan balik ke dengan Kab/Kota
SIMKESWA Puskesmas berupa lain
(SETIAP BULAN) interpretasi & (SETIAP 3 BULAN)
tindak lanjut.
Memberikan umpan (SETIAP 3 BULAN)
balik kepada tenaga
kesehatan berupa
kelengkapan data &
tindak lanjut.
(SETIAP 3 BULAN)
E. DISEMINASI INFORMASI
Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan atau
presentasi. Laporan tersebut dikirimkan oleh unit penanggungjawab kepada jenjang
struktural yang lebih tinggi, dari Puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota, dari
dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi dan Kementerian
Kesehatan. Informasi dapat didiseminasikan dalam bentuk laporan tertulis maupun
elektronik.
Informasi dapat didiseminasikan kepada seluruh stakeholder yang terkait,
seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi, kepolisian, kemendagri,
pemerintah daerah dan masyarakat pada umumnya. Untuk jajaran kesehatan,
khususnya dinas kesehatan informasi akan menjadi dasar dalam pengambilan
keputusan dan perencanaan pencegahan dan tatalaksana gangguan jiwa serta evaluasi
program.
Tujuan diseminasi:
Meningkatkan pemahaman sasaran dan mengetahui kondisi terkini tentang
masalah kesehatan jiwa di suatu daerah
Melakukan kerja sama dan perencanaan program kesehatan jiwa yang lebih baik
secara lintas sektor dan lintas program
Jaeschke K et al. Global estimates of service coverage for severe mental disorders:
findings from the WHO Mental Health Atlas 2017 Glob Ment Health 2021;8:e27.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Modul Asesmen dan Rencana Terapi
Gangguan Penggunaan Narkotika Edisi Revisi. Jakarta
Lyerla, R., & Stroup, D. F. (2018). Toward a Public Health Surveillance System for
Behavioral Health. Public health reports (Washington, D.C. : 1974), 133(4), 360–365.
https://doi.org/10.1177/0033354918772547
Sadock, Benjamin J. &Virgina A. Sadock. &Pedro Ruiz. 2015. Kaplan & Sadock’s
Synopsis of Psychiatry (11th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer.
Sosin DM, Hopkins RS. Surveillance In: Guest C, Ricciardi W, Kawachi I, Lang I,
eds. Oxford Handbook of Public Health Practice. 3rd ed Oxford: Oxford University Press;
2013:140–147.
Untuk setiap pernyataan, beri tanda pada kotak kolom sesuai dengan pilihan anda,
sebagaimana yang terjadi pada diri anda selama enam bulan terakhir.
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status Pernikahan :
Alamat :
-Desa :
-Kecamatan :
-Kabupaten :
-Provinsi :
Skor
No Pernyataan Tidak Agak Benar
Benar Benar
1 Saya berusaha baik kepada orang lain. Saya peduli
dengan perasaan mereka (pro)
2 Saya gelisah, saya tidak dapat diam untuk waktu lama
(H)
3 Saya sering sakit kepala, sakit perut atau macam
macam sakit lainnya (E)
4 Kalau saya memiliki mainan, CD atau makanan. Saya
biasanya berbagi dengan orang lain (Pro)
5 Saya menjadi sangat marah dan sering tidak dapat
mengendalikan kemarahan saya (C)
6 Saya lebih suka sendiri dari pada bersama dengan
orang seusiaku. (P)
7 Saya biasanya melakukan apa yang diperintahkan oleh
orang lain (C)
8 Saya banyak merasa cemas atau khawatir terhadap
apapun (E)
9 Saya selalu siap menolong jika seseorang terluka,
kecewa, atau merasa sakit (Pro)
10 Bila sedang gelisah atau cemas badan saya sering
bergerak gerak tanpa saya sadari (H)
11 Saya mempunyai satu orang teman baik atau lebih (P)
12 Saya sering bertengkar dengan orang lain. Saya dapat
memaksa orang lain melakukan apa yang saya inginkan
(C)
13 Saya sering merasa tidak bahagia, sedih atau menangis
(E)
14 Orang lain seusia saya umumnya menyukai saya (P)
15 Perhatian saya teralih, saya sulit memusatkan perhatian
pada apapun (H)
16 Saya merasa gugup dalam situasi baru, saya mudah
kehiangan rasa percaya diri (E)
17 Saya bersikap baik terhadap anak-anak yang lebih
muda dari saya (Pro)
18 Saya sering dituduh berbohong atau berbuat curang (C)
Hasil SDQ :
Normal
Borderline
Abnormal
Tindak lanjut :
1. Promosi Kesehatan jiwa
2. Rujuk Fasyenkes
3. Prevensi Gangguan Jiwa
4. Tatalaksana Multidisiplin
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda sering menderita sakit kepala?
2 Apakah anda tidak nafsu makan?
3 Apakah anda sulit tidur?
4 Apakah anda mudah takut?
5 Apakah anda merasa tegang, cemas atau kuatir?
6 Apakah tangan anda gemetar?
7 Apakah pencernaan anda terganggu/buruk?
8 Apakah anda sulit untuk berpikir jernih?
9 Apakah anda merasa tidak bahagia?
10 Apakah anda menangis lebih sering?
11 Apakah anda merasa sulit untuk menikmati kegiatan sehari-hari
12 Apakah anda sulit untuk mengambil keputusan?
13 Apakah pekerjaan anda sehari-hari terganggu?
14 Apakah anda tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat
dalam hidup?
15 Apakah anda kehilangan minat pada berbagai hal?
16 Apakah anda merasa tidak berharga?
17 Apakah andan mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup?
18 Apakah anda merasa lelah sepanjang waktu?
19 Apakah anda mengalami rasa tidak enak diperut?
20 Apakah anda mudah Lelah?
Berdasarkan DSM V, kriteria diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh atau GAD adalah
sebagai berikut:
a. Kecemasan atau ketakutan yang berlebihan (ekspektasi memprihatinkan), terjadi
lebih banyak hari daripada tidak selama setidaknya 6 bulan, mengenai sejumlah
peristiwa atau kegiatan (seperti pekerjaan atau kinerja sekolah)
b. Individu merasa sulit untuk mengontrol kekhawatiran
c. Kecemasan dan kekhawatiran terkait dengan tiga (atau lebih) dari enam gejala
berikut (dengan setidaknya beberapa gejala yang telah ada selama lebih banyak hari
daripada tidak selama 6 bulan terakhir)
Catatan: hanya satu gejala yang wajib ada pada anak-anak
1) Kegelisahan atau perasaan tegang atau gelisah
2) Menjadi mudah lelah
3) Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong
4) Iritabilitas
5) Ketegangan otot
6) Gangguan tidur (kesulitan memulai tidur atau tetap tidur, atau gelisah, tidur yang
tidak memuaskan)
d. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala-gejala fisik menyebabkan distress klinis
signifikan atau gangguan pada bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting pada
bidang lainnya
e. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis penggunaan suatu zat (misalnya.,
penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis lainnya (misalnya.,
hipertiroidisme)
f. Gangguan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (misalnya.,
kecemasan atau kekhawatiran tentang mengalami serangan panik pada gangguan
panik, evaluasi negatif pada gangguan kecemasan sosial, kontaminasi atau obsesi
lainnya pada gangguan obsesif-kompulsif, perpisahan dengan figur yang terikat
dengannya pada gangguan kecemasan perpisahan, ingatan akan peristiwa traumatis
pada gangguan stres pasca trauma, bertambahnya berat badan pada anorexia
nervosa, keluhan fisik pada gangguan gejala somatik, persepsi penampilan yang
kurang/cacat pada gangguan dismorfik tubuh, percaya mengalami penyakit serius
pada gangguan kecemasan penyakit, atau isi keyakinan delusi pada skizofrenia atau
gangguan waham)
a. Onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang) sebagai ciri khas yang
menentukan seluruh kelompok.
b. Adanya sindrom yang khas (berupa “polimorfik” = beranekaragam dan berubah cepat,
atau “schizophrenia-like” = gejala skizofrenia yang khas)
c. Adanya stres akut yang berkaitan (tidak selalu ada, sehingga dispesifikasikan dengan
karakter ke 5; .x0=tanpa penyerta stres akut; .x1=dengan penyerta stres akut).
d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung
Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria episode manik (F30.-) atau
episode depresif (F32.-), walaupun perubahan emosional dan gejala – gejala afektif
individual dapat menonjol dari waktu ke waktu.
Tidak ada penyebab organik, seperti trauma kapitis, delirium dan demensia. Tidak
merupakan intoksikasi akibat penggunaan alcohol atau obat- obatan
Hasil estimasi penduduk ≥15 tahun dengan risiko masalah kesehatan jiwa diperoleh
dari ¼ (data WHO yang menyatakan 1 dari 4 orang berisiko mengalami gangguan
jiwa) dikalikan jumlah penduduk usia > 15 tahun di wilayah tersebut dalam kurun
waktu yang sama.
b. Proporsi hasil skrining penduduk usia ≥ 15 tahun dengan risiko masalah kesehatan
jiwa yang mendapatkan skrining terdiri dari:
1) Proporsi Nilai SDQ dengan Hasil Borderline Dan Abnormal
Data ini didapatkan dengan penghitungan proporsi nilai SDQ dengan hasil
borderline dan abnormal menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah penduduk usia 15-18 tahun dengan hasil borderline dan abnormal
pada penilaian dengan menggunakan SDQ
_________________________________________________ x 100%
Jumlah penduduk usia 15-18 tahun yang dilakukan skrining dengan
menggunakan SDQ
3) Proporsi nilai ASSIST dengan hasil risiko sedang dan risiko tinggi
Data ini didapatkan dengan penghitungan proporsi nilai nilai ASSIST dengan
hasil risiko sedang dan risiko tinggi menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah penduduk usia ≥15 tahun dengan hasil risiko sedang dan risiko
tinggi pada penilaian dengan nilai ASSIST
_________________________________________________ x 100%
Jumlah penduduk usia ≥15 tahun yang dilakukan skrining dengan
menggunakan ASSIST
Jumlah penduduk usia 15-18 tahun dengan hasil borderline dan abnormal
pada penilaian dengan menggunakan SDQ +
Jumlah penduduk usia ≥18 tahun dengan nilai SRQ-20 >6 + Jumlah
penduduk usia ≥15 tahun dengan hasil risiko sedang dan risiko tinggi pada
penilaian dengan nilai ASSIST
_________________________________________________ x 100%
Jumlah penduduk usia ≥15 tahun yang dilakukan skrining
b. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data, maka dilakukan penyajian dalam
bentuk narasi, tabel, grafik, spot map, area map, dan lainnya
30%
29%
29%
28%
28%
28%
27%
2022
Target Skrining
50%
40%
30% 32%
30%
20%
10%
0%
Tahun 2022 Tahun 2023
Target 30% 60%
Skrining 32% 55%
Target Skrining
C. Membuat Diagram Pie dari hasil skrining masalah kesehatan jiwa dengan SDQ,
SRQ-20 dan/atau ASSIST
10
15
75
25%
20% 20% 20%
20%
15%
10%
10%
5%
0%
Tahun 2022
PENANGGUNGJAWAB:
dr. Leon Muhammad
PENYUSUN :
1. Dr.dr. Warih Andan Puspitosari,M.Sc.,Sp.KJ(K)
(FKIK Universitas Muhammadiyah Jogyakarta)
2. dr. Leon Muhammad
3. dr. Edduwar Idul Riyadi, Sp.KJ
4. drg. Luki Hartanti, MPH
5. dr. Herbet Sidabutar, Sp.KJ
6. dr. Lucia Maya Savitri, MARS
7. Bambang Tri Wahono, S.Kep, MPH
8. Setyadi, ST, M.Kes
9. dr. Yunita Arihandayani, MKM
10. Bowo Setiyanto, S.Sos, MKM
11. dr. Yutika Adnindya
12. Muhammad Afrizal
13. dr. Nani Rizkiyati, M.Kes
14. Rizsa Fauziah Ichwani, SKM, MKM
KONTRIBUTOR :
1. dr. Iwan Ariawan, MSPH,
2. Dr. dr. Hervita Diatri, Sp.KJ(K)
3. Dr. dr. Irmansyah, Sp.KJ(K)
4. Aisyah Maulina Zjubaidi , SKM, Msi
5. Dr. Ns. Heni Dwi Windarwati, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.J
6. Rizki Aulia. S Psi , M Psi Psikolog
7. Bambang Purwanto, SKM, MKM
8. dr. Husni Arbie
9. dr. Hasyati Dwi Kinasih
10. Dara Puspita, SKM, MKM
11. Yogo Krisworo, S.Kep
12. dr. Weni Muniarti, MPH
13. Chrysti Mei Manik
14. Dwi Agung W.
15. dr. Yunia Zubir