Oleh:
Nugroho Satyo Wibisono, Ns. Luh Titi Handayani, S.Kep.,M.Kes,
Ns. M. Shodikin, M.Kep.,Sp.Kep.MB,CWCS
Jl. Karimata 49 Jember Telp : (0331) 332240 Fax : (0331) 337957 Email :
fikes@unmuhjember.ac.id Website : http://fikes.unmuhjember.ac.id
Abstrak
Tuberkulosis (TB) paru merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikrobakterium
Tuberculosis. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru
sangat penting untuk pencegahan penyakit ini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor
risiko dan faktor dominan tuberkulosis paru pada pasien tuberkulosis paru di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Paru Jember Kabupaten Jember. Desain penelitian yang digunakan adalah
pendekatan Cross Sectional. Populasi penelitian ini adalah pasien tuberkulosis paru sebanyak
44 responden yang dilakukan pada bulan Juli 2015. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner.
Hubungan dari faktor risiko menggunakan analisa statistik spearman rho. Berdasarkan
analisa data dari faktor risiko didapatkan faktor dominan yaitu sosial ekonomi ( value =
0,000) = 0,05 dan r = 0,717 yang berarti ada pengaruh yang kuat di samping faktor lain
yang juga berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Paru Jember. Rekomendasi penelitian ini adalah meningkatkan kesadaran masyarakat
akan kesehatan dalam menekan angka kejadian tuberkulosis paru, bahwa selain peran
pemerintah diperlukan peran aktif dari masyarakat.
Abstract
Pulmonary tuberculosis (TB) is an infection caused by bacteria Mikrobakterium
Tuberculosis. Health education about tuberculosis pulmonary diseases is essential for the
prevention of this disease. The purpose of this research is to know the risk factor and
dominant factor of pulmonary tuberculosis in patients of pulmonary tuberculosis in Hospital
Inpatient Pulmonary Jember Regency of Jember. The research design used was the approach
of Cross Sectional. The population of this research was pulmonary tuberculosis patients as
much as 44 respondents conducted in July 2015. Sampling techniques using a purposive
sampling. Engineering data collection using the questionnaire. The relationship of risk
factors using the spearman rho statistic analysis. Based on the data analysis of the risk
factors was obtained by the dominant factor namely social economic ( value = 0.000) =
0.05, r = 0,717 that means theres a strong influence in addition to other factors that also
affect the incidence of pulmonary tuberculosis in Hospital Inpatient Pulmonary Jember. The
recommendations of this study is to increase public awareness of health will reduce the
number of pulmonary tuberculosis incidence, that in addition to the role of Government
required an active role of the community.
kelamin laki-laki dengan frekuensi 40 Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru
responden (90,9%). Jember, Kabupaten Jember.
Rokok atau tembakau sebutan
Distribusi Frekuensi Responden lainnya merupakan faktor risiko ke empat
Berdasarkan Kekebalan di Ruang Rawat timbulnya semua jenis penyakit di dunia,
Inap, Rumah Sakit Paru Jember, Juli 2015 termasuk penyakit tuberkulosis paru, hal
Kekebalan Frekue Prosentase ini didukung dari penelitian Wijaya
nsi (%) (2012), bahwa merokok meningkatkan
Pernah Vaksin 3 6.8
risiko infeksi Mycobacterium tuberculosis,
Tidak Pernah 41 93.2
Vaksin risiko perkembangan penyakit dan
Total 44 100 penyebab kematian pada penderita
Berdasarkan tabel 5.3 menggambarkan tuberkulosis.
bahwa sebagian besar responden tidak Menurut Sajinadiyasa et al. (2010)
pernah vaksin dengan frekuensi 41 dalam penelitiannya di Poliklinik Paru
responden (93,2%). Rumah Sakit Sanglah didapatkan
Pada bagian data khusus prevalensi pasien yang terpapar rokok
menggambarkan distribusi faktor risiko masih tinggi dan sebagian besar pasien
penyakit TB Paru pada pasien TB Paru di adalah bekas perokok. Risiko mendapat
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru penyakit paru cenderung lebih besar pada
Jember yang terdiri dari faktor perilaku pasien yang terpapar rokok.
merokok, sosial ekonomi, status gizi, Menurut penulis ada hubungan
sanitasi rumah didapatkan hasil sebagai antara faktor perilaku merokok terhadap
berikut: kejadian TB paru di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Paru Jember dilihat dari nilai
Distribusi Frekuensi Faktor Perilaku signifikan (p value) 0,040 kurang dari
Merokok pada Pasien TB Paru di Ruang 0,05. Ditemukan 77,3% responden adalah
Rawat Inap Rumah Sakit Paru Jember, Juli seorang yang memiliki riwayat sebagai
2015 seorang perokok aktif maupun pasif.
Faktor Perilaku Frekuensi Prosentase Penulis mengartikan responden yang
Merokok (%) berkategori risiko tinggi terhadap faktor
Risiko Rendah 10 22.7 perilaku merokok jika seorang responden
Risiko Tinggi 34 77.3
adalah perokok aktif, atau merokok sejak
Total 44 100 usia dibawah 18 tahun, atau
Berdasarkan hasil penelitian yang mengkonsumsi rokok lebih dari satu
dilakukan oleh penulis menyebutkan bungkus dalam sehari, atau sebagai
bahwa faktor perilaku merokok berisiko perokok pasif. Dikatakan berkategori
tinggi terhadap kejadian TB paru sebesar risiko rendah jika seorang responden tidak
(77.3%). Sedangkan hasil uji korelasi memiliki keempat kriteria tersebut. Dari
spearman rho menyatakan bahwa p hasil uji spearman rho didapatkan nilai
value<p alpha (0.040 < 0.05) yang berarti koefisien kolerasi sebesar 0,266 yang
terdapat hubungan antara faktor perilaku dapat diartikan memiliki pengaruh yang
merokok dengan kejadian TB paru dengan rendah terhadap kejadian TB paru di ruang
korelasi koefisien (0.266) yang berarti rawat inap Rumah Sakit Paru Jember. Di
memiliki makna hubungan yang rendah di sisi lain penulis juga beranggapan bahwa
6
faktor perilaku merokok merupakan faktor (Rp 1.200.000) setiap bulannya, atau
dari setiap masing-masing individu karena pendapatan setiap bulan kurang untuk
pasien yang terpapar asap rokok masih memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau
tinggi dan sebagian besar pasien adalah tidak ada sisa keungan yang bisa ditabung
bekas perokok. setiap bulannya. Dikatakan berkategori
risiko rendah jika seorang responden tidak
Distribusi Frekuensi Faktor Partikel pada memiliki keempat kriteria tersebut. Dari
Pasien TB Paru di Ruang Rawat Inap hasil uji spearman rho didapatkan nilai
Rumah Sakit Paru Jember, Juli 2015 koefisien kolerasi faktor sosial ekonomi
Faktor Sosial Frekuensi Prosentase sebesar 0,717 yang dapat diartikan
Ekonomi (%) memiliki pengaruh yang kuat terhadap
Risiko Rendah 10 22.7
kejadian TB paru di ruang rawat inap
Risiko Tinggi 34 77.3
Rumah Sakit Paru Jember. Hal ini
Total 44 100 berkaitan dengan tingkat pendidikan yang
Berdasarkan hasil penelitian yang
rendah. Semakin rendah tingkat
dilakukan oleh peneliti menyebutkan
pendidikan seseorang, maka semakin
bahwa faktor sosial ekonomi memiliki
rendah pula kesadaran akan pentingnya
risiko tinggi terhadap kejadian TB paru
menjaga kesehatan. Penulis juga berasumsi
sebesar (77.3%). Sedangkan hasil uji
bahwa tingkat sosial ekonomi merupakan
korelasi spearman rho menyatakan bahwa
pemicu terhadap kurangnya asupan gizi
p value < p alpha (0.000 < 0.05) dengan
yang dikonsumsi oleh seseorang dalam
korelasi koefisien (0.717) yang berarti
kehidupan sehari-hari, sehingga berisiko
terdapat hubungan antara faktor sosial
tinggi terserang TB paru.
ekonomi dengan kejadian TB paru di
Ruang Rawat Inap, Rumah Sakit Paru Distribusi Frekuensi Faktor Status Gizi pada
Jember, Kabupaten Jember. Pasien TB Paru di Ruang Rawat Inap
WHO (2006) menyebutkan 90% Rumah Sakit Paru Jember, Juli 2015
penderita tuberkulosis paru di dunia
menyerang kelompok dengan sosial ekonomi Faktor Status Frekuens Prosentase
lemah atau miskin. Menurut penulis ada Gizi i (%)
hubungan antara faktor sosial ekonomi Risiko Rendah 12 27.3
terhadap kejadian TB paru di Ruang Rawat Risiko Tinggi 32 72.7
Inap Rumah Sakit Paru Jember dilihat dari Total 44 100
nilai signifikan (p value) 0,000 kurang dari Berdasarkan hasil penelitian yang
0,05. Ditemukan 77,3% sample dengan dilakukan oleh penulis menyebutkan
sosial ekonomi rendah. Penulis bahwa faktor pertumbuhan dan
mengartikan responden yang berkategori perkembangan paru memiliki risiko tinggi
risiko tinggi terhadap faktor sosial terhadap kejadian TB paru sebesar
ekonomi jika seorang responden (72.7%). Sedangkan hasil uji korelasi
berkategori risiko tinggi jika seorang spearman rho menyatakan bahwa p
responden berpendapatan kurang dari value<p alpha (0.033<0.05) dengan
UMR (Rp 1.200.000) setiap bulannya, atau korelasi koefisien (0.280) yang berarti
pengeluaran lebih dari UMR memiliki risiko rendah antara faktor status
gizi dengan kejadian TB paru di Ruang
7
Rawat Inap, Rumah Sakit Paru Jember, metabolisme dan pembentukan sistem
Kabupaten Jember. imunitas tubuh.
Penyebab utama dari kekurangan gizi
dan malnutrisi adalah karena asupan gizi yang Distribusi Frekuensi Faktor Sanitasi
tidak seimbang baik dari kualitas dan Rumah pada Pasien TB Paru di Ruang
kuantitas, bisa juga karena penyakit infeksi. Rawat Inap Rumah Sakit Paru Jember, Juli
Gizi kurang atau buruk dapat menyebabkan 2015
menurunnya imunitas/kekebalan tubuh. Faktor Sanitasi Frekuensi Prosentase
Kekebalan tubuh yang menurun akan Rumah (%)
menyebabkan seseorang mudah terkena Risiko Rendah 15 34.1
penyakit infeksi, seperti tuberkulosis. Risiko Tinggi 29 65.9
Demikian juga sebaliknya seseorang yang Total 44 100
menderita penyakit kronis, seperti tuberkulosis Berdasarkan hasil penelitian yang
paru umumnya status gizinya mengalami
dilakukan oleh penulis menyebutkan
penurunan (Notoatmodjo, 2007).
bahwa faktor sanitasi rumah berisiko
Menurut penulis ada hubungan
tinggi terhadap kejadian TB paru sebesar
antara faktor status gizi terhadap kejadian
(65.9%). Sedangkan hasil uji korelasi
TB paru di Ruang Rawat Inap Rumah
spearman rho menyatakan bahwa p value
Sakit Paru Jember dilihat dari nilai
< p alpha (0.009 < 0.05) dengan korelasi
signifikan (p value) 0,033 kurang dari
koefisien (0.353) yang berarti memiliki
0,05. Ditemukan 72,7% responden adalah
risiko rendah antara faktor sanitasi rumah
seorang yang memiliki risiko tinggi
dengan kejadian TB paru di Ruang Rawat
dengan status gizi tidak seimbang. Penulis
Inap, Rumah Sakit Paru Jember,
mengartikan responden yang berkategori
Kabupaten Jember.
risiko tinggi dengan status gizi tidak
Faktor risiko lingkungan pada
seimbang jika makanan yang di konsumsi
bangunan rumah yang dapat
setiap hari tidak memenuhi gizi seimbang,
mempengaruhi kejadian penyakit maupun
atau tidak mengkonsumsi gizi tambahan,
kecelakaan antara lain ventilasi,
atau tidak menghabiskan satu porsi penuh
pencahayaan, jenis lantai rumah,
setiap kali makan, atau tidak
kepadatan hunian rumah serta kelembaban
mengkonsumsi multivitamin tambahan.
ruangan (Kepmenkes, 2005).
Dikatakan berkategori risiko rendah jika
Menurut penulis ada hubungan
seorang responden tidak memiliki keempat
antara faktor sanitasi rumah terhadap
kriteria tersebut. Dari hasil uji spearman
kejadian TB paru di Ruang Rawat Inap
rho didapatkan nilai koefisien kolerasi
Rumah Sakit Paru Jember dilihat dari nilai
faktor sosial ekonomi sebesar 0,280 yang
signifikan (p value) 0,009 kurang dari
dapat diartikan memiliki pengaruh yang
0,05. Ditemukan 65,9% responden dengan
rendah terhadap kejadian TB paru di ruang
sanitasi rumah kurang baik. Penulis
rawat inap Rumah Sakit Paru
mengartikan responden yang berkategori
Jember.Penulis juga berasumsi bahwa
risiko tinggi terhadap faktor sanitasi rumah
nutrisi yang kurang adekuat juga dipicu
kurang baik jika kepadatan hunian setiap
oleh sosial ekonomi yang rendah. Semakin
10 m2 luas ruangan rumah terdapat lebih
rendah soaial ekonomi seseorang, maka
dari 1 orang, atau ventilasi rumah yang
dapat dikatakan semakin kurang kebutuhan
kurang adekuat, atau lantai rumah tidak
nutrisi yang dikonsumsi dalam proses
8
terbuat dari keramik atau semacamnya, dan kepadatan hunian rumah yang tidak
atau cahaya matahari tidak dapat masuk memenuhi syarat kesehatan merupakan
(menerangi) ruangan rumah pada rumah faktor risiko untuk terjadinya TB paru
seorang responden. Dikatakan berkategori pada pasien cukup tinggi. Mengingat
risiko rendah jika seorang responden tidak sanitasi rumah yang kurang sehat akan
memiliki keempat kriteria tersebut. Dari menjadi media yang baik untuk tumbuh
hasil uji spearman rho didapatkan nilai dan berkembangbiaknya bakteri
koefisien kolerasi sebesar 0,353 yang Mikrobakterium Tuberculosis.
dapat diartikan memiliki pengaruh yang
rendah terhadap kejadian TB paru di ruang Analisa Faktor Dominan (Faktor Sosial
rawat inap Rumah Sakit Paru Jember. Ekonomi) yang mempengaruhi kejadian
Prevalensi sanitasi rumah antara lain TB Paru di Ruang Rawat Inap Rumah
ventilasi, pencahayaan, jenis lantai rumah, Sakit Paru Jember
ekonomi, status gizi, perilaku merokok, rokok tersebut. Hal ini berhubungan
dan sanitasi rumah yang kurang baik. Dari bakteri Mikrobakterium Tuberculosis yang
segi sosial ekonomi, semakin rendah sosial memiliki sifat (dormant) yang artinya
ekonomi seseorang maka peluang dapat hidup lama di dalam tubuh
seseorang terinfeksi bakteri maupun virus seseorang, yang kemudian akan
sangat tinggi. Hal ini dikarenakan oleh menyerang saat imunitas seseorang
ketidak mampuan seseorang dalam menurun.
memenuhi pendidikan baik, gizi seimbang,
dan sanitasi rumah yang baik. Berkaitan KESIMPULAN
dengan pendidikan yang rendah penulis Berdasarkan hasil penelitian dengan
berasumsi bahwa semakin rendah tingkat menggunakan uji statistik dapat ditarik
pendidikan, maka semakin rendah pula kesimpulan sebagai berikut:
kesadaran masyarakat untuk mengenal 1. Faktor risiko tinggi terhadap kejadian
akan kesehatan. Demikian pula dengan TB paru antara lain: faktor perilaku
status gizi yang tidak seimbang dapat merokok, sosial ekonomi, status gizi,
menyebabkan asupan nutrisi yang dan sanitasi rumah.
dikonsumsi sehari-hari kurang adekuat, 2. Faktor dominan terhadap kejadian TB
sehingga dapat mempengaruhi sistem paru yaitu sosial ekonomi disamping
imunitaas tubuh terhadap serangan faktor lain yang berpengaruh terhadap
penyakit. Sistem imunitas tubuh yang kejadian TB paru di Ruang Rawat Inap
semakin menurun, akan menjadikan Rumah Sakit Paru Jember, Kabupaten
peluang inkubasi bakteri dan virus sangat Jember.
tinggi. Pada sanitasi rumah yang kurang
baik akan mengakibatkan SARAN
perkembangbiakan bakteri dan virus pada 1. Penulis
lingkungan rumah yang menyebabkan Penulis memperoleh wawasan dan
timbulnya penyakit pada penghuni rumah. pengetahuan tentang faktor risiko pada
Dengan sanitasi rumah yang pasien TB paru di Rumah Sakit Paru
kurang baik. Penulis juga berasumsi Jember melaksanakan program
bahwa perilaku merokok juga menjadi kesehatan dengan prosedur Health
perhatian yang khusus, mengingat Education: (preventif) pencegahan,
prevalensi perokok di dunia, maupun (promotif) promosi kesehatan,
Indonesia sangat tinggi. Akibat yang (kuratif) pengobatan, dan
ditimbulkan oleh asap rokok itu sendiri (rehabilitatif) peningkatan kualitas
antara lain dapat menyebabkan kanker, hidup. Serta dapat digunakan sebagai
serangan jantung, gangguan kehamilan bekal untuk melaksanakan penelitian
serta paparan radikal bebasnya yang dapat selanjutnya dengan hasil yang baik.
menurunkan sistem imunitas tubuh.
Sehingga perokok memiliki risiko tinggi 2. Responden
terserang penyakit TB paru pada Memberikan informasi dan menambah
khususnya tanpa terkecuali pada perokok pengetahuan kepada pasien khususnya
pasif yang menghirup asap rokok, juga pasien TB paru di Ruang Rawat Inap,
dapat berisiko terserang berbagai macam Rumah Sakit Paru Jember, Kabupaten
bibit penyakit yang ditimbulkan oleh asap Jember tentang faktor risiko TB paru.
10
. 2008. Profil
Kesehatan Indonesia, Jakarta:
Achmadi, Umar Fahmi. 2010. Manajemen Kemenkes RI.
Penyakit Berbasis Wilayah.
Jakarta: UI Press. . 2011.
Pedoman Nasional Pengendalian
Aditama, Tjandra Yoga. 2005. Tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes
Tuberkulosis dan Kemiskinan. RI.
Majalah Kedokteran Indonesia,
Vol: 55, No: 2, Februari. Jakarta Fatimah, S. 2008. Faktor Kesehatan
Lingkungan Rumah Yang
Arikunto, S. 2006. Prosedur penelitian Berhubungan Dengan Kejadian
suatu pendekatan praktik, Jakarta: Tuberkulosis Paru Di Kabupaten
Rineka Cipta. Cilacap (Kecamatan: Sidareja,
Cipari, Kedungreja, Patimuan,
Ari, Agung. 2012. Merokok Dan Gandrungmangu, Bantarsari)
Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Tahun 2008 (tesis). Semarang:
Indonesia. Vol 8. Maret 2012. UNDIP.
Jakarta
Haryani. 2007. Faktor Risiko Yang
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia Teori dan Berhubungan Dengan Kejadian
Pengukurannya, adisi 2, Tuberkulosis Anak di Kabupaten
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta (tesis). Yogyakarta:
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. UGM.
2012. Sosial dan Kependudukan.
BPS. Tersedia di http:// www. Hasan, Helmia. 2010. Buku Ajar Ilmu
bps.go.id/ menutab.php? Penyakit Paru. Surabaya :
tabel=1&kat=1&id - subyek=23. Departemen Ilmu Penyakit Paru
Diakses pada tanggal 29 April FK Unair RSUD Dr. Soetomo
2013.
11