Anda di halaman 1dari 12

1

FAKTOR RISIKO KEKAMBUHAN TUBERCULOSIS (TB) PARU DI RUANG


RAWAT INAP RUMAH SAKIT PARU JEMBER
KABUPATEN JEMBER

Oleh:
Nugroho Satyo Wibisono, Ns. Luh Titi Handayani, S.Kep.,M.Kes,
Ns. M. Shodikin, M.Kep.,Sp.Kep.MB,CWCS

Jl. Karimata 49 Jember Telp : (0331) 332240 Fax : (0331) 337957 Email :
fikes@unmuhjember.ac.id Website : http://fikes.unmuhjember.ac.id

Abstrak
Tuberkulosis (TB) paru merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikrobakterium
Tuberculosis. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru
sangat penting untuk pencegahan penyakit ini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor
risiko dan faktor dominan tuberkulosis paru pada pasien tuberkulosis paru di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Paru Jember Kabupaten Jember. Desain penelitian yang digunakan adalah
pendekatan Cross Sectional. Populasi penelitian ini adalah pasien tuberkulosis paru sebanyak
44 responden yang dilakukan pada bulan Juli 2015. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner.
Hubungan dari faktor risiko menggunakan analisa statistik spearman rho. Berdasarkan
analisa data dari faktor risiko didapatkan faktor dominan yaitu sosial ekonomi ( value =
0,000) = 0,05 dan r = 0,717 yang berarti ada pengaruh yang kuat di samping faktor lain
yang juga berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Paru Jember. Rekomendasi penelitian ini adalah meningkatkan kesadaran masyarakat
akan kesehatan dalam menekan angka kejadian tuberkulosis paru, bahwa selain peran
pemerintah diperlukan peran aktif dari masyarakat.

Kata kunci : TB paru, Faktor Risiko kekambuhanTB paru


Daftar Pustaka 38 (2005-2014)
2

Abstract
Pulmonary tuberculosis (TB) is an infection caused by bacteria Mikrobakterium
Tuberculosis. Health education about tuberculosis pulmonary diseases is essential for the
prevention of this disease. The purpose of this research is to know the risk factor and
dominant factor of pulmonary tuberculosis in patients of pulmonary tuberculosis in Hospital
Inpatient Pulmonary Jember Regency of Jember. The research design used was the approach
of Cross Sectional. The population of this research was pulmonary tuberculosis patients as
much as 44 respondents conducted in July 2015. Sampling techniques using a purposive
sampling. Engineering data collection using the questionnaire. The relationship of risk
factors using the spearman rho statistic analysis. Based on the data analysis of the risk
factors was obtained by the dominant factor namely social economic ( value = 0.000) =
0.05, r = 0,717 that means theres a strong influence in addition to other factors that also
affect the incidence of pulmonary tuberculosis in Hospital Inpatient Pulmonary Jember. The
recommendations of this study is to increase public awareness of health will reduce the
number of pulmonary tuberculosis incidence, that in addition to the role of Government
required an active role of the community.

Keywords: pulmonary TB, Risk factors of suffer pulmonary Tuberculosis


Bibliography 38 (2005-2014)

PENDAHULUAN 2008). Jember merupakan salah satu


Tuberkulosis (TB) merupakan kabupaten yang memiliki angka pasien
salah satu penyakit yang telah lama penyakit TB tertinggi di Provinsi Jawa
dikenal dan sampai saat ini masih menjadi Timur. Jumlah pasien penyakit TB
penyebab utama kematian di dunia. Kabupaten Jember mengalami kenaikan
Menurut World Health Organisation sebanyak 286 orang pada tahun 2008
(WHO) tahun 2005, Indonesia menduduki sehingga jumlah pasien TB mencapai 2197
peringkat terbesar ke tiga di dunia setelah orang (Dinkes Jember, 2009).
India dan Cina dengan jumlah kasus baru Tuberkulosis merupakan infeksi yang
sekitar 539.000 jiwa. Sumber lain disebabkan oleh bakteri Mikrobakterium
mengatakan Indonesia menduduki Tuberculosis, organisme ini disebut pula
peringkat ke lima di dunia setelah India, sebagai basil tahan asam. Mycobacterium
Cina, South Afrika dan Nigeria dengan Tuberculosis merupakan jenis kuman
jumlah prevalensi 285/100.000 penduduk, berbentuk batang berukuran panjang 1-4
sedangkan angka kematian telah turun mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian
menjadi 27/100.000 penduduk pada tahun besar komponen Mycobacterium
2009 (Kemenkes, 2010). Tuberculosis adalah berupa lemak / lipid
Insidensi pasien TB paru di Jawa sehingga bakteri ini tahan terhadap asam
Timur pada tahun 2003 2007 mengalami (Hasan, 2010). Penyakit TB paru erat
peningkatan dari 25% menjadi 62,2%, kaitannya dengan sanitasi lingkungan
dengan jumlah pasien TB pada tahun 2007 rumah, perilaku, tingkat pedidikan dan
sebanyak 115.307 dari keseluruhan jumlah jumlah penghasilan keluarga. Sanitasi
penduduk di Jawa Timur (Dinkes Jatim,
3

lingkungan rumah sangat mempengaruhi pendapatan bukan merupakan faktor risiko


keberadaan bakteri Mikrobakterium terhadap kejadian TB paru di Kabupaten
Tuberculosis, dimana bakteri ini dapat Pekalongan.
hidup selama 12 jam bahkan sampai Berdasarkan penelitian yang
beberapa hari hingga berminggu-minggu dilakukan Chandra Wibowo dan kawan-
tergantung ada tidaknya sinar matahari, kawan (2005) di Politeknik Paru Rumah
ventilasi, kelembaban, suhu, lantai dan Sakit Umum Manado, kontak dengan
kepadatan penghuni rumah (Achmadi, sumber yang mengandung BTA+ dalam
2008). Ventilasi yang tidak mencukupi sputumnya akan meningkatkan resiko
akan menyebabkan peningkatan terjadinya TB Paru 36,5 kali lebih besar
kelembaban ruangan karena terjadinya dibandingkan kontak dengan sumber yang
proses penguapan dan penyerapan cairan tidak mengandung BTA+. Upaya
dari kulit. Kelembaban ruangan yang penanggulangan penyakit TB sudah
tinggi akan menjadi media yang baik untuk dilakukan melalui berbagai program
tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri- kesehatan di tingkat Puskesmas, berupa
bakteri patogen termasuk kuman pengembangan strategi penanggulangan
tuberkulosis (Soekidjo, 2007). TB yang dikenal sebagai strategi DOTS
Menurut Supari (2005), faktor fisik (directly observed treatment, Short course
rumah (ventilasi, pencahayaan alami, = pengawasan langsung menelan obat
kepadatan hunian, dan lantai rumah) jangka pendek) yang telah terbukti dapat
memiliki hubungan terhadap kejadian menekan penularan maupun
tuberkulosis paru di Karang Jati perkembangan MDR (multi drugs
Kecamatan Ngawi. Hal ini didukung pula resistance = kekebalan ganda terhadap
oleh hasil penelitian Jelalu (2008) tentang obat penyakit TB).
faktor-raktor risiko kejadian tuberkulosis Namun upaya tersebut masih
paru pada orang dewasa di Kabupaten dirasakan belum sesuai dengan yang
Kupang menemukan bahwa ada pengaruh diharapkan. Oleh karena itu diharapkan
tingkat ekonomi, kebiasaan merokok, adanya perhatian dari pihak-pihak terkait
kepadatan hunian, dan kelembaban rumah dalam upaya meningkatkan keterlibatan
terhadap kejadian tuberkulosis paru pada peran pelayanan penanganan TB paru
orang dewasa. Sedangkan menurut selanjutnya. Cara pengobatan TB Paru
Fatimah (2008) selain faktor kesehatan yang selama ini diterapkan di Kabupaten
lingkungan rumah (pencahayaan, ventilasi, Jember adalah cara pasif, di mana petugas
dan kelembaban), status gizi juga hanya menunggu pasien datang ke tempat
berhubungan dengan kejadian tuberkulosis pelayanan kesehatan pada waktu dan jam
paru. Menurut Notoatmodjo (2007) selain pelayanan. Seperti diketahui, sebagian
faktor sanitasi lingkungan rumah kejadian besar penderita TB berasal dari kalangan
penyakit TB paru juga sangat berkaitan tidak mampu, dengan daya beli kurang.
dengan perilaku dan jumlah penghasilan Datang ke Puskesmas tentu membutuhkan
keluarga karena sebagian besar penderita dana transport di samping kesempatan
TB paru adalah masyarakat miskin yang yang hilang karena harus meninggalkan
tingkat pendidikannya rendah. Namun pekerjaannya yang berdampak pada
berbeda dengan hasil penelitian Ruswanto berkurangnya penghasilan. Hal ini tentu
(2010) menunjukkan bahwa tingkat merupakan beban ganda yang disandang
4

penderita TB sehingga banyak dari mereka


yang berhenti berobat karena ketidak MATERIAL DAN METODELOGI
berdayaannya. Pada penelitian ini jenis desain
Dari fenomena ini muncul pemikiran penelitian yang digunakan adalah metode
untuk menciptakan terobosan cara korelasi yaitu mengetahui pengaruh faktor
pengobatan baru dengan istilah Active risiko TB paru pada pasien TB paru di
Case Treatment (ACT). Tujuan dari cara Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru
pengobatan ini, adalah mempermudah atau Jember. Sedangkan desain penelitian yang
meningkatkan akses pasien TB terhadap peneliti gunakan adalah pendekatan Cross
pelayanan kesehatan dengan strategi Sectional. Study Cross Sectional adalah
DOTS yang bermutu sehingga tingkat jenis penelitian yang menekankan pada
keberhasilan pengobatan TB akan waktu pengukuran/obsevasi data variabel
meningkat pula. Pengobatan dengan cara independen hanya satu kali dalam satu
ACT dilakukan dengan mendatangi pasien waktu (Notoatmodjo, 2005).
secara aktif ke rumahnya setiap kali
waktunya berobat sambil mengecek HASIL
keberlanjutan dan peraturannya minum
Berdasarkan data yang diperoleh
obat. Tenaga pengantar ini memanfaatkan
dari hasil jawaban responden terkait data
tenaga kader posyandu, mengingat jumlah
umum dan subjek penelitian mengenai
kader di Kabupaten Jember sangat tinggi,
faktor risiko TB Paru di Ruang Rawat Inap
Umur Frekuensi Prosentase
Rumah Sakit Paru Jember Kabupaten
(%)
Jember sebagai berikut:
12-25 tahun 8 18.2
26-45 tahun 13 29.5
>46 tahun 23 52.3 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Umur di Ruang Rawat Inap,
Rumah Sakit Paru Jember, Juli 2015
Total 44 100 Berdasarkan di atas menggambarkan
yaitu 14.095 orang yang tersebar di 2.819 bahwa sebagian besar responden berumur
posyandu. Kader ini sudah terorganisir lansia dengan frekuensi 23 responden
dengan baik dan jelas, serta secara resmi (52,3%).
mendapatkan insentif rutin setiap bulan
melalui APBD Kabupaten Jember. Distribusi Frekuensi Responden
Motivasi kader ini juga cukup tinggi dalam Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang
Rawat Inap, Rumah Sakit Paru Jember,
kegiatan sosial untuk masyarakat, sehingga
Juli 2015
sangat tepat untuk diberdayakan (Ni Ketut,
Jenis Frekuensi Prosentase
2012).
Kelamin (%)
Dari uraian diatas, maka peneliti ingin Laki-laki 40 90.9
menganalisis pengaruh perilaku merokok, Perempuan 4 9.1
status gizi, sanitasi lingkungan rumah, Total 44 100
penghasilan keluarga dan upaya
pengendalian terhadap kejadian penyakit Berdasarkan di atasmenggambarkan
TB paru di ruang rawat inap Rumah Sakit bahwa sebagian besar responden berjenis
Paru, Kabupaten Jember.
5

kelamin laki-laki dengan frekuensi 40 Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru
responden (90,9%). Jember, Kabupaten Jember.
Rokok atau tembakau sebutan
Distribusi Frekuensi Responden lainnya merupakan faktor risiko ke empat
Berdasarkan Kekebalan di Ruang Rawat timbulnya semua jenis penyakit di dunia,
Inap, Rumah Sakit Paru Jember, Juli 2015 termasuk penyakit tuberkulosis paru, hal
Kekebalan Frekue Prosentase ini didukung dari penelitian Wijaya
nsi (%) (2012), bahwa merokok meningkatkan
Pernah Vaksin 3 6.8
risiko infeksi Mycobacterium tuberculosis,
Tidak Pernah 41 93.2
Vaksin risiko perkembangan penyakit dan
Total 44 100 penyebab kematian pada penderita
Berdasarkan tabel 5.3 menggambarkan tuberkulosis.
bahwa sebagian besar responden tidak Menurut Sajinadiyasa et al. (2010)
pernah vaksin dengan frekuensi 41 dalam penelitiannya di Poliklinik Paru
responden (93,2%). Rumah Sakit Sanglah didapatkan
Pada bagian data khusus prevalensi pasien yang terpapar rokok
menggambarkan distribusi faktor risiko masih tinggi dan sebagian besar pasien
penyakit TB Paru pada pasien TB Paru di adalah bekas perokok. Risiko mendapat
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru penyakit paru cenderung lebih besar pada
Jember yang terdiri dari faktor perilaku pasien yang terpapar rokok.
merokok, sosial ekonomi, status gizi, Menurut penulis ada hubungan
sanitasi rumah didapatkan hasil sebagai antara faktor perilaku merokok terhadap
berikut: kejadian TB paru di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Paru Jember dilihat dari nilai
Distribusi Frekuensi Faktor Perilaku signifikan (p value) 0,040 kurang dari
Merokok pada Pasien TB Paru di Ruang 0,05. Ditemukan 77,3% responden adalah
Rawat Inap Rumah Sakit Paru Jember, Juli seorang yang memiliki riwayat sebagai
2015 seorang perokok aktif maupun pasif.
Faktor Perilaku Frekuensi Prosentase Penulis mengartikan responden yang
Merokok (%) berkategori risiko tinggi terhadap faktor
Risiko Rendah 10 22.7 perilaku merokok jika seorang responden
Risiko Tinggi 34 77.3
adalah perokok aktif, atau merokok sejak
Total 44 100 usia dibawah 18 tahun, atau
Berdasarkan hasil penelitian yang mengkonsumsi rokok lebih dari satu
dilakukan oleh penulis menyebutkan bungkus dalam sehari, atau sebagai
bahwa faktor perilaku merokok berisiko perokok pasif. Dikatakan berkategori
tinggi terhadap kejadian TB paru sebesar risiko rendah jika seorang responden tidak
(77.3%). Sedangkan hasil uji korelasi memiliki keempat kriteria tersebut. Dari
spearman rho menyatakan bahwa p hasil uji spearman rho didapatkan nilai
value<p alpha (0.040 < 0.05) yang berarti koefisien kolerasi sebesar 0,266 yang
terdapat hubungan antara faktor perilaku dapat diartikan memiliki pengaruh yang
merokok dengan kejadian TB paru dengan rendah terhadap kejadian TB paru di ruang
korelasi koefisien (0.266) yang berarti rawat inap Rumah Sakit Paru Jember. Di
memiliki makna hubungan yang rendah di sisi lain penulis juga beranggapan bahwa
6

faktor perilaku merokok merupakan faktor (Rp 1.200.000) setiap bulannya, atau
dari setiap masing-masing individu karena pendapatan setiap bulan kurang untuk
pasien yang terpapar asap rokok masih memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau
tinggi dan sebagian besar pasien adalah tidak ada sisa keungan yang bisa ditabung
bekas perokok. setiap bulannya. Dikatakan berkategori
risiko rendah jika seorang responden tidak
Distribusi Frekuensi Faktor Partikel pada memiliki keempat kriteria tersebut. Dari
Pasien TB Paru di Ruang Rawat Inap hasil uji spearman rho didapatkan nilai
Rumah Sakit Paru Jember, Juli 2015 koefisien kolerasi faktor sosial ekonomi
Faktor Sosial Frekuensi Prosentase sebesar 0,717 yang dapat diartikan
Ekonomi (%) memiliki pengaruh yang kuat terhadap
Risiko Rendah 10 22.7
kejadian TB paru di ruang rawat inap
Risiko Tinggi 34 77.3
Rumah Sakit Paru Jember. Hal ini
Total 44 100 berkaitan dengan tingkat pendidikan yang
Berdasarkan hasil penelitian yang
rendah. Semakin rendah tingkat
dilakukan oleh peneliti menyebutkan
pendidikan seseorang, maka semakin
bahwa faktor sosial ekonomi memiliki
rendah pula kesadaran akan pentingnya
risiko tinggi terhadap kejadian TB paru
menjaga kesehatan. Penulis juga berasumsi
sebesar (77.3%). Sedangkan hasil uji
bahwa tingkat sosial ekonomi merupakan
korelasi spearman rho menyatakan bahwa
pemicu terhadap kurangnya asupan gizi
p value < p alpha (0.000 < 0.05) dengan
yang dikonsumsi oleh seseorang dalam
korelasi koefisien (0.717) yang berarti
kehidupan sehari-hari, sehingga berisiko
terdapat hubungan antara faktor sosial
tinggi terserang TB paru.
ekonomi dengan kejadian TB paru di
Ruang Rawat Inap, Rumah Sakit Paru Distribusi Frekuensi Faktor Status Gizi pada
Jember, Kabupaten Jember. Pasien TB Paru di Ruang Rawat Inap
WHO (2006) menyebutkan 90% Rumah Sakit Paru Jember, Juli 2015
penderita tuberkulosis paru di dunia
menyerang kelompok dengan sosial ekonomi Faktor Status Frekuens Prosentase
lemah atau miskin. Menurut penulis ada Gizi i (%)
hubungan antara faktor sosial ekonomi Risiko Rendah 12 27.3
terhadap kejadian TB paru di Ruang Rawat Risiko Tinggi 32 72.7
Inap Rumah Sakit Paru Jember dilihat dari Total 44 100
nilai signifikan (p value) 0,000 kurang dari Berdasarkan hasil penelitian yang
0,05. Ditemukan 77,3% sample dengan dilakukan oleh penulis menyebutkan
sosial ekonomi rendah. Penulis bahwa faktor pertumbuhan dan
mengartikan responden yang berkategori perkembangan paru memiliki risiko tinggi
risiko tinggi terhadap faktor sosial terhadap kejadian TB paru sebesar
ekonomi jika seorang responden (72.7%). Sedangkan hasil uji korelasi
berkategori risiko tinggi jika seorang spearman rho menyatakan bahwa p
responden berpendapatan kurang dari value<p alpha (0.033<0.05) dengan
UMR (Rp 1.200.000) setiap bulannya, atau korelasi koefisien (0.280) yang berarti
pengeluaran lebih dari UMR memiliki risiko rendah antara faktor status
gizi dengan kejadian TB paru di Ruang
7

Rawat Inap, Rumah Sakit Paru Jember, metabolisme dan pembentukan sistem
Kabupaten Jember. imunitas tubuh.
Penyebab utama dari kekurangan gizi
dan malnutrisi adalah karena asupan gizi yang Distribusi Frekuensi Faktor Sanitasi
tidak seimbang baik dari kualitas dan Rumah pada Pasien TB Paru di Ruang
kuantitas, bisa juga karena penyakit infeksi. Rawat Inap Rumah Sakit Paru Jember, Juli
Gizi kurang atau buruk dapat menyebabkan 2015
menurunnya imunitas/kekebalan tubuh. Faktor Sanitasi Frekuensi Prosentase
Kekebalan tubuh yang menurun akan Rumah (%)
menyebabkan seseorang mudah terkena Risiko Rendah 15 34.1
penyakit infeksi, seperti tuberkulosis. Risiko Tinggi 29 65.9
Demikian juga sebaliknya seseorang yang Total 44 100
menderita penyakit kronis, seperti tuberkulosis Berdasarkan hasil penelitian yang
paru umumnya status gizinya mengalami
dilakukan oleh penulis menyebutkan
penurunan (Notoatmodjo, 2007).
bahwa faktor sanitasi rumah berisiko
Menurut penulis ada hubungan
tinggi terhadap kejadian TB paru sebesar
antara faktor status gizi terhadap kejadian
(65.9%). Sedangkan hasil uji korelasi
TB paru di Ruang Rawat Inap Rumah
spearman rho menyatakan bahwa p value
Sakit Paru Jember dilihat dari nilai
< p alpha (0.009 < 0.05) dengan korelasi
signifikan (p value) 0,033 kurang dari
koefisien (0.353) yang berarti memiliki
0,05. Ditemukan 72,7% responden adalah
risiko rendah antara faktor sanitasi rumah
seorang yang memiliki risiko tinggi
dengan kejadian TB paru di Ruang Rawat
dengan status gizi tidak seimbang. Penulis
Inap, Rumah Sakit Paru Jember,
mengartikan responden yang berkategori
Kabupaten Jember.
risiko tinggi dengan status gizi tidak
Faktor risiko lingkungan pada
seimbang jika makanan yang di konsumsi
bangunan rumah yang dapat
setiap hari tidak memenuhi gizi seimbang,
mempengaruhi kejadian penyakit maupun
atau tidak mengkonsumsi gizi tambahan,
kecelakaan antara lain ventilasi,
atau tidak menghabiskan satu porsi penuh
pencahayaan, jenis lantai rumah,
setiap kali makan, atau tidak
kepadatan hunian rumah serta kelembaban
mengkonsumsi multivitamin tambahan.
ruangan (Kepmenkes, 2005).
Dikatakan berkategori risiko rendah jika
Menurut penulis ada hubungan
seorang responden tidak memiliki keempat
antara faktor sanitasi rumah terhadap
kriteria tersebut. Dari hasil uji spearman
kejadian TB paru di Ruang Rawat Inap
rho didapatkan nilai koefisien kolerasi
Rumah Sakit Paru Jember dilihat dari nilai
faktor sosial ekonomi sebesar 0,280 yang
signifikan (p value) 0,009 kurang dari
dapat diartikan memiliki pengaruh yang
0,05. Ditemukan 65,9% responden dengan
rendah terhadap kejadian TB paru di ruang
sanitasi rumah kurang baik. Penulis
rawat inap Rumah Sakit Paru
mengartikan responden yang berkategori
Jember.Penulis juga berasumsi bahwa
risiko tinggi terhadap faktor sanitasi rumah
nutrisi yang kurang adekuat juga dipicu
kurang baik jika kepadatan hunian setiap
oleh sosial ekonomi yang rendah. Semakin
10 m2 luas ruangan rumah terdapat lebih
rendah soaial ekonomi seseorang, maka
dari 1 orang, atau ventilasi rumah yang
dapat dikatakan semakin kurang kebutuhan
kurang adekuat, atau lantai rumah tidak
nutrisi yang dikonsumsi dalam proses
8

terbuat dari keramik atau semacamnya, dan kepadatan hunian rumah yang tidak
atau cahaya matahari tidak dapat masuk memenuhi syarat kesehatan merupakan
(menerangi) ruangan rumah pada rumah faktor risiko untuk terjadinya TB paru
seorang responden. Dikatakan berkategori pada pasien cukup tinggi. Mengingat
risiko rendah jika seorang responden tidak sanitasi rumah yang kurang sehat akan
memiliki keempat kriteria tersebut. Dari menjadi media yang baik untuk tumbuh
hasil uji spearman rho didapatkan nilai dan berkembangbiaknya bakteri
koefisien kolerasi sebesar 0,353 yang Mikrobakterium Tuberculosis.
dapat diartikan memiliki pengaruh yang
rendah terhadap kejadian TB paru di ruang Analisa Faktor Dominan (Faktor Sosial
rawat inap Rumah Sakit Paru Jember. Ekonomi) yang mempengaruhi kejadian
Prevalensi sanitasi rumah antara lain TB Paru di Ruang Rawat Inap Rumah
ventilasi, pencahayaan, jenis lantai rumah, Sakit Paru Jember

Frekuensi Presentase Nilai


variabel Risiko Risiko Risiko Risiko Koefisien P
tinggi rendah tinggi rendah kolerasi value

Perilaku 34 10 77,3 22,7 0,266 0,040


Merokok

Sosial 34 10 77,3 22,7 0,717 0,000


Ekonomi

Status 32 12 72,7 27,3 0,280 0,033


Gizi

Sanitasi 29 15 65,9 34,1 0,353 0,009


Rumah

Berdasarkan analisa data dari tuberkulosis paru, namun dari beberapa


faktor risiko dengan uji korelasi spearman penelitian menunjukkan adanya hubungan
rho didapatkan faktor dominan yaitu antara pendapatan yang rendah dan
faktor sosial ekonomi. Hasil analisa data kejadian tuberkulosis paru (Mahfudin,
menunjukkan bahwa nilai value/tingkat 2006).
signifikan faktor sosial ekonomi lebih Menurut penulis faktor sosial
kecil dari pada faktor risiko lain dengan ekonomi memiliki tingkat prevalensi yang
tingkat korelasi koefisien yang tinggi. tinggi di kabupaten Jember pada umumnya
Sehingga dapat dikatakan faktor sosial dan Rumah Sakit Paru Jember pada
ekonomi memiliki pengaruh yang sangat khususnya. Penulis berasumsi bahwa
kuat terhadap kejadian TB paru di Ruang terdapat beberapa faktor yang dapat
Rawat Inap Rumah Sakit Paru Jember. menyebabkan seseorang berisiko tinggi
Faktor kemiskinan walaupun tidak terinfeksi bakteri maupun virus. Hal ini
berpengaruh langsung pada kejadian dapat diketahui dengan pengaruh sosial
9

ekonomi, status gizi, perilaku merokok, rokok tersebut. Hal ini berhubungan
dan sanitasi rumah yang kurang baik. Dari bakteri Mikrobakterium Tuberculosis yang
segi sosial ekonomi, semakin rendah sosial memiliki sifat (dormant) yang artinya
ekonomi seseorang maka peluang dapat hidup lama di dalam tubuh
seseorang terinfeksi bakteri maupun virus seseorang, yang kemudian akan
sangat tinggi. Hal ini dikarenakan oleh menyerang saat imunitas seseorang
ketidak mampuan seseorang dalam menurun.
memenuhi pendidikan baik, gizi seimbang,
dan sanitasi rumah yang baik. Berkaitan KESIMPULAN
dengan pendidikan yang rendah penulis Berdasarkan hasil penelitian dengan
berasumsi bahwa semakin rendah tingkat menggunakan uji statistik dapat ditarik
pendidikan, maka semakin rendah pula kesimpulan sebagai berikut:
kesadaran masyarakat untuk mengenal 1. Faktor risiko tinggi terhadap kejadian
akan kesehatan. Demikian pula dengan TB paru antara lain: faktor perilaku
status gizi yang tidak seimbang dapat merokok, sosial ekonomi, status gizi,
menyebabkan asupan nutrisi yang dan sanitasi rumah.
dikonsumsi sehari-hari kurang adekuat, 2. Faktor dominan terhadap kejadian TB
sehingga dapat mempengaruhi sistem paru yaitu sosial ekonomi disamping
imunitaas tubuh terhadap serangan faktor lain yang berpengaruh terhadap
penyakit. Sistem imunitas tubuh yang kejadian TB paru di Ruang Rawat Inap
semakin menurun, akan menjadikan Rumah Sakit Paru Jember, Kabupaten
peluang inkubasi bakteri dan virus sangat Jember.
tinggi. Pada sanitasi rumah yang kurang
baik akan mengakibatkan SARAN
perkembangbiakan bakteri dan virus pada 1. Penulis
lingkungan rumah yang menyebabkan Penulis memperoleh wawasan dan
timbulnya penyakit pada penghuni rumah. pengetahuan tentang faktor risiko pada
Dengan sanitasi rumah yang pasien TB paru di Rumah Sakit Paru
kurang baik. Penulis juga berasumsi Jember melaksanakan program
bahwa perilaku merokok juga menjadi kesehatan dengan prosedur Health
perhatian yang khusus, mengingat Education: (preventif) pencegahan,
prevalensi perokok di dunia, maupun (promotif) promosi kesehatan,
Indonesia sangat tinggi. Akibat yang (kuratif) pengobatan, dan
ditimbulkan oleh asap rokok itu sendiri (rehabilitatif) peningkatan kualitas
antara lain dapat menyebabkan kanker, hidup. Serta dapat digunakan sebagai
serangan jantung, gangguan kehamilan bekal untuk melaksanakan penelitian
serta paparan radikal bebasnya yang dapat selanjutnya dengan hasil yang baik.
menurunkan sistem imunitas tubuh.
Sehingga perokok memiliki risiko tinggi 2. Responden
terserang penyakit TB paru pada Memberikan informasi dan menambah
khususnya tanpa terkecuali pada perokok pengetahuan kepada pasien khususnya
pasif yang menghirup asap rokok, juga pasien TB paru di Ruang Rawat Inap,
dapat berisiko terserang berbagai macam Rumah Sakit Paru Jember, Kabupaten
bibit penyakit yang ditimbulkan oleh asap Jember tentang faktor risiko TB paru.
10

Sehingga bisa menekan prevalensi TB


paru agar tidak semakin meluas. Chandra W, Maria CH Winarti, H
3. Institusi Pendidikan Mewengkang. 2005. Kasus Kontak
Tuberkulosis paru di klinik paru
Bagi institusi pendidikan Fakultas
Rumah Sakit Umum Pusat
Ilmu Kesehatan Prodi S-1 Manado, Majalah Kedokteran
Keperawatan sebagai bahan masukan Indonesia, Maret 2005
dan referensi dalam penelitian lebih
lanjut. Darwel. 2012. Faktor-Faktor Yang
4. Penelitian lebih lanjut Berkorelasi Terhadap Hubungan
Dapat dijadikan penelitian lebih lanjut Kondisi Lingkungan Fisik Rumah
dengan Kejadian Tuberkulosis
mengenai managemen penanganan TB
Paru di Sumatra. Tesis. Depok:
paru pada pasien TB paru di ruang FKM UI
rawat inap Rumah Sakit Paru Jember,
Kabupaten Jember. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pointers
Menkes Menyambut Hari TBC
DAFTAR PUSTAKA Sedunia. Jakarta: Kemenkes RI.

. 2008. Profil
Kesehatan Indonesia, Jakarta:
Achmadi, Umar Fahmi. 2010. Manajemen Kemenkes RI.
Penyakit Berbasis Wilayah.
Jakarta: UI Press. . 2011.
Pedoman Nasional Pengendalian
Aditama, Tjandra Yoga. 2005. Tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes
Tuberkulosis dan Kemiskinan. RI.
Majalah Kedokteran Indonesia,
Vol: 55, No: 2, Februari. Jakarta Fatimah, S. 2008. Faktor Kesehatan
Lingkungan Rumah Yang
Arikunto, S. 2006. Prosedur penelitian Berhubungan Dengan Kejadian
suatu pendekatan praktik, Jakarta: Tuberkulosis Paru Di Kabupaten
Rineka Cipta. Cilacap (Kecamatan: Sidareja,
Cipari, Kedungreja, Patimuan,
Ari, Agung. 2012. Merokok Dan Gandrungmangu, Bantarsari)
Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Tahun 2008 (tesis). Semarang:
Indonesia. Vol 8. Maret 2012. UNDIP.
Jakarta
Haryani. 2007. Faktor Risiko Yang
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia Teori dan Berhubungan Dengan Kejadian
Pengukurannya, adisi 2, Tuberkulosis Anak di Kabupaten
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta (tesis). Yogyakarta:
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. UGM.
2012. Sosial dan Kependudukan.
BPS. Tersedia di http:// www. Hasan, Helmia. 2010. Buku Ajar Ilmu
bps.go.id/ menutab.php? Penyakit Paru. Surabaya :
tabel=1&kat=1&id - subyek=23. Departemen Ilmu Penyakit Paru
Diakses pada tanggal 29 April FK Unair RSUD Dr. Soetomo
2013.
11

Jelalu, T. 2008. Faktor-Faktor Risiko


Kejadian Tubekulosis Paru Pada Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Orang Dewasa di Kabupaten Metodologi penelitian ilmu
Kupang (tesis). Yogyakarta: UGM. keperawatan. Jakarta: salemba
medika
Kemenkes RI. 2010. Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis. Priyadi, S. 2005. Hubungan Kebiasaan
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Merokok dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru di Kabupaten
Kepmenkes RI. 2005. Keputusan Mentri Banjarnegara (tesis). Semarang:
Kesehatan RI UNDIP.
No.829/Menkes/SK/VII/1999
Tentang Persyaratan Kesehatan Reviono, et al. 2008. Kelambatan
Perumahan. Jakarta: departemen Diagnosis Pasien Tuberkulosis
kesehatan RI. Paru di RSUD dr.
Moewardisurakarta. Jurnal
Ketut, Ni Ardani. Active Case Treatment Respirologi Indonesia. Vol. 28,
Lebih Cost Effective untuk No1, Januari 2008
Pengobatan TB Paru Tahap Awal.
Jurnal Administrasi dan Kebijakan Rusnoto; Pasihan, R.; Udino, A. 2005.
Kesehatan. Vol. 10, No. 3, Faktor-Faktor Yang Berhubungan
September. Jember. Dengan Kejadian Tuberkulosis
Paru Pada Usia Dewasa (Studi
Kurniawan, H. 2014. Buku Ajar Ilmu Kasus di Balai Pencegahan dan
Keperawatan Penyakit Tropis Edisi Pengobatan Penyakit Paru
2. Jember. Pati),Semarang: Universitas
Diponogoro.
Lismarni. 2006. Pengaruh Lingkungan
Fisik Rumah Terhadap Tersangka Ruswanto, B. 2010. Analisis Spasial
Penderita TBC Paru di Indonesia Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru
Tahun 2004 (Analisis Lanjut Data Ditinjau dari Faktor Lingkungan
Susenas 2004). Tesis. Depok: FKM Dalam dan Luar Rumah di
UI. Kabupaten Pekalongan (tesis).
Semarang: UNDIP.
Mahpudin, A.H. 2006. Hubungan Faktor
Lingkungan Fisik Rumah, Sosial Sajinadiyasa; Bagiada; Rai. 2010.
Ekonomi dan Respon Biologis Prevalensi dan Risiko Merokok
Terhadap Kejadian Tuberkulosis pada Penyakit Paru di Poliklinik
Paru BTA Positif Pada Penduduk Paru Rumah Sakit Umum Pusat
Dewasa di Indonesia (Analisis Sanglah. J.Penyakit Dalam, vol.
Data Sptbc Susenas 2004). Tesis. 11 nomor 2 Mei 2010.
Depok: FKM UI
Saryono. 2008. Metodologi Penelitian
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Kesehatan. Yogyakarta: Mitra
Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT cendikia press.
Rineka Cipta.
Sastroasmoro, S. 2008. Dasar-Dasar
. 2007. Ilmu Kesehatan Metodologi Penelitian Klinis.
Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta: Jakarta : Sagung Seto.
Rineka Cipta.
12

Setiarini I. 2010. Penggunaan Vaksin BCG


Untuk Pencegahan Tuberkulosis.
Tersedia di
http:/lyosefw.wordpress.
com/2008/01/02/
penggunaanvaksinasi-bcg-untuk-
pencegahan-tuberculosis/. Diakses
pada tanggal 2 Agustus 2013.

Silviana, Ike. 2006. Hubungan Lingkungan


Fisik dalam Rumah dengan
Kejadian TB Paru BTA (+) di
Kabupaten Muaro Jambi Tahun
2005. Tesis. Depok FKM UI

Sugiyono. 2006. Sttistika untuk penelitian.


Bandung: Alfa Beta.

Supari. 2005. Hubungan Faktor Fisik


Rumah Terhadap Kejadian
Tuberkulosis Paru di Wilayah
Puskesmas Karang Jati Kecamatan
Karang Jati Kabupaten Ngawi
(tesis). Semarang: UNDIP.

Supariasa. 2011. Pendidikan & Konsultasi


Gizi. Jakarta: EGC.

Susilawati. 2012. Faktor Risiko


Tuberkulosis Paru BTA Positif
Daerah Dataran Tinggi Kabupaten
Temanggung Provinsi Jawa
Tengah (tesis). Yogyakarta: UGM.

WHO 2005. Pedoman Surveilans HIV


Diantara Pasien Tuberkulosis
Edisi Kedua Terjemahan. WHO-
Geneva.

Wijaya, A. 2012. Merokok dan


Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis
Indonesia, vol 8. Jakarta: PPTI.
Diakses pada tanggal 22 Februari
2013.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis


Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan dan
Pemberantasannya. Surabaya:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai