Disusun Oleh:
RINI JUANDA
2020242027
Dosen Pembimbing :
A. PENGERTIAN
Tindakan WSD (Water Seal Drainage) atau yang disebut juga dengan “Chest-
Tube” (pipa dada) adalah suatu usaha untuk memasukkan kateter ke dalam rongga pleura
dengan maksud untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam rongga pleura, seperti
misalnya pus pada empisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam
rongga pleura, misalnya pneumotoraks. Bedanya dengan tindakan pungsi atau
torakosentesis adalah kateter dipasang pada dinding toraks dalam waktu yang lama dan
dihubungkan dengan suatu botol penampung.
B. INDIKASI
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah suatu penumpukan dada diantara pleura viseralis dan
parietalis yang menyebabkan rongga pleura sebenarnya, bukan rongga pleura potensial
(Ward, dkk : 2006)
Pneumothoraks adalah kumpulan udara atau gas lain di rongga pleura yang
menyebabkan paru kolaps (Kozier & Erb : 2003).
2. Hemothoraks
Hemothoraks adalah akumulasi darah dan cairan di rongga pleura, biasanya
akibat trauma atau pembedahan (Kozier & Erb: 2003)
3. Efusi pleura.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam
rongga pleura (Irman Somantri, 2008)
4. Epiema
Empiema adalah keadaan terkumpulnya pus di dalam rongga pleura. Pus dapat
mengisi satu lokasi pleura atau mengisi seluruh rongga pleura (Muttaqin : 2008)
C. TUJUAN PEMASANGAN
1. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura.
2. Untuk mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura.
3. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolaps dan kolaps sebagian.
4. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
D. TEMPAT PEMASANGAN
1. Apikal
Letak selang pada ICS 3 mid klavikula
2. Basal
Letak selang pada ICS 5-6 atau ICS 8-9 mid axilaris
E. SISTEM DRAINASE
Karena rongga pleuranya normal
mempunyai tekanan negatif yang
memungkinkan ekspansi paru, semua
selang yang tersambung dengan rongga
pleura harus disegel sehingga udara atau
cairan tidak dapat masuk. Selang
mungkin disambungkan ke katup satu
arah atau ke water sealed drainage
(WSD). Pada WSD, cairan yang ada di
dasar wadah mencegah udah masuk ke dalam selang dan rongga pleura saat klien menarik
napas.
Ada beberapa jenis sistem WSD : sistem gravitasi satu dan dua botol, sistem
pengisapan dua dan tiga botol, dan sistem unit disposabel.
1. Sistem Botol
Pada sistem satu botol, cairan atau udara masuk melalui saluran pengumpul,
yang berakhir di dalam air steril (penyegel). Udara keluar dari air menuju ventilasi
udara; cairan tetap di dalam botol. Sistem satu botol bergantung pada gravitasi dan
tekanan ekspirasi positif untuk drainase.
Sistem dua botol menggunakan botol satu untuk menerima cairan atau udara dari klien dan
botol dua untuk membuat segel air. Udara atau cairan dari rongga pleura diterima oleh botol satu.
Udara dari botol satu disalurkan ke botol dua, udara keluar dari air, menuju ventilasi udara. Cairan
dari rongga pleura tetap di dalam botol satu. Sistem ini menggunakan gravitasi dan tekanan
ekspirasi positif untuk drainase.
Sistem tiga botol mempunyai sebuah botol pengumpul (1), sebuah botol water seal (2),
dan sebuah botol kontrol pengisapan (3). Fungsi botol 1 dan 2 sama dengan sistem dua botol kecuali
bahwa botol 2 disambungkan ke botol 3. Botol 3 mempunyai sebuah selang kontrol manometer
dibawah permukaan air steril. Kedalaman selang dibawah permukaan air ini menentukan besarnya
pengisapan pada rongga pleura. Botol kontrol pengisapan mempunyai saluan lain yang digunakan
untuk pengisapan. Sistem ini menggunakan tekanan ekspirasi positif, gravitas, dan pengisapan
untuk drainase (Kozier & Erb : 2003).
F. PENATALAKSANAAN
1. Memberi Posisi
Posisi yang ideal adalah “semi fowler”. Untuk meningkatkan evakuasi udara dan
cairan, posisi pasien diubah setiap dua jam. Pasien diperlihatkan bagaimana
menyokong dinding dada dekat sisi pemasangan selang dada. Didorong untuk batuk,
napas dalam, dan ambulasi. Pemberian obat nyeri sebelum latihan akan menurunkan
nyeri dan meningkatkan ekspansi paru-paru.
2. Mempertahankan Kepatenan Sistem
Komplikasi paling serius dari selang dada adalah tension penumotoraks. Bila
tidak diatasi akan mengancam kehidupan. Tension pneumotoraks terjadi bila udara
masuk ke ruang pleura selama inspirasi, tetapi tidak dapat keluar selama eskpirasi.
Proses ini terjadi bila ada obstruksi pada seang sistem drainase dada. Semakin banyak
udara terjebak dalam ruang pleura, tekanan meningkat sampai paru-paru kolaps, dan
jaringan lunak dalam dada tertekan. Tanda dan gejala tension pneumotoraks:
a. Takikardia
b. Takipnea
c. Agitasi
d. Berkeringat
e. Pergeseran garis tengah trakhea
f. Bunyi napas pada paru-paru cedera tidak ada.
g. Perkusi hiperresonan pada perkusi diatas paru-paru yang cidera.
h. Hipotensi.
i. Henti jantung.
j. Alarm tekanan tinggi (jika menggunakan ventilator mekanis)
Asuhan keperawatan ditunjukan untuk mempertahakan kepatenan dan fungsi
yang tepat dari sistem drainase selang dada. Angkat selang sesering mungkin untuk
mendrainase cairan kedalam wadah. Selang dibelitkan pada tempat tidur untuk
mencegah terlipat dan terkumpulnya darah pada selang yang tergantung di lantai.
Jangan naikkan sistem drainase selang dada di atas selang dada karena drainase akan
kembali ke dalam dada.
3. Memantau Drainase
Perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah drainase. Gunakan pulpen untuk
menandai tingkat sistem drainase pada akhir tugas jaga. Waspada tehadap perubahan
tiba-tiba jumlah drainase. Peningkatan tiba-tiba menunjukkan pendarahan atau adanya
pembukaan kembali obstruksi selang. Penurunan tiba-tiba menunjukkan obstruksi
selang atau kegagalan selang dada atau sistem drainase.
Untuk mengembalikan kepatenan selang dada, tindakan keperawatan yang
dianjurkan adalah :
a. Upayakan untuk mengurangi obstruksi dengan pengubahan posisi pasien.
b. Bila bekuan terlihat, renggangkan selang antara dada dan unti drainase, dan
tinggikan selang untuk meningkatkan efek gravitasi.
c. Lakukan sedikit pelepasan selang dan arahkan bekuan menuju wadah drainase untuk
melepaskan secara perlahan bekuan ke arah wadah drainase.
d. Bila selang dada tetap tersumbat, pembongkaran selang dada dianjurkan.
Pembongkaran selang dada tanpa mengevaluasi situasi pasien sangat beresiko.
Melakukan pemeriksaan secara visual untuk menyakinkan ruag water seal terisi
sampai garis adir dua cm. Bila pengisapan diberikan, yakinkan garis air pada tabung
penghisapan sesuai dengan jumlah yang diindikasikan. Bila pompa penghisapan cairan
pleuran darurat digunakan, periksa ukuran penghisap. Jangan menutup lubang ventilasi
udara.
Observasi segel di bawah air terhadap fluktuasi pernapasan. Tidak adanya fluktuasi dapat
menunjukkan bahwa paru-paru terlalu mengembang atau ada obstruksi pada sistem. Gelembung
yang terus-menerus pada water seal tanpa penghisap dapat menunjukkan bahwa selang telah
berubah tempat atau terlepas. Oleh karena itu, perlu untuk memeriksa seluruh sistem terhadap
adanya alat yang terlepas dan melihat selang
dada untuk melihat penempatannya di luar dada.
Gelembung yang terjadi 24 jam setelah pemasangan selang dada sehibungan dengan
perbaikan pneumotoraks dapat menunjukkan adanya fistula bronkopleura. Ini biasa terjadi pada
pengesetan ventilasi mekanis pada tidal volume dan tekanan tinggi
H. KOMPLIKASI
1. Nyeri akan terasa setelah efek dari obat bius lokal habis, terutama 12 – 48 jam setelah
insersi. Setelah 24 jam pasien dapat menyesuaikan diri dan dapat diatasi dengan
analgetik.
2. Robeknya pleura, terutama apabila terjadi perlengketan pleura. Keadaan ini akan
menyebabkan fistula bronkopleura. Kateter juga dapat salah masuk, yakni ke bawah
diafragma atau di bawah jaringan subkutan. Efek sampingan ini didapat apabila
menggunakan trokar.
3. Dengan kateter yang steril dan dengan drain yang terpasang baik, maka infeksi jarang
terjadi. Akan tetapi apabila drain tersumbat, maka sangat mudah terinfeksi. Oleh karena
itu bila jumlah cairan yang keluar di bawah 50 cc, maka drain harus dicabut dari rongga
pleura, oleh kateter selain cairan sudah tidak ada, juga mudah menyebabkan terjadinya
infeksi.
Ø Prosedur
1. Isi bilik water sealed dengan air sampai ketinggian sama dengan cairan ke dalam
botol.
2. Jika digunakan penghisap, isi bilik kontrol pengisap dengan air steril sampai
ketinggian 20 cm atau sesuai yang diharuskan.
3. Sambungkan kateter drainase dari pasien dengan selang yang menuju botol
penampung.
4. Jika digunakan penghisap, hubungkan selang bilik kontrol pengisap keunit
pengisap. Nyalakan unit pengisap dan naikkan tekanan hingga timbul gelembung
secara tetap dalam bilik kontrol pengisap.
5. Tandai ketinggian awal pada bagian luar unit drainase. Tandai peningkatan setiap
jam/hari.
6. Pastikan selang tidak menggulung atau tersumbat.
7. Pertahankan kepatenan selang dengan plester.
8. Dorong klien untuk mencari posisi yang nyaman. Jika klien berbaring lateral,
usahakan selang tidak tertekan tubuh klien. Anjurkan klien untuk sering mengubah
posisi tubuh.
9. Lakukan bantuan latihan gerak beberapa kali sehari untuk lengan dan bahu yang
sakit.
10. Dorong klien untuk meakukan napas dalam dan batuk secara teratur.
11. Pastikan adanya fluktuasi (tidaling) dari ketinggian cairan dalam bilik water sealed.
12. Observasi dan laporkan segera jika terjadi pernapasan cepat, sianosis, tekanan
dalam dada, emfisema sub kutan, dan gejala hemoragi.
PERAWATAN LUKA DENGAN BALUTAN KERING
a. Pengertian
Suatu penanganan luka yang terdiri atas membersihkan luka, menutup, dan
membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka.
b. Tujuan
1. Menjaga luka dari trauma
2. Imobilisasi luka
3. Mencegah perdarahan dan infeksi
4. Mencegah kontaminasi oleh kuman
5. Mengabsorpsi drainase
6. Mempercepat proses penyembuhan
c. Indikasi
1. Balutan kotor dan basah akibat faktor eksternal
2. Ada rembesan eksudat
3. Ingin mengkaji keadaan luka
4. Dengan frekuensi tertentu untuk mempercepat debridemen jaringan nekrotik
d. Persiapan Alat
e. Prosedur
Irman, Somantri. 2008. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Kozier, Barbara. 2003. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Surtiningrum, Anjas S,Kep, dkk. 2009. Standar Operasional Prosedur Tindakan Keperawatan
Keterampilan Dasar dalam Keperawatan. Semarang : Telogorejo.
Tamsuri, Anas. 2008. Klien dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta: EGC.
Ward, Jeremy P.T dkk. 2006. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga