Anda di halaman 1dari 6

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 4 No.

3 Agustus 2015 ISSN 2302 - 2493

1)
EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA
PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK PASIEN RAWAT JALAN
DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
PERIODE JUNI 2013-JUNI 2014

Abraham Sanni1), Fatimawali1), Hamidah Sri Supriati2)


1)
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA UNSRAT Manado, 95115
2)
Program Studi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Manado, 95115

ABSTRACT

Rational use of antibiotics have to comply several criteria like the appropriate
patients, appropriate indication, appropriate drug, appropriate dose, and appropriate duration.
This study was aimed to evaluate the rational utilizing of antibiotics in the treatment of
chronic bronchitis in outpatients installation of RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. This
research is a descriptive study with retrospective data aggregation based on medical records.
Research conducted on 18 medical record of chronic bronchitis patient with 22 antibiotics
usage. The result showed, that evaluation of rational use of antibiotics to the appropriate
patient as much as 22 antibiotics (100%), appropriate indication as much as 22 antibiotics
(100%), appropriate drug as much as 10 antibiotics (45,46%), appropriate dose as much as 22
antibiotics (100%), and appropriate duration as much as 20 antibiotics (90,9%). The most
used antibiotic in the treatment of chronic bronchitis is cefadroxil (44,45%).

Keywords : Rational, Antibiotics, Chronic Bronchitis, Outpatients

ABSTRAK

Penggunaan antibiotik yang rasional harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu tepat
pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan tepat lama pemberian. Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik pada pengobatan bronkitis
kronik di Instalasi Rawat Jalan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif yang didasarkan
pada data rekam medik. Penelitian dilakukan terhadap 18 data rekam medik penderita
bronkitis kronik dengan 22 pemberian antibiotik. Hasil penelitian menunjukan evaluasi
penggunaan antibiotik yang rasional berdasarkan kriteria tepat pasien sebanyak 22 pemberian
antibiotik (100%), tepat indikasi sebanyak 22 pemberian antibiotik (100%), tepat obat
sebanyak 10 pemberian antibiotik (45,46 %), tepat dosis sebanyak 22 pemberian antibiotik
(100%), dan tepat lama pemberian sebanyak 20 pemberian antibiotik (90,9%). Jenis
antibiotik yang paling banyak digunakan untuk pengobatan bronkitis kronik adalah
sefadroksil (44,45%).

Kata kunci: kerasionalan, antibiotik, bronkitis kronik, rawat jalan

16
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN 2302 - 2493

PENDAHULUAN obatnya juga bisa rasional yaitu: tepat


indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat
Di negara berkembang seperti dosis, dan tepat lama pemberian (Dwi,
Indonesia, infeksi saluran pernafasan akut 1995).
(ISPA) masih merupakan masalah Meningkatnya penderita bronkitis
kesehatan masyarakat yang penting. kronik di Sulawesi Utara serta berbagai
Ditinjau dari 10 penyakit terbanyak pada masalah seperti resistensi dan kejadian
rawat jalan, di Indonesia penyakit saluran superinfeksi yang dapat timbul akibat
pernafasan menempati urutan kedua pada pemberian antibiotik yang tidak rasional
tahun 2007 dan menjadi urutan pertama mendorong penulis untuk meneliti
pada tahun 2008 (Depkes RI, 2009). kerasionalan penggunaan antibiotik pada
Menurut Hasil Riskesdas tahun 2013, pengobatan bronkitis kronik pasien rawat
ISPA di Provinsi Sulawesi Utara dari jalan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
tahun 2007 sampai tahun 2013 telah Manado.
mengalami peningkatan sebesar 4,18%
(Kemenkes, 2013).
METODOLOGI PENELITIAN
Bronkitis kronik merupakan salah
satu bentuk dari ISPA. Bronkitis kronik Tempat dan Waktu Penelitian
terjadi apabila terdapat batuk produktif
yang persisten sedikitnya tiga bulan Penelitian ini dilakukan di Bagian
berturut-turut selama minimal dua tahun Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D.
berurutan (Corwin, 2009). Kandou Manado pada bulan November
Walaupun penyebab tersering dari 2014 sampai Februari 2015.
bronkitis kronik adalah merokok, penyakit
ini juga dapat disebabkan oleh bakteri. Jenis Penelitian
Bakteri yang paling sering ditemukan Penelitian ini merupakan penelitian
adalah spesies Haemophilus influenzae, deskriptif dengan pengambilan data secara
Haemophilus parainfluenzae, Moraxella retrospektif yang didasarkan pada data
catarrhalis dan Streptococcus pneumoniae rekam medik.
(Jawetz, 2001). Infeksi bakteri kambuhan
diobati dengan terapi antibiotik Populasi dan Sampel Penelitian
berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
sensivitas (Smeltzer dan Bare, 2001). Populasi penelitian ialah data
Penggunaan antibiotik yang tidak rekam medik seluruh pasien dengan
tepat dapat menyebabkan berbagai diagnosis utama bronkitis kronik yang di
masalah, diantaranya meluasnya resistensi, rawat jalan di RSUP Prof. Dr. R. D.
timbulnya kejadian superinfeksi yang sulit Kandou Manado periode 1 juni 2013
diobati, meningkatkan beban ekonomi sampai 30 juni 2014. Adapun jumlah
pelayanan kesehatan, efek samping yang populasi yang didapat sebanyak 29 pasien.
lebih toksik dan kematian (Johnston, Sampel dalam penelitian ini ialah
2012). Oleh karena itu perlu adanya data rekam medik terpilih dari populasi
penggunaan antibiotik yang rasional. yang memenuhi kriteria penelitian.
Selain penentuan diagnosis yang tepat, Adapun sampel dalam penelitian ini
sangat diperlukan agar penggunaan sebanyak 18 pasien

17
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN 2302 - 2493

Kriteria Kerasionalan HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Tepat pasien Data Karakterstik


b. Tepat indikasi Jenis Kelamin
c. Tepat obat
d. Tepat dosis Penelitian terkait distribusi pasien
e. Tepat lama pemberian berdasarkan jenis kelamin dilakukan pada
18 pasien yang menderita bronkitis kronik
Pengumpulan Data yang dirawat jalan di RSUP. Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado. Hasil yang diperoleh
Pengumpulan data dimulai dengan
dapat dilihat pada Tabel 4.1
penelusuran data dari laporan unit rekam
medik untuk pasien yang berusia 18 - 55 Tabel 4.1 Distribusi Pasien Berdasarkan
tahun dengan diagnosis bronkitis kronik Jenis Kelamin Penderita Bronkitis Kronik
yang di rawat jalan periode 1 Juni 2013 di Instalasi Rawat Jalan RSUP. Prof. Dr.
sampai 30 Juni 2014. Data yang didapat R. D. Kandou Periode Juni 2013-Juni
kemudian dibuat tabulasi yang meliputi 2014.
nomor, nama pasien, umur, jenis kelamin, Jenis Jumlah Presentase
berat badan, diagnosis, terapi antibiotik, Kelamin Penderita (n) (%)
cara pemberian, dosis dan lama pemberian. Laki-laki 8 44,44
Perempuan 10 55,56
Analisis Data
Total 18 100
Data penggunaan antibiotik pada
penderita bronkitis kronik yang di rawat Bronkitis kronik terjadi akibat dari
jalan di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou beberapa faktor pendukung termasuk
Manado periode juni 2013 sampai juni merokok (Dipiro, J.T., et al., 2009).
2014 dianalisis secara deskriptif untuk Menurut Ikawati Z. (2011) ada
memperoleh gambaran tentang kecenderungan peningkatan prevalensi
kerasionalan dalam penggunaan antibiotik penyakit paru obstruktif kronik pada
yang diterima pasien selama menjalani wanita karena meningkatnya jumlah
perawatan. Adapun standar pengobatan wanita yang merokok. Hal ini
yang digunakan sebagai pembanding berhubungan dengan hasil penelitian yang
dalam penelitian ini yakni Canadian menunjukan bahwa penderita bronkitis
Guidelines for The Management of Acute kronik 55.56% berjenis kelamin
Exacerbations of Chronic Bronchitis, perempuan.
Pharmacotherapy Handbook 7th Edition,
Pharmaceutical Care untuk Penyakit Data Pengobatan
Saluran Pernapasan, Management of Terapi Antibiotik
Respiratory Tract Infections, dan Drug
Information Handbook. Terapi antibiotik yang diberikan
pada penderita bronkitis kronik berupa
antibiotik tunggal. Data hasil penelitian
terkait pemberian terapi antibiotik yang

18
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN 2302 - 2493

diberikan pada penderita bronkitis kronik merupakan antibiotik sefalosporin generasi


dapat dilihat pada Tabel 5. kedua dan ketiga yang lebih aktif terhadap
bakteri gram negatif.
Tabel 5. Terapi Antibiotik yang Berdasarkan data terdapat pasien
diberikan pada Pasien yang Menderita yang menerima terapi antibiotik golongan
Bronkitis Kronik di Instalasi Rawat Jalan fluoroquinolon yakni levofloksasin dan
RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Periode siprofloksasin. Golongan fluoroquinolon
Juni 2013-Juni 2014. merupakan terapi alternatif untuk
pengobatan bronkitis kronik jika
Terapi Terapi prevalensi H. Influenzae yang resistensi
Jumlah Persentas
antibiotik antibiotik terhadap amoksisilin lebih besar dari 20%
penderita e (%)
awal lanjutan
Sefadroksil - 8 44,45 (Dipiro, J. T., et al 2009). Terdapat juga
Sefiksim - 3 16,70 pasien yang menerima terapi sefuroksim
Levofloksasin - 1 5,55 sebagai terapi awal dan azitromisin
Siprofloksasin - 1 5,55
sebagai terapi lanjutan. Hal ini dianggap
Sefuroksim - 1 5,55
Sefadroksil Eritromisin 1 5,55 sudah tepat karena sesuai dengan pilihan
Sefadroksil Azitromisin 1 5,55 terapi antibiotik yang dianjurkan untuk
Sefiksim Sefadroksil 1 5,55 terapi antibiotik awal maupun terapi
Sefuroksim Azitromisin 1 5,55
Total 18 100
antibiotik lanjutan pada pengobatan
bronkitis kronik. eritromisin yang
Berdasarkan data mengenai terapi merupakan antibiotik golongan makrolida
antibiotik yang diberikan pada penderita generasi pertama tidak dianjurkan dalam
bronkitis kronik di RSUP Prof. Dr. R. D. pengobatan bronkitis kronis.
Kandou Manado diketahui bahwa
penggunaan antibiotik sefadroksil pada Cara Pemberian
terapi antibiotik awal tanpa terapi Berdasarkan data hasil penelitian
antibiotik lanjutan memiliki persentase mengenai cara pemberian antibiotik yang
tertinggi yakni sebesar 44,45%, diikuti diberikan pada pasien yang menderita
oleh antibiotik sefiksim yakni sebesar bronkitis kronik di RSUP. Prof. Dr. R. D.
16,70%. Terapi antibiotik yang disertai Kandou Manado diketahui bahwa cara
dengan terapi lanjutan semuanya memiliki pemberian antibiotik semuanya dilakukan
persentase yang sama besar yakni sebesar melalui pemberian peroral. Hal ini
5,55%. dikarenakan pemberian obat melalui oral
Golongan sefalosporin sering adalah yang paling mudah, murah, dan
digunakan karena spektrum luas dari paling aman. Untuk pasien yang di rawat
sefalosporin yang memiliki keuntungan jalan pemberian obat secara peroral
dalam meningkatkan efektifitas terapi dan dianggap lebih sesuai karena memudahkan
keamanan terapi, terutama untuk pasien dalam penggunaan obat.
sefalosporin generasi kedua dan ketiga
(Brunton, L., et al., 2004). Sefadroksil Evaluasi Kerasionalan
memiliki aktivitas antibakteri yang
Evaluasi kerasionalan dilakukan
meliputi bakteri gram positif berbeda
meliputi beberapa kriteria kerasionalan
dengan sefuroksim dan sefiksim yang
yaitu, tepat pasien, tepat indikasi, tepat

19
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN 2302 - 2493

obat, tepat dosis, dan tepat lama infeksi sekunder yang disebabkan oleh
pemberian. Hasil dari evaluasi tersebut bakteri, tujuannya untuk menghambat
dapat dilihat dalam Tabel 4.1.3 pertumbuhan bakteri sebelum diperoleh
hasil pemeriksaan mikrobiologi
Tabel 4.1.3 Evaluasi Ketepatan (Kemenkes, 2011)
Penggunaan Antibiotik Penderita Bronkitis
Kronik yang Dirawat Jalan di RSUP. Prof. Pemberian terapi antibiotik pada
Dr. R. D. Kandou periode Juni 2013-Juni pasien bronkitis kronik di RSUP. Prof. Dr.
2014. R. D. Kandou Manado 45,46% tepat obat.
Walaupun terapi antibiotik disarankan
Jumlah pada pengobatan pasien dengan bronkitis
Penggunaaan Presentase (%)
Kriteria
Kerasionalan
Antibiotik kronik, tetapi pada pemberian terapi perlu
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak diperhatikan jenis antibiotik yang
Sesuai Sesuai
diberikan.
Tepat Pasien 22 0 100 0
Berdasarkan standar terapi yang
Tepat Indikasi 22 0 100 0
digunakan yakni Canadian Guidelines for
Tepat Obat 10 12 45,46 54,54
The Management of Acute Exacerbations
Tepat Dosis 22 0 100 0 of Chronic Bronchitis dan
Tepat Lama Pharmacotherapy Handbook jenis
20 2 90,9 9,1
Pemberian antibiotik yang disarankan untuk
pengobatan bronkitis kronik yakni
Pada ketepatan pasien didapat hasil antibiotik golongan makrolida generasi
100% tepat pasien. Berdasarkan 18 data kedua, antibiotik golongan sefalosporin
rekam medik pasien bronkitis kronik di generasi kedua dan ketiga serta antibiotik
RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado golongan fluoroquinolon.
diketahui pasien tidak memiliki riwayat Sefadroksil merupakan antibiotik
alergi, penyakit penyerta serta kondisi golongan sefalosporin generasi pertama
khusus misalnya hamil, laktasi, balita dan yang kurang aktif terhadap bakteri gram
lanjut usia. Sehingga antibiotik yang negatif. Eritromisin termasuk dalam
diberikan pada pasien bronkitis kronik antibiotik golongan makrolida generasi
tersebut aman digunakan. pertama yang memiliki aktivitas
Pemberian antibiotik pada pasien antimikroba meliputi bakteri gram positif
yang menderita bronkitis kronik di RSUP. seperti Staphylococcus aureus (Depkes,
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado 100% 2005). Berdasarkan standar pengobatan
tepat indikasi. Terapi obat dianggap tidak yang digunakan pemberian antibiotik
perlu apabila pada pasien tidak terdapat sefadroksil dan eritromisin dikelompokan
indikasi yang jelas. Indikasi bronkitis pada pemberian antibiotik yang tidak tepat
kronik dapat berupa batuk, dahak yang obat.
purulen dan sesak nafas. Pemberian Pada ketepatan dosis yang didapat
antibiotika untuk pengobatan bronkitis adalah 100% tepat dosis. Evaluasi
kronik diawali dengan pemberian ketepatan dosis dilakukan dengan
antibiotik untuk terapi empiris dengan membandingkan jumlah dosis yang
indikasi adanya gejala klinik maupun diberikan kepada pasien dengan beberapa
keluhan pasien yang mengarah pada standar terapi yang digunakan sebagai

20
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN 2302 - 2493

acuan dalam perhitungan dosis. Departemen Kesehatan Republik


Berdasarkan hasil penelitian diketahui Indonesia. 2005. Pharmaceutical
dosis antibiotik yang diberikan pada pasien Care Untuk Penyakit Saluran
Pernapasan. Direktorat Bina
sesuai dengan rentang dosis yang
Farmasi Komunitas dan Klinik
dianjurkan literatur yang digunakan Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat
sebagai standar pengobatan. Kesehatan, Jakarta.
Berdasarkan data yang diperoleh Departemen Kesehatan Republik
lama pemberian antibiotik yang diberikan Indonesia. 2009. Sistem Kesehatan
pada pasien bronkitis kronik di RSUP. Nasional. Departemen Kesehatan
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado sebesar Republik Indonesia, Jakarta.
Dipiro, J.T., Wells, G.B.,
90,9% sudah tepat. Hal ini terjadi karena
Schwinghammer, T.L., Dipiro,
pada 2 pasien pemberian antibiotik yang C.V. 2009. Pharmacotherapy
diberikan lebih singkat dari yang Handbook. 7th ed. The Mc.Graw
disarankan yakni 5-14 hari. Hill Company, USA.
Dwi, P. 1995. Penggunaan Antibiotika
KESIMPULAN Rasional. Laboratorium
Farmakologi Fakultas Kedokteran
Berdasarkan hasil penelitian yang Universitas Gajah Mada,
telah dilakukan terhadap 18 data rekam Yogyakarta.
medik pasien yang menderita bronkitis Ikawati, Z. 2011. Penyakit Sistem
kronik di Instalansi Rawat Jalan RSUP. Pernafasan dan Tatalaksana
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Terapinya. Bursa Ilmu,
Yogyakarta.
Juni 2013 sampai Juni 2014, evaluasi
Jawetz, Melnick., Adelberg’s. 2001.
penggunaan antibiotik yang rasional Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-
berdasarkan kriteria tepat pasien sebesar 20. Salemba Medika, Jakarta.
100%, tepat indikasi sebesar 100%, tepat Johnston, L. 2012. Rational use of
obat sebesar 45,46 %, tepat dosis sebesar antibiotics in respiratory tract
100%, dan tepat lama pemberian sebesar infections. Medpharm,
90,9%. Jenis antibiotik yang paling banyak SAfrPharmJ. 79 (4): 34–39.
Kementrian Kesehatan Republik
digunakan untuk pengobatan bronkitis
Indonesia. 2011. Pedoman Umum
kronik ialah sefadroksil, yakni sebesar Penggunaan Antibiotik.
44,45%. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik
DAFTAR PUSTAKA Indonesia. 2013. Riset Kesehatan
Dasar 2013. Badan Penelitian dan
Brunton L.L., Lazo J.S., Parker K.L. Pengembangan Kesehatan, Jakarta.
Goodman., Gilman’s. 2006. The Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 2001. Buku
Pharmacological Basis of Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Therapeutics. 11th ed. McGraw- Edisi ke-8 Vol.2. EGC, Jakarta.
Hill, New York.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku
Patofisiologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai