BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama
di negara maju dan berkembang termasuk Indonesia.1 Penyakit infeksi ialah penyakit
yang disebabkan oleh masuk dan berkembangnya biaknya mikroorganisme, suatu
kelompok luas dari organisme mikroskopik yang terdiri dari satu atau banyak sel seperti
bakteri, fungi, dan parasit serta virus. Penyakit infeksi terjadi ketika interaksi dengan
mikroba menyebabkan kerusakan pada tubuh host dan kerusakan tersebut menimbulkan
berbagai gejala dan tanda klinis.2,3 Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada
manusia disebut sebagai mikroorganisme patogen, salah satunya bakteri patogen. 2,3
World Health Organization (WHO), 2015 mengemukakan bahwa penyakit infeksi
merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak. Penyakit infeksi terutama infeksi
saluran pernafasan dan prncernaan merupakan penyebab kematian terbesar pada anak
dinegara berkembang termasuk Indonesia. saluran nafas akut dan infeksi pencernaan
antara lain adalah faktor eksternal seperti kondisi lingkungan yang buruk dan faktor
internal seperti status imunitas yang rendah. Infeksi saluran pernapasan (27%) bakteri
yang sering menjadi penyebab infeksi adalah Streptococcus pneumoniae, Streptococcus
grup A, dan Haemophilus influenzae tipe B.4 Infeksi kulit (7-10%) pada anak biasa
disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Streptococcus grup A. 5
Infeksi saluran
pencernaan (5%) sering disebabkan oleh Shigella, Escherichia coli, Campylobacter. 6
Infeksi saluran urinarius (0,7-0,9%) sering disebabkan oleh Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Proteus mirabilis. 7,8
Antibiotik merupakan obat yang digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh
bakteri.9 Untuk menentukan antibiotik spesifik yang akan digunakan, dilakukan
pemeriksaan secara mikrobiologis, seperti isolasi organisme patogen dari spesimen tubuh
yang steril dan uji sensitifitas antimikroba. 10 Penanganan infeksi kemudian dilakukan
setelah didapatkan bakteri yang menginfeksi. Beberapa contoh antibiotik yang diberikan
seperti amoksisilin untuk infeksi oleh bakteri Gram-positif, kloramfenikol pada infeksi
oleh bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif, klindamisin pada infeksi oleh bakeri
1
2
B. TUJUAN STASE
Selama periode stase 8 minggu (21 Oktober 2019 - 13 Desember 2019)
diharapkan peserta didik mampu untuk mempelajari kasus-kasus infeksi di bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP dr. Kariadi dalam kaitannya tentang penegakan diagnosis infeksi
anak, tatalaksana infeksi pasien anak dan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit.
2
3
BAB II
KEGIATAN STASE
Stase dimulai pada tanggal 21 Oktober 2019 sampai dengan 13 Desember 2019
selama delapan minggu, minggu pertama stase peserta didik melapor diri kepada
Pembimbing Stase Klinik, Kepala SMF IKA, KPS IKA dan Ketua Sub Divisi Tropik
Infeksi IKA. Dalam proses bimbingan, peserta didik mendapatkan arahan untuk
membahas mengenai peran Mikrobiologi Klinik dalam membantu klinisi tentang kasus
1. Mendampingi visite yang dilakukan oleh dr. M.M.D.E.A.H Hapsari, Sp. A (K) dan
Pada stase anak sub-infeksi bangsal perawatan meliputi ruang anak lantai dasar
(CILDA), ruang anak lantai 1 (CIL1), ruang anak cendrawasih sedangkan untuk
ruang perawatan anak intensif yakni ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit)
merupakan unit perawatan intensif untuk bayi baru lahir hingga bayi berusia 28 hari
3
4
yang memiliki gangguan kesehatan berat sebagai contoh bayi yang lahir prematur,
bayi dengan cacat bawaan yang berat, mengalami gagal nafas, sepsis, dehidrasi dan
khusus anak diatas usia 1 bulan dan anak berusia 1 hingga 18 tahun dengan kondisi
kritis sebagai contoh gangguan nafas berat, kegagalan fungsi organ, sepsis,
kecelakaan dan meningitis, dehidrasi berat atau anak yang baru menjalani operasi.
Kegiatan yang dilakukan mendampingi klinisi selama kegiatan visite pasien anak
Pada pelayan rawat jalan dilakukan di poliklinik anak Merpati sub-infeksi yang
dilaksankan setiap hari selasa dan kamis mulai pikul 11.00 s/d selesai. Kegiatan
4
5
yang dilakukan berupa mendampingi klinisi dalam menangani pasien rawat jalan.
Kunjungan pasien ke poli anak Merpati sub-infeksi terdiri dari pasien baru atau
rujukan dari rumah sakit lain sejawa tengah, serta pasien yang rutin melanjutkan
terapi obat sebagai contoh pasien pengobatan TB dan pengobatan CMV. Diagnosis
terbanyak dari pasien baru berupa prolong fever, ISPA dan gastroenteritis.
3. Analisa masalah yang ditemui serta pemilihan tindak lanjut yang tepat selama stase
melalui laporan kasus dari residen anak dan mahasiswa farmasi. Kegiatan case
conference yang menghadirkan klinisi anak subdivisi lain, perawat dan farmasi.
Mengikuti ilmiah yang laksanakan di KSM anak berupa tinjauan pustaka Abses
Cerebri, Cromobacterium violaceum, Epstein-Barr virus (EBV), Klebsiella oxytoca,
Serratia marcescens
5
6
Sp.A,
6
7
7
8
DIAGNOSA: Prolong fever, CMV pengobatan valgansiklovir mg ke-3, Hidrocefalus post tindakan EVD dengan Ventriculitis
LABORATORIUM:
Darah rutin (8/11/2019): Hb:9.1, Leukosit: 29.700, Trombosit: 915.000, PCT: 7.04
LCS (16/11/2019): Kuning muda keruh, protein 712, Glukosa 17, PMN 6961, MN 2290
LCS (08/12/2019): Kuning agak keruh, protein: 944.5, Glukosa: 62, PMN: 86, MN: 51
PENGECATAN/KULTUR:
8
9
Sulfamethoxazole.
TERAPI:
Analisa:
Infeksi pada pasien ini kemungkinan besar berasal dari kontaminasi oleh bakteri kontaminasi dari flora normal pada saat operasi
pemasangan drainase ventrikel eksterna (EVD) atau infeksi yang berawal dari kolonisasi implant device pada pasien. Penegakan
diagnosis infeksi berdasarkan dari klinis pasien berupa prolong fever juga hasil pemeriksaan laboratorium yakni kultur LCS dan
biomarker infeksi.
Terapi Trimethoprim- sulfamethoxazole 120 mg/6 jam PO dan Inj. Amikacin 25 mg/24 jam intraventricular memberikan hasil
membaik jika dilihat dari menurunnya angka PMN dari pemeriksaan LCS serial.
9
10
DIAGNOSA: Neonatus post sepsis, Neonatus preterm (34 minggu), BBLR (1680 gr), Respiratory Distress Syndrome
LABORATORIUM
Gambaran darah tepi: Leukosit: Estimasi jumlah lekosit normal, Limfositosis (+), Monositosis (+), Limfosit atypical (+).
PENGECATAN/KULTUR
TERAPI:
10
11
Penegakan diagnosis sepsis dilihat dari klinis pada bayi berupa gerak ygang kurang aktif, suhu hipotermi dan pemeriksaan
penunjang berupa adanya leukopeni dan CRP yang meningkat dan ditemukan Acinetobacter baumannii pada hasil kultur.
LABORATORIUM:
Darah rutin (3/11/2019): Leukosit: 12.800, trombosit: 152, CKMB: 30 (7-25), CRP: 1.61 (0-0.3)
Gambaran Darah Tepi: (3/11/2019): Estimasi jumlah tampak normal, shift to the leff, hipergranulasi Neutrofil (+), vacuolisasi
Darah rutin (/11/2019): Leukosit: 24.000,trombosit: 130, CKMB: 33 (7-25), CRP: 1.83 (0-0.3)
PENGECATAN/ KULTUR
Pengecatan swab tenggorok I: (3/11/2019): > 25/LPB, Diplococcus (+), KBB gram negatif (+), tidak ditemukan KBB dengan
granula metakromatik.
Pengecatan swab tenggorok II: (4/11/2019): 10-15/LPB, Diplococcus (+),KBB gram negatif (+),tidak ditemukan KBB dengan
granula metakromatik.
11
12
TERAPI:
ANALISA:
Penegakan diagnosis probable diphtheria berdasarkan bukti fisik adanya faringitis disertai adanya pseudomembran berwarna putih
keabuan dan bullneck. Namun pada kasus ini tidak ditemukan adanya perdarahan submukosa pada kulit (petechie), gagal jantung,
Oleh karena tidak ditemukan corynebacterium diphtheria pada pemeriksaan swab tenggorok 2 kali dinyatakan negatif tidak
ditemukan kuman batang bergranula metakromatik, pemeriksaan EKG 3 kali dalam kondisi normal serta tidak ada kesulitan makan
LABORATORIUM:
12
13
Gambaran darah tepi: Leukosit : Estimasi jumlah leukosit normal, Neutrofilia (+), Hipergranulasi Neutrofil (+).
Gambaran Darah Tepi: Leukosit: vakuolisasi neutrofil (+), shift to the left, monositosis, limfositosis.
PENGECATAN/KULTUR:
Pengecatan swab dasar luka: (17/11/19): Leukosit: 5-10/LPB, BTA (+), Diplococcus (+), KBB gram negative (+), Yeast (-).
TERAPI:
Inj Ampi Sulbactam 1 gr/6 jam (13/11/2019-14/11/2019)
13
14
ANALISA:
Diagnosa sepsis ditegakkan dari klinis pasien dan hasil biomarker infeksi, serta ditemukan kuman pada kultur darah,TB pleura
ditegakan dan diterapi OAT yang dimulai setelah di temukan kuman BTA di swab dasar luka WSD.
LABORATORIUM:
PENGECATAN/ KULTUR:
Pengecatan LCS (8/11/12) : PMN 0-1, diplo (+), BTA (-), yeast (-)
14
15
TCM Sputum (22/10/19): MTB detected very Low, Rifampicin Resistant indeterminate
TERAPI:
Inj Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam i.v (1/11/19-14/11/19),FDC 3 tablet/24 jam (dosis dewasa)konsul PPRA anak
Inj. Vancomycin 600 mg/8jam (14/11/19-15/11/19) eritema setelah diinjeksi konsul PPRA anak
ANALISA:
Penegakan diagnosis meningitis tuberculosis baru bisa ditegakkan jika pada kultur LJ/ MGIT tumbuh bakteri tahan asam, TB millier
ditegakkan dari hasil rontgen dan TCM dari sputum. Dari hasi kultur LCS di dapatakan Staphylococcus hominis MRCONS dasar
dari pemberian vancomycin namun pasien mengalami reaksi anafilaktif setelah di berikan injeksi. Terapi TB milier di berikan
15
16
LABORATORIUM:
Gambaran Darah Tepi: Leukosit: estimasi jumlah tampak menurun, limfosit atipikal (+)
Urin rutin (10/11/2019) Nitrit (+), lekosit esterase 500, lekosit urin 20/Lpb
PENGECATAN/ KULTUR:
Pengecatan swab tenggorok: Leukosit: 0-1/LPB, diplococcus (+), KBB gram negative (+), Yeast (-).
Pengecatan swab anal (5/11/2019): Leukosit: 0-1/LPB, KBB gram negative (+), Yeast (-).
Pengecatan sputum: Leukosit: >25/LPB, BTA (-), Diplococcus (+), KBB gram negative (+), yeast (+), pseudohyfa (+)
16
17
TERAPI:
ANALISA:
Penegakan diagnosis infeksi dari anamnesa, klinis pasien dan pemeriksaan penunjang, yakni laboratorium (pemeriksaan pengecatan
dan kultur )hasil rontgen.. Dari hasi kultur sputum di dapatkan Klebsiella pneumoniae ESBL dan candida albican dan kultur urin
LABORATORIUM:
17
18
Gambaran Darah Tepi : Estimasi jumlah tampak normal, shift to the leff, hipergranulasi neutrofil (+), vacuolisasi neutrofil (+).
PENGECATAN/KULTUR:
Sensitif: Trimethoprim- sulfamethoxazole, Ceftazidim, Ceftriaxone, Cefepime, Ertapenem, Meropenem, Fosfomycin, Cefoperazon
Sulbactam
TERAPI:
ANALISA:
Penegakan diagnosis infeksi berdasarkan anamnesis dari demam yang naik bertahap setiap hari dengan suhu tertinggi pada akhir
minggu pertama dari klinis pasien dengan kesadaran masih baik terdapat hepatomegali dan meteorismus.
Pada pemeriksaan penunjang kultur darah didapatkan pertumbuhan koloni Salmonella spp. Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan
AST oleh karena pada AST pasien terdapat quinolon resisten yang merupakan primer regimen pada demam typhoid sehingga
18
19
LABORATORIUM:
Leukosit: 6.700 /µL, CRP kuantitatif: 0.40 mmol/dL, Gambaran Darah Tepi: Hipereosinofil, limfosit atipikal (+)
PENGECATAN/ KULTUR:
Pengecatan direct (28/11/19): Leukosit: 0-2/LPB, tidak ditemukan kuman, yeast (-)..
TERAPI:
Amoxicillin syr 150 mg/8 jam, asam fisidat topical/12 jam, Perak sulfadiazine topical/ 12 jam
Analisa:
Tanda infeksi pada pasien ini berifat lokalis sehingga cukup diberikan antibotik topikal dan perawatan luka. Namun tetap
19
20
DIAGNOSA: Neonatus pneumonia, Neonatus infeksi, PJB asianotik, Neonatus pretem (27 minggu),BBLSR
LABORATORIUM:
Darah rutin 23/11/2019: Hb: 6.8, Leukosit: 14.5, Hitung jenis: Segmen 47 ,GDT: Leukosit: Hipergranulasi neutrofil
(2/12/2019) HB: 9,7 g/dl, Leukosit: 24.500 µ/L, GDT: Neutrofilia, vakuolalisasi neutrophil, CRP: 0.57 (0.03)
Darah rutin 2/12/2019: Hb: 9.7, Leukosit: 34.5, Hitung jenis: Segmen 58, GDP: Leukosit: neutrofilia, vakuolalisasi neutrophil,
PENGECATAN/KULTUR
Pengecatan sputum (26/11/2019): PMN >25/Lpk, Cocobasil gram Negatif (+), diplo, yeast (-)
20
21
Pengecatan sputum (26/11/2019): PMN 10-15/Lpk, KBB gram Negatif (+), diplo, yeast (-)
TERAPI:
Analisa:
Neonatus infeksi di tegakkan dari klinis pasien yang masih menggunakan CPAP neonatal di sertai adanya kultur sputum yang
terdapat kuman nosokomial. Pada pasien ini merupakan yang beresiko tinggi untuk mengalami infeksi nosokomial.
Oleh karena Elizabethkingia meningoseptica memiliki resistensi intrinsik yang banyak maka disesuaikan dengan hasil AST
21
22
LABORATORIUM:
Darah rutin (29/11/2019): Hb: 8.6, Leukosit: 12.8, trombosit: 50, Albumin 2,4, GDS: 161.
Hitung jenis: Segmen 29, GDT: Leukosit: vakuolisasi neutrofil (+), shift to the left, monositosis, limfositosis.
Darah rutin ( 30/11/2019): Hb: 10.9, Leukosit: 11.0, Trombosit: 59, D-Dimer: 3450
Darah rutin ( 03/12/2019): Hb: 12.6, Leukosit: 33.5, Trombosit: 33, Albumin: 2,7.
Hitung jenis: Segmen 50, GDT: Leukosit: Jumlah vakuolisasi neutrophil (+) meningkat
CRP: 14.49
PENGECATAN/KULTUR:
22
23
TERAPI:
Analisa: Penegakan diagnosis Neonatus infeksi berdasarkan : Anamnesis, pemeriksaan fisik pasien dan pemeriksaan penunjang
Pada hasil kultur swab dasar luka terdapat pertumbuhan Acinetobacter baumannii carbapenem resisten
Seiring perawatan luka menyebabkan infeksi pada neonatus yang didapatkan dari klinis pasien dan pemeriksaan biomarker yang
menunjukan ada tanda infeksi. Namun tidak ditemukan adanya bakterimia, sehingga perlu penanganan infeksi terutama perawatan
luka yang intensif. Pemilihan antibiotik kombinasi amikacin dan tigecycline memberikan hasil yang membaik pada luka.
23
24
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Pada kasus yang temukan banyak infeksi yang disebabkan faktor resiko intrinsik yakni
mengingat anak terutama bayi mempunyai sistim imun yang belum berkembang dengan
baik.
2. Diagnosis infeksi di tegakkan berdasarkan ananesis, pemeriksaan fisik, dan hasil lab
penunjang
3. Penatalaksanaan terutama pemberian terapi antibiotik harus disesuiakan dengan klinis
pasien dan hasil AST.
4. Pemeberian antibiotik yang bijak dapat mencegah terjadinya resistensi antibiotic pada
organisme patogen.
B. SARAN
Meningkatkan jumlah pertemuan forum diskusi kasus infeksi sulit, disarankan agenda
rutin setiap minggu sekali.
24
25
Daftar Pustaka
1. WHO. World Health Statistics: World Health Statistics 2015. Genewa; 2015; p. 55-86.
2. Mandell GL, Bennet JE, Dolin R. Principles and Practice of Infectious Diseases. Elsevier
Book Aid; 2010. Hal.7.
3. Nugroho AW, translator. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA.
Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg. Ed. 25. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2013.
4. Kronman MP, Zhou C, Mangione-Smith R. Bacterial Prevalence and Antimicrobial
Prescribing Trends For Acute Respiratory Track Infections. American Academy of
Pediatrics. 2014; 134(4):956-65.
5. Ki V, Rotstein C. Bacterial Skin and Soft Tissue Infections In Adults: A Review of Their
Epidemiology, Pathogenesis, Diagnosis, Treatment and Site of Care. Can J Infect Dis
Med Microbiol. 2008; 19(2):173–84.
6. Fletcher SM, McLaws M, Ellis JT. Prevalence of Gastrointestinal Pathogens In
Developed and Developing Countries: Systematic Review and Meta-Analysis. J Public
Health Res. 2013; 2(1):42– 53.
7. Shaikh N, Morone NE, Bost JE, Farrell MH. Prevalence of Urinary Tract Infection in
Childhood A Meta-Analysis. Pediatr Infect Dis J. 2008; 27:302–8.
8. Flores-Mireles AL, Walker JN, Caparon M, Hultgren SJ. Urinary Tract Infections:
Epidemiology, Mechanisms of Infection and Treatment Options. Nat Rev Microbiol.
2015; 13(5):269–84.
9. Setiabudi R. Pengantar Antimikroba. In: Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta:
Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007. p. 585– 98.
10. Schleiss MR. Infectious Disease: Antibiotic Therapy. In: Nelson Textbook Of Pediatrics.
18th ed. Elsevier; 2007.
11. Hapsari MM, Farida H, Keuter M, Hadi U, Sachro ADB. Penurunan Penggunaan
Antibiotik Pada Pasien Anak Dengan Demam. Sari Pediatri. 2006; 8(1):16–24.
25