MODUL 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi singkat
B. Tujuan Pembelajaran umum dan khusus
C. Pokok bahasan dan sub pokok bahasan
D. Model pembelajaran
BAB II PENGERTIAN & PERJALANAN TBC
BAB III DIAGNOSIS & CARA PEMERIKSAAN TBC PADA ANAK
A. Gejala-gejala TBC
B. Algoritma diagnosis TBC
C. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis TBC
D. Penulisan diagnosis TBC
BAB IV DIAGNOSIS & CARA PEMERIKSAAN TBC PADA DEWASA
A. Gejala-gejala TBC
B. Algoritma diagnosis TBC
C. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis TBC
D. Penulisan diagnosis TBC
BAB VI PENUTUP
A. Latihan soal
B. Pembahasan
C. Referensi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TBC
pada anak terjadi pada usia 0-18 tahun dan TBC pada dewasa diatas 18
tahun.
Diagnosis TBC pada anak relatif lebih sulit daripada dewasa, oleh karena
anak sulit mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan BTA ataupun TCM.
Namun demikian, TBC pada dewasa kadang juga menunjukkan gejala
yang tidak khas dan pemeriksaan sputum menunjukkan hasil negatif.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan pembelajaran umum
Peserta memiliki pemahaman mengenai diagnosis TBC pada anak dan
dewasa
2. Tujuan pembelajaran khusus
a. Peserta memiliki pemahaman mengenai pengertian dan
perjalanan TBC.
b. Peserta memiliki pemahaman mengenai diagnosis dan cara
pemberiksaan TBC pada anak.
c. Peserta memiliki pemahaman mengenai diagnosis dan cara
pemberiksaan TBC pada dewasa.
C. Bahasan
1. Pokok bahasan
Diagnosis TBC pada Anak dan Dewasa
2. Sub pokok bahasan
a. Pengertian & Perjalanan TBC
2
b. Diagnosis & Cara Pemeriksaan TBC pada Anak
1) Gejala-gejala TBC
2) Algoritma diagnosis TBC
3) Penulisan diagnosis TBC
4) Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis TBC
c. Diagnosis & Cara Pemeriksaan TBC pada Dewasa
1) Gejala-gejala TBC
2) Algoritma diagnosis TBC
3) Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis TBC
4) Penulisan diagnosis TBC
D. Model Pembelajaran
Pada modul ini bentuk pelatihan adalah menggunakan sistem kuliah
mimbar atau pemaparan langsung, fasilitator memberikan materi pelatihan
secara interaktif dengan peserta dan berdiskusi aktif mengenai materi.
Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan modul ini adalah
1. Pemaparan materi dan diskusi
Fasilitator: memberikan materi
Peserta: mendengarkan, memahami materi, dan berdiskusi interaktif
dengan fasilitator
2. Small group discussion
Fasilitator: memandu diskusi group
Peserta: berdiskusi dengan sesama peserta mengenai materi
E. Praktek Keterampilan
1. Uji tuberkulin
2. Studi Kasus
3
BAB II
PENGERTIAN DAN PERJALANAN TUBERKULOSIS (TBC)
A. Pengertian TBC
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TBC
pada anak terjadi pada usia 0-18 tahun dan TBC pada dewasa diatas 18
tahun.
Faktor risiko penularan TBC pada anak sama halnya dengan TBC pada
umumnya, tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan dan daya tahan
tubuh. Pasien TBC dengan BTA positif dan TCM M.tb detected,
memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien
TBC dengan BTA negatif dan TCM M.tb not detected, namun masih
memiliki kemungkinan menularkan bakteri M.tb. Tingkat penularan pasien
TBC BTA positif adalah 65%, pasien BTA negatif dengan hasil kultur positif
adalah 26% sedangkan pasien TBC dengan hasil kultur negatif dan foto
toraks positif adalah 17%.
Diagnosis TBC pada anak relatif lebih sulit daripada dewasa, oleh karena
anak sulit mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan BTA ataupun TCM.
Namun demikian, TBC pada dewasa kadang juga menunjukkan gejala
yang tidak khas dan pemeriksaan sputum menunjukkan hasil negatif.
Pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin, Interferon gama (IGRA) dan
foto thorak, serta lainnya sesuai kebutuhan, akan meningkatkan ketajaman
diagnosis baik pada anak dan dewasa.
Penularan TBC biasanya melalui inhalasi droplet nuklei yang kecil saja (15
mikron) yang dapat melalui dan menembus sistem mukosiliar saluran
napas untuk mencapai bronkiolus dan alveolus. Basil TBC berkembang
biak dan menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah. Sampai pada
alveolus, aka terjadi reaksi inflamasi non spesifik yang disebut fokus
4
primer. Makrofag akan memfagosit basil TB tetapi tidak semuanya mati.
Penyebaran secara limfogen akan mencapai kelenja regional sedangkan
penyebaran hematogen akan mencapai organ tubuh lain membuat tuberkel
kecil yang terlokalisir di suatu organ.
Pada organ tertentu (par terutama lapangan atas, ginjal, dan otak), basil
berkembang biak secara luas. Sewaktu imunitas spesifik mulai terbentuk,
tubuh akan menghambat perkembangan basil TBC. Pada sebagian kasus,
imunitas spesifik kurang mampu menghambat sehingga tuberkel
bertambah banyak dan merusak organ tersebut, sehingga muncul gejala,
kondisi ini disebut sakit TBC. Kurang lebih 10% individu yang terkena
infeksi TBC akan menjadi sakit. Pada keadaan tertentu (balita dan usia
pubertas, daya tahan tubuh menurun), kemungkinan menjadi sakit lebih
besar.
Interval waktu dari sejak terinfeksi TBC sampai ke menjadi sakit TBC,
sangat bervariasi. Anak balita, cenderung akan lebih cepat menjadi sakit
TBC, apalagi pada anak stunting ataupun malnutrisi, sehingga dapat
menderita TBC dalam bentuk berat. Pada kondisi anak dengan status
nutrisi dan imunitas cukup baik, maka bakteri M.tb akan dorman di dalam
organ-organ tubuh dengan bantuan pengawalan imunitas seluler spesifik,
sehingga tidak menimbulkan gejala. Kondisi ini disebut infeksi TBC laten.
Kondisi ini bisa bertahan, bahkan sampai di usia dewasa. Di usia dewasa,
jika terjadi sistem imunitas yang menurun, maka akan terjadi re-aktivasi
dari M.tb yang berada di dalam tuberkel, dan berkembang biak menjadi
banyak dan merusak organ yang terlibat, sehingga menimbulkan gejala.
Sebagian besar akan berkembang di focus Simon yang berada di apex
paru, kadang bersifat endobronchial, sehingga dapat ditemukan M.tb pada
pemeriksaan BTA dan TCM dari specimen sputum.
Itulah perjalanan penyakit TBC sejak awal seorang anak terinfeksi M.tb,
dan menjadi sakit TBC pada usia anak, ataupun menjadi sakit TBC pada
usia dewasa.
5
B. Perjalanan TBC
Patogenesis dari TBC terkait erat dengan respon imun dari inang (host).
Pada sebagian besar inang, invasi patogen TBC akan direspon secara
adekuat oleh sistem imun, membatasi pertumbuhan bakteri, dan
mencegah terjadinya infeksi. Secara paradoks, sebagian besar kerusakan
jaringan yang ditimbulkan pada infeksi TBC justru berasal dari respon imun
inang, misalnya pada kejadian nekrosis perkijuan dan kavitas yang khas
dilihat pada paru pasien TBC. Pada pasien dengan sistem imun yang
inadekuat, misalnya pada pasien HIV, dapat menghasilkan tanda dan
gejala yang atipikal. Pada pasien TBC HIV, penampakan kavitas biasanya
tidak dijumpai pada foto toraks. Meskipun demikian, meskipun tidak atau
sedikit dijumpai kerusakan jaringan akibat respon imun inang pada pasien
TBC HIV, rendahnya respon imun mengakibatkan bakteri TBC lebih mudah
berproliferasi dan menyebar. Hal tersebut dapat dilihat dari gambaran foto
toraks TBC miliar yang umum.
Sekitar 30% dari orang yang terpajan terhadap kuman TBC akan terinfeksi
dengan TB. Dari pasien yang terinfeksi TB, sekitar 3 – 10 % akan
berkembang menjadi TB aktif dalam 1 tahun pertama setelah infeksi.
Setelah 1 tahun, sekitar 3 – 5 % pasien dengan TB laten akan berkembang
menjadi TB aktif, sisanya akan tetap memiliki TB laten sepanjang hidup.
Seorang anak dapat tertular M.tb dari orang dewasa yang sakit TBC aktif.
Penularan TBC biasanya melalui inhalasi droplet nuklei yang kecil saja (<5
mikron) yang dapat melaluidan menembus sistem mukosiliar saluran
napas untukmencapai bronkiolus dan alveolus. Basil TBC berkembang
biak dan menyebar melalu saluran limfe dan aliran darah. Sampai pada
alveolus, akan terjadi reaksi inflamasi non spesifik yang disebut fokus
primer. Makrofag akan memfagosi basil TBC tetapi tidak semuanya mati.
Penyebaran secara limfogen aka mencapai kelenjar regional sedangkan
penyebaran hematogen akan mencapai organ tubuh lain membuat
tuberkel kecil yang terlokalisir di suatu organ. Kuman TBC, dengan
6
bantuan sistem limfatik dan pembuluh darah, dapat tersebar ke jaringan
dan organ yang lebih jauh misalnya kelenjar limfatik, apeks paru, ginjal,
otak, dan tulang.
Pada orga tertentu (paru terutama lapangan atas, ginjal, dan otak), basil
berkembang biak secara luas. Sewaktu imunitas spesifik mulai terbentuk,
tubuh akan menghambat perkembangan basil TBC. Pada sebagian kasus,
imunitas spesifik kurang mampu menghambat sehingga tuberkel
bertambah banyak dan merusak organ tersebut, sehingga muncul gejala,
kondisi ini disebut sakit TBC atau kadang disebut TBC aktif. Kurang lebih
10% individu yang terkena infeksi TBC akan menjadi sakit TBC. Pada
keadaan tertentu (balita dan usia pubertas, daya tahan tubuh menurun),
kemungkinan menjadi sakit TBC lebih meningkat.
Interval waktu dari sejak terinfeksi TBC sampai ke menjadi sakit TBC,
sangat bervariasi. Anak balita, cenderung akan lebih cepat menjadi sakit
TBC, apalagi pada anak stunting ataupun malnutrisi, sehingga dapat
menderita TBC dalam bentuk berat. Pada kondisi anak dengan status
nutrisi dan imunitas cukup baik, maka bakteri M.tb akan dorman di dalam
organ-organ tubuh dengan bantuan pengawalan imunitas seluler spesifik,
sehingga tidak menimbulkan gejala. Kondisi ini disebut infeksi TBC laten.
Kondisi ini bisa bertahan, bahkan sampai di usia dewasa.
Sekitar 30% dari orang yang terpajan terhadap kuman TB akan terinfeksi
dengan TB. Dari pasien yang terinfeksi TB, sekitar 3 – 10 % akan
berkembang menjadi TB aktif dalam 1 tahun pertama setelah infeksi.
Setelah 1 tahun, sekitar 3 – 5 % pasien dengan TB laten akan berkembang
menjadi TB aktif, sisanya akan tetap memiliki TB laten sepanjang hidup.
Di usia dewasa, jika terjadi sistem imunitas yang menurun, maka akan
terjadi re-aktivasi dari M.tb yang berada di dalam tuberkel, dan
berkembang biak menjadi banyak dan merusak organ yang terlibat,
sehingga menimbulkan gejala. Sebagian besar akan berkembang di focus
Simon yang berada di apex paru, kadang bersifat endobronkhial, sehingga
7
dapat ditemukan M.tb pada pemeriksaan BTA dan TCM dari specimen
sputum.
Itulah perjalanan penyakit TBC sejak awal seorang anak terinfeksi M.tb,
dan menjadi sakit TBC pada usia anak, ataupun menjadi sakit TBC pada
usia dewasa.
Kuman TBC yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut fokus
primer. Fokus primer ini dapat timbul di bagian mana saja dalam paru. Dari
fokus primer akan terjadi peradangan saluran getah bening menuju hilus
8
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Fokus primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu kejadian sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara:
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman TB
akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya atau tertelan.
c. Penyebaran secara limfogen ke kelenjar limfa sekitar dan dapat
menyebabkan limfadenitis TB. Sistem limfatik paru menyediakan
rute penyebaran M.tuberculosis secara langsung dari fokus infeksi
awal pada paru ke kelenjar limfa sekitarnya di mana respon imun
selanjutnya terbentuk.8 Pada pembuluh limfa sendiri terjadi
inflamasi progresif sebagai bagian dari proses infeksi primer.
Kuman M. tuberculosis akan menyebar di saluran pembuluh limfa
pada awal-awal infeksi. Penyebaran pada penjamu yang memiliki
defek imun baik lesi pada paru maupun kelenjar limfa dapat
bersifat progresif. Penyebaran infeksi ke ekstra paru biasanya
berawal dari penyebaran ke kelenjar limfa. Penyebaran dari
simtem limfatik ini dapat berlanjut ke penyebaran hematogen
melalui duktus torasikus.
d. Penyebaran secara hematogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
9
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imunitas yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti TB milier, meningitis TB,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
TB pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin
berakhir dengan:
a. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat
ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
b. Meninggal.
10
BAB III
DIAGNOSIS DAN CARA PEMERIKSAAN TBC PADA ANAK
Anamnesis
Identifikasi faktor risiko
• Sosial ekonomi
• Status gizi: malnutrisi dan stunting
• Riwayat kontak dengan penderita TBC paru dewasa terutama yang
terkonfirmasi bakteriologis (dapat juga penderita TB ekstra paru yang ko-
insiden dengan TB paru). Kontak TBC yang dicurigai bisa kontak serumah
atau kontak erat yang dinilai dari beberapa aspek, kedekatan kontak, dan
durasi kontak.
Pada kondisi yang dicurigai TBC ekstra paru, bisa terdapat keluhan lokal
sesuai organ yang dikenai, misalnya:
1. TB panggul: Umumnya Pasien Berjalan pincang
2. TB Spondilitis: Umumnya Pasien terdapat Benjolan di punggung
11
3. TB Meningitis: Umumnya Pasien Kejang dengan kesadaran menurun,
sakit kepala
4. TB abdomen: Umumnya Pasien Gangguan pencernaan, atau benjolan
di perut
5. TB Limfadenitis: Umumnya Pasien terdapat Benjolan di leher
6. TB Kulit: lesi kulit yang bersifat kronis
7. TB Mata: keluhan mata merah dana tau disertai kabur
8. TB Sendi: jika terdapat pembengkakan di sendi panggul, atau sendi
lutut dan siku, serta sendi lainnya
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada anak dengan gejala klinis suspek TB dimulai
dengan:
1. Tanda vital seperti kesadaran, suhu dan frekuensi pernapasan dapat
meningkat.
2. Pemeriksaan berat badan, pencatatan berat badan dan
membandingkan dengan berat sebelumnya, nilai apakah terdapat
penurunan berat badan atau gagal tumbuh (failure to thrive).
3. Pemeriksaan fisik torak dapat ditemukan auskultasi dan perkusi dalam
batas normal, tetapi dapat juga menunjukkan tanda sesuai dengan
kelainan pada paru (napas bronkial, ronki) atau efusi pleura (suara
napas menurun).
4. Pemeriksaan fisik pada organ yang dicurigai, misal pemeriksaan
kelenjar limfe leher, benjolan pada punggung, dll
B. Alur Diagnosis TBC pada Anak dan peran sistem skoring TBC anak
Alur diagnosis TBC anak digunakan pada anak-anak yang menunjukkan
gejala TBC. Alur ini dimulai oleh deskripsi ada tidaknya gejala TBC pada
anak, di sini tertulis 4 gejala utama, yang menetap walau sudah diberikan
terapi yang adekuat.
13
Gambar 3.1 Alur Diagnosis TBC Paru Anak
14
Tabel 1 Sistem Penilaian (Scoring) Gejala dan
Pemeriksaan Penunjang TBC
Parameter 0 1 2 3
Kontak TBC Tidak jelas Laporan BTA (+)
keluarga, BTA
(-) atau tidak
tahu
Uji tuberkulin negatif Positif (≥10 mm,
atau ≥5 mm
pada keadaan
imunosupresi)
Berat badan Gizi cukup Bawah garis Klinis gizi buruk
(berdasarkan merah atau
KMS) Riwayat BB
turun/tidak naik
dalam 2 bulan
Demam tanpa - +
sebab jelas
Batuk < 3 minggu ≥ 3 minggu
Pembesaran klj - ≥1 cm, jumlah
limfe kolli, aksila, >1, tidak nyeri
inguinal
Pembengkakan Tidak ada Ada
tulag/ sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto rontgen normal Sugestif/ curiga
toraks
15
Penulisan diagnosis sakit TBC anak hendaklah mengikuti tata cara
berikut :
1. Diagnosis bakteriologis :
a. TBC terkonfirmasi bakteriologis
b. TBC klinis (tidak terkonfirmasi bakteriologis)
2. Diagnosis sesuai organ :
a. TBC Paru
b. TBC Ekstra paru : disebutkan organnya
3. Diagnosis berdasarkan resistensi terhadap obat:
a. TBC Sensitif Obat (TBC SO)
b. TBC Resisten Obat (TBC RO)
4. Kode ICD X TBC anak (rincian kode dilihat pada Lampiran 3)
C. Pemeriksaaan Penunjang
1. Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin adalah injeksi intradermal dari kombinasi antigen
mikobakterium yang menimbulkan respon imun (hipersensitivitas tipe
lambat), yang dapat menimbulkan indurasi, dan diukur dalam milimeter.
Penyuntikan berulang tidak boleh dilakukan pada titik yang sama karena
dapat mengakibatkan tes ini menjadi tidak dapat diandalkan (karena
jumlah tuberkulin yang disuntikkan secara intradermal tidak dapat
dipastikan secara tepat).
16
Cara membaca dan interpretasi hasil uji tuberkulin harus dicermati
dengan baik, agar tidak memberikan hasil negative palsu ataupun positif
palsu,
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Setiap kecurigaan terhadap TBC harus diupayakan untuk pembuktian
konfirmasi bakteriologisnya. Metode pemeriksaan utama untuk
konfirmasi bakteriologis adalah
a) Kultur M.tuberkulosis : membutuhkan waktu 2-12 minggu, tidak
semua senter tersedia. Keuntungannya adalah dapat melihat
resitensi terhadap obat TBC yang lain.
b) Tes Cepat Molekuler (TCM) dengan mesin Xpert M.TB/RIF: alatnya
tersedia di hampir setiap RS pemerintah, juga Puskesmas besar.
17
Pemeriksaan TCM ini memberikan 2 petunjuk yaitu : M.tb detected
atau tidak, kedua, jika detected, apakah resisten rifampisin atau
tidak.
c) Basil Tahan Asam (BTA) : pemeriksaan sederhana dan dimiliki oleh
seluruh Puskesmas, menujukkan hasil dengan skala positif 1-3
(terutama masih bisa dilakukan pada daerah perifer yang tidak
memiliki alat pemeriksaan TCM).
a) Terdapat beberapa pemeriksaan bakteriologis lainnya seperti LPA,
LAMP, dll, namun hanya dilakukan pada kecurigaan pasien TBC
Resisten Obat (penjelasan rinci pada diagnosis TBC dewasa)
4. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan ini terutama dilakukan pada TBC ekstraparu, di mana
spesimen tergantung pada organ yang dikenai. Misalnya biopsy kelenjar
getah bening di leher, sitologi pada cairan efusi pleura, spesimen
jaringan hasil bronkoskopi, dll.
18
Infeksi HIV Vaksin BCG
Penyimpanan tuberkulin tidak sesuai Infeksi non-tuberculous
ketentuan mycobacteria
Infeksi virus (measles, varicella)
Vaksin aktif dalam 6 minggu terakhir
Malnutrisi
Negatif Palsu Positif palsu
Infeksi bakteri (tifoid, lepra, pertussis)
Obat imunosupresi (kortikosteroid)
Neonatal
Imunodefisiensi primer
Penyakit jaringan limfoid (Hodgkin,
limfoma, leukemia, sarkoidosis)
Protein rendah
TBC berat
19
Beberapa Contoh Hasil Pemeriksaan Foto Thorak pada Kasus
TBC Anak
20
BAB IV
DIAGNOSIS DAN CARA PEMERIKSAAN TBC PADA DEWASA
21
4. Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada
sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung
luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan
penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan
paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah
apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior
(S6). Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah kasar/halus, dan/atau
tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
23
Sumber: KMK no HK.01.07/MENKES/755/2019, Kementerian
Kesehatan Indonesia
Diagram 1. Alur Diagnosis TBC dan TBC Resistan Obat
Sumber: SE No HK.02.02/III.1/936/2021
24
berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP). Pada faskes yang tidak
mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses TCM, penegakkan
diagnosis TBC tetap menggunakan mikroskop. BTA (+) adalah jika
salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil
pemeriksaan BTA positif. Apabila hasil pemeriksaan mikroskopis
BTA (-) dan setelah pemberian antibiotik spektrum luas (non OAT
dan non kuinolon) selama 1-2 minggu tidak didapatkan perbaikan
klinis dan pada pasien terdapat factor risiko TBC tinggi, maka
penegakkan diagnosis TBC dapat dilakukan secara klinis oleh
dokter.
c. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan bakteri merupakan baku emas (gold
standard) dalam mengidentifikasi M tuberculosis. Biakan bakteri
untuk kepentingaan klinis umum dilakukan menggunakan dua jenis
medium biakan, yaitu media padat (Lowenstein-Jensen) dan media
cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube/MGIT). Jika terjadi
pertumbuhan koloni pada biakan, maka dilanjutkan dengan
identifikasi spesies M. tuberculosis dengan Rapid Test TBC Ag
MPT64. Hasil biakan positif juga dapat dilanjutkan dengan uji
resistensi terhadap OAT lini 1 dan 2. Rerata waktu yang dibutukan
25
untuk mendeteksi pertumbuhan basil dengan menggunakan
metode MGIT adalah 21.2 hari (kisaran 4-53 hari) sedangkan
dengan metode konvensional Lowenstein-Jensen membutuhkan
rerata waktu 40.4 hari (kisaran 30-56 hari). Jika terjadi
pertumbuhan koloni pada biakan, maka dilanjutkan dengan
identifikasi spesies M. tuberculosis dengan Rapid Test TBC Ag
MPT64. Hasil biakan positif juga dapat dilanjutkan dengan uji
resistensi terhadap OAT lini 1 dan 2.
26
aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologi tersebut.
2) Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan
aktivitas proses penyakit.
28
Adalah pasien TBC yang terbukti positif pada hasil pemeriksaan
contoh uji biologinya (sputum dan jaringan) melalui pemeriksaan
mikroskopis langsung, TCM TBC, atau biakan.
2. Klasifikasi pasien TB
29
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien
juga diklasifikasikan menurut:
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
1) Tuberkulosis paru:
Adalah TB yang berlokasi pada parenkim (jaringan) paru. Milier
TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan
paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga
menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB
paru.
2) Tuberkulosis ekstraparu:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya:
pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,
selaput otak dan tulang. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus
dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Diagnosis TB ekstra paru
dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis
atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan secara
bakteriologis dengan ditemukannya Mycobacterium
tuberculosis. Bila proses TB terdapat dibeberapa organ,
penyebutan disesuaikan dengan organ yang terkena proses TB
terberat.
31
5) Extensive drug resistan (TB XDR) adalah Mycobacterium
tuberculosis yang resistan terhadap salah satu OAT kelompok
A dan OAT golongan fluorokuinolon.
6) Resistan Rifampisin (TB RR) adalah Mycobacterium
tuberculosis yang resistan terhadap rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotip (tes cepat molekuler) atau
metode fenotip (konvensional).
32
BAB V
PENUTUP
A. Latihan Soal
Studi Kasus TBC Umum
1. Apa saja gejala klinis khas TBC?
2. Siapa saja populasi berisiko tinggi TBC?
3. Bagaimana cara mendiagnosis TBC di faskes yang belum
mempunyai fasilitas TCM?
4. Apa saja data yang perlu dilengkapi dalam penulisan diagnosis
TBC?
Studi Kasus TBC Dewasa
5. Studi kasus 1 Diagnosis TBC pada dewasa : Seorang laki-laki 35
tahun datang dengan keluhan batuk 2 bulan, badan semakin
kurus, meriang selama 1 bulan dan keringat malam. Apa yang
Anda lakukan jika didapatkan hasil sputum TCM negatif ( MTB
Not Detected )?
6. Studi kasus 2 Diagnosis TBC pada dewasa : Pasien perempuan
50 tahun, dengan batuk lama, berat badan turun, nafsu makan
turun dan keringat malam. Hasil sputum TCM “MTB detected low,
rifampisin resisten not detected”. Pasien juga ada benjolan di
leher kanan bergerombol, dengan hasil FNAB radang chronic
granulomatosa, terdapat sel datia Langhan. Pasien belum pernah
berobat TBC sebelumnya. Saat diperiksa status HIV nya ternyata
pasien dengan HIV reaktif. Bagaimana penulisan diagnosis yang
tepat untuk pasien ini?
7. Studi kasus 3 Diagnosis TBC pada dewasa : Pasien laki-laki 50
tahun datang dengan keluhan batuk berdahak kuning sejak 2
minggu , demam sejak 3 hari dan sesak napas sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien tampak kurus, nafsu makan
menurun, keringat malam kadang-kadang. Pasien memiliki
riwayat TBC paru 5 tahun yang lalu sudah berobat rutin selama 6
33
bulan. Tindakan apa yang dilakukan pada pasien untuk
menentukan adanya TBC kambuh atau tidak?
Studi Kasus TBC Anak
8. Studi kasus 1:
• Anamnesis: A, anak laki-laki 13 bulan dibawa ke IGD dengan
keluhan batuk 17 hari, disertai demam 2 minggu, batuk 3
minggu,. keluhannya penderita sudah berobat ke 2 orang dokter
umum, diberi antibiotika namun keluhan tidak berkurang. berat
badan turun 1 kilogram selama 2 bulan terakhir. batuk
pagi/siang/malam intensitas sama, semakin lama cendrung
memberatRiwayat alergi : tidak ada. Ayah pasien diketahui
menderita TBC paru BTA (+) dan sedang mendapat
pengobatan TBC 2 minggu . Imunisasi dasar lengkap, scar BCG
ada. Pasien tinggal bersama ibu, ayah, 2 kakak ( 3 dan 6 tahun).
Kakak sehat tidak ada keluhan.
• Pemeriksaan Fisik: BB: 7.5 kg, TB: 72 cm (BB/TB -2SD sampai
-3SD) Tampak sakit sedang, composmentis, anak tampak tidak
aktif RR= 58 x/m; S: 37,9oC; N: 180 x/m; CRT < 2”, SpO2 room
air 89-90%; dengan oksigen 1lt/mnt/nasal: 97%. Tanda
dehidrasi tidak ada, Kelenjar getah bening tidak teraba
membesar, sklera tak ikterik, retraksi ada (subcostal), pada
auskultasi toraks didapatkan crackles, Hepar: 2 cm bac, Lien
tidak teraba, dan tidak dapatkan acrosianosis, pembesaran
sendi (-), Baggy pant (-), dermatosis (-).
• Pemeriksaan penunjang: TCM sputum: terdeteksi M.
tuberculosis, sensitif rifampisin
• BTA sputum: -/-/-
• Tes tuberkulin : diameter indurasi 11 mm Hb: 10 g/dL, L:
10.700/mm3, Ht: 36%, T: 420.000/mm3
• DC: 0/0/2/70/25/3
• CRP: 25 mg/dL
• SGOT : 35 mg/dl
• SGPT : 48 mg/dl
34
• Urine rutin normal
• Radiologis:
Pertanyaan:
1. Apa saja masalah yang terjadi pada pasien?
2. Dengan keterangan diatas berapa skor TB anak tersebut?
3. Apa Diagnosis anak tersebut?
4. Apa dasar diagnosis?
5. Bagaimana tatalaksana pasien ini?
6. Pemeriksaan penunjang apa lagi yang diperlukan?
7. Hal apa lagi yang harus dilakukan?
9. Studi kasus 2:
Seorang anak perempuan, usia 2 tahun berat badan 7 kg, TB 75 cm,
masuk IGD dengan keluhan kejang disertai penurunan kesadaran
sejak 1 hari sebelum masuk RS. Kejang seluruh tubuh 1x, kejang
+10 menit berhenti sendiri kemudian anak tidak sadar. Demam
hilang timbul, tidak terlalu tinggi sejak 5 hari yang lalu, demam
terutama malam hari, tidak menggigil. Pasien terihat tidak aktif sejak
1 bulan terakhir. muntah ada sejak 2 hari yang lalu. Berat badan
turun 1 kg dalam 1 bulan terakhir, nafsu makan berkurang 2 minggu
terakhir. Kontak TB disangkal. Diare tidak ada. Riwayat kontak
dengan penderita TB : kakek baru 1 bulan meninggal kareana TB,
BTA tidak diketahui tinggal disebelah rumah. Imunisasi tidak
lengkap, ibu lupa sudah imunisasi apa saja.
• Pemeriksaan fisik: Keadaan umum sedang, kesadaran
E3V2M3, TD 110/70 mmHg, Nadi 120x /menit, reguler, kuat
angkat. Napas 20x/menit, Suhu 38,3 C, Saturasi 96%. Pupil
35
isokor, Rc +, Kaku kuduk positif, Brudzinski I positif, Brudzinski
II negatif. Kelenjar getah bening 2 buah ukuran 1 cm pada leher
kanan. Scar BCG tidak ada
Pembengkakan sendi tidak ada
Old man face (+), Baggy pant (+), dermatosis (-), edema (-)
• Pemeriksaan penunjang
• Hb: 9,8 g/dL, L: 2.700/mm3, Ht: 36%, T: 120.000/mm3
• MCH : 76
• MCV : 25
• DC: 0/0/2/35/60/3
• CRP: 20 mg/dL
• SGOT : 35 mg/dl
• SGPT : 48 mg/dl
• Tes tuberkulin : diameter indurasi 6 mm
• TCM : MTB not detected, Rifampisin resisten not detected
Pertanyaan:
• Apa diagnosis kerja anda? Apa dasar diagnosis?
• Bagaimana tatalaksana anda untuk pasien ini?
• Pemeriksaan apalagi yang dapat dilakukan?
10. Studi kasus 3:
Seorang anak perempuan, usia 5 tahun, datang dengan keluhan
berat badan sulit naik sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat batuk 1 bulan
semakin lama semakin parah. demam lama disangkal. Anak makan
36
3x sehari, porsi cukup. Berat badan tidak naik. 2 bulan terakhir.
Riwayat kontak dengan penderita TB disangkal. Pembengkakan
sendi tidak ada, pembesaran KGB ada.
Bapak pasien perokok aktif, kurus, sering batuk, riwayat batuk
berdarah 1 tahun yang lalu, namun belum pernah diperiksakan ke
dokter.
• Pemeriksaan fisik: Sadar, status gizi pasien gizi kurang, tanda
vital dalam batas normal, konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik. Teraba kelenjar multiple ukuran diameter 2 cm pada
leher kiri. Pemeriksaan paru ditemukan “crackles’ pada paru kiri
dan wheezing minimal pada paru kanan. Tidak terdapat
pembengkakan pada sendi serta kelainan kulit. Tidak ada
desaturasi. Frekuensi napas semenit normal. Suhu tubuh
normal. Tes tuberkulin.
• Pemeriksaan penunjang:
• Darah rutin normal
• Thorak foto normal
• Tes tuberculin menunjukan hasil indurasi diameter 5 mm.
Pertanyaan:
• Berdasarkan keterangan di atas, Berapa skor TB anak itu?
• Tindakan dan apa yang anda lakukan?
11. Studi kasus 4:
Anak 4 tahun, BB 16 kg, dibawa orangtua nya datang ketempat
saudara, karena ingin mendapat second opinion dengan
menunjukkan hasil uji tuberkulin yang baru dilakukan 3 hari yl 18
mm, hasil foto thoraks terbaru menyatakan infiltrat paru stq dari foto
thoraks sebelumnya, pemeriksaan darah rutin menunjukkan LED
30. Oleh SpA sebelumnya sudah diberikan pemberian OAT selama
6 bulan, akan diberikan lagi OAT bulan ke ke 7 karena hasil uji
tuberkulin pada awalnya 6 bulan yang lalu 12 mm dan foto foto
thoraks menunjukkan hasil stq, meskipun BB Anak naik 2 kg selama
pengobatan dan gejala klinis batuk kearah TB yang terdapat pada
awal sakit saat ini sudah menghilang
37
Bagaimana komentar saudara ?
B. Pembahasan
Studi Kasus TBC Umum
1. Gejala utama pasien TBC paru adalah batuk berdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan. Gejala TBC ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat.
2. Sesuai dengan populasi berisiko tinggi TBC
3. Sesuai alur diagnosis TBC
4. Penulisan diagnosis TBC:
• Terkonfirmasi bakteriologis/klinis
• Lokasi: paru/ekstraparu
• Riwayat pengobatan sebelumnya
• Uji kepekaan obat
• Status HIV
Studi Kasus TBC Dewasa
5. Sesuai alur diagnosis TBC
38
6. Lokasi : Paru/Ekstraparu → TB paru dan limfadenitis tb → termasuk
TBC paru
Terkonfirmasi bakteriologis/ terdiagnosis klinis→ terkonfirmasi
bakteriologis
Kasus Baru/ Riwayat pengobatan sebelumnya→ kasus baru
Uji kepekaan obat→ TBC sensitive obat
Status HIV→ positif
7. Pembahasan Studi kasus 3 Diagnosis TBC pada Dewasa
• Periksa sputum TCM→ jika positif didiagnosis sebagai TBC kasus
kambuh, jika negatif lanjutkan dengan pemeriksaan foto toraks
• jika didapatkan foto toraks suggestive TBC → jangan buru buru
didiagnosis dengan TBC relaps → bandingkan dengan foto toraks
post pengobatan OAT sebelumnya. ( seringkali fibrotik/sequele
TBC dibaca oleh expertise sebagai TB paru aktif )
• jika tidak ada perbedaan antara foto toraks saat ini dengan foto
toraks post OAT sebelumnya maka kemungkinan saat ini pasien
dengan sequele TBC/ TBC inaktif dan gejala yang ada sekarang
39
disebabkan oleh infeksi sekunder lainnya. Obati dengan antibiotik
non OAT terlebih dahulu dan lihat ada tidaknya perbaikan gejala.
• Jika terdapat penambahan infiltrate /fibroinfiltrat pada foto toraks
yang baru maka dapat dicoba diobati dengan antibiotik non OAT
terlebih dahulu. Jika tidak ada perbaikan gejala dan foto toraks
evaluasi 2 minggu setelahnya→ dapat didiagnosis sebagai TBC
paru relaps secara klinis
Studi Kasus TBC Anak
8. Pembahasan Studi kasus 1 Diagnosis TBC Anak
• Jawaban Nomor 1:
• Batuk lebih 2 minggu → Batuk kronik
• Demam lebih 2 minggu
• Batuk tidak berkurang, walaupun diberi antibiotik
• Penurunan berat badan 1 kg dalam 2 bulan terakhir
• Ada kontak TB (Ayah) dangan BTA (+)
• Gizi kurang (moderate malnutrition)
• Jawaban Nomor 2: Skoring TBC
40
• Batuk > 2 minggu
• Panas badan ≥ 2 minggu
• Penurunan berat badan 1 kg dalam 2 bulan terakhir
• Kontak penderita TBC BTA (+)
• Foto toraks: gambaran miler
• PPD: 11 mm
• TCM: + MTB sensitif rifampicin
Dasar diagnosis suspek bronkopneumonia
• Napas cepat
• desaturasi
• Lekositosis, shift to the left, dan peningkatan CRP
41
(Etambutol 15-20mg/kgbb)
• Terapi antibiotik
• Terapi Nutrisi
• Jawaban Nomor 6:
Pemeriksaan tambahan lain
• Lumbal pungsi, analisis LCS, BTA
• Mencari adanya tubercle choroid (konsul mata)
• Pemeriksaan HIV
• Kultur darah dan sensitifitas obat
• Jawaban Nomor 7:
Hal lain yang harus dilakukan:
• Investigasi kontak dan TPT
• Ibu dan ayah → diinvestigasi / kontak investigaton
• Pada kakak 3 dan 6 tahun → investigasi kemungkinan TB
dan TPT
9. Pembahasan Studi kasus 2 Diagnosis TBC Anak:
• Jawaban Nomor 1:
• Suspek meningoensefalitis TB
• Gizi buruk marasmik
• Anemia hipokrom mikrositer
• Jawaban Nomor 2:
Dasar diagnosis
• Skor TB = 9 ( kontak 2, tuberculin 3, Gizi 2, thoraks foto 1,
pembesaran KGB 1 ) ; ada bukti infeksi TB (tes tuberkulin
walaupun diameter 6mm tapi karena pasien gizi
buruk/imunokompromais maka interpretasnya positif).
Adanya kejang dan tanda brudzinki (tanda meningeal)
mendasari, disertai penurunan kesadaran mendukung ke
diagnosis meningoensefalitis TB.
• Gizi buruk marasmik → Klinis: Oldman face baggy pant dan
antropometris
• Anemia hipokrom mikrositer →Hb : 9,8 ; MCV / MCH rendah
Tatalaksana
42
• KDT anak fase intensif 1 x 1 tablet
• Etambutol 1 x 125 mg (karena meningitis TB)
• Tatalaksana gizi buruk
• Jawaban Nomor 3:
• Pemeriksaan analisa cairan sereborospinal
• Pemeriksaan CT scan kepala (dengan atau kontras), untuk
mencari “penyangatan (enhanced) di basal cranial,
tuberculoma, hidrosefalus.
10. Pembahasan Studi kasus 3 Diagnosis TBC Anak:
• Jawaban Nomor 1: Skor TBC 4
43
• Bila Hasil foto thoraks nya non spesifik tidak perlu diulang
• LED tidak pernah dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis TB
• Kriteria sembuh pada pasien ini : keluhan pertama berobat
menghilang, BB naik, klinis membaik.
C. Referensi
World Health Organization & International Union against Tuberculosis and
Lung Disease. (2014). Childhood TB training toolkit. World Health
Organization. https://apps.who.int/iris/handle/10665/134387
World Health Organization. (2014). Guidance for national tuberculosis
programmes on the management of tuberculosis in children, 2nd
ed. World Health
Organization. https://apps.who.int/iris/handle/10665/112360
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Tuberkulosis. 2016.
Surat Edaran No HK.02.02/III.1/936/2021 Tentang Perubahan Alur
Diagnosis dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia
44
Lampiran 1. Prosedur pengeluaran dahak pada anak
Prosedur pengeluaran dahak pada anak, tahapannya sebagai berikut:
1. Beri anak kepercayaan diri dengan menjelaskan kepadanya (dan
setiap anggota keluarga) tentang alasan pengambilan dahak.
2. Instruksikan anak untuk berkumur dengan air sebelum mengeluarkan
dahak. Ini akan membantu menghilangkan makanan dan bakteri
kontaminan di dalam mulut.
3. Instruksikan anak untuk mengambil dua napas dalam-dalam,
kemudian menahan napas selama beberapa detik, kemudian
menghembuskan perlahan. Minta anak untuk mengulangi ini sebanyak
3 kali dan kemudian meniup udara keluar dengan kuat. Minta anak
untuk menarik napas lagi dan lalu batukkan. Dahak yang dihasilkan
akan berasal dari dalam paru-paru. Minta anak memegang wadah
dahak dekat dengan bibir dan meludahkannya dengan lembut setelah
batuk produktif.
4. Jika jumlah sputum tidak mencukupi, anjurkan pasien untuk batuk lagi
sampai diperoleh spesimen yang memuaskan. Ingatlah bahwa banyak
pasien tidak dapat menghasilkan dahak dari dalam saluran
pernapasan hanya dalam beberapa menit. Berikan anak waktu untuk
menghasilkan dahak yang dihasilkan oleh batuk yang dalam.
5. Jika tidak ada dahak, wadah penampungan dianggap sudah infeksius
dan buang dengan cara yang tepat.
45
Lampiran 2. Prosedur Induksi sputum pada anak
A. Persiapan alat dan bahan
1. Alat nebulizer jet
2. Masker inhalasi anak
3. Pulse Oxymetri
4. Larutan NaCl 3%
5. Larutan salbutamol untuk inhalasi
6. Larutan NaCl 0,9% 25 ml
7. Pot sputum
8. Mucous extractor nomor 8
9. Spuit 3 ml
10. Sarung tangan non-steril
11. Alcohol based hand rub
46
Pengambilan sputum pada anak usia < 6 tahun
1. Sambungkan mucous extractor dengan alat penghisap atau suction
2. Tahan kepala anak saat dilakukan penghisapan dengan mucous
extractor supaya tidak terdorong ke belakang dan mempersulit
penghisapan sputum
3. Sputum dihisap dengan mucuos extractor dari rongga mulut dan
hidung dengan selang yang berbeda
4. Penghisapan dilakukan 2 kali hingga terkumpul dalam 2 wadah
extractor mucous
5. Bereskan alat dan bahan yang telah digunakan
47
Lampiran 3. Kode ICD X TBC anak
• A.15.0 – TB Paru terkonfirmasi bakteriologis
• A.18.0 – Tuberculosis of spine
• A.18.2 – Tuberculous peripheral lymphadenopathy
• A.19 – Miliary Tuberculosis
48