NIM:711440123020
D-III 1A
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
lemah dan berpendidikan rendah. Apabila penderita tuberkulosis paru tidak diobati,
maka dalam jangka waktu lima tahun akan meninggal sebanyak 50 % ( Dep. Kes,
2002).
tahunnya penduduk dunia menderita tuberkulosis paru dengan angka kematian tiga
kesehatan masyarakat, sampai saat ini angka kejadian tuberkulosis paru masih tinggi
dengan menempati urutan ketiga setelah India dan Cina. Pada tahun 1997 jumlah
penderita tuberkulosis paru setiap tahunnya di India 1.700.000, Cina 1.402.000 dan
semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi (SKRT.
1995). Dan setiap tahunnya diperkirakan terjadi kematian sekitar 140.000 jiwa
(WHO,1999).
seluruh Puskesmas dan lapisan masyarakat dengan kualitas yang memadai. Sampai
3995 dari 6000 yang ada dengan angka kesembuhan rendah yaitu 40-60% (Dep. Kes,
2002).
sedangkan pada tahun 2008 angka kesembuhan menurun menjadi 46,86% belum
mencapai target nasional (85%). Dengan angka kesembuhan yang kurang dari target
di Kabupaten Bekasi.
Cikarang Utara mengalami penurunan di tahun 2013 yaitu sebanyak 72 orang dengan
Utara, 2013). Penderita yang putus obat ini mengakibatkan timbulnya masalah baru
Kecamatan Cikarang Utara pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Resiko
penularan setiap tahunnya dianggap tinggi dan bervariasi antara 1%-2% (Dep. Kes,
2000). Seorang yang gagal pengobatannya akan menularkan kepada sepuluh orang
disekitarnya setiap tahun (WHO, 1996). Putus obat ini juga menimbulkan kekebalan
yang tidak patuh dalam mengikuti program pengobatan akan menyebabkan penderita
putus obat dan penderita tersebut lebih sulit disembuhkan dari pada yang
patuh. Hasil penelitian Uha, 1995 persentase penderita tuberkulosis paru yang patuh
datang kontrol lebih rendah (37,58%) daripada yang tidak patuh (62,42%).
Berdasarkan Lawrence W. Green, tahun 1980 ada tiga kategori faktor yang
pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi
fenomena benar, agar penderita tuberkulosis paru tidak putus obat harus yakin
nyeri atau ketidaknyamanan, yakin adanya manfaat dari perilaku sehat dan harus
ada suatu kekuatan pencetus yang membuat penderita perlu mengambil tindakan
(The Health Belief Model by Kirscht, 1977) Nilai yang diyakini oleh penderita
tuberkulosis paru tidak dapat dipisahkan dari perilakunya. Kirscht tahun 1977
menyebutkan bahwa sikap menggambarkan suatu keyakinan yang selalu mencakup
aspek evaluasi, sehingga sikap selalu dapat diukur dalam bentuk baik dan buruk atau
positip dan negatif. Kedua : faktor pemungkin mencakup berbagai ketrampilan atau
sumber daya yang perlu untuk melakukan perilaku sehat yaitu ketersediaan
memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat bagi penderita putus obat yaitu
B. Masalah Penelitian
Utara menurun dalam setiap tahunnya. Pada tahun 2013 terjadi penurunan angka
kejadian tuberkulosis paru 9% dari tahun sebelumnya dengan presentase yang putus
obat mengalami peningkatan sebesar 75%. Penderita yang putus obat ini
paru putus obat di Puskesmas Mekarmukti Cikarang diharapkan tidak ada lagi
penderita tuberkulosis yang putus obat. Masalah penelitian yang ditetapkan peneliti
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Utara.
2. Tujuan Khusus
keyakinan, nilai dan persepsi) pada penderita tuberkulosis paru putus obat.
minum obat.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
putus obat.
pemecahan masalah yang tepat, sehingga tidak ada lagi penderita putus obat
tuberkulosis paru putus obat, sehingga dapat dijadikan salah satu acuan bagi