Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru juga merupakan salah satu
emerging disease. Indonesia termasuk ke dalam kelompok high burden countries,
menempati urutan ketiga setelah India dan China berdasarkan laporan World Health
Organization (WHO) tahun 2009. Berdasarkan data WHO Report 2011 Global
Tuberculosis Control, angka insiden semua tipe TB tahun 2011 sebesar 189 per
100.000 penduduk, mengalami penurunan dibanding tahun 1990 yang sebesar 343
per 100.000 penduduk. Demikian juga dengan angka prevalensi tuberkulosis yang
berhasil diturunkan hampir sepertiganya dari 423 per 100.000 penduduk menjadi 289
per 100.000 penduduk pada tahun 2011. Sejalan dengan itu, angka mortalitas akibat
penyakit TB juga berhasil diturunkan hampir separuhnya dari 51 per 100.000
penduduk pada tahun 1990 menjadi 27 per 100.000 penduduk pada tahun 2011.1
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menyajikan period prevalence TB yang
terdiri dari kelompok yang pernah didiagnosis (D) dan yang memiliki gejala klinis
(G). Laporan Riskesdas 2010 menyebutkan bahwa untuk memperoleh indikator
prevalensi TB Paru 2009/2010 yang pernah didiagnosis (D) kepada penduduk
ditanyakan apakah pernah didiagnosis menderita tuberkulosis paru melalui
pemeriksaan dahak dan/atau foto paru oleh tenaga kesehatan/nakes, seperti
dokter/perawat/bidan selama 12 bulan terakhir. Sedangkan untuk memperoleh
indikator prevalensi TB paru 2009/2010 berdasarkan gejala klinis (G) atau suspek
TB, maka penduduk yang menjawab tidak pernah didiagnosis tuberkulosis paru
kemudian dinyatakan apakah selama 12 bulan terakhir pernah menderita batuk
berdahak selama dua minggu atau lebih dan disertai satu atau lebih gejala seperti
dahak bercampur darah/batuk berdarah, berat badan menurun, berkeringat pada
malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam lebih dari satu bulan.1

1
2

Berdasarkan pernyataan tersebut, pada tahun 2010 didapatkan prevalensi TB paru


berdasarkan diagnosis (D) sebesar 725 per 100.000 penduduk di Indonesia. Provinsi
dengan prevalensi TB tertinggi yaitu Papua sebesar 1.441 per 100.000 penduduk
diikuti oleh Banten sebesar 1.282 per 100.000 penduduk, dan Sulawesi Utara sebesar
1.221 per 100.000 penduduk. Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi
Lampung sebesar 270 per 100.000 penduduk, diikuti oleh Bali sebesar 306 per
100.000 penduduk, dan DI Yogyakarta sebesar 311 per 100.000 penduduk.1
Indikator untuk menilai keberhasilan upaya pengendalian tuberkulosis diukur
dengan melihat cakupan penemuan penderita minimal 83% dari perkiraan penderita
baru BTA (+), angka konversi > 80%, angka kesembuhan > 85% serta angka
kesalahan pemeriksaan laboratorium kasus TB (Error rate) < 5%.2
Kegagalan program TB selama ini diakibatkan oleh; (1) tidak memadainya
komitmen politik dan pendanaan; (2) tidak memadainya organisasi pelayanan TB
(kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar,
obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencacatan dan
pelaporan yang standar, dan sebagainya); (3) tidak memadainya tatalaksana kasus
(diagnosis dan panduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang
telah didiagnosis); (4) salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG; (5)
infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat; (6) belum adanya system jaminan kesehatan
yang bias mencakup masyarakat luar secara merata.3
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik melakukan penelitian untuk
mengevaluasi pelaksanaan program pengendalian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja
Puskesmas Kare Madiun.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah di dalam penelitian ini
adalah “Bagaimanakah pelaksanaan program pengendalian Tuberkulosis Paru di
Puskesmas Kare tahun 2017?”
3

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pelaksanaan program pengendalian tuberculosis paru di
Puskesmas Kare.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengevaluasi pelaksanaan program pengendalian tuberculosis paru di
Puskesmas Kare yang di nilai dari aspek input yang berkaitan dengan baik
sumber dana, tenaga kesehatan maupun fasilitas yang menunjang pelaksanaan
program pengendalian tuberkulosis paru.
b. Untuk mengevaluasi pelaksanaan program pengendalian tuberculosis paru di
Puskesmas Kare yang di nilai dari aspek process yang menitik beratkan pada
pelaksanaan program pengendalian tuberkulosis paru.
c. Untuk mengevaluasi pelaksanaan program pengendalian tuberculosis paru di
Puskesmas Kare yang di nilai dari aspek output, yaitu hasil yang dicapai dari
pelaksanakan program pengendalian tuberkulosis paru.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
a. Dapat digunakan sebagai masukan dalam meningkatkan pelayanan pada
penderita TB paru dan upaya-upaya dalam mengendalikan angka tuberkulosis
paru di wilayah kerja Puskesmas Kare.
b. Informasi dari hasil penelitian ini dapat digunakan petugas kesehatan dalam
perencanaan promosi atau penyuluhan mengenai TB paru.
2. Bagi Peneliti
a. Dapat meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai pelaksanaan pengendalian
tuberkulosis paru.
b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peneliti dalam bidang penelitian.
3. Bagi Masyarakat
a. Dapat menjadi bahan masukan terhadap program pengendalian tuberkulosis
paru untuk menurunkan angka tuberkulosis paru di masyarakat.
4

b. Dapat menjadi bahan evaluasi dalam proses meningkatkan derajat kesehatan


masyarakat terkait tuberkulosis paru.

Anda mungkin juga menyukai