Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama
di negara maju dan berkembang termasuk Indonesia.1 Penyakit infeksi ialah penyakit
yang disebabkan oleh masuk dan berkembangnya biaknya mikroorganisme, suatu
kelompok luas dari organisme mikroskopik yang terdiri dari satu atau banyak sel seperti
bakteri, fungi, dan parasit serta virus. Penyakit infeksi terjadi ketika interaksi dengan
mikroba menyebabkan kerusakan pada tubuh host dan kerusakan tersebut menimbulkan
berbagai gejala dan tanda klinis.2,3 Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada
manusia disebut sebagai mikroorganisme patogen, salah satunya bakteri patogen. 2,3
World Health Organization (WHO), 2015 mengemukakan bahwa penyakit infeksi
merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak. Penyakit infeksi terutama infeksi
saluran pernafasan dan prncernaan merupakan penyebab kematian terbesar pada anak
dinegara berkembang termasuk Indonesia. saluran nafas akut dan infeksi pencernaan
antara lain adalah faktor eksternal seperti kondisi lingkungan yang buruk dan faktor
internal seperti status imunitas yang rendah. Infeksi saluran pernapasan (27%) bakteri
yang sering menjadi penyebab infeksi adalah Streptococcus pneumoniae, Streptococcus
grup A, dan Haemophilus influenzae tipe B.4 Infeksi kulit (7-10%) pada anak biasa
disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Streptococcus grup A. 5
Infeksi saluran
pencernaan (5%) sering disebabkan oleh Shigella, Escherichia coli, Campylobacter. 6

Infeksi saluran urinarius (0,7-0,9%) sering disebabkan oleh Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Proteus mirabilis. 7,8
Antibiotik merupakan obat yang digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh
bakteri.9 Untuk menentukan antibiotik spesifik yang akan digunakan, dilakukan
pemeriksaan secara mikrobiologis, seperti isolasi organisme patogen dari spesimen tubuh
yang steril dan uji sensitifitas antimikroba. 10 Penanganan infeksi kemudian dilakukan
setelah didapatkan bakteri yang menginfeksi. Beberapa contoh antibiotik yang diberikan
seperti amoksisilin untuk infeksi oleh bakteri Gram-positif, kloramfenikol pada infeksi
oleh bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif, klindamisin pada infeksi oleh bakeri

1
2

Gram-positif (kecuali Enterococcus), eritromisin untuk infeksi oleh bakteri Gram-positif,


Corynebacterium diphtheriae, dan Mycoplasma pneumoniae, gentamisin pada infeksi
bakteri basil Gram-negatif, ciprofloksasin pada infeksi oleh Streptococcus pyogenes,
Shigella, Salmonella, Enterobacter, Pseudomonas aeruginosa, penisilin pada infeksi oleh
Streptococcus grup A, Treponema pallidum, dan Neisseria meningitidis, sulfadiazin pada
infeksi saluran urinarius oleh Escherichia coli, Klebisella, dan Proteus mirabilis. 11

B. TUJUAN STASE
Selama periode stase 8 minggu (21 Oktober 2019 - 13 Desember 2019)
diharapkan peserta didik mampu untuk mempelajari kasus-kasus infeksi di bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP dr. Kariadi dalam kaitannya tentang penegakan diagnosis infeksi
anak, tatalaksana infeksi pasien anak dan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit.

2
3

BAB II
KEGIATAN STASE

Stase dimulai pada tanggal 21 Oktober 2019 sampai dengan 13 Desember 2019

selama delapan minggu, minggu pertama stase peserta didik melapor diri kepada

Pembimbing Stase Klinik, Kepala SMF IKA, KPS IKA dan Ketua Sub Divisi Tropik

Infeksi IKA. Dalam proses bimbingan, peserta didik mendapatkan arahan untuk

membahas mengenai peran Mikrobiologi Klinik dalam membantu klinisi tentang kasus

infeksi. Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain:

1. Mendampingi visite yang dilakukan oleh dr. M.M.D.E.A.H Hapsari, Sp. A (K) dan

dr. Nahwa Arkhaesi, M.Si-Med, Sp.A

Gambar 1 : Visit bangsal

Pada stase anak sub-infeksi bangsal perawatan meliputi ruang anak lantai dasar

(CILDA), ruang anak lantai 1 (CIL1), ruang anak cendrawasih sedangkan untuk

ruang perawatan anak intensif yakni ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit)

merupakan unit perawatan intensif untuk bayi baru lahir hingga bayi berusia 28 hari

3
4

yang memiliki gangguan kesehatan berat sebagai contoh bayi yang lahir prematur,

bayi dengan cacat bawaan yang berat, mengalami gagal nafas, sepsis, dehidrasi dan

perdarahan hebat. Ruang PICU (Pediatric Intensive Care Unit) diperuntukkan

khusus anak diatas usia 1 bulan dan anak berusia 1 hingga 18 tahun dengan kondisi

kritis sebagai contoh gangguan nafas berat, kegagalan fungsi organ, sepsis,

kecelakaan dan meningitis, dehidrasi berat atau anak yang baru menjalani operasi.

Kegiatan yang dilakukan mendampingi klinisi selama kegiatan visite pasien anak

dalam hal membantu klinisi dalam menegakkan diagnosis melalui pemeriksaan

mikrobiologi untuk deteksi patogen penyebab infeksi sebagai contoh mengusulkan

pemeriksaan mikrobiologi yang seharusnya, usul dalam pengambilan sampel yang

representative untuk pemeriksaan mikrobiologi serta membantu klinisi mengenai

interpretasi hasil pemeriksaan mikrobiologi dan tindak lanjutnya.

2. Kegiatan rawat jalan di poliklinik anak Merpati

Gambar 2 : Pemeriksaan pasien di poliklinik

Pada pelayan rawat jalan dilakukan di poliklinik anak Merpati sub-infeksi yang

dilaksankan setiap hari selasa dan kamis mulai pikul 11.00 s/d selesai. Kegiatan

4
5

yang dilakukan berupa mendampingi klinisi dalam menangani pasien rawat jalan.

Kunjungan pasien ke poli anak Merpati sub-infeksi terdiri dari pasien baru atau

rujukan dari rumah sakit lain sejawa tengah, serta pasien yang rutin melanjutkan

terapi obat sebagai contoh pasien pengobatan TB dan pengobatan CMV. Diagnosis

terbanyak dari pasien baru berupa prolong fever, ISPA dan gastroenteritis.

3. Analisa masalah yang ditemui serta pemilihan tindak lanjut yang tepat selama stase

melalui laporan kasus dari residen anak dan mahasiswa farmasi. Kegiatan case

conference yang menghadirkan klinisi anak subdivisi lain, perawat dan farmasi.

Gambar 3: Kegiatan visite besar dan lap.kasus

Mengikuti ilmiah yang laksanakan di KSM anak berupa tinjauan pustaka Abses
Cerebri, Cromobacterium violaceum, Epstein-Barr virus (EBV), Klebsiella oxytoca,
Serratia marcescens

5
6

Gambar 4: Kegiatan ilmiah tinjauan pustaka

4. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh pembimbing klinis.

Tabel 1. Kegiatan stase Ilmu Kesehatan Anak


Kegiatan Waktu Keterangan
 Visite Pasien Senin s/d Jumat dr. Hapsari, Sp.A (K),

 Poli Infeksi Selasa & Kamis dr. Nahwa Arkhaesi, Msi.Med,

Sp.A,

Tugas Stase: Kamis,5/12/2019 dr. Hapsari, Sp.A (K),

Faktor risiko Peningkatan Insiden dr. Nahwa Arkhaesi, Msi.Med,

Acinetobacter baumannii dari pada Sp.A,

ruang NICCU/PBRT di RSDK

Mengikuti Tinjauan Pustaka : dr. Hapsari, Sp.A (K),


 Abses Cerebri,
dr. Nahwa Arkhaesi, Msi.Med,
 Cromobacterium violaceum
Sp.A,
 Epstein-Barr virus (EBV)
 Klebsiella oxytoca
 Serratia marcescens
Mengikuti case conference:
 An. YK /2 bln: Infeksi CMV Terapi yang disarankan oleh PRA mikrobiologi
dengan ventrikulitis post EVD. klinis berupa vancomycin intraventikuler dan
Trimethoprim- Sulfamethoxazole peroral.
 An. RW /15 th: TB milier, Terbukti drug eruption dari vancomycin,
Meningoencephalitis Meningoencephalitis et causa Diagnosis
Untuk pemilihan terapi selanjutnya dilakukan
pemeriksaan darah 2 tempat, dengan antibiotik
sebelumnnya tetap dilanjutkan.
 An. RT/ 15 th: SLE,
Pemberian antibiotik kombinasi tigecycline dan
Bronchopneumonia dengan
amikacin memberikan hasil perbaikan pada
gagal nafas, efusi pleura sin

6
7

 By. Ny. NM /Neonatal infeksi fascilitis Necrotican.


dengan fascilitis Necroticans
Mengikuti kegiatan seminar KEEP 29/11/12 Pembicara:
FIGHTING MDRO di RSDK dr. Hapsari, Sp.A (K),

dr. Helmia Farida, Sp. A,


M.kes, Ph.D
Laporan stase Ilmu Kesehatan Anak 12/12/2019 Pembimbing :
Sub- Infeksi. Prof. DR.dr. Hendro Wahjono
Sp.MK (K)
dr. Helmia Farida, SpA, M.kes,
Ph.D

7
8

II. Kasus dan pembahasan

1.An.YK/ 2 bulan/ C772591/4.7 kg/ CILDA

DIAGNOSA: Prolong fever, CMV pengobatan valgansiklovir mg ke-3, Hidrocefalus post tindakan EVD dengan Ventriculitis

LABORATORIUM:

LCS (31/10/2019): Jernih, protein 150, glukosa 29, PMN 1, MN 6

Darah rutin (31/10/2019): Leukosit: 36.6, trombosit: 909

Darah rutin (8/11/2019): Hb:9.1, Leukosit: 29.700, Trombosit: 915.000, PCT: 7.04

Darah rutin (11/11/2019): Hb: 8.6, Leukosit: 32.600, Trombosit: 909.000,

LCS (16/11/2019): Kuning muda keruh, protein 712, Glukosa 17, PMN 6961, MN 2290

Darah rutin (07/12/2019): Hb: 11,9, Leukosit: 16.1, trombosit: 840

LCS (08/12/2019): Kuning agak keruh, protein: 944.5, Glukosa: 62, PMN: 86, MN: 51

PENGECATAN/KULTUR:

Kultur LCS (31/10/2019-4/11/2019): Staphylococcus epidermidis

Sensitif: Chloramphenicol, Ciprofloxacin, Levofloxacin, Moxifloxacin, Linezolid, Tigecyline, Trimethoprim- Sulfamethoxazole

Kultur LCS (8/11/2019-10/11/2019) Staphylococcus epidermidis MRSE

Sensitif: Ciprofloxacin, Levofloxacin, Moxifloxacin, Linezolid, Vancomycin, Tetracycline, Tigecyline, Trimethoprim-

8
9

Sulfamethoxazole.

Kultur Darah (11/11/2019): Tidak ada pertumbuhan kuman

Kultur LCS (16/11/2019): Staphylococcus haemolyticus MRCONS

Sensitif: Ciprofloxacin, Levofloxacin, Moxifloxacin, Linezolid, Tigecyline, Trimethoprim- Sulfamethoxazole.

TERAPI:

Valgancyclovir 80 mg/12 jam PO (25/10/2019- sekarang)

Inj.Vancomycin 90 mg/8 jam (7/11/2019-20/11/2019)

Trimethoprim- sulfamethoxazole 120 mg/6 jam PO (13/11/2019- 27/11/2019)

Inj. Amikacin 25 mg/24 jam intraventricular (17/11/2019-02/12/2019)

Analisa:

Infeksi pada pasien ini kemungkinan besar berasal dari kontaminasi oleh bakteri kontaminasi dari flora normal pada saat operasi

pemasangan drainase ventrikel eksterna (EVD) atau infeksi yang berawal dari kolonisasi implant device pada pasien. Penegakan

diagnosis infeksi berdasarkan dari klinis pasien berupa prolong fever juga hasil pemeriksaan laboratorium yakni kultur LCS dan

biomarker infeksi.

Terapi Trimethoprim- sulfamethoxazole 120 mg/6 jam PO dan Inj. Amikacin 25 mg/24 jam intraventricular memberikan hasil

membaik jika dilihat dari menurunnya angka PMN dari pemeriksaan LCS serial.

9
10

2.By. Ny. RKD/ 2 minggu /C783931/ NICU

DIAGNOSA: Neonatus post sepsis, Neonatus preterm (34 minggu), BBLR (1680 gr), Respiratory Distress Syndrome

LABORATORIUM

Darah rutin (27/10/2019): Leukosit: 4.7, Trombosit: 25.000, CRP:0.65 (0.03)

Darah rutin (02/11/2019):Leukosit: 8.0, Trombosit 88.000

Gambaran darah tepi: Leukosit: Estimasi jumlah lekosit normal, Limfositosis (+), Monositosis (+), Limfosit atypical (+).

Kesan: Inflamasi berat

PENGECATAN/KULTUR

Kultur Darah (29/10/19 – 1/11/19): Acinetobacter baumannii

Sensitif: Ampicillin, Meropenem, Amikacin, Trimethoprim- sulfamethoxazole, Cefoperazon Sulbactam

Kultur darah (08/11/2019): Tidak ada pertumbuhan kuman

TERAPI:

Inj Ampisilin Sulbactam 1,5 gr/8 jam (30/10/2019- 2/11/2019)

Inj Gentamisin 80 mg/36 jam (30/10/2019- 2/11/2019)

inj Meropenem 25 mg/8 jam (2/11/2019- 8/11/19)


inj Amikasin 20 mg/24 jam (2/11/2019- 8/11/19)
ANALISA:

10
11

Penegakan diagnosis sepsis dilihat dari klinis pada bayi berupa gerak ygang kurang aktif, suhu hipotermi dan pemeriksaan

penunjang berupa adanya leukopeni dan CRP yang meningkat dan ditemukan Acinetobacter baumannii pada hasil kultur.

3. An. M J/3 tahun 4 bulan/C785721

DIAGNOSA: Probable DiphtheriaTonsilitis lakunaris

LABORATORIUM:

Darah rutin (3/11/2019): Leukosit: 12.800, trombosit: 152, CKMB: 30 (7-25), CRP: 1.61 (0-0.3)

Gambaran Darah Tepi: (3/11/2019): Estimasi jumlah tampak normal, shift to the leff, hipergranulasi Neutrofil (+), vacuolisasi

neutrofil (+) limfosit atipikal (+), monositosis (+).

Darah rutin (/11/2019): Leukosit: 24.000,trombosit: 130, CKMB: 33 (7-25), CRP: 1.83 (0-0.3)

PENGECATAN/ KULTUR

Pengecatan swab tenggorok I: (3/11/2019): > 25/LPB, Diplococcus (+), KBB gram negatif (+), tidak ditemukan KBB dengan

granula metakromatik.

Kultur swab tenggorok I (3/11-5/11/2019): Streptococcus pyogenes

Sensitif: Penicillin, cefotaxime, Meropenem, Linezolid, Moxifloxacin.

Pengecatan swab tenggorok II: (4/11/2019): 10-15/LPB, Diplococcus (+),KBB gram negatif (+),tidak ditemukan KBB dengan

granula metakromatik.

11
12

Kultur swab tenggorok II: (4/11-5/11/2019): Streptococcus pyogenes

Sensitif: Penicillin, cefotaxime, Meropenem, Linezolid, Moxifloxacin.

TERAPI:

Inj. Penicillin G Procain 900.000 unit/24 jam (3/11/2019)

Eritromicin 250 mg/24 Jam, PO (3/11/2019- 5/11/2019)

Amoxicillin 500 mg/8 Jam (5/11/2019-8/11/2019)

ANALISA:
Penegakan diagnosis probable diphtheria berdasarkan bukti fisik adanya faringitis disertai adanya pseudomembran berwarna putih

keabuan dan bullneck. Namun pada kasus ini tidak ditemukan adanya perdarahan submukosa pada kulit (petechie), gagal jantung,

tanda myocarditis yang merupakan tanda adanya komplikasi pada infeksi

Oleh karena tidak ditemukan corynebacterium diphtheria pada pemeriksaan swab tenggorok 2 kali dinyatakan negatif tidak

ditemukan kuman batang bergranula metakromatik, pemeriksaan EKG 3 kali dalam kondisi normal serta tidak ada kesulitan makan

dan minum maka pasien dinyatakan boleh pulang.

4. An. A C/11 tahun /C634897/HCU

DIAGNOSA: Sepsis, Tuberculosis pleura kanan, Sindroma Nefrotik

LABORATORIUM:

12
13

Darah rutin (13/11/2019): Leukosit: 37.700, PCT: 17.84

Gambaran darah tepi: Leukosit : Estimasi jumlah leukosit normal, Neutrofilia (+), Hipergranulasi Neutrofil (+).

Hitung jenis: Segmen: 90

Darah rutin (17/11/2019): Leukosit: 40.000, PCT: 20.90

Gambaran Darah Tepi: Leukosit: vakuolisasi neutrofil (+), shift to the left, monositosis, limfositosis.

Kesan infeksi: Bakterial

PENGECATAN/KULTUR:

Kultur Darah (13/11/2019-16/11/2019): Staphylococcus hominis MRCONS

Sensitif: Gentamicin, Clindamycin, Linezolid, Vancomycin, Tigecycline,Rifampicin, Trimethoprim- sulfamethoxazole.

Kultur Darah (14/11/2019): Staphylococcus haemolyticus MRCONS

Sensitif: Clindamycin, Linezolid, Moxifloxacin, Tetracyclin, Vancomycin.

Kultur Urine (14/11/19): Tidak ada pertumbuhan kuman

Pengecatan swab dasar luka: (17/11/19): Leukosit: 5-10/LPB, BTA (+), Diplococcus (+), KBB gram negative (+), Yeast (-).

Kultur swab Dasar luka (17/11/2019): Acinetobacter baumannii resisten carbapenem

Sensitif: Amikacin, Tigecycline, Trimethoprim- sulfamethoxazole

TERAPI:
Inj Ampi Sulbactam 1 gr/6 jam (13/11/2019-14/11/2019)

13
14

Inj. Metronidazole 200 mg/12 jam (14/11/2019-21/11/2019)

Inj. Ceftriaxon 1 g/8 jam (13/11/2019-21/11/2019)

Inj. Vancomisin 375 mg/6 jam (13/11/2019-21/11/2019)

Fixed dose combination OAT 2 tab/ 24 jam.

ANALISA:

Diagnosa sepsis ditegakkan dari klinis pasien dan hasil biomarker infeksi, serta ditemukan kuman pada kultur darah,TB pleura

ditegakan dan diterapi OAT yang dimulai setelah di temukan kuman BTA di swab dasar luka WSD.

5. An. RWC/11 tahun /C785602/Bb: 40 kg/R.6

DIAGNOSA: TB Milier dengan suspek Meningitis TB, Hemiparesis Dextra

LABORATORIUM:

Darah rutin (1/11/2019) Hb: 9.9, Leukosit: 10.200

Darah rutin (8/11/2019) Hb: 10.5, Leukosit: 10,400

PENGECATAN/ KULTUR:

Kultur darah (1/11/2019-7/11/2019): Tidak ada pertumbuhan kuman

Pengecatan LCS (8/11/12) : PMN 0-1, diplo (+), BTA (-), yeast (-)

14
15

Kultur LCS (8/11 - 14/11/2019): Staphylococcus hominis MRCONS

Sensitif: Gentamicin, Linezolid, Vancomycin, Tigecycline

TCM LCS (11/11/2019): MTB not detected

TCM Sputum (22/10/19): MTB detected very Low, Rifampicin Resistant indeterminate

TCM Sputum (29/10/19): MTB detected Low, Rifampicin not detected

TERAPI:

Inj Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam i.v (1/11/19-14/11/19),FDC 3 tablet/24 jam (dosis dewasa)konsul PPRA anak

Inj. Vancomycin 600 mg/8jam (14/11/19-15/11/19) eritema setelah diinjeksi konsul PPRA anak

Inj. Tigecycline 40mg/ 12 jam (16/11/19-23/11/19)

ANALISA:

Penegakan diagnosis meningitis tuberculosis baru bisa ditegakkan jika pada kultur LJ/ MGIT tumbuh bakteri tahan asam, TB millier

ditegakkan dari hasil rontgen dan TCM dari sputum. Dari hasi kultur LCS di dapatakan Staphylococcus hominis MRCONS dasar

dari pemberian vancomycin namun pasien mengalami reaksi anafilaktif setelah di berikan injeksi. Terapi TB milier di berikan

terapi Fixed dose combination OAT 3 tab/ 24 jam.

6. An. A N /1 tahun 4 bulan/C781611/ CILDA

DIAGNOSA: Hepatoblastoma, Bronchopneumonia dengan gangguan nafas berat.

15
16

LABORATORIUM:

Darah rutin (4/11/2019) Hb:10.1, leukosit: 0.8

Gambaran Darah Tepi: Leukosit: estimasi jumlah tampak menurun, limfosit atipikal (+)

Darah rutin (6/11/2019) Hb:8.6, leukosit: 0.3

Darah rutin (7/11/2019) Hb:8.2, leukosit: 0.3

Darah rutin (10/11/2019) Hb:8.4, leukosit: 1.7

Urin rutin (10/11/2019) Nitrit (+), lekosit esterase 500, lekosit urin 20/Lpb

PENGECATAN/ KULTUR:

Kultur darah (5/11/2019-/11/2019): Steril

Pengecatan swab tenggorok: Leukosit: 0-1/LPB, diplococcus (+), KBB gram negative (+), Yeast (-).

Kultur swab tenggorok (5/11/2019-6/11/2019): Tidak ada pertumbuhan kuman patogen.

Pengecatan swab anal (5/11/2019): Leukosit: 0-1/LPB, KBB gram negative (+), Yeast (-).

Kultur swab anal (5/11/2019-6/11/2019): Tidak ada pertumbuhan kuman patogen.

Kultur feses (6/11 - 7/11/2019): Tidak ada pertumbuhan kuman patogen

Pengecatan sputum: Leukosit: >25/LPB, BTA (-), Diplococcus (+), KBB gram negative (+), yeast (+), pseudohyfa (+)

Kultur sputum (7/11/2019-12/11/2019): Klebsiella pneumoniae ESBL + Candida albican

16
17

Sensitif: Ertapenem, Meropenem, Amikacin, Ciprofloxacin, Tigecyline,fosfomycin , cefoperazon sulbactam

Kultur urine (10/11/2019-12/11/2019): Klebsiella pneumoniae ESBL 100.000 cfu/ml

Sensitif: Ertapenem, Meropenem, Amikacin, Ciprofloxacin, Tigecyline.

TERAPI:

Inj Gentamicin 70 mg/ 24 jam i.v (4/11/2019- 11/11/2019)

Inj Ampicillin sulbactam 450 mg/6 jam i.v (4/11/2019- 11/11/2019)

Inj Fluconazole 100 mg/ 24 jam i.v (9/11/2019- 11/11/2019)

ANALISA:

Penegakan diagnosis infeksi dari anamnesa, klinis pasien dan pemeriksaan penunjang, yakni laboratorium (pemeriksaan pengecatan

dan kultur )hasil rontgen.. Dari hasi kultur sputum di dapatkan Klebsiella pneumoniae ESBL dan candida albican dan kultur urin

di dapatakan Klebsiella pneumoniae ESBL.

7.An. A N A /12tahun /C779775

DIAGNOSA: Demam typhoid dan pyoderma dengan sindroma nefrotik

LABORATORIUM:

Darah rutin (18/11/2019) : Hb: 11.5, Leukosit: 21.000, trombosit: 535.000

17
18

Gambaran Darah Tepi : Estimasi jumlah tampak normal, shift to the leff, hipergranulasi neutrofil (+), vacuolisasi neutrofil (+).

Darah rutin (25/11/2019) : Hb: 11.5, Leukosit: 16.000, trombosit: 410.000

PENGECATAN/KULTUR:

Kultur Swab Dasar Luka (18/11/2019) Staphylococcus aureus non MRSA

Sensitif: Gentamicin, Erithromycin, Clindamycin, Tetracyclin, Ciprofloxacin, Levofloxacin, Moxifloxacin, Trimethoprim-

sulfamethoxazole, Vancomycin, Tigecycline, Linezolid.

Kultur Darah (18/11/2019-21/11/2019): Salmonella spp

Sensitif: Trimethoprim- sulfamethoxazole, Ceftazidim, Ceftriaxone, Cefepime, Ertapenem, Meropenem, Fosfomycin, Cefoperazon

Sulbactam

TERAPI:

Trimethoprim- sulfamethoxazole 300mg/8 jam PO (21/11/2019-5/12/2019)

ANALISA:

Penegakan diagnosis infeksi berdasarkan anamnesis dari demam yang naik bertahap setiap hari dengan suhu tertinggi pada akhir

minggu pertama dari klinis pasien dengan kesadaran masih baik terdapat hepatomegali dan meteorismus.

Pada pemeriksaan penunjang kultur darah didapatkan pertumbuhan koloni Salmonella spp. Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan

AST oleh karena pada AST pasien terdapat quinolon resisten yang merupakan primer regimen pada demam typhoid sehingga

18
19

pemilihan antibiotik menggunakan alternatif regimen yang disesuaikan dengan AST.

8.By Ny. S/9 hari /C790686/3200 gram

DIAGNOSA: Epidermidis bulosa, Neonatus Aterm (37 minggu),BBLR

LABORATORIUM:

Leukosit: 6.700 /µL, CRP kuantitatif: 0.40 mmol/dL, Gambaran Darah Tepi: Hipereosinofil, limfosit atipikal (+)

Kesan: peradangan karena reaksi alergi

PENGECATAN/ KULTUR:

Pengecatan direct (28/11/19): Leukosit: 0-2/LPB, tidak ditemukan kuman, yeast (-)..

Kultur Darah (29/11/19-05/12/19): Tidak ada pertumbuhan kuman

Kultur Swab dasar luka (29/11/19): Enterobacter cloacae

Sensitif: Ertapenem, Meropenem, Amikacin, Fosfomycin, Cefoperazon Sulbactam

TERAPI:

Inj.Gentamicin 80mg/8 jam (29/11/2019- 01/12/2019)

Amoxicillin syr 150 mg/8 jam, asam fisidat topical/12 jam, Perak sulfadiazine topical/ 12 jam

Analisa:

Tanda infeksi pada pasien ini berifat lokalis sehingga cukup diberikan antibotik topikal dan perawatan luka. Namun tetap

19
20

dievaluasi perkembangannnya klinis pasien.

9. By Ny. A D S /32 hari /C 787361/NICCU/ tgl. Masuk:11/11/2019

DIAGNOSA: Neonatus pneumonia, Neonatus infeksi, PJB asianotik, Neonatus pretem (27 minggu),BBLSR

LABORATORIUM:

Darah rutin 13/11/2019: Leukosit: 19.7

Darah rutin 23/11/2019: Hb: 6.8, Leukosit: 14.5, Hitung jenis: Segmen 47 ,GDT: Leukosit: Hipergranulasi neutrofil

(2/12/2019) HB: 9,7 g/dl, Leukosit: 24.500 µ/L, GDT: Neutrofilia, vakuolalisasi neutrophil, CRP: 0.57 (0.03)

Darah rutin 2/12/2019: Hb: 9.7, Leukosit: 34.5, Hitung jenis: Segmen 58, GDP: Leukosit: neutrofilia, vakuolalisasi neutrophil,

CRP: 5.12 (0.03)

Darah rutin 5/12/2019: Hb: 10.1, Leukosit: 17.7

PENGECATAN/KULTUR

Kultur Darah (13/11/2019-19/11/2019): Tidak ada pertumbuhan kuman

Pengecatan sputum (26/11/2019): PMN >25/Lpk, Cocobasil gram Negatif (+), diplo, yeast (-)

Kultur Sputum (14/11/2019-: Acinetobacter baumannii CRO

Sensitif: Trimethoprim- sulfamethoxazole

20
21

Pengecatan sputum (26/11/2019): PMN 10-15/Lpk, KBB gram Negatif (+), diplo, yeast (-)

Kultur Sputum (26/11/2019-) Elizabethkingia meningoseptica

Sensitif: Trimethoprim- sulfamethoxazole, Cefoperazon Sulbactam, ciprpfloxacin.

Kultur Darah (04/12/2019-10/11/2019) Tidak ada pertumbuhan kuman

TERAPI:

Inj.Cefotaxime 50mg/12 jam (12/11/2019-16/11/2019)

Inj. Gentamicin 4 mg/36 jam (15/11/2019-16/11/2019)

Inj. Meropenem 20 mg/8 jam (11/11/2019-28/11/2019)

Inj. Amikacin 15mg/36 jam (17/11/2019-23/11/2019)

Inj. Cefoperazon sulbactam (28/11/2019-

Trimethoprim- sulfamethoxazole (5/11/2019-

Analisa:

Neonatus infeksi di tegakkan dari klinis pasien yang masih menggunakan CPAP neonatal di sertai adanya kultur sputum yang

terdapat kuman nosokomial. Pada pasien ini merupakan yang beresiko tinggi untuk mengalami infeksi nosokomial.

Oleh karena Elizabethkingia meningoseptica memiliki resistensi intrinsik yang banyak maka disesuaikan dengan hasil AST

pada mengusulkan pemilihan antibiotik.

21
22

10.By Ny. N M /24 hari/C790784/BB: 3760/NICCU/Masuk: 29/11/2019

DIAGNOSA: Neonatal sepsis, Fasciitis necroticans, Megacolon short segmen

LABORATORIUM:

Darah rutin (29/11/2019): Hb: 8.6, Leukosit: 12.8, trombosit: 50, Albumin 2,4, GDS: 161.

Hitung jenis: Segmen 29, GDT: Leukosit: vakuolisasi neutrofil (+), shift to the left, monositosis, limfositosis.

PCT: 28.21, CRP: 19.6

Darah rutin ( 30/11/2019): Hb: 10.9, Leukosit: 11.0, Trombosit: 59, D-Dimer: 3450

Darah rutin ( 03/12/2019): Hb: 12.6, Leukosit: 33.5, Trombosit: 33, Albumin: 2,7.

Hitung jenis: Segmen 50, GDT: Leukosit: Jumlah vakuolisasi neutrophil (+) meningkat

CRP: 14.49

Kesan Infeksi bakterial

PENGECATAN/KULTUR:

Kultur Darah (29/11/2019-3/12/2019) Tidak ada pertumbuhan kuman

Pengecatan swab dasar luka (29/11/2019):

Kultur Dasar Luka (29/11/2019-1/12/2019): Acinetobacter baumannii carbapenem resisten

Sensitif: Amikacin,Tigecycline, Trimethoprim- sulfamethoxazole

22
23

Kultur Darah (5/12/2019-10/12/2019) Tidak ada pertumbuhan kuman

TERAPI:

Inj. Meropenem (29/11/2019-04/12/2019)

Inj. Gentamycin (29/11/2019-04/12/2019)

Inj. Amikacin (05/12/2019- sekarang

Inj. Tigecycline (05/12/2019- sekarang

Saran dari PRA mikro: Amikacin + Tigecycline.

Analisa: Penegakan diagnosis Neonatus infeksi berdasarkan : Anamnesis, pemeriksaan fisik pasien dan pemeriksaan penunjang

Pada hasil kultur swab dasar luka terdapat pertumbuhan Acinetobacter baumannii carbapenem resisten

Seiring perawatan luka menyebabkan infeksi pada neonatus yang didapatkan dari klinis pasien dan pemeriksaan biomarker yang

menunjukan ada tanda infeksi. Namun tidak ditemukan adanya bakterimia, sehingga perlu penanganan infeksi terutama perawatan

luka yang intensif. Pemilihan antibiotik kombinasi amikacin dan tigecycline memberikan hasil yang membaik pada luka.

23
24

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Pada kasus yang temukan banyak infeksi yang disebabkan faktor resiko intrinsik yakni
mengingat anak terutama bayi mempunyai sistim imun yang belum berkembang dengan
baik.
2. Diagnosis infeksi di tegakkan berdasarkan ananesis, pemeriksaan fisik, dan hasil lab
penunjang
3. Penatalaksanaan terutama pemberian terapi antibiotik harus disesuiakan dengan klinis
pasien dan hasil AST.
4. Pemeberian antibiotik yang bijak dapat mencegah terjadinya resistensi antibiotic pada
organisme patogen.

B. SARAN

 Meningkatkan jumlah pertemuan forum diskusi kasus infeksi sulit, disarankan agenda
rutin setiap minggu sekali.

24
25

Daftar Pustaka

1. WHO. World Health Statistics: World Health Statistics 2015. Genewa; 2015; p. 55-86.
2. Mandell GL, Bennet JE, Dolin R. Principles and Practice of Infectious Diseases. Elsevier
Book Aid; 2010. Hal.7.
3. Nugroho AW, translator. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA.
Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg. Ed. 25. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2013.
4. Kronman MP, Zhou C, Mangione-Smith R. Bacterial Prevalence and Antimicrobial
Prescribing Trends For Acute Respiratory Track Infections. American Academy of
Pediatrics. 2014; 134(4):956-65.
5. Ki V, Rotstein C. Bacterial Skin and Soft Tissue Infections In Adults: A Review of Their
Epidemiology, Pathogenesis, Diagnosis, Treatment and Site of Care. Can J Infect Dis
Med Microbiol. 2008; 19(2):173–84.
6. Fletcher SM, McLaws M, Ellis JT. Prevalence of Gastrointestinal Pathogens In
Developed and Developing Countries: Systematic Review and Meta-Analysis. J Public
Health Res. 2013; 2(1):42– 53.
7. Shaikh N, Morone NE, Bost JE, Farrell MH. Prevalence of Urinary Tract Infection in
Childhood A Meta-Analysis. Pediatr Infect Dis J. 2008; 27:302–8.
8. Flores-Mireles AL, Walker JN, Caparon M, Hultgren SJ. Urinary Tract Infections:
Epidemiology, Mechanisms of Infection and Treatment Options. Nat Rev Microbiol.
2015; 13(5):269–84.
9. Setiabudi R. Pengantar Antimikroba. In: Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta:
Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007. p. 585– 98.
10. Schleiss MR. Infectious Disease: Antibiotic Therapy. In: Nelson Textbook Of Pediatrics.
18th ed. Elsevier; 2007.
11. Hapsari MM, Farida H, Keuter M, Hadi U, Sachro ADB. Penurunan Penggunaan
Antibiotik Pada Pasien Anak Dengan Demam. Sari Pediatri. 2006; 8(1):16–24.

25

Anda mungkin juga menyukai