1: 89-96
ISSN-p : 1410-590x
ISSN-e : 2614-0063
ABSTRAK
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang dapat diperoleh di
lingkungan komunitas atau rumah sakit. Di Indonesia sendiri terdapat peningkatan prevalensi
pneumonia dari 1,6% (2013) menjadi 2,0% (2018), dengan prevalensi di provinsi Jawa Tengah
adalah sebesar 1,8% (2018). Hal ini disebabkan oleh banyaknya pemberian antibiotik empiris yang
tidak rasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas terapi antibiotik empiris serta
hubungannya dengan clinical outcomes pasien dengan pneumonia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional retrospektif untuk meneliti
rasionalitas terapi antibiotik empiris pada pasien pneumonia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Sampel yang diambil adalah seluruh pasien dengan pneumonia selama periode
Januari 2017-Juli 2019. Analisis terhadap rasionalitas terapi antibiotik empiris dilakukan dengan
menggunakan kategori Gyssens dan dilanjutkan dengan uji Chi-square. Terdapat 98 pasien yang diuji
pada penelitian ini. Sebanyak 87 pasien telah diberikan terapi antibiotik empiris rasional dengan
77,01% clinical outcomes pasien dinyatakan membaik dan sebanyak 11 pasien telah diberikan terapi
antibiotik empiris tidak rasional dengan 54,55% clinical outcomes pasien dinyatakan membaik. Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara rasionalitas terapi antibiotik
empiris dengan clinical outcomes dari pasien yang menjalani rawat inap akibat pneumonia di RSUP
Dr. Kariadi Semarang (p=0,107).
Kata kunci: pneumonia; rasionalitas; antibiotik empiris; clinical outcomes
ABSTRACT
Pneumonia is a lower respiratory tract infection that can be acquired in a community or
hospital setting. In Indonesia, there has been an increase in the prevalence of pneumonia over the
past few years from 1,6% (2013) to 2,0% (2018), with 1,8% of the prevalence being in Central Java.
This is caused by the administration of irrational empirical antibiotics. This study aims to determine
the rationality of empirical antibiotic therapy and its relationship with the clinical outcome of
patients with pneumonia in the Inpatient Ward of Dr. Kariadi State Hospital in Semarang. This study
uses a cross-sectional design to retrospectively examine the rationality of empirical antibiotic
therapy in pneumonia patients. Samples taken were all patients with pneumonia during the period
of January 2017-July 2019. Analysis of the rationality of empirical antibiotic therapy was conducted
using the Gyssens category and continued with Chi-square test. There were 98 patients enrolled in
this study. 87 patients were given rational empirical antibiotics with 77,01% shown good clinical
outcomes and 11 patients were given irrational empirical antibiotics with 54,55% shown good
clinical outcomes. Statistical analysis showed that there was no relationship between the rationality
of empirical antibiotics therapy and the clinical outcome of patients with pneumonia (p=0,107).
Keywords: pneumonia; rationality; empirical antibiotics; clinical outcome
90 MF Vol 17 No 1, 2021
Rasionalitas Terapi Antibiotik Empiris Pada Pasien Pneumonia
efektivitas, toksisitas dan luas spektrum tidak diteliti dengan cara dieksklusikan. Alur
berdasarkan Pedoman Penggunaan Antibiotik pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 1.
(PPAB) dan Guideline CAP/HAP; tergolong
kategori IIIa atau IIIb apabila lama pemberian Karakteristik Subjek
antibiotik terlalu lama atau terlalu singkat Berdasarkan data karakteristik pasien
menurut PPAB dan Drug Information Handbook pada tabel I, jumlah pasien dengan pneumonia
(DIH); tergolong kategori IIa atau IIb atau IIc lebih banyak terjadi pada kategori usia lansia
apabila dosis, interval, atau rute pemberian (> 60 tahun) dengan persentase sebesar
antibiotik tidak tepat menurut DIH; dan 59,18%. Bertambahnya usia adalah faktor risiko
digolongkan kategori I apabila waktu utama untuk pneumonia. Pada usia dewasa,
pemberian antibiotik kepada pasien tidak tepat angka kejadian tahunan berkisar dari 1,07
menurut Guideline CAP/HAP atau DIH. Clinical hingga 14 per 1.000 orang setiap tahunnya dan
outcomes pasien diukur berdasarkan catatan tidak banyak berubah dalam beberapa dekade
dokter di rekam medis dinyatakan dalam terakhir (Lopardo dkk., 2018).
keterangan membaik, belum membaik, atau Pasien dengan jenis kelamin laki-laki
meninggal. (52,04%) lebih banyak mengalami kejadian
Analisis deskriptif dilakukan untuk pneumonia dibandingkan dengan perempuan
melihat data demografi pasien (jenis kelamin (47,96%). Dalam suatu penelitian di Asia,
dan usia), angka kejadian pneumonia selama kejadian tahunan untuk CAP diperkirakan
periode yang ditetapkan, sebesar 16,9 kasus per 1.000 orang per tahun,
komorbiditas/penyakit penyerta dan clinical lebih sering terjadi pada pria daripada wanita
outcomes pasien. Untuk mengetahui hubungan untuk semua kelompok usia (15,6 vs. 9,3 per
antara rasionalitas antibiotik empiris terhadap 1.000 orang per tahun) (Cillóniz dkk., 2018).
clinical outcomes dilakukan analisis uji Chi- Persentase komorbiditas tertinggi pada
square dengan interval kepercayaan (Confidence penelitian ini adalah hipertensi (28,03%) diikuti
Interval) sebesar 95% (α=5%) menggunakan dengan gagal jantung (19,7%), diabetes mellitus
program SPSS untuk Windows versi 24. (15,91%), gangguan ginjal (15,15%),
tuberkulosis (6,06%), penyakit paru obstruktif
HASIL DAN PEMBAHASAN kronis (6,06%), kanker (4,54%), stroke (3,79%)
Pada penelitian ini jumlah sampel yang dan sepsis (0,76%). Selain faktor usia,
didapatkan pada periode Januari 2017-Juli 2019 komorbiditas yang ada pada pasien juga
ialah sebanyak 157 pasien. Setelah disesuaikan berperan penting dalam menentukan risiko
dengan kriteria penelitian, didapatkan sebanyak maupun tingkat keparahan pneumonia. Oleh
98 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Pada karena itu, pasien dengan penyakit penyerta
penelitian ini terdapat sebanyak 7 pasien seperti diabetes mellitus, kanker, gagal jantung
dengan missing data sehingga sampel tersebut kronis, penyakit paru obstruktif kronis,
MF Vol 17 No 1, 2021 91
Achmad Quraisy Aljufri, et al
Alzheimer, penyakit arteri koroner, fibrosis PPAB. Adapun sebaran antibiotik empiris yang
kistik, gangguan ginjal/dialisis ginjal, penyakit digunakan pada pasien dengan pneumonia
syaraf kronis, atau pun gangguan liver kronis selama periode Januari 2017 hingga Mei 2019 di
lebih berisiko menderita pneumonia (Tejada RSUP Dr. Kariadi Semarang dapat dilihat pada
dkk., 2018). tabel II.
Penilaian CCI digunakan untuk melihat Jumlah sampel dengan CAP adalah 86
derajat komorbiditas pada pasien. Pada pasien sedangkan jumlah sampel dengan HAP
penelitian ini, kelompok dengan nilai CCI ≤ 3 adalah 12 pasien. Pada penelitian ini, sebanyak
memiliki jumlah yang lebih banyak (57,14%) 95 pasien menerima terapi antibiotik empiris
dibandingkan dengan kelompok dengan nilai secara monoterapi sedangkan sebanyak 3
CCI > 3 (42,86%). pasien menerima terapi antibiotik empiris
secara kombinasi. Antibiotik yang paling banyak
Gambaran Penggunaan Antibiotik diberikan secara monoterapi adalah dari
Dalam pemberian terapi antibiotik golongan sefalosporin, yaitu seftriakson
empiris pada pasien, RSUP Dr. Kariadi Semarang sebanyak 37 pasien (37,76%). Antibiotik dalam
memiliki acuan utama yang digunakan yaitu bentuk kombinasi seperti levofloksasin +
92 MF Vol 17 No 1, 2021
Rasionalitas Terapi Antibiotik Empiris Pada Pasien Pneumonia
gentamisin, seftriaxone + ciprofloksasin dan interval, rute dan waktu pemberian yang ada
ampisilin-sulbaktam + gentamisin masing- pada kategori Gyssens (Permenkes, 2011).
masing diberikan kepada 1 pasien (1,02%). Acuan-acuan yang digunakan dalam melakukan
Penggunaan seftriakson sebagai terapi analisis adalah PPAB Terapetik (RSUP Dr.
empiris hanya direkomendasikan oleh PPAB Kariadi, 2018), Guideline CAP (Mandell dkk.,
RSUP Dr. Kariadi Tahun 2018 untuk pasien 2007), Guideline HAP (Kalil dkk., 2016) dan DIH
dengan HAP akan tetapi pemberiannya justru (American Pharmacists Association, 2018)
paling banyak digunakan pada pasien dengan untuk melihat setiap antibiotik yang dianalisis
CAP. Menurut guideline CAP terbaru oleh IDSA, termasuk pada kategori berapa diantara
seftriakson merupakan salah satu antibiotik kategori 0-VI. Jika antibiotik yang diberikan
empiris yang dapat direkomendasikan pada tidak tercantum dalam PPAB, maka penelusuran
pasien CAP tanpa faktor risiko MDRO namun selanjutnya dilakukan dengan melihat Guideline
dalam bentuk kombinasi dengan antibiotik CAP/HAP atau DIH. Rasionalitas antibiotik
golongan makrolida (Metlay dkk., 2019). Dari empiris yang dinilai dengan kategori Gyssens
total 38 pasien, 16 pasien di tahun 2017 dan 22 dapat dilihat pada tabel III.
pasien di tahun 2018 telah menerima Pada penelitian ini tidak ada pasien yang
seftriakson sebagai antibiotik empiris baik termasuk dalam kategori VI karena sampel
secara monoterapi atau pun kombinasi. Dari dengan missing data sudah dieksklusikan.
bulan Januari hingga Juli 2019, seftriakson Seluruh sampel juga tidak ada yang termasuk
belum pernah lagi diberikan sebagai terapi dalam kategori V karena semua data pasien
empiris baik pada pasien dengan CAP maupun telah didiagnosis pneumonia yang
HAP. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya menunjukkan adanya indikasi pemberian
perbedaan rekomendasi dari PPAB RSUP Dr. antibiotik. Tidak ada sampel yang termasuk
Kariadi sebelum tahun 2018 atau karena PPAB dalam kategori IIIa dan IIIb karena durasi
belum diterapkan secara menyeluruh untuk pemberian antibiotik pada seluruh pasien
pasien di RSUP Dr. Kariadi Semarang. dianggap sudah sesuai dengan perkembangan
klinis pasien. Tidak ada sampel yang termasuk
Rasionalitas Antibiotik Empiris dalam kategori I karena waktu pemberian
Berdasarkan Kategori Gyssens antibiotik pada seluruh pasien yang diteliti
Penilaian terkait rasionalitas antibiotik dianggap sudah tepat.
pada penelitian ini dilihat dari ketepatan Hasil analisis antibiotik empiris tersebut
indikasi, pemilihan obat, lama pemberian, dosis, menunjukkan bahwa regimen antibiotik yang
MF Vol 17 No 1, 2021 93
Achmad Quraisy Aljufri, et al
94 MF Vol 17 No 1, 2021
Rasionalitas Terapi Antibiotik Empiris Pada Pasien Pneumonia
(88,78%) dengan clinical outcomes sebanyak 67 faktor lain selain antibiotik seperti tingkat
pasien (77,01%) dinyatakan membaik dan 20 keparahan penyakit, adanya komorbiditas, dan
pasien (22,99%) dinyatakan tidak membaik adanya riwayat merokok yang dapat
sedangkan pasien yang menerima regimen mempengaruhi clinical outcomes pada pasien
terapi antibiotik empiris yang tidak rasional ada dengan pneumonia.
sebanyak 11 pasien (11,22%) dengan clinical
outcomes sebanyak 6 pasien (54,55%) KESIMPULAN
dinyatakan membaik dan 5 pasien (45,45%) Terapi antibiotik empiris pada pasien
dinyatakan tidak membaik. Pasien dengan dewasa dan lansia dengan pneumonia di
antibiotik empiris yang rasional dapat Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Kariadi Semarang
memberikan clinical outcomes membaik sebagian besar rasional berdasarkan kategori
sebanyak 2,79 kali dibandingkan pasien dengan Gyssens. Beberapa antibiotik yang tidak rasional
antibiotik empiris yang tidak rasional (p=0,107; antara lain disebabkan oleh adanya antibiotik
OR=2,79; 95% CI=0,77-10,12). Hasil dari 95% lain yang lebih efektif serta dosis dan interval
Confidence Interval adalah 0,77-10,12 yang antibiotik yang tidak tepat. Tidak terdapat
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara hubungan antara rasionalitas terapi antibiotik
rasionalitas antibiotik empiris dengan clinical empiris dengan clinical outcomes pada pasien
outcomes karena melewati angka satu. Hasil yang menjalani rawat inap akibat pneumonia.
penelitian ini dapat digunakan pada populasi
dengan karakteristik sampel yang menyerupai
penelitian ini. Hasil yang sama juga ditemukan DAFTAR PUSTAKA
pada penelitian di tiga rumah sakit sekaligus American Pharmacists Association, 2018.
antara lain RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Lexicomp Drug Information Handbook - A
RSUD Budhi Asih, dan RSPAD Gatot Soebroto. Clinically Relevant Resource for All
Pada penelitian tersebut tidak didapatkan Healthcare Professionals, 26th ed.
adanya hubungan yang bermakna antara Wolters Kluwer.
ketepatan pemberian antibiotik yang dinilai Cillóniz, C., Cardozo, C., dan García-Vidal, C.,
berdasarkan kategori Gyssens dengan 2018. Epidemiology, pathophysiology,
perbaikan klinis pasien (p=1,0; RR= 1,194; 95% and microbiology of community-acquired
CI=0,648–2,20) (Rumende dkk., 2019). pneumonia. Annals of Research Hospitals,
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah 2: 1–1.
susahnya melakukan pengukuran data terkait Cilloniz, C., Martin-Loeches, I., Garcia-Vidal, C.,
clinical outcomes yang seharusnya dilihat San Jose, A., dan Torres, A., 2016.
setelah 2 hari pasien menerima terapi antibiotik Microbial Etiology of Pneumonia:
empiris sehingga parameter clinical outcomes Epidemiology, Diagnosis and Resistance
yang digunakan pada penelitian ini adalah Patterns. International Journal of
catatan dokter pada hari terakhir pasien rawat Molecular Sciences, 17: 2120.
inap berupa membaik, belum membaik atau Corrado, R.E., Lee, D., Lucero, D.E., Varma, J.K.,
meninggal dan data diambil secara restrospektif dan Vora, N.M., 2017. Burden of Adult
sehingga informasi seperti perkembangan klinis Community-acquired, Health-care-
hanya didapatkan sebagaimana yang tertulis Associated, Hospital-Acquired, and
pada rekam medis. Perlu dilakukan penelitian Ventilator-Associated Pneumonia. Chest,
lebih lanjut yang juga memperhatikan faktor- 152: 930–942.
MF Vol 17 No 1, 2021 95
Achmad Quraisy Aljufri, et al
Faizah, A.K. dan Putra, O.N., 2019. Evaluasi Diagnosis and Treatment of Adults with
Kualitatif Terapi Antibiotik pada Pasien Community-acquired Pneumonia. An
Pneumonia di Rumah Sakit Pendidikan Official Clinical Practice Guideline of the
Surabaya Indonesia 06: 5. American Thoracic Society and Infectious
Kalil, A.C., Metersky, M.L., Klompas, M., Diseases Society of America. American
Muscedere, J., Sweeney, D.A., Palmer, L.B., Journal of Respiratory and Critical Care
dkk., 2016. Management of Adults With Medicine, 200: e45–e67.
Hospital-acquired and Ventilator- Permenkes, 2011. Peraturan Menteri Kesehatan
associated Pneumonia: 2016 Clinical Republik Indonesia Nomor
Practice Guidelines by the Infectious 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang
Diseases Society of America and the Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.
American Thoracic Society. Clinical RSUP Dr. Kariadi, 2018. Pedoman Penggunaan
Infectious Diseases, 63: e61–e111. Antibiotik Terapetik, Edisi Ke-4.
Kemenkes, 2018. Hasil Utama Riskedas 2018. Rumende, C.M., Chen, L.K., Karuniawat, A.,
Lopardo, G.D., Fridman, D., Raimondo, E., Bratanata, J., Falasiva, R., Sitorus, T.P.,
Albornoz, H., Lopardo, A., Bagnulo, H., dkk., 2019. Hubungan Antara Ketepatan
dkk., 2018. Incidence rate of community- Pemberian Antibiotik Berdasarkan Alur
acquired pneumonia in adults: a Gyssens dengan Perbaikan Klinis Pasien
population- based prospective active pada Pneumonia Komunitas. Jurnal
surveillance study in three cities in South Penyakit Dalam Indonesia, 6: 71.
America. Open Access, 9. Tejada, S., Vall d’Hebron Institut of Research
Mandell, L.A., Wunderink, R.G., Anzueto, A., (VHIR), Barcelona, Spain, CIBER de
Bartlett, J.G., Campbell, G.D., Dean, N.C., Enfermedades Respiratorias, CIBERES,
dkk., 2007. Infectious Diseases Society of Barcelona, Spain, Vall d’Hebron Institut of
America/American Thoracic Society Research (VHIR), Barcelona, Spain, Rello,
Consensus Guidelines on the J., CIBER de Enfermedades Respiratorias,
Management of Community-Acquired CIBERES, Barcelona, Spain, dkk., 2018.
Pneumonia in Adults. Clinical Infectious Community-Acquired Pneumonia in
Diseases, 44: S27–S72. Adults: What’s New Focusing on
Metlay, J.P., Waterer, G.W., Long, A.C., Anzueto, Epidemiology, Microorganisms and
A., Brozek, J., Crothers, K., dkk., 2019. Diagnosis? Erciyes Tıp Dergisi/Erciyes
Medical Journal, 40: 177–182.
96 MF Vol 17 No 1, 2021