Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN KADAR KREATININE DALAM DARAH PADA

PENDERITA DIABETES MELLITUS DIPUSKESMAS

PAYO SELINCAH KOTA JAMBI

Guna Memenuhi Persyaratan Melakukan Penelitian dalam


rangka penyusunan Karya Tulis Ilmiah

OLEH:

VANI ARYANI

NIM: PO71340210017

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

D III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

POLITEKNIK KESEHANTAN JAMBI


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) atau diabetes melitus adalah penyakit metabolik

menahun dengan berbagai etiologi yang ditandai dengan peningkatan kadar

gula darah atau glukosa darah akibat fungsi insulin yang tidak mencukupi,

disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein. Insufisiensi

insulin dapat disebabkan oleh sekresi insulin yang terganggu atau tidak

mencukupi dari sel beta Langerhans pankreas, atau dari kurangnya respon

sel manusia terhadap insulin (WHO, 1999).

Diabetes tidak hanya menyebabkan kematian dini di seluruh dunia.

Penyakit ini juga merupakan penyebab utama kerusakan parah pada jantung,

pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. Diketahui bahwa ada dua jenis

diabetes, diabetes tipe 1, di mana pankreas memproduksi sedikit atau tidak

ada insulin itu sendiri. Sedangkan diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh

menjadi resisten terhadap insulin atau tidak memproduksi cukup insulin.

International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan pada tahun

2019, akan ada 463 juta orang berusia 20-79 tahun menderita diabetes di

seluruh dunia, dan angka prevalensinya setara dengan 9,3% dari total

penduduk pada usia yang sama. Negara-negara Arab-Afrika Utara dan

Pasifik Barat menempati peringkat pertama dan kedua dalam prevalensi


diabetes di antara orang berusia 20-79 di antara 7 wilayah di dunia, masing-

masing menyumbang 12,2% dan 11,4%. (Data Informasi, 2020).

Asia Tenggara, tempat Indonesia berada, menempati urutan ketiga

dengan angka prevalensi 11,3%.Pada tahun 2022, jumlah penderita diabetes

di Indonesia akan mencapai 41,8%. Angka tersebut menjadikan Indonesia

sebagai negara dengan pasien diabetes terbanyak di ASEAN. (Kotak data,

2023)

Prevalensi diabetes di Kota Jambi sebesar 38,06% pada tahun 2016,

naik menjadi 73,51% pada tahun 2019, dan turun menjadi 59,85% pada

tahun 2018. (DinKes Prov. Jambi, 2021).

Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang

ditandai dengan hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi

insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes

dikaitkan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan

banyak organ. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah

menyatakan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat diungkapkan

dengan jawaban yang ringkas dan jelas, namun secara umum dapat

dikatakan bahwa kekurangan insulin secara absolut merupakan akibat

kombinasi faktor yang berhubungan dengan gangguan insulin..(Purnasari,

2014)
Diabetes melitus (DM) merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan

kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin secara bertahap dalam

rangka resistensi insulin (Suyono, 2011).

Menurut PERKENI (2011), DM merupakan gangguan metabolisme

kronis yang ditandai dengan hiperglikemia. Komplikasi yang mungkin

terjadi akibat peningkatan kadar gula darah akibat gula darah yang tidak

terkontrol, seperti neuropati, hipertensi, penyakit jantung koroner,

retinopati, penyakit ginjal, dan gangren.

Kreatinin adalah zat yang diproduksi oleh metabolisme endogen otot

rangka, yang diekskresikan dalam urin melalui filtrasi glomerulus dan tidak

diserap kembali atau disekresikan oleh tubulus ginjal. Tinggi atau

rendahnya kadar kreatinin dalam darah digunakan sebagai indikator penting

apakah seseorang mengalami gangguan fungsi ginjal. Tes kreatinin adalah

tes spesifik dan indikator gangguan ginjal, karena kadar kreatinin tidak

dipengaruhi oleh asupan protein, dan konsentrasi plasma dan ekskresi urin

relatif konstan dalam 24 jam (Padma, Gusti Ayu Putu, 2017).

Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah yang merupakan salah satu

parameter yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal pada penderita

DM. Kadar kreatinin dapat meningkat pada penderita DM, terutama yang

ginjalnya terganggu atau rusak. Kadar keratin menunjukkan adanya

komplikasi DM. Penting untuk menjaga kadar kreatinin tetap terkendali

karena merupakan indikator perjalanan penyakit DM tipe 2. Kadar kreatinin


dapat diperiksa dengan menggunakan metode enzimatik, dan peningkatan

kreatinin serum menunjukkan penurunan fungsi ginjal. (Prayuda, 2016).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

“GAMBARAN KADAR KREATININE DALAM DARAH PADA

PENDERITA DIABETES MELLITUS?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaiman kadar kreatinin pada penderita Diabetes

Melitus di Puskesmas Payo Selincah.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kadar kreatinin pada penderita Diabetes Melitus

di Puskesmas Payo Selincah

2. Untuk melihat kadar kreatinin pada penderita Diabetes Melitus di

Puskesmas Payo Selincah berdasarkan faktor umur dan jenis kelamin.


1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti :

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang gambaran kadar kratinin

pada penderita Diabetes Melitus. Pada penulis dan pembaca khususnya

mahasiswa/i dijurusan analis kesehatan.

2. Bagi Masyarakat :

Memberikan informasi dan menambah pengetahuan tentang Diabetes

Melitus dan upaya untuk pencegahan agar tidak dapat menyebabkan

penyakit lain. Dapat dilakukan pasien Dm. Rutin melakukan control gula

darah yang teratur dapat mencegah munvulnya komplikasi, baik

mikrovaskular maupun makrovaskular.

3. Bagi Ilmu Kesehatan :

Memberi tambahan informasi tentang gambaran kadar kratinin pada

penderita Diabetes Melitus, dan dapat menjadikan referensi bagi peneliti

yang akan datang.


1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini hanya melihat gambaran kondisi ginjal melalui

pemeriksaan kadar kreatinin pada penderita diabetes mellitus di Puskesmas

Payo Selincah dengan metode enzimatik yang akan di laksanakan di bulan

Januari hingga Mei


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes melitus (DM) merupakan bahasa yang berasal dari bahasa

Yunani (sophon) yang berarti “mengalirkan atau mengalirkan” dan melitus

dari bahasa latin yang berarti manis atau madu, sehingga diabetes diartikan

sebagai seseorang yang buang air kecil dengan kadar glukosa yang banyak.

Diabetes melitus (DM) adalah gangguan hiperglikemik yang ditandai

dengan kekurangan insulin secara absolut atau penurunan relatif sensitivitas

seluler terhadap insulin. (Rahmawati, 2015)

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan

hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein,

yang berhubungan dengan defisiensi absolut atau relatif dari kerja dan

sekresi insulin, serta mengurangi penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh.

Metabolisme lemak yang meningkat menyebabkan metabolisme lemak yang

tidak normal, bersamaan dengan pengendapan kolesterol pada dinding

pembuluh darah, sehingga menimbulkan gejala aterosklerosis dan

penurunan protein pada jaringan tubuh. (Hall, 2014)

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi ketika

pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau tubuh tidak dapat


menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Menurut American

Diabetes Association, diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang

ditandai dengan hiperglikemia, yang terjadi karena sekresi insulin yang

tidak normal. Kadar gula darah yang meningkat, atau hiperglikemia, dapat

menyebabkan diabetes yang tidak terkontrol yang lama kelamaan dapat

merugikan tubuh. Sistem.kerusakan parah, terutama pada pembuluh darah. ,

dan persarafan. (Prayuda, 2016)

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi jenis Diabetes Melitus:

1. Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes tipe 1, atau yang disebut diabetes yang bergantung pada

insulin, adalah penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh, atau

gangguan pada sistem kekebalan tubuh, menyebabkan kerusakan pada

pankreas. Diabetes adalah suatu kondisi di mana gula darah naik akibat

rusaknya sel beta pankreas, sehingga insulin tidak dapat diproduksi sama

sekali. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh pankreas untuk

mencerna gula dalam darah. Diabetes tipe ini membutuhkan insulin dari luar

tubuh.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes tipe 2 atau yang biasa dikenal dengan non-insulin-dependent

diabetes merupakan jenis diabetes yang resisten terhadap insulin. Insulin


tercukupi namun tidak bekerja maksimal sehingga menyebabkan kadar gula

darah dalam tubuh meningkat. Diabetes tipe 2 juga bisa relatif kekurangan

insulin, dan sangat mungkin berkembang menjadi kekurangan insulin

absolut. Ini lebih sering terjadi pada orang dengan diabetes tipe 2.

3. Diabetes Melitus Tipe Gestasional

Diabetes tipe ini ditandai dengan peningkatan gula darah selama

kehamilan. Gangguan ini biasanya terjadi pada minggu ke-24 kehamilan,

saat kadar gula darah kembali normal setelah melahirkan.

2.1.3. Gejala Diabetes Mellitus

Untuk memahami seseorang dengan diabetes, perlu untuk mengenali

tanda dan gejalanya. Seseorang ditetapkan sebagai tersangka diabetes jika

ditemukan gejala utamanya pada dirinya.

Gejala utama yang dicurigai diabetes adalah:

1. Intensitas buang air kecil yang cukup sering.

2. Mudah merasa lapar dan haus.

Gejala lain dari dugaan diabetes adalah:

1. Penurunan berat badan yang cepat.

2. Mudah merasa kesemutan.

3. Luka yang sulit sembuh.

4. Kehilangan penglihatan.

5. Merasa lelah dan mudah mengantuk.


2.1.4 Faktor Risiko Diabetes Melitus

Menurut Kemenkes (2013), faktor risiko terbagi menjadi:

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

A.Umur

Di negara berkembang, penderita diabetes berusia antara 45-64 tahun,

yang masih merupakan usia yang sangat produktif. Umur merupakan faktor

yang mempengaruhi kesehatan (Soegondo, 2011). Notoatmodjo (2012)

mengungkapkan bahwa tingkat berpikir seseorang semakin matang ditinjau

dari aspek mental dan psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua

usia seseorang maka proses perkembangan mentalnya semakin baik, namun

setelah melewati usia tertentu proses perkembangan mentalnya tidak secepat

ketika masih remaja.

B. Riwayat Keluarga DM (Anak dengan DM)

Menurut Hugeng dan Santos (2017), riwayat keluarga atau keturunan

merupakan unit pembawa informasi dalam kromosom sehingga

mempengaruhi perilaku. Kesamaan penyakit DM dalam keluarga dan

predisposisi yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan

merupakan contoh pengaruh genetik Responden yang memiliki anggota

keluarga penderita DM harus waspada. Jika salah satu orang tua menderita

DM, maka risiko terkena DM adalah 15%. 75% jika kedua orang tuanya

menderita diabetes (Diabetes UK, 2010).


C. Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir > 4000 gram atau menderita

penyakit kencing manis pada masa kehamilan (DM Gestasional)

Efek emosional dianggap sebagai efek tidak langsung yang penting

karena mempengaruhi hasil pemeriksaan dan pengobatan. Aturan diet, obat-

obatan, dan tes yang mempersulit pengendalian kadar gula darah dapat

memengaruhi suasana hati pasien (Nabil, 2012).

2. Faktor Resiko yang dapat dimodifikasi

A. Kegemukan (BMI>23kg/m2)

Salah satu cara untuk mengetahui berapa berat badan Anda adalah

dengan menggunakan indeks massa tubuh (BMI). Menurut BMI atau

indeks massa tubuh yang kita kenal di atas, jika antara 25-30, maka Anda

kelebihan berat badan, dan jika lebih dari 30, Anda mengalami obesitas.

Menurut Nabil (2012), ada beberapa hal yang dapat membantu

menurunkan berat badan, yaitu:

1) Makan porsi kecil

2) Saat makan di luar, bagikan porsi Anda dengan teman atau anggota

keluarga lainnya.

3) Mulailah dengan makan buah atau sayuran setiap kali makan.

4) Ganti cemilan tinggi kalori dan tinggi lemak dengan cemilan yang lebih

sehat.

B. Ketidakaktifan fisik
Aktivitas fisik dan olahraga teratur bermanfaat bagi semua orang karena

memperkuat fisik Anda, mencegah kelebihan berat badan, meningkatkan

fungsi kardiorespirasi dan otot, serta memperlambat proses penuaan.

Olahraga harus dilakukan secara teratur. Jenis dan dosis olahraga berbeda-

beda menurut usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan status kesehatan.

Jika rutinitas seseorang tidak memungkinkan untuk melakukan gerakan

fisik, cobalah berolahraga secara teratur atau melakukan aktivitas lain yang

setara. Ketidakaktifan atau kehidupan yang santai merupakan pemicu

diabetes (Nabil, 2012).

C. Merokok

Penyakit dan kematian yang tinggi (Hariadi S, 2008). Hasil uji

statistik menunjukkan ada hubungan antara merokok dengan kejadian DM

tipe (p=0,000). Hal ini sejalan dengan penelitian Houston yang juga

menemukan bahwa perokok reguler memiliki risiko 76% lebih tinggi

terkena diabetes tipe 2 dibandingkan dengan bukan perokok (Irawan,

2010). Ada 4.000 bahan kimia yang merusak kesehatan dalam asap rokok,

dua di antaranya adalah nikotin, yang bersifat adiktif dan menyebabkan

kanker.

D. Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)

Jika tekanan darah tinggi, jantung bekerja lebih keras dan risiko

penyakit jantung dan diabetes lebih tinggi. Seseorang dikatakan

mengalami hipertensi jika tekanan darahnya berada pada kisaran > 140/90
mmHg. Karena hipertensi seringkali tidak disadari, maka tekanan darah

harus diperiksa pada setiap pemeriksaan rutin (Nabil, 2012).

2.1.5. Diagnosa Diabetes Mellitus

Diabetes dapat dilaksanakan atas dasar pemeriksaan kadar gula darah.

Pemeriksaan darah yang dianjurkan untuk mengetahui kadar glukosa

adalah pemeriksaan enzimatik glukosa dengan bahan plasma vena. Hasil

pengobatan dapat dipantau dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler

menggunakan glukometer. Diagnosis tidak dapat didasarkan pada adanya

glikosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada kasus diabetes seperti

(Perkeni, 2015):

A. Keluhan khas: poliurea, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya

B. Kelainan lain : lemas, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi

pada pria dan gatal kelamin pada wanita.

2.1.6 Patofisiologi Diabetes Melitus

Sebagian besar patologi DM dapat dikaitkan dengan salah satu efek utama

defisiensi insulin, sebagai berikut:


A. Penggunaan somatik glukosa berkurang, mengakibatkan peningkatan

konsentrasi glukosa darah 300 – 1200 md/dl.

B. Meningkatnya mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang

abnormal disertai dengan pengendapan kolesterol pada dinding pembuluh

darah.

C. Penurunan protein dalam jaringan tubuh. Pasien dengan defisiensi

insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa darah puasa normal

atau toleransi postprandial. Pada hiperglikemia berat di atas ambang ginjal

normal (konsentrasi glukosa darah 160-180 mg/100 ml). Glikosuria terjadi

karena tubulus ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa, dan

glikosuria ini menyebabkan diuresis osmotik, mengakibatkan poliuria

dengan natrium, klorida, kalium, dan fosfat. Kehadiran poliuria dapat

menyebabkan dehidrasi dan minum berlebihan.Akibat glukosa yang keluar

bersama urine pasien mengalamin keseimbangan protein negatif serta berat

badan menurut menjadi polifagi. Saat glukosa diekskresikan dalam urin,

pasien mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurut

polifagia. Akibat lainnya adalah lemas (kekurangan energi), kehilangan

protein tubuh dan berkurangnya karbohidrat. Hiperglikemia yang

berkepanjangan dapat menyebabkan aterosklerosis, penebalan membran

basal, dan perubahan saraf perifer. Hal ini dapat menyebabkan gangren.

(Profesor DR. Hardiansyah, 2017).


2.1.7 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi atau penyakit DM dapat berupa komplikasi akut maupun

komplikasi kronis. Komplikasi kronis, berupa komplikasi vaskular dan

nonvaskular kronis. Komplikasi akut yang paling umum:

1. Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah turun, disertai

gejala seperti gelisah, tekanan darah turun, lapar, mual, lemas, lesu, dan

berkeringat dingin. Gangguan ini sangat sederhana seperti gemetar pada

bibir dan tangan yang menyebabkan ketidaksadaran. Kondisi ini harus

segera diatasi dengan pemberian gula pasir, minuman sirup, manisan atau

makanan yang mengandung karbohidrat seperti roti.

2. Hiperglikemia, yaitu keadaan gula darah tinggi, biasanya disebabkan

oleh makan berlebihan, stress emosional, DM berhenti mendadak, dan

gejala penurunan kesadaran dan kekurangan cairan (dehidrasi).

3. Ketoasidosis diabetik, yaitu keadaan meningkatnya senyawa asam keton

dalam darah, yang berasal dari asam lemak bebas yang dihasilkan oleh

penguraian sel asam lemak dalam jaringan. Gejala dan tanda hilangnya

nafsu makan, haus, poliuria, mual, muntah, nyeri perut, denyut nadi cepat,

nafas cepat, nafas berbau khas (keton), hipotensi, penurunan kesadaran

hingga koma. (Irianto, Koes, 2014)


2.1.8 Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Fungsi Ginjal

Kadar gula darah akan disaring oleh glomerulus dan dikembalikan ke

darah melalui sistem reabsorbsi tubulus. Reabsorpsi glukosa dikaitkan

dengan fosforilasi oksidatif dan penyediaan ATP (epinefrin trifosfat).

Sistem tubular akan menyerap kembali glukosa dengan kecepatan 350

mg/menit.

Kadar gula darah meningkat, dan filtrat glomerulus mengandung lebih

banyak glukosa daripada yang diserap kembali. Kelebihan glukosa

diekskresikan dalam urin dan menghasilkan glukosa, yaitu gula darah di

atas 170 – 180 mg/dl, yang dikenal sebagai ambang batas glukosa ginjal.

(Haris, 2017)

2.2 Kreatinin

2.2.1 Pengertian Kreatinin

Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu

parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal karena konsentrasi

dalam plasma dan ekskresi dalam urin relatif konstan selama 24 jam.

Kreatinin, produk protein otot dan hasil akhir dari metabolisme otot,

dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan

diekskresikan dengan kecepatan yang sama di urin. Kreatinin

diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, dan


konsentrasi plasma relatif konstan setiap hari, dengan tingkat yang lebih

tinggi dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal. Nilai normal

kreatinin serum adalah 0,7-1,3 mg/dL. Kadar kreatinin dapat meningkat

pada penderita DM, terutama yang ginjalnya terganggu atau rusak.

Kreatinin disintesis di hati dan hadir di hampir semua otot rangka di mana

ia terikat sebagai fosfokreatin, senyawa penyimpan energi. Selama sintesis

ATP dari ADP, kreatinin fosfat diubah menjadi kreatin dengan

mengkatalisasi kreatin kinase (CK). Kreatinin kemudian disaring oleh

glomeruli dan diekskresikan dalam urin. Kondisi dengan gangguan fungsi

ginjal dapat meningkatkan kadar kreatinin dalam darah. Penting untuk

mengenali apakah proses yang menyebabkan disfungsi ginjal (gagal ginjal)

itu lama atau baru. (Prayuda, 2016).

2.2.2 Metabolisme Kreatinin

Jika pasien tidak mengalami gangguan ginjal, kadar keratin tetap

normal. Kadar kreatinin dapat meningkat dengan cepat hingga 2/3 nefron

rusak dan glomeruli rusak parah. Kreatinin diekskresikan oleh glomerulus,

tidak diserap oleh tubulus ginjal, dan tidak dimetabolisme oleh ginjal

Tingkat kreatinin serum yang stabil tidak dipengaruhi oleh protein

makanan atau metabolisme filtrasi glomerulus. Saat kadar kreatinin

meningkat akibat nefropati diabetik, tubulus ginjal mengeluarkan kreatinin

berlebih (10-20). Kadar kreatinin meningkat ketika gagal ginjal mencapai


50% hingga 70%. Ekskresi kreatinin mulai menurun dari usia 40 tahun dan

meningkat dari usia 60 sampai 70 tahun, dan ekskresinya hanya 50% dari

usia dewasa tanpa adanya kelainan pada ginjal. (Haris, 2017)

2.2.3 Hubungan Diabetes Melitus dengan Kreatinin

Jika ada masalah dengan pankreas, organ yang memproduksi hormon

insulin yang bertanggung jawab menjaga normoglikemia, kadar glukosa

bisa naik di atas ambang batas 160-180 mg/dL, mengganggu fungsi ginjal,

salah satunya diekskresikan ke dalam darah adalah kreatinin. Pada

penyakit ginjal, pemeriksaan kreatinin merupakan salah satu parameter

untuk melihat fungsi ginjal, diabetes jangka panjang menyebabkan

glomerulosklerosis dengan proteinuria dan gagal ginjal. Pada diabetes,

metabolisme karbohidrat terganggu, sehingga karbohidrat tidak lagi

menjadi sumber energi, melainkan protein dan lemak yang digunakan

sebagai sumber energi. (Haris, 2017)

2.2.4 Metode pada Pemeriksaan Kreatinin

1. Jaffe Reaction (fixed time) :

Prinsip dari metode jaffe adalah Creatine adalah bentuk kompleks

oranye yang diatur secara basa dengan asam pikrat. Metode ini
menggunakan sampel serum atau plasma yang telah dideproteinisasi 1:1

dengan TCA (trichloroacetic acid) 1,2 N perbandingan 1:1.

2. Enzimatik :

Pada metode ini, substrat dalam sampel bereaksi dengan enzim

membentuk senyawa substrat dengan menggunakan fotometer. Deaminase

digunakan untuk mengubah kreatinin menjadi metilhidantoin dan amonia.

Gunakan reaksi GDH atau berhelot atau gunakan N-methylhydantoin

aminohydrolase untuk mendeteksi hydantoin metal creatinine deaminase +

NH3 ammonia. Dalam kimia kering: Metode ini dapat digunakan dalam

kimia kering - amonia yang dihasilkan bereaksi dengan biru bromofenol.

(Haris, 2017)

2.2.5 Interprestasi Hasil

Hasilnya sesuai dengan nilai normal yang ditetapkan untuk kadar

kreatinin, yaitu 0,5 – 0,9 mg/dl untuk wanita dan 0,7 – 1,2 mg/dl untuk

pria. Hasil yang tidak biasa (meningkat) tidak konsisten dengan

interpretasi hasil yang ditetapkan.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

3.1.1 Kerangka Teori

Diabetes memiliki tiga gejala poliuria, polidipsia, dan polifagia, yaitu

poliuria, polidipsia, dan polifagia, yang secara klinis diawali dengan

peningkatan kadar kreatinin dan berkembang menjadi proteinuria, yaitu

kerusakan ginjal. Ini terus memburuk seiring dengan penurunan fungsi

ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan diabetes, yang akhirnya menyebabkan

gagal ginjal.

3.1.2 Kerangka Konsep

Variable bebas Variabel Terikat Parameter


3.2 Definisi Operasional

1. Diabetes

Gangguan di mana kadar gula darah dan kreatinin lebih tinggi dari

normal.

A. Gender: Jenis kelamin pasien diabetes, yaitu pria dan wanita.

b.Usia: usia pasien diabetes saat dilakukan tes kreatinin.

2. Pemeriksaan kreatinin

Pemeriksaan kreatinin menggunakan metode enzimatik untuk

mengetahui adanya kadar kreatinin pada penderita diabetes.

3. Nilai normal kadar kreatinin adalah: 0,5-0,9 mg/dl untuk wanita dan

0,7-1,2 mg/dl untuk pria

3.3 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Mei, dengan

pengambilan sampel dan pemeriksaan dilakukan di Puskesmas Payo

Selincah Kota Jambi.


3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1 Populasi

Populasi penelitian adalah pasien diabetes yang dirawat di Puskesmas

Payo Selincah Jambi

3.4.2 Sampel

Pasien diabetes berobat di Puskesmas Payo Selincah Jambi

3.5 Jenis Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan data

sekunder yang diperoleh dari pemeriksaan kadar kreatinin penderita

diabetes di Puskesmas Payo Selincah Jambi.

3.6 Instrumen Penelitian

3.6.1 Alat

1. Tabung reaksi

2. Mikropipet

3. Tisu

4. Tip Biru dan Tip Kuning

5. Fotometer
6. Fortex

3.6.2 Reagen

Reagen pereaksi kreatinin

3.6.3 Bahan Pemeriksaan

Darah vena (serum)

3.7. Prosedur Penelitian

3.7.1 Metode Pemeriksaan

Penelitian ini menggunakan metode enzimatik.

3.7.2 Prinsip Kerja

Kreatinin bereaksi dengan asam pikrat dalam alkali untuk membentuk

kompleks merah-jingga. Konsentrasi warna yang terbentuk sesuai dengan

tingkat kreatinin

3.7.3 Pengambilan Spesimen

1. Gunakan peralatan APD: jas lab, sendok tangan, masker hidung.

2. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan


3. Identifikasi pasien dengan benar berdasarkan data pada formulir

aplikasi.

4. Minta pasien untuk meluruskan lengan dan memilih lengan yang

sering aktif atau pernah diambil darahnya.

5. Minta pasien untuk memegang tangannya dengan erat.

6. Tempatkan torniket di atas lipatan kubital, atau 3 jari di atas lipatan

kubital.

7. Pilih bagian pertengahan siku/kranial vena dan rasakan untuk

memastikan penempatan vena.

8. Bersihkan kulit daerah yang akan diambil dengan kapas alkohol 70%

lalu keringkan

9. Maju jarum suntik untuk menusuk area yang teridentifikasi.

10. Jika terlihat darah pada jarum, masukkan/tusuk selang vakum melalui

jarum yang terpasang pada dudukannya.

11. Jika darah sudah mencapai bekasnya, cabut jarum dan tutupi jarum

yang dicabut dengan kain katun.


3.7.4 Pengambilan Serum

1. Darah yang sudah ada di dalam tabung vakum tetap berada di

dalam tabung vakum untuk menggumpal.

2. Tempatkan darah yang akan disentrifugasi di seberang tabung

sampel lainnya.

3. Matikan centrifuge, atur kecepatan menjadi 3000rpm selama 15

menit, lalu tekan tombol "ON" pada centrifuge.

4. Setelah serum dipisahkan dari sel darah, ambil serum dan masukkan

ke dalam tabung reaksi baru.

5. Dan periksa.

3.8 Analisa Data

3.8.1 Analisa Univariat

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak

komputer, hasil akan disajikan dalam bentuk tabel dan naratif.

Analisis univariat berusaha menggambarkan atau menjelaskan

variabel. Berupa tabel frekuensi dependen, distribusi frekuensi kadar

kreatinin pada penderita diabetes. Berdasarkan jenis kelamin, dan

usia.
DAFTAR PUSTAKA

Haris, H.(2017). Hubungan Kadar Gula Darah Puasa dan Kreatinin pada Pasien

Diabetes Melitus di RSUD Ambarawa. Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Semarang.

Hall, G.A. (2014) Fisiologi Kedokteran. Jakarta.

Irianto, Koes.(2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular.

Bandung: Alfabeta.

Padma, Gusti Ayu Putu. (2017). Gambaran Kadar Kreatinin Serum Pada

Penderita Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

Poltekkes Denpasar, 107-117

Prayuda, M. (2016). Hubungan kadar Kreatinin Serum Dengan

Mikroalbuminurea Pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD H. Abdul

Moeloek Bandar Lampung. Fakultas Kedokteran Universitas Bandar Lampung.

Prof.DR. Hardiansyah, M. (2017). ILMU GIZI Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Purnamasari, D. (2014). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Militus. Jakarta:

Interna Publishing.
Rachmawati, N. (2015) Gambaran Kontrol dan Kadar Gula Darah Pada Pasien

Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.

Fakultas Kedokteran Universitas Dipenegoro Semarang.

Irwan (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta: Deepublish,

April 2016.

PEKERNI. (2015) Pengelolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus di Indonesia,

PERKENI, Jakarta: 13.2.

Diabetes UK (2010). Diabetes in the UK: key sStatistic on Diabetes.

Hugebg, Maya, dan Santos, Y. (2017). Merdeka diabetes. Jakarta : Bhuana Ilmu

Populer.

Dinas Kesehatan Provinsi Jambi (2021). Pelayanan Kesehatan Penderita

Diabetes Melitus (dm): Jambi

Kemenkes. (2020). Infodatin : Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes

Melitus. Available at: www. Kemkes.go.id

Nabil . (2012). Panduan Hidup Sehat Mencegah dan Mengobati Diabetes

Melitus. Yogyakarta: Solusi Distribusi

Soegono, S.(2011). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini dalam:

Soegondo, S, Soewondo, P., Subekti, I’, di Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Terpadu bagi dokter maupun edukator diabetes(ed.). Jakarta Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.


Jaringan Kerja Sama Beban Global Penyakit. Studi Beban Penyakit Global 2019.

Hasil. Lembaga Metrik dan Evaluasi Kesehatan. 2020

(https://vizhub.healthdata.org/gbd-results/).

Diabetes melitus, konsentrasi glukosa darah puasa, dan risiko penyakit vaskular:

meta-analisis kolaboratif dari 102 studi prospektif. Kolaborasi Faktor Risiko

yang Muncul. Sarwar N, Gao P, Seshasai SR, Gobin R, Kaptoge S, Di

Angelantonio dkk. Lanset. 2010; 26;375:2215-2222.

Penyebab kebutaan dan gangguan penglihatan pada tahun 2020 dan tren selama

30 tahun, dan prevalensi kebutaan yang dapat dihindari sehubungan dengan

VISI 2020: Hak untuk Melihat: analisis untuk Studi Beban Penyakit Global GBD

2019 Kolaborator Kebutaan dan Gangguan Penglihatan atas nama Kelompok

Pakar Kehilangan Penglihatan dari Studi Beban Penyakit Globalt Lancet Global

Health 2021;9:e141-e160.

Laporan data tahunan USRDS 2014:Epidemiologi penyakit ginjal di Amerika

Serikat.

Sistem Data Ginjal Amerika Serikat. Institut Kesehatan Nasional, Institut

Nasional Diabetes dan Penyakit Pencernaan dan Ginjal, Bethesda, MD,

2014:188-210.

Anda mungkin juga menyukai